Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN PEMBELAJARAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)

KOTA SURAKARTA

SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

KARANGANYAR

Oleh:
S. Fatimah Risa

G99131080

PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI BAGIAN IKM/KK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN PEMBELAJARAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(RSUD) KOTA SURAKARTA:

SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN


Oleh:
S. Fatimah Risa

G99131027

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari

Tanggal

Pemimpin Badan Layanan Umum Daerah

Mengetahui,

Pada Rumah Sakit Umum Daerah

Pembimbing

Kota Surakarta

dr. NikenYuliani Untari


dr. Willy Handoko Wijaya, MARS

NIP. 19780813 200701 2008

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4
BAB II SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN.....................................................7
I.

DEFINISI DAN TUJUAN.........................................................................7

II. UNSUR DALAM PEMBIAYAAN KESEHATAN...........................................8


III.

JAMINAN SOSIAL DAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL............10

IV.

SISTEM PEMBAYARAN KESEHATAN.................................................10

V. MASALAH PADA PEMBIAYAAN KESEHATAN........................................13


VI.

SISTEM PEMBIAYAAN DI INDONESIA...............................................16

VII.

KEPESERTAAN PENYELENGGARAAN JKN.........................................17

VIII. HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA.......................................................18


BAB III PENUTUP.......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan


ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu
investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam
pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah
satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan (Bappenas.
2010)
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif
dalam proses kehidupan seseorang. Tanpa adanya kesehatan yang baik
maka tidak akan ada masyarakat yang produktif. Dalam kehidupan
berbangsa, pembangunan kesehatan merupakan suatu hal yang bernilai
sangat insentif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya
yang senantiasa siap pakai dan terhindar dari ancaman penyakit. Di
Indonesia

sendiri

tak

bisa

dipungkiri

bahwa

trend

pembangunan

kesehatan bergulir mengikuti pola rezim penguasa. Ketika pemerintah


negeri

ini

hanya

memandang

sebelah

mata

pada

pembangunan

kesehatan, maka kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat akan


menjadi sangat memprihatinkan (Nurman. 2010).
Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari
suatu sistem yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem
kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama
untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan.
Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya
mencakup health care atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi
pengembangan pembiayaan dan

mekasnisme risk pooling sehingga

dapat melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi


karena penyakit (Sulastomo, 2007)
Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada
masyarakat dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya
menilai dan berfokus pada tingkat manfaat yang diberikan, tetapi juga
bagaimana manfaat itu didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut, sistem kesehatan melakukan setidaknya empat fungsi yang
meliputi pembiayaan, pemberian pelayanan, produksi sumber daya dan
pembimbingan.
Banyak faktor yang menentukan kecukupan, efisiensi dan kualitas
dari jasa sistem kesehatan. Salah satunya berkaitan dengan mobilisasi
sumber pendanaan atau sistem pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Masalah

pembiayaan

kesehatan,

pada

akhir-akhir

ini

banyak

dikeluhkan masyarakat. Mereka mengeluh apabila sakit itu mahal.


Semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dapat disebabkan
karena ketidaksesuaian antara pemberi pelayanan kesehatan dengan
orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Sehingga masyarakat
cenderung menerima saja apa yang disarankan oleh pemberi pelayanan
kesehatan (Sholichuddin, 2011).
Konsep Manage Care yang semula tumbuh dan berkembang di
Amerika Serikat, saat ini menarik perhatian di negara Indonesia, karena
menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan peningkatan biaya
kesehatan, khususnya di negara maju. Manage Care adalah suatu sistem
yang mengintegrasikan pembiayaan dan penyelenggaraan jasa pelayanan
kesehatan yang layak bagi peserta program (Sekhri. 2000)
Hal-hal yang melatarbelakangi terbentuknya sistem Managed Care
berdasarkan dari Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal
Independent of Human Right dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948
yang menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya,
5

termasuk

hak

atas

pangan,

pakaian,

perumahan

dan

perawatan

kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas


jaminan

pada

janda/duda,

saat

menganggur,

mencapai

usia

menderita

lanjut

atau

sakit,

cacat,

keadaan

menjadi

lainnya

yang

mengakibatkannya kekurangan nafkah,yang berada diluar kekuasaannya.


Kemudian adanya dukungan dari Resolusi WHO ke 58 Thn 2005 di Jenewa:
setiap negara perlu mengembangkan UHC melalui mekanisme asuransi
kesehatan

sosial

untuk

menjamin

pembiayaan

kesehatan

yang

berkelanjutan. Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) melalui


mekanisme

asuransi

sosial

agar

pembiayaan

kesehatan

dapat

dikendalikan sehingga keterjaminan pembiayaan kesehatan menjadi pasti


dan terus menerus tersedia yang pada gilirannya Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (sesuai Sila ke 5 Pancasila) dapat terwujud
(Kemenkes RI, 2013).
Untuk dapat mencapat hal tersebut, di Indonesia pada tahun 2004
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini
mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh
penduduk termasuk program Jaminan Kesehatan melalui suatu badan
penyelenggara jaminan sosial (Kemenkes RI, 2013)
Di

Indonesia,

pelaksanaan

beberapa

program

pemeliharaan

kesehatan telah mengarah kepada penerapan konsep Managed Care,


seperti yang dilaksanakan oleh PT Askes, PT Jamsostek dan beberapa
badan penyelenggaran jaminan pemeliharaan kesehatan yang saat ini
tergabung dalam satu wadah yaitu Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan

(BPJS)

yang

salah

satunya

terdapat

program

Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).


Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia merupakan
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan
dengan cara asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk
Indonesia tergabung dalam sistem asuransi sehingga mereka dapat
6

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Fasilitas ini diberikan kepada


setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (Permenkes RI, 2014).

BAB II
SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

I.

DEFINISI DAN TUJUAN


Sistem
pengelolaan

pembiayaan
berbagai

kesehatan

upaya

didefinisikan

penggalian,

sebagai

pengalokasian,

dan

pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan


pembangunan

kesehatan

guna

mencapai

derajat

kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya yang didalamnya mencakup


besarnya

dan

alokasi

menyelenggarakan

dan

dana

yang

harus

atau

memanfaatkan

disediakan

untuk

berbagai

upaya

kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan


masyarakat (Perpres RI. 2012).
Dari pengertian di atas terdapat dua sudut pandang ditinjau
dari :
1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider)
yaitu

besarnya

dana

untuk

menyelenggarakan

upaya

kesehatan yang berupa dana investasi serta dana operasional.


2. Pemakai jasa pelayanan
yaitu besarnya dana
memanfaatkan

suatu

yang dikeluarkan untuk

upaya

kesehatan.

Adanya

dapat
sektor

pemerintah dan sektor swasta dalam penyelenggaraan kesehatan


sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu
negara. Total biaya dari sektor pemerintah tidak dihitung dari
besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemakai jasa (income
pemerintah), tapi dari besarnya

mekanisme yang mendasar

adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator


melalui penyaluran

dana

langsung ke

Pemberi

Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif


paket

Jaminan

Kesehatan

Masyarakat

di

RS,

penempatan

pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim


Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan
8

Kabupaten/Kota serta

penugasan

PT Askes

(Persero) dalam

manajemen kepesertaan (Tim Visi Yustisia, 2014).


Dibentuknya sistem pembiayaan kesehatan oleh pemerintah
di Indonesia memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
a. Tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi
b. Teralokasi secara adil, merata, dan termanfaatkan secara
berhasil guna dan berdaya guna
c. Tersalurkan
sesuai
peruntukannya
terselenggaranya

pembangunan

untuk

kesehatan

menjamin

(Kemenkes

RI

2013).

II.

UNSUR DALAM PEMBIAYAAN KESEHATAN


A. Dana
Dana didapat dari berbagai sumber yaitu Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain
terkait, dari masyarakat, swasta, dan sumber lainnya yang
digunakan untuk mendukung pembangunan kesehatan. Perlu
diingat bahwa dana yang didapat harus mencukupi dan dapat
dipertanggungjawabkan serta dipertanggunggugatkan.
Penggalian sumber dana berasal dari Pemerintah/Pemda
dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau
pinjaman yang tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sementara yang bersumber dari swasta dana yang
dihimpun berdasarkan kemitraan antara Pemerintah,Pemda,dan
masyarakat yang didukung dengan pemberian insentif, sedangkan
untuk

pelayanan

kesehatan

perorangan

dilakukan

dengan

penggalian dana masyarakat.


B. Sumber Daya
Sumber Daya meliputi sumber daya manusia pengelola,
sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang terlibat dalam

upaya

penggalian,

pengalokasian,

dan

pembelanjaan

dana

kesehatan.
Sumber biaya kesehatan tidak sama antara satu Negara
dengan Negara lainnya. Secara Umum sumber biaya kesehatan di
bedakan atas dua macam:
1. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan

sepenuhnya

ditanggung

oleh

pemerintah.

Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah


sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan
disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi
keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar.
Tergantung dari bentuk pemerintahan yang di anut, ada Negara yang
bersumber biaya kesehatannya sepenuhnya di tanggung oleh pemerintah. Maka
Negara seperti ini tidak temukan pelayanan kesehatan swasta, sehingga seluruh
pelayanan kesehatan di selenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan kesehatan
tersebut di laksanakan tanpa mebutuhkan biaya.
Sumber Pembiayaan Pemerintah:

Pemerintah Pusat : 38,14 %

Pemerintah Daerah : 14,33 %

2. Bersumber dari anggaran masyarakat


Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem
ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif
secara

mandiri

pemanfaatannya.

dalam
Hal

ini

penyelenggaraan
memberikan

maupun

dampak

adanya

pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak


swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi
tinggi

disertai

peningkatan

biaya

pemanfaatan

atau

penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan


tersebut.
3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan,

khususnya

untuk

penatalaksanaan penyakit penyakit tertentu cukup sering


10

diperoleh

dari

bantuan

biaya

pihak

lain,

misalnya

oleh

organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya


bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan virus
H5N1 .
4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia
karena dapat mengakomodasi kelemahan kelemahan yang
timbul pada
Tingginya
sebagian

sumber

biaya
oleh

pembiayaan kesehatan sebelumnya.

kesehatan
pemerintah

yang

dibutuhkan

dengan

ditanggung

menyediakan

layanan

kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta


masyarakat

dalam

memenuhi

biaya

kesehatan

yang

dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.Pengelolaan


dana kesehatan
C. Pengelolaan.
Pengelolaan
dana

kesehatan

mencakup

mekanisme

penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan kesehatan serta


mekanisme

pertanggungjawabannya.

Hal

berdasarkan

aturan

dan

yang

disepakati

tersebut
secara

harus

konsisten

dijalankan oleh pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik itu


oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah secara lintas sektor, swasta,
maupun masyarakat.
Pengalokasian sumber dana diarahkan untuk membiayai
upaya kesehatan primer, sekunder, tersier dan program-program
kesehatan yang mempunyai peran penting dalam peningkatan
kesehatan masyarakat (Soelastomo, 2011).
III.

JAMINAN SOSIAL DAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL


Jaminan sosial adalah suatu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. Sedangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan
sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), dengan kata lain BPJS adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU RI, 2004)
11

BPJS

mencakup

(Jamsostek),

Persero

Negeri(TASPEN),
Republik

Persero
Dana

Persero

Indonesia

Jaminan

Tabungan

Asuransi

(ASABRI),

dan

Sosial
dan

Sosial
Persero

Tenaga

Asuransi

Kerja

Pegawai

Angkatan

Bersenjata

Asuransi

Kesehatan

Indonesia (ASKES) (UU RI, 2011)


BPJS menyelenggarakan program jaminan sosial yang terdiri
atas,
a.
b.
c.
d.
e.
IV.

Jaminan
Jaminan
Jaminan
Jaminan
Jaminan

kesehatan
kecelakaan kerja
hari tua
pensiun
kematian

SISTEM PEMBAYARAN KESEHATAN


Indonesia pernah memiliki beberapa sistem pembayaran untuk jasa
kesehatan, yaitu :
1. Sistem Pembiayaan Fee For Service
Sistem ini secara singkat
pembayaran

berdasarkan

layanan,

diartikan
dimana

sebagai
pencari

sistem
layanan

kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan


kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan
pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin
banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang
diterima.
Pada sistem pembiayaan fee for service, pembayaran jasa
kesehatan berasal dari kantong orang itu sendiri. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, pada mekanisme pembiayaan ini, pasien
cendrung berada di dalam posisi menerima sehingga sering terjadi
penyimpangan seperti overutilisasi jasa kesehatan dimana sang
dokter memberikan banyak pelayanan yang pada dasarnya tidak
dibutuhkan, namun sengaja diberikan dengan tujuan agar semakin
banyak layanan yang diberikan, maka pendapatanyang didapat
dari layanan tersebut juga akan semakin besar.
2. Sistem Pembiayaan Kapitasi
Kapitasi merupakan suatu sistem pembiayaan pelayanan
kesehatan yang dilakukan di muka berdasar jumlah tanggungan
12

kepala per suatu daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu


tanpa melihat frekuensi kunjungan tiap kepala tersebut. Misalnya
saja setiap kepala di desa A ditetapkan biayanya sebesar Rp
10.000,- /bulan, bila sang dokter bertanggung jawab atas 500
kepala, maka ia akan menerima Rp 10.000,- x 500 / bulannya
yaitu Rp 5.000.000,- . Biaya sebesar Rp 5.000.000,- inilah yang
akan ia kelola untuk meningkatkan kualitas kesehatan di 500
warga tersebut, baik melaui tindakan pencegahan (preventive),
pengobatan (curative) maupun rehabilitasi. Sehingga semakin
banyak layanan kesehatan yang diberikan / semakin banyak
pasien yang sakit dan butuh pengobatan, biaya yang akan
dipotong semakin banyak dan penghasilan sang dokter akan
semakin sedikit. Pada sistem ini, termasuk di dalamnya jaminan
kesehatan yang dijalankan oleh PT. Askes
3. Sistem Pembiayaan Berdasar Gaji
Pada sistem ini, sang dokter akan menerima penghasilan
tetap di tiap bulannya sebagai balas jasa atas layanan kesehatan
yang telah diberikan. Termasuk di dalamnya sistem pembayaran
pada penyedia layanan kesehatan yang bekerja di instansi
dimana dokternya dibayarkan berdasar gaji bulanan di instansi
tersebut, bukan dari jenis layanan kesehatan yang diberikannya.
4. Sistem reimbursement
Sistem penggantian biaya kesehatan oleh pihak perusahaan
berdasar layanan kesehatan yang dikeluarkan terhadap seorang
pasien. Metode ini pada dasarnya mirip dengan fee for service,
hanya saja dana yang dikeluarkan bukan oleh pasien, tapi pihak
perusahaan yang menanggung biaya kesehatan pasien, namun
berbeda dengan kapitasi karena metode ini melihat jumlah
kunjungan dan jenis layanan yang diberikan oleh provider
(Nurman, 2010).
Dari pembahasan ketiga sistem pembiayaan diatas, tentu saja
setiap metodenya memiliki segi positif dan negatif masing-masing.
Hal tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
Sistem

Kelebihan

Kekurangan
13

Pembiayaan
Fee
For Penanganan yang diberikan

Sering terjadi moral

Service

dokter cendrung lebih

hazard dimana provider

maksimal dan tidak terkesan

akan sengaja secara

terbatas batas

berlebihan member
layanan kesehatan
dengan tujuan
meningkatkan
pendapatan dari

Kapitasi

Kepastian adanya pasien


Jaminan pendapatan di

awal tahun / bulan


Semakin efisien layanan,

layanan tersebut
Sering terjadi
underutilisasi
(pengurangan
layanan yang

semakin banyak
pendapatan
Dokter lebih taat prosedur
Lebih menekankan pada

pencegahan dan promosi


kesehatan
Gaji

Dokter memperoleh

diberikan)
Kebanyakan dokter

merasa dirugikan
Bila peserta sedikit,
dapat merugikan

dokter
Sering terjadi

pendapatan yang tetap tiap

kerjasama antara

bulannya berdasar upah

pihak provider

minimal yang telah

dengan bagian lain

ditentukan

untuk memperoleh
pendapatan yang

lebih banyak
Dokter cendrung
melakukan
pelayanan
kesehatan
seadanya dan

Reimburseme
nt

Dokter akan melakukan


penangan dengan

kurang optimal
Sering terjadi
pemalsuan
14

maksimal
Biaya kesehatan datang

identitas dan

dari pihak perusahaan

pihak lain
Sering terjadi

dimanfaatkan oleh

sehingga pasien tidak


perlu mengeluarkan

adanya

biaya selain premi (bila

overutilisasi dari

ada premi)

penyedia layanan
kesehatan

Sumber : Health For Indonesia ( Djuhaeini, 2009).


V.

MASALAH PADA PEMBIAYAAN KESEHATAN


Kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan
menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Keadaan ini terjadi terutama pada keadaan dimana
pembiayaannya harus ditanggung sendiri ("out of pocket") dalam
sistim tunai ("fee for service").
Berikut ini adalah beberapa masalah dari sistem pembiayaan
yang ada :
1. Kurangnya dana yang tersedia
Di banyak negara terutama

di

negara

yang

sedang

berkembang, dana yang disediakan untuk menyelenggarakan


pelayanan

kesehatan

tidaklah

memadai.

Rendahnya

alokasi

anggaran ini kait berkait dengan masih kurangnya kesadaran


pengambil keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan
dari pengambilan keputusan menganggap pelayanan kesehatan
tidak bersifat produktif melainkan bersifat konsumtif dan karena itu
kurang diprioritaskan. Kita dapat mengambil contoh di Indonesia
misalnya, jumlah dana yang disediakan hanya berkisar antara 2
3% dari total anggaran belanja dalam setahun.
2. Penyebaran dana yang tidak sesuai
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana yang tidak
sesuai, karena kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan.
Padahal jika ditinjau dari penyebaran penduduk, terutama di
negara

yang

sedang

berkembang,

kebanyakan

penduduk

bertempat tinggal di daerah pedesaan.


15

3. Pemanfaatan dana yang tidak tepat


Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan salah
satu masalah yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan ini..
Padahal

semua

kedokteran

pihak

dipandang

telah
kurang

mengetahui
efektif

dari

bahwa

pelayanan

pada

pelayanan

kesehatan masyarakat.
4. Biaya kesehatan yang makin meningkat
Masalah lain yang dihadapi oleh pembiayaan kesehatan ialah
makin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Kenaikan
biaya kesehatan terjadi akibat penerapan teknologi canggih, karakter
supply induced demand dalam pelayanan kesehatan, pola pembayaran
tunai langsung ke pemberi pelayanan kesehatan, pola penyakit kronik
dan degeneratif, serta inflasi. Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan
itu semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana pemerintah
maupun masyarakat. Peningkatan biaya itu mengancam akses dan
mutu pelayanan kesehatan dan karenanya harus dicari solusi untuk
mengatasi masalah pembiayaan kesehatan ini. Banyak penyebab yang
berperanan di sini, beberapa yang terpenting adalah:
a. Tingkat Inflasi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang
terjadi di masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara
otomatis biaya investasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan
meningkat pula, yang tentu saja akan dibebankan kepada pengguna jasa.
b. Tingkat Permintaan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan
yang ditemukan di masyarakat. Untuk bidang kesehatan, tingkat permintaan itu
dipengaruhi sedikitnya oleh dua faktor, yaitu meningkatnya kuantitas penduduk yang
memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena jumlahnya lebih atau bertambah
banyak, maka biaya yang harus disediakan meningkat pula. Faktor kedua adalah
meningkatnya kualitas penduduk. Dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang
lebih baik, mereka akan menuntut penyediaan layanan kesehatan yang baik pula dan
hal ini membutuhkan biaya pelayana kesehatan yang lebih baik dan lebih besar.
Kedua hal tersebut tentu saja akan sangat mempengaruhi besarnya biaya yang
dibutuhkan dalam pelayanan dan pemeliharaan kesehatan.
c. Kemajuan Ilmu dan Teknologi

16

Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi dalam penyelenggaraan


pelayanan kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang modern dan canggih)
memberikan konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan
dalam berinvestasi. Hal ini membawa akibat dibebankannya biaya investasi dan
operasional tersebut pada pemakai jasa pelayanan kesehatan.
d. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya perubahan pola
penyakit, yang bergeser dari penyakit yang sifatnya akut menjadi penyakit yang
bersifat kronis. Dibandingkan dengan berbagai penyakit akut, perawatan berbagai
penyakit kronis ternyata lebih lama. Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk
perawatan dan penyembuhan penyakit ini akan lebih besar. Hal ini akan sangat
mempengaruhi tingginya biaya kesehatan.
e. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan
Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi akibat perkembangan keilmuan
dalam bidang kedokteran sehingga terbentuk spesialisasi dan subspesialisasi yang
menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak (fragmented health
service) dan satu sama lain seolah tidak berhubungan. Akibatnya sering terjadi
tumpang tindih atau pengulangan metoda pemeriksaan yang sama dan pemberian
obat-obatan yang dilakukan pada seorang pasien, yang tentu berdampak pada semakin
meningkatnya beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien selaku pengguna jasa
layanan kesehatan ini. Selain itu, dengan adanya pembagian spesialisasi dan
subspesialisasi tenaga pelayanan kesehatan, menyebabkan hari perawatan juga akan
meningkat.
f. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien
Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari hubungan dokter-pasien seakan
sirna. Dengan adanya perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi serta penggunaan
berbagai peralatan yang ditunjang dengan kemajuan ilmu dan Teknologi,
mengakibatkan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, hal ini tentu
saja membuat pasien menuntut adanya kepastian pengobatan dan penyembuhan dari
penyakitnya. Hal ini diperberat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pasien
selaku pengguna jasa layanan kesehatan, yang menddorong semakin kritisnya
pemikiran dan pengetahuan mereka tentang masalah kesehatan. Hingga bila terjadi
hal-hal yang tidak diharapkan yang timbul selama masa pearwatan atau pengobatan,
dapat menimbulkan perselisihan yang cukup besar dan dapat mendorong munculnya
sengketa bahkan tuntutan hokum ke pengadilan. Hal tersebut diatas mendorong para
dokter sering melakukan pemeriksaan yang berlebihan (over utilization), demi
17

kepastian akan tindakan mereka dalam melakukan pengobatan dan perawatan, dan
juga dengan tujuan mengurangi kemungkinan kesalahan yang dilakukan dalam
mendiagnosa penyakit yang diderita pasiennya. Konsekuensi yang terjadi adalah
semakin tingginya biaya yang dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Upaya lain yang sering dilakukan para dokter dalam melindungi dirinya
terhadap tuntutan yang mungkin terjadi, dengan cara mengasuransikan praktek
kedokterannya. Dengan semakin seringnya tuntutan hokum atas diri dokter
menyebabkan premi yang harus dibayar meningkat dari tahun ke tahun, dengan
dampak semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan yang diajukan.
g. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya
Kurangnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan untuk mengatur
dan membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan menyebabkan pemakaiannya
sering tidak terkendali, yang akhirnya akan membebani penanggung (perusahaan) dan
masyarakat secara keseluruhan.
h. Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan (health Insurance) sebenamya merupakan salah satu
mekanisme pengendalian biaya kesehatan, sesuai dengan anjuran yang diterapkan
oleh pemerintah. Tetapi jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang lazim
ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party system) dengan sistem
mengganti biaya (reimbursement) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan
(Soelastomo, 2011).
VI.

SISTEM PEMBIAYAAN DI INDONESIA


Indonesia sejak 1 Januari 2014 telah diberlakukan JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional). Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan
berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan

kesehatan

dan

perlindungan

dalam

memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang


telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh Pemerintah. Jadi jika kita
kaitkan dengan mekanisme pembiayaan kesehatan yang ada dalam
sistem kesehatan nasional, dengan adanya jaminan kesehatan
nasional/JKN ini maka pembiayaan kesehatan dapat dikendalikan dan
berkelanjutan,

serta

merata

untuk

seluruh

rakyat

Indonesia

(Kemenkes RI, 2013).


18

19

VII.

KEPESERTAAN PENYELENGGARAAN JKN


Penyelenggaraan JKN terdiri atas beberapa aspek, di antaranya yaitu kepeseraan
seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1 Kepesertaan JKN (Kemenkes RI, 2013)

Selain itu, dengan adanya JKN diharapkan dapat menjamin pelayanan


kesehatan yang memadai, terjangkau, kapan saja dan dimana saja. JKN juga
mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan dari kantong sendiri out
of pocket karena peserta dalam JKN membayar dengan besaran premi tetap. Sehingga
hal ini sesuai dengan salah satu prinsip pada JKN yaitu asas gotong royong oleh
keseluruhan peserta dan tidak memberatkan perorangan.
Berikut manfaat yang akan didapat jika JKN dapat diimplementasikan dengan
baik :
1

JKN memberikan manfaat yang komprehensif (promotif,preventif,kuratif dan

2
3
4

rehabilitatif) dengan premi terjangkau


Biaya kesehatan dapat dikendalikan dan mutu dapat ditingkatkan
Menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan)
Portabilitas (dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia)
Oleh karena itu JKN ini bersifat wajib bagi seluruh Warga Negara Indonesia,

bahkan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan. Khusus untuk
masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya dibayarkan oleh pemerintah
(Republika, 2014).

20

VIII. HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA


Di dalam JKN peserta memiliki Hak dan Kewajiban diantaranya adalah:

Gambar 2 Hak dan Kewajiban Peserta JKN (Kemenkes RI, 2013)

Sedangkan cara membayar fasilitas kesehatan dari BPJS, untuk tingkat


layanan primer, BPJS membayar dengan kapitasi yaitu suatu metode pembayaran
yang didasarkan pad jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan tersebut tanpa
memperhatikan sifat layanan yang diberikan. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan BPJS membayar dengan cara INA CBGs. Update terbaru
dari BPJS bahwa telah dikeluarkan Peraturan Presiden mengenai mekanisme
pembayaran

kapitasi

pada layanan primer yang

dibayarkan

langsung ke

puskesmas/layanan primer lainnya seperti praktik dokter(yang bekerjasama dengan


BPJS) tanpa melalui Pemerintah Daerah, dan Presiden juga telah menyetujui kenaikan
insentif untuk dokter (Rastika, 2014)
JKN telah dimulai sejak 1 Januari 2014 yang lalu, dengan target selambatlambatnya seluruh penduduk Indonesia terdaftar sebagai peserta JKN tanggal 1
Januari 2019. Namun, berbagai kendala/masalah juga muncul terkait pelaksanaan
JKN yang baru beberapa bulan ini, yaitu diantaranya sebagai berikut.
-

Banyak masyarakat yang belum paham mengenai JKN


Pihak rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan banyak yang belum siap, terbukti
dengan membludaknya peserta JKN yang ke rumah sakit karena mekanisme input

data/software yang digunakan belum ada


Pegawai rumah sakit/administrasi bagian pembiayaan pelayanan kesehatan juga
banyak yang pelum paham mengenai alur pembiayaan kesehatan pada JKN
21

Terdapat kerancuan dalam transisi pemberlakuan JKN, dimana masyarakat yang


sebelumnya mempunyai KJS(Kartu Jakarta Sehat) sebagai pilot project JKN,
bingung apakah dengan memiliki KJS sudah bisa terdaftar sebagai peserta JKN

atau tidak.
Anggapan/persepsi dari pihak fasilitas pelayanan kesehatan yang memandang
bahwa JKN tidak sesuai dengan usaha/biaya yang dikeluarkan sehingga
berdampak pada pelayanan yang diberikan (Widiyani, 2013).
Namun, terlepas dari masalah yang muncul, JKN harus diimplementasikan

dan tidak boleh ditunda pelaksanannya, karena jika ditunda pun tidak ada manfaat
yang akan didapat nantinya. Walaupun masih terdapat kekurangan disana sini, semoga
dengan adanya JKN yang sudah terlaksana benar-benar dapat berjalan dengan baik
untuk seterusnya sehingga dapat menjamin pelayanan yang merata untuk seluruh
rakyat Indonesia.

22

BAB III
PENUTUP
Subsistem

Pembiayaan

menghimpun

berbagai

pembelanjaan

sumber

Kesehatan

upaya
daya

adalah

penggalian,

keuangan

secara

tatanan

yang

pengalokasia,
terpadu

dan

dan
saling

mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat


setinggi-tingginya.
Adapun tujuan dari subsistem pembiayaan kesehatan adalah : 1.
Tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi. 2.
Teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara hasil guna dan berdaya
guna. 3. Untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan
(health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pembiayaan kesehatan tidak bisa terlepas dari adanya pelayanan kesehatan. Untuk
menyelesaikan permasalahan pembiyaan kesehatan diperlukan adanya upaya penyelesaian
yang dapat ditempuh seperti meningkatkan jumlah dana, memperbaiki penyebaran,
pemanfaatan dan pengelolaan dana, serta mengendalikan biaya kesehatan. Syarat pokok
pembiayaan kesehatan adalah jumlah, penyebaran dan

pemanfaatan.

Sedangkan fungsi pembiayaan kesehatan adalah penggalian dana,


pengalokasian dana dan pembelanjaan.
Masalah

pokok

pembiayaan

kesehatan

antara

lain

seperti

kurangnya dana yang tersedia, penyebaran dana yang tidak sesuai,


pemanfaatan dana yang tidak tepat, pengelolaan dana yang belum
sempurna serta biaya kesehatan yang makin meningkat. Sedangkan
upaya penyelesaian yang dapat ditempuh seperti meningkatkan jumlah
dana, memperbaiki penyebaran,

pemanfaatan dan pengelolaan dana,

serta mengendalikan biaya kesehatan.


Agar informasi penyelenggaraan jaminan kesehatan diketahui oleh semua pihak,
perlu dilakukan adanya penyusunan strategi sosialisasi, bahan sosialisasi dan sosialisasi
23

tentang BPJS Kesehatan. Sosialisasi ini dilakukan ke berbagai segmen masyarakat seperti
perguruan tinggi dan mahasiswa, Ormas dan LSM, para pengusaha dan nantinya akan banyak
sosialisasi dilingkungan pekerja dan masyarakat umum. Sosialisasi ini dilakukan melalui
berbagai media dan pertemuan/dialog.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas RI, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium


Indonesia 2010. Bappenas, Jakarta.
Departemen kesehatan RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) 2011. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Kemenkes RI. 2013. Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta (Ebook).
Nurman, Ari. 2010. Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah.
Bandung : Perkumpulan INISIATIF.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/ PER/IX/2010.
Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia. No. 72 th. 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta
Permenkes RI. No. 28, Th. 2014. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional. Jakarta.
Rastika I. IDI: Presiden setuju tambahkan insentif dokter. Republika. 2014 Jan 8.

24

Republika. 2014. Banyak warga belum paham prosedur JKN. Jakarta. (Republika Online).
Sekhri. 2000. Managed Care : The US Experience. Bulletin of The World
Health Organization. 78(6) : 830-844.
Sholichuddin. 2011. Warta RSUD : RSUD. Dr. H. Soemarno Sosroatmojo
Siap Menerima Pasien Jampersal. Banjar : PKRS.
Soelastomo. 2011. Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta : Kompas Media Nusantara.
Sulastomo. 2007. Management Kesehatan. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Tim Visi Yustisia. 2014. Panduan Resmi Mendapat Jaminan Kesehatan dari BPJS. Jakarta :
Transmedia Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.
Widiyani R. Tiga potensi masalah di awal program JKN 2014. Republika. 2013 Dec 18.

25

Anda mungkin juga menyukai