STRUMA
A. Pengertian Struma
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian
depan leher (Dorland, 2002).
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior
trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3),
serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan
parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi Struma
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran selselnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya
yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses
itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau
jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid
lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada
struma koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma sejenis
tumor jinak dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon
tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8.
Anomali
9.
Peradangan atau tumor/neoplasma
C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
a) Difusa
: endemik goiter, gravid
b) Nodusa : neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
a) Difus
: grave, tirotoksikosis primer
b) Nodusa
: tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif).
Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas,
pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi
hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk
memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat
dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan
bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya
menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi
fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin
oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress,
dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali
normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan
ukuran kelenjar membesar.
c. Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma
colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang
lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada
masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga
terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada
daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang
hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain
istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti
ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami
hiperplasi,
yang
lainnya
mengalami
hiperinvolusi
(involusi
yang
berlebihan/mengecil).
D. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid
termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini
dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis
bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau
tumor atau neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar
tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya
mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa
kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan
hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas
meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan
Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai
tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak
disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid,
peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai
pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab
defisiensi iodium. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah
iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium
(iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain
sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin
(sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk
iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida
sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua
molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung
dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan
berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh
hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang
berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang
mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik,
gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat
menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid
kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga
aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini
kadar hormon seimbang kembali.
Dampak struma thdp tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong
trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
berdampak thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
penekanan pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila
pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau
tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah
estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan
konsep diri klien.
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder,
gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada
hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi
akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya
terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan
reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola
mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan
ikat retrobulbar.
8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada
gangguan pemenuhan oksigen.
10. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
F. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
simetris atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada
gangguan pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi
sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50
tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air
mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup
pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian
bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans.
Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika
di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n
panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9C dan dingin apabila <0,9C.
Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang ganas semua
hasilnya panas.
Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah
paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium,
ditemukan
serum
T4
(troksin)
dan
T3
Pemeliharaan (mg/hari)
5-20
5-20
5-200
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
1.
Diagnosa
Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Ketidakefektifan
hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
bd adanya massa
diharapkan bersihan
1.
- Mempertahankan
2.
atau perdarahan.
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara ronchi.
Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya
dengan mencegah
aspirasi.
- RR normal (16-24
x/menit)
3.
yang cepat.
Kaji adanya dispnea, stridor, dan
sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan evaluasi dan
4.
intervensi segera.
Waspadakan pasien untuk
menghindari ikatan pada leher,
menyokog kepala dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan
5.
7.
2.
yang darurat.
1.
kaji frekuensi kedalaman pernapasan.
Gangguan
Setelah dilakukan
pertukaran gas bd
tindakan keperawatan
obstruksi partial
diharapkan tidak
bibir,
mekanik
terjadi gangguan
berbicara/berbimcang
R : berguna dalam evaluasi derajat
distres
kriteria hasil:
Pasien
2.
tidak
lagi mengeluh
sulit bernapas
Pasien
lagi
tidak
terlihat
pucat
3.
ketidakmampuan
pernapasan
dan
kornisnya
proses penyakit
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien utnuk memilih posisi yang
mudah untuk bernapas. Dorong napas
dalam perlahan
R : pengiriman
oksigen
dapat
5.
aktivitas
perawatan
program
penting
dari
pengobatan
Awasi tanda vital dan irama jantung
R : takikardi, disritmia, dan perubahan
TD
dapat
hipoksemia
menunjukkan
sistemik
pada
efek
fungsi
jantung
Kolaborasi
1.
memperbaiki/mencegah
memperburuknya hipoksia
3.
Ketidakefektifan
Setelah dilakukan
1.
pola nafas bd
tindakan keperawatan
adanya obstruksi
trakkeofaringeal
pasien efektif:
2.
Kedalaman inspirasi
dan kedalaman
bernafas Ekspansi
Gangguan perfusi
Setelah dilakukan
Mandiri
jaringan bd suplai
tindakan keperawatan1.
O2 tidak adekuat
diharapkan
menunjukkan
peningkatan suplai
mempertahankan / meningkatkan
darah ke jaringan
normal dengan
kreteria hasil
1.
2.
Tanda-tanda vital
Kapiler refill kurang
dari 3 detik
3.
Akral hangat
4.
Tidak terdapat
sianosis
otak.
Catat perubahan dalam tingkat
kesadaran keluhan sakit kepala, pusing,
iskemia infark
3.
Pantau tanda-tanda vital
R : Perubahan dapat menunjukan
penurunan sirkulasi / hipoksia yang
meningkatkan oklusi kapiler
4.
Pertahanan suhu lingkungan
R : Mencegah vasokontriksi membantu
dalam mempertahankan sirkulasi dan
perfusi.
Kolaborasi
1.
Gangguan rasa
Se Setelah dilakukan
Mandiri
nyaman nyeri bd
tindakan keperawatan1.
proses penyakit
diharapkan nyeri
(pembesaran
kelenjar tiroid)
hasil:
1.
2.
Tanda-tanda
2.
Ekspresi
pasien
untuk
teknik
Anjurkan
Berikan
minuman
yang
pasien
mengalami
kesulitan
menelan.
Rasional
Menurunkan
tenggorok
tetapi
ditoleransi
jika
makanan
pasien
nyeri
lunak
mengalami
kesulitan menelan.
Kolaborasi
1.
menelan.
Berat
menggunakan
gravitasi
menurunkan
resiko
terjadinya
aspirasi
3.
memberikan
stimulasi
mencetuskan
usaha
untuk
melalui
selang
Rasiona : mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu
untuk
memasukan
segala
sesuatu
kedalam.
7
Gangguan
Setelah dilakukan
Mandiri :
keseimbangan
tindakan keperawatan1.
diharapkan pasien
dapat memenuhi
adekuat
2.
elektrolit dengan
kriteria hasil:
1.
2.
3.
lembab
Kolaborasi :
1.
Gangguan
Se Setelah dilakukan
pemenuhan nutrisi
tindakan keperawatan1.
bd disfagia
diharapkan kebutuhan
teratasi. Dengan
mengatasinya.
kriteria hasil:
2.
sulit Rasional :
menelan
Berat
Cara
menghidangkan
Pasien
sudah Rasional
Membantu
mengurangi
asupan makanan .
4.
5.
Untuk
mengetahui
1.
Berikan
obat-obatan
antiemetik
Antiemetik
membantu
1.
bd perubahan
tindakan keperawatan
fisiologis tubuh
diharapkan pasien
(pembengkakan
menunjukkan
leher)
pasien
2.
Pastikan tujuan tindakan yang kita
Penerimaan diri secara
lakukan adalah realistis
verbal Mengerti akan
R : Meningkatkan hubungan saling
kekuatan diri
Melakukan perilaku
3.
yang dapat
meningkatkan rasa
percaya diri
yang berharga.
R : Meningkatkan harga diri pasien
4.
Diskusikan masa depan pasien, bantu
pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan
jangka pendek dan panjang.
R : Membantu pasien menentukan
masa depan yang diinginkan
10
1.
tindakan keperawatan
diharapkan Tujuan :
Pasien
mengungkapkan
ansietas
berkurang/hilang.
Kriteria evaluasi:
Pasien melaporkan
gugup,
mengungkapkan pe-
mahaman tentang
5.
6.