Anda di halaman 1dari 11

GURU PROFESIONAL DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZALI

(Studi Analisis Kitab Ayyuha al-Walad)


Saturday, December 8, 2012 | comments

al ghazali adalah salah satu ulama terkenal di dunia islam adalah imam al ghazali. ulama
yang banyak mengarang banyak buku dan kitab. seperti kitab ihya ulum al din ayyuha al
walad dan berbagai kitab lainya.
al ghozali terkenal sebagai ahli tasawuf di dunia islam, meskipun pada dasarnya dia adalah
seorang talent daru berbagai fak ilmu. dia adalah ahli kalam, ahli fikih, dan yang banyak tidak
di bicarakan adalah imam alghazali sebagai pendidik. salah satu kitan yang dikarang beliau
mengenai pendidikan adalah kitab ayyuhal walad yang menjelaskan bagaimana seorang anak
beretika ketika mencari dan mendapatkan ilmu. kitab ini dikupas dari berbagai sisi, seperti
psikologis, akhlak, tingkah laku dan lainnya.
skripsi ini adalah sebuah karya ilmiah yang diselesaikan oleh seorang mahasiswa untuk
mendapatkan gelar Strata satu dengan mengupas tentang pemikiran imam al ghazali dilihat
dari sisi profesionalisme guru menurut ulama islam yang terkenal yaitu imam alghazali.
GURU PROFESIONAL DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZALI
(Studi Analisis Kitab Ayyuha al-Walad)

A. Latar Belakang
Dalam lingkup sejarah, pendidikan telah dilakukan oleh manusia pertama di muka bumi ini, yaitu sejak
Nabi Adam. Bahkan dalam al-Quran dinyatakan bahwa proses pendidikan terjadi pada saat Adam berdialog
dengan Tuhan. Pendidikan ini muncul karena adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Tuhan sebagai
pendidik langsung Adam untuk mengajarkan beberapa nama. [1] Hal ini dijelaskan dalam al-Quran Surat alBaqarah

ayat

31.



Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya
kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang
benar orang-orang yang benar!"[2]

Jelas sekali bahwa manusia hidup di dunia ini membutuhkan pendidikan. Karena tanpa pendidikan
hidup manusia akan tidak teratur bahkan bisa merusak sistem kehidupan di dunia. Hal ini terbukti dengan
pendidikan Nabi Adam yang diterima langsung dari Tuhan.
Dalam Bahasa Indonesia kata pendidikan berangkat dari kata dasar didik yang mempunyai arti
memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

[3]Karena kata tersebut mendapat imbuhan pe-an, maka pendidikan bermakna sebuah proses.
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan
ajar, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan. [4] Di antara kedelapan aspek tersebut satu sama

lainnya tidak bisa dipisahkan. Karena aspek tersebut saling berkaitan sehingga membentuk satu sistem. Salah
satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan adalah aspek pendidik atau guru.
Begitu besar peran pendidik dalam sebuah keberhasilan pendidikan, oleh karena itu seorang pendidik
dituntut harus bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidik sebagai tonggak utama penentu
keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan, haruslah menyadari profesinya. Sebagaimana dikeseharian,
tugas formal seorang guru tidak sebatas berdiri di hadapan peserta didik selama berjam-jam hanya untuk
mentransfer pengetahuan pada peserta didik. Lebih dari itu, guru juga menyandang predikat sebagai sosok yang
layak digugu dan ditiru oleh peserta didik dalam segala aspek kehidupan, hal inilah yang menuntut agar guru
bersikap sabar, jujur, dan penuh pengabdian. Sebab dalam konteks pendidikan, sosok pendidik mengandung
makna model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan bahkan konsultan bagi peserta
didiknya.
Semua orang yakin bahwa pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan peserta
didik. Guru sangat berperan dan mempunyai peran yang cukup besar terhadap kematangan intelektual, spiritual,
dan emosional peserta didik.[5] Dalam dunia pendidikan, komponen Guru sangatlah penting, yakni orang yang
bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik, dan bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku
dan perbuatan dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi
nusa dan bangsa.
Peran guru sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan pendidikan tentu harus didukung dengan beberapa
separangkat keahlian. Dalam istilah lainnya, guru juga mempunyai batasan-batasan tertentu sehingga ia
dikatakan sebagai pendidik atau guru yang profesional. Hal ini perlu ditekankan, mengingat banyak orang yang
berprofesi sebagai guru tapi tidak bertindak dan berakhlak layaknya seorang guru profesional. Penulis tidak
hendak mengecilkan image sosok guru pada saat ini, tapi fakta banyak diberitakan di media massa ada sebagian
guru yang tidak punya susila serta tidak pantas disebut sebagai guru.
Seperti termuat dalam koran nasional Sindo seorang guru memperkosa lima muridnya dengan
menjanjikan nilai bagus kepada korbannya. [6] Diberitakan juga oleh Berita Liputan 6, di Polewali Mandar
banyak murid yang tidak masuk ke dalam kelas dan menghabiskan waktunya dengan duduk dan bermain saja di
sekolahan karena sejumlah guru yang tidak masuk kelas untuk mengajar dan mendidik siswa. [7] Selain itu,
masih banyak tindak ketidak profesionalan seorang guru yang belum sempat termuat oleh media.
Dari potret pendidikan yang terjadi di Indonesia tentu peran guru tidak bisa dilakukan oleh
sembarangan orang. Dalam hal peningkatan profesinalisme seorang guru, pemerintah juga telah banyak
melakukan terobosan seperti disyaratkannya ijazah strata 1 untuk menjadi seorang guru di lembaga pendidikan
formal dari jenjang SMA sederajat sampai dengan ke bawah. Stara 2 bagi dosen di perguruan tinggi Negeri atau
swasta. Selain itu juga ada program sertifikasi yang dilakukan pemerintah baik untuk guru maupun dosen.
Meski Pemerintah telah membuat batasan-batasan guru profesional yang tertuang dalam Undangundang Guru dan Dosen, tentu permasalahan pendidikan dalam ruang lingkup guru tidak bisa selesai begitu
saja. Hal ini dikarenakan sedikitnya rujukan profil guru yang profesional. Selain itu juga banyak permasalahan
lain

yang

harus

diselesaikan.

Pembahasan tentang profesional guru banyak sekali ditemukan di toko buku, perpustakaan, dan taman
baca. Namun dari banyaknya tempat itu, tidak banyak menyediakan buku atau rujukan menjadi guru

profesional yang berasal dari Ulama Islam. Padahal, kalau kita melihat karya-karya ulama muslim yang
berbicara pendidikan tidaklah sedikit.
Tidak hanya sebatas pendidikan, bahkan sub dari pendidikan yaitu kajian tentang guru juga banyak
diulas dalam karya-karya tersebut. Dari sinilah peneliti ingin mengetahui Ulama Islam menjelaskan bagaimana
menjadi guru yang profesional. Kalau kita melihat sejarah Islam, pendidikan Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah di Baghdad mengalami kejayaan. Hal ini di dukung dengan adanya beberapa faktor yang sangat
mendukung. Diantaranya adalah Madrasah Nidzamiyah, guru yang cakap, serta kurikulum pendidikan yang
baik.[8]
Salah satu tokoh pendidikan pada waktu itu adalah al-Ghazali, yang lahir pada tahun 1058 M dan
meninggal pada tahun 1111 M. Ulama sekaligus pendidik ini banyak menulis ide dan konsep. Diantara sebagian
banyak karangannya, ada beberapa buku yang berbicara tentang pendidikan. Termasuk di dalamnya membahas
bagaimana menjadi guru profesional. Lebih dari itu, corak pendidikan al-Ghazali sangat kental dengan nuansa
akhlak yang baik[9]. Tentu hal ini sangat pantas diketahui, karena krisis pendidikan pada dewasa ini
kebanyakan berada pada kawasan akhlak.
Dari sinilah penulis akan mengadakan penelitian, bagaimana sorang guru bisa dikatan profesional
menurut al-Ghazali. Mengingat pada periode hidup al-Ghazali, kebudayaan Islam dan termasuk di dalamnya
pendidikan berkembang cukup maju dan pesat. Hal ini tentu tidak bisa lepas dari peran seorang guru.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana konsep guru profesional menurut al-Ghazali?


2. Adakah kiat-kiat meningkatkan profesionalitas guru menurut al-Ghazali?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah tertulis diatas, maka tujuan penelitian yang diharapkan
mampu mengungkap
1.

Konsep guru profesional menurut imam al-Ghazali

2.

Kiat-kiat meningkatkan profesionalitas guru menurut al-Ghazali

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan kepada calon guru atau guru,
bagaimana menjadi guru yang profesional. Adapun dalam bentuk teoritis, penelitian ini diharapkan mampu
menjadi rujukan kalangan akedimisi terkait konsep guru profesional.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Supaya penelitian lebih fokus dan terarah, maka penulis harus memberikan batasan dalam penulisan
penelitian ini. Adapun pembahasan penelitian ini hanya terfokus kepada konsep guru profesional perspektif
pemikiran al-Ghazali yang tertulis dalam kitab Ayyuha al-Walad.

Kitab ini akan penulis jadikan sebagai sumber primer. Selain itu karangan-karangan al-Ghazali terkait
pendidikan menjadi bahan rujukan sekunder.

F. Batasan Istilah
Dalam melakukan penelitian ini agar lebih terfokus dalam permasalahan yang akan dibahas sekaligus
menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilah-istilah yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai
definisi istilah dan batasannya. Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian in
adalah sebagai berikut.
Guru, dalam Kamus Besar Indonesia kata guru bermakna orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya, profesinya) mengajar.[10] adapun untuk makna guru dalam penelitian ini semakna dengan
pengertian kamus tersebut, yaitu orang yang mengajar kepada murid baik sisi intelektual, emosional, dan
spiritual. Sedangkan guru profesional adalah guru yang mampu bertindak secara profesional.
Al-Ghazali, salah satu tokoh pemikir di dalam dunia Islam yang dikenal sebagai seorang teolog, filsuf,
ahli hukum, dan sufi. Hidup pada periode pemerintahan Bani Saljuk. [11] Adapun nama lengkapnya adalah Abu
Hamid Ibn Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, yang mendapat gelar Hujjah al Islam. Ia lahir di Thus bagian
dari kota Khurasan Iran, pada tahun 1058 M.[12]

G. Landasan Teori
1. Pengertian Guru Profesional
Sebelum kita mengetahui maksud mengenai guru profesional. Maka alangkah baiknya, kita mengetahui
arti makna guru dan profesi. Kata guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia diartikan dengan orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.[13] Sedangkan arti profesional adalah bersangkutan dengan
profesi atau memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. [14] Kalau kita gabung, pengertian guru
profesional adalah seseorang yang ahli dalam hal mengajar.
Salah satu tokoh pendidikan Islam mengartikan guru secara umum memiliki tanggungjawab mendidik.
Secara khusus, guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan murid dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi murid, baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik.

[15] Sedangkan Syaiful Sagala dalam bukunya mengartikan profesional adalah seseorang yang ahli dalam
pekerjaannya. Dengan keahliannya, dia melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh. Bukan hanya sebagai
pengisi waktu luang atau malah main-main.[16]
Selain itu juga, banyak tokoh pendidikan yang mendefinisikan guru profesional. Seperti halnya Moh
Uzer Usman mengartikan guru profesional adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan. Sehingga ia mampu melakukan tugas dan tujuan sebagai guru dengan maksimal.[17]
Berbeda dengan pendapat tokoh pendidikan di atas. Zakiah Drajat mengartikan guru secara otomatis itu
sudah profesioal. Dia berpendapat bahwa pada dasarnya tugas mendidik dan membimbing anak adalah mutlak
tanggung jawab orang tua. Tapi karena alasan tertentu orang tua menyerahkan tugas itu kepada guru. [18]
Dari beberapa pengertian diatas dapat dismpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah seseorang
yang mempunyai keahlian atau kemampuan khusus membimbing membina peserta didik, baik dari segi
intelektual, spiritual, maupun emosional.

2. Kompetensi Guru Profesional


Ketika seseorang dikatakan ahli, tentu dia mempunyai kompetensi dalam bidang yang ia kuasai. Guru
profesional juga mempunyai kompetensi yang harus dimiliki. Uzer Usman menyebutkan sedikitnya ada dua
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. [19] Yaitu, kompetensi kepribadian dan profesionalisme. Dalam
kompetensi pribadi, yang di dalamnya memuat berbagai kemampuan yang harus dimiliki, seperti
berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan admnistrasi sekolah, dan melakukan
penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
Selain kompetensi pribadi, seorang guru profesional juga dituntut mengusai kompetensi kewajibannya
sebagai guru. Yakni, kompetensi profesional. Hal ini mensyaratkan seorang guru profesional harus mengetahui
dan melaksanakan dua point. Yaitu, landasan pendidikan, dan menyusun program pengajaran.
Dari dua kompetensi tersebut diatas, Syaiful Sagala dalam Buku Kemampuan Profesioanal Guru dan
Tenaga Kependidikan menambahkan satu kompetensi lagi bagi seorang guru profesional, yaitu kemampuan
sosial.[20]
Dari sini dapat kita ketahui, bahwa menjadi guru profesional minimal mempunyai tiga kompetensi.
Kompetensi tersebut adalah kompetensi pribadi, profesi, dan sosial. Jika salah satu kompetensi tidak dikuasai,
maka bisa berakibat nilai dan tujuan pendidikan tidak bisa dicapai. Hal ini tentu sangat berpengaruh, karena
sosok seorang guru mempunyai peran yang sangat besar dalam mensukseskan tujuan, visi, dan misi pendidikan.

3. Kode Etik Guru Profesional


Kalau istilah kode etik kita kaji. Maka ia terbentuk dari dua suku kata, yaitu kode dan etik. Arti kata
kode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai tiga arti yaitu tanda berbentuk kata atau tulisan yang
disepakati untuk maksud tertentu. Arti kedua adalah kumpulan peraturan yang bersistem. Dan yang ketiga
adalah kumpulan prinsip yang bersistem.[21] Sedangkan arti dari kata etik adalah kumpulan asas atau nilai yg
berkenaan dng akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

[22] Dari sini dapat diketahui, arti dari istilah kode etik adalah seperangkat sistem yang berkenaan dengan
akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dari pengertian diatas, kita dapat mengetahui kode etik guru. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam
bukunya yang berjudul Guru dan Anak Didik, kode etik guru diartikan sebagai aturan tata susila keguruan atau
suatu statemen formal yang merupakan norma dalam mengatur tingkah laku guru. [23]
Seperti halnya profesi lain, kode etik guru guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri pengurus
cabang daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air. Kongres PGRI ini telah dilaksanakan dua kali, pertama pada
tahun 1978 dan tahun 1989. Pada kongres kedua kode etik yang telah dirumuskan pada kongres pertama
disempurnakan. Adapun isi dari kode etik yang telah disempurnakan, seperti dikutip oleh E Mulyasa dalam
bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru adalah sebagai berikut.
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan yang Maha Esa,
Bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada
Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan mendominasi dasar-dasar sebagai berikut.

a.

Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila.

b.

Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

c.

Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan untuk melakukan bimbingan dan
pembinaan.

d.

Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.

e.

Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran
serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan.

f.

Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

g.

Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.

h.

Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu Organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan
dan pengabdian.

i.

Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.[24]

Kode etik ini merupakan suatu peraturan yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua sikap
dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

4. Peningkatan Kemampuan Profesional Guru


Secara sederhana peningkatan kemampuan profesional guru dapat diartikan dengan upaya membantu
guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi. Kematangan,
kemampuan mengolah diri, pemenuhan kualifikasi merupakan ciri-ciri profesional guru.
Dalam peningkatan kemampuan profesional guru minimal mempunyai dua prinsip yaitu prinsip
bantuan, dan prinsip bimbingan. [25] Peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan upaya membantu
guru yang belum profesinal menjadi profesional. Jadi peningkatan kemampuan profesional guru pada dasarnya
datang dari diri seorang guru. Meskipun terdapat berbagai bimbingan yang dilakukan oleh pihak lain.
Peningkatan kemampuan profesional guru tidak bisa dilakukan setengah-setengah. Seperti hanya
membimbing dalam kemampuan pegawai saja itu kurang. Jadi tujuan pembinaan kemampuan profesional guru
adalah tumbuh dan berkembangnya kemampuan jiwa profesional pada diri guru.
Di dalam meningkatkan profesionalisme guru harus dilaksanakan secara sistematis dalam artian
direncanakan secara matang, taat terhadap tata asas, dan dievaluasi secara obyektif.
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dan metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitik. Hal ini dikarenakan penulis mencoba
menggambarkan pemikiran al-Ghazali tentang konsep guru profesional. Seperti dijelaskan oleh Moeloeng ketika
mengutip pendapat Bogdan dan Tylor. Bahwa penelitian pendekatan kualitatif menghasilkan data-data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.[26]

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kesejarahan. Proses pengumpulan
data dan interpretasi terhadap pemikiran al-Ghazali berkaitan dengan guru profesional, dengan pemahaman
terhadap biografi al-Ghazali serta pemikiran al-Ghazali yang tertulis dalam kitab karangannya, Ayyuha alWalad.
Desain penelitian merupakan rencana atau struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa,
sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan penelitiannya. [27] Mengingat penelitian ini
bersifat deskriptif, maka desain penelitian yang digunakan dalam peneliti adalah analisis dokumen atau studi
kepustakaan (library research). Sebagaimana disebutkan bahwa penelitian deskriptif memiliki beberapa jenis
antara lain penelitian survei, kasus, perkembangan, tindak lanjut, analisis dokumen, studi waktu dan gerak, dan
penelitian studi kecenderungan.[28]
Penelitian analisis dokumen adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatan-catatan
atau dokumen sebagai sumber data. Sementara data yang akan diteliti dalam peneltitian ini adalah pemikiran alGhazali tentang guru profesional dalam kitab Ayyuha al-Walad.

2. Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini dibagi menjadi dua.
a.

Sumber data primer


Yang termasuk sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab karangan al-Ghazali yang membahas
pendidikan, lebih spesifik lagi terkait dengan konsep guru profesional. Kitab tersebut adalah Ayyuha al-Walad.

b.

Sumber data sekunder


Selain sumber data primer penulis juga mencari data dari sumber data sekunder yang berupa buku-buku
karangan al-Ghazali selain Ayyuha al-Walad, karya ilmiah, artikel yang memiliki korelasi terhadap tema
penelitian guru profesional.

3. Teknik Pengumpulan Data


Berhubung desain penelitian ini adalah studi kepustakaan, maka dalam mengumpulkan data peneliti
menggunakan teknik analisis dokumen.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data adalah mencari, membaca,
memahami, dan, mencatat dari sumber data primer ataupun sumber data sekunder yang erat hubungannya
dengan tema penelitian.

4. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Sebelum data itu diperoleh kemudian ditafsirkan, maka perlu dilakukan pengecekan ulang sehingga
data tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada dua metode yang akan digunakan peneliti untuk
menguji keabsahan data yang diperoleh peneliti, yaitu.
a.

Pemeriksaan teman sejawat


Teknik ini dilakukan dengan cara menampilkan hasil sementara yang telah diperoleh. Kemudian dilakukan
diskusi analitik dengan teman sejawat. Yang dimaksud dengan Teman sejawat adalah orang yang punya

pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan. Dalam hal ini adalah tema yang diangkat oleh
peneliti.[29]
b.

Konsultasi dengan para ahli


Yang dimaksud para ahli Adalah orang-orang yang ahli dalam bidang pendidikan, lebih spesifik lagi yang
menguasai konsep profesionalitas guru menurut al-Ghazali. Hal ini dilakukan untuk memperoleh saran, kritik,
dan masukan dari mereka untuk memperbaiki hasil penelitian.[30]

5. Analisis Data
Analisis data pada tahap ini merupakan pengembangan dari metode analisis kritis. Adapun teknik
analisi dari penelitian ini menggunakan content analysis atau analisis isi, yakni pengolahan data dengan cara
pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan
yang kemudian dideskripsikan, dibahas, dan dikritik. Selanjutnya dikatagorisasikan dengan data yang sejenis,
dianalisis isinya secara kritis guna mendapatkan formulasi yang konkrit dan memadai. Sehingga pada akhirnya
dijadikan sebagai langkah dalam mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan yang ada. [31] Dari
situlah peneliti akan mencari data yang relevan dengan fokus penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang
sudah dirumuskan.

6. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka mewujudkan langkah metodologi, maka laporan penelitian ini akan disistematiskan
menjadi enam bab.
1. BAB I (Pendahuluan) berisikan pola dasar penyusunan dan langkah penelitian. Yang meliputi latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang ringkup penelitian, batasan
istilah, dan sistematika pembahasan.
2. BAB II (kajian pustaka) mendiskripkan landasan teori yang terkait dengan subyek penelitian, yang
berfungsi sebagai instrument penganalisa di dalam penelitian. Dalam bab ini berisikan definisi,
kompetensi, kode etik, dan peningkatan kemampuan guru profesional.
3. BAB III (metodologi penelitian) pada bab ini berisi tentang metode dan pendekatan penelitian, sumber
data, dan analisis data.
4. BAB IV (paparan data) memuat penyajian berbagai data hasil penelitian yang didapatkan, yang
kerangkanya meliputi riwayat hidup al-Ghazali, pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan secara
umum, dan konsep guru profesional menurut al-Ghazali.
5.

BAB V (analisis) mendiskripsikan analisa peneliti terhadap data hasil penelitian.

6. BAB VI (penutup) terdiri dari kesimpulan dan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah
dikorelasikan dengan teori dasar.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu pendekatan Teoritis dan
Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta.
Drajat, Zakiah. 1996. Peran Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Jawwad, Muhammad Ridla. Tanpa tahun. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Terjemahan oleh Mahmud
Arif. 2002. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Moeloeng, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
___________. 2003. Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
___________. 2004. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Intregatif di Sekolah, Keluarga, dan
Masyarakat. Yogyakarta: LKiS.
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Taufiq, Mohamad. Software Quran in Word versi 1.3
Tim penyusun kamus pusat bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Uzer, Moh Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
www.berita.liputan6.com

www.sindonews.com
Yulis, Rama dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran para
Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia.
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi penelitian social dan pendidikan. Jakarta: bumi aksara.

[1] Moh. Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Intregatif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS. Halaman 16.
[2] Mohammad Taufiq. Software Quran in Word. versi 1.3
[3] Tim penyusun kamus pusat bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Halaman 263
[4] Abuddin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Halaman 90.
[5] Rama Yulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia. Halaman 138.
[6] http://www.sindonews.com/read/2012/03/20/447/597012/janjikan-nilai-bagus-guru-perkosa-5murid-smp. Diakses pada hari rabu 11.30. WIB.
[7] http://berita.liputan6.com/read/379516/guru-bolos-mengajar-siswa-telantar. diakses pada
hari rabu 11. 50. WIB
[8] Abuddin, Nata. 2004. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 66-70.
[9] Muhammad, Jawwad Ridla. Tanpa tahun. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan
Islam.Terjemahan oleh Mahmud Arif. 2002. Yogyakarta: Tiara Wacana. Halaman 119.
[10] Tim penyusun kamus pusat bahasa. Op. Cit. Halaman 377.
[11] Abuddin, Nata. 2003. Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Halaman 85.
[12] Hasyimsyah, Nasution. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. Halaman 77.
[13] Tim penyusun kamus pusat bahasa. Loc. Cit.
[14] Ibid. Halaman 897.
[15] Ahmad, Tafsir. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda
Karya. Halaman. 74
[16] Syaiful. Sagala. 2011. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung:Alfabeta. Halaman 1.
[17] Moh. Uzer Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda
Karya. Halaman 15
[18] Zakiah Drajat. 1996. Peran Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Halaman 39
[19] Moh. Uzer Usman. Op. Cit. Halaman 16-20
[20] Syaiful Sagala. Op. Cit. Halaman 29
[21] Tim penyusun kamus pusat bahasa. Op. Cit. Halaman 578
[22] Ibid. Halaman 309
[23] Syaiful Bahri Djamarah. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu
pendekatan Teoritis dan Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 49
[24] E Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Halaman 46 dan 47.
[25] Ibrahim Bafadal. 2003. Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar . Jakarta: Bumi
Aksara.Halaman 44

[26] Lexy J. Moeloeng, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
halaman 3.
[27] Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta. Halaman 75.
[28] Nurul Zuriah. 2006. Metodologi penelitian social dan pendidikan. Jakarta: bumi aksara.
Halaman 47-51.
[29] Lexy J. Moeloeng. Op. Cit. Halaman 180
[30] Ibid.
[31] Ibid. Halaman 163.

Anda mungkin juga menyukai