Anda di halaman 1dari 13

TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN NASIONAL

SEBAGAI PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI


DAN RAMAH LINGKUNGAN
MENUJU PERPUSTAKAAN NASIONAL IDEAL
Oleh:
I Ketut Adi Suryana
Pemanasan global menjadi sebuah berita hangat di seluruh dunia
saat ini. Mayoritas peneliti-peneliti di dunia pun mengatakan bahwa bumi
saat ini sedang mengalami tekanan berupa pemanasan global.
Pemanasan global adalah suatu proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan
bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus
tahun terakhir. Dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate
Change
(panel
pemerintah
terhadap
perubahan
iklim/IPCC)
menyimpulkan bahwa pemanasan global telah benar-benar terjadi saat ini
dan aktivitas manusia adalah penyebab utama peningkatan suhu udara di
bumi (Rosenthal & Revkin, 2007). Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya tiga puluh badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.

Gambar 1. Anomali Temperatur Permukaan Rata-rata


Model iklim yang dijadikan acuan oleh proyek IPCC menunjukkan
suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga
11.5 F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
disebabkan oleh produksi emisi gas-gas rumah kaca yang berbeda di
masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Oleh sebab itu, sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia juga
telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto yang mengarah
pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca terutama kadar
karbondioksida (CO2). Negara Indonesia pun merupakan salah satu

negara yang mendukung adanya protokol ini. Dengan partisipasinya ini,


diharapkan
seluruh
masyarakat
Indonesia
berperan
dalam
menyelamatkan lingkungan di bumi.
Dampak negatif dari rusaknya lingkungan di bumi, khususnya di
Indonesia pun sudah tampak jelas. Banyak kejadian bencana alam yang
kerap terjadi dalam rentang waktu 5 tahun belakangan ini. Tanah longsor,
banjir, kebakaran hutan yang luas, dan tsunami hampir selalu mewarnai
berita-berita nasional pada media informasi di Indonesia seperti surat
kabar, majalah, internet ataupun siaran berita televisi. Hal ini
membutuhkan perhatian dan tindakan-tindakan penanganan ataupun
pencegahan dari pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia terhadap
rusaknya lingkungan sehingga lingkungan bumi dapat dipertahankan
seperti sedia kala. Semua komponen masyarakat dapat turut serta
termasuk dari kalangan pustakawan.
Saat ini merupakan waktu yang tepat bagi para pustakawan di
Indonesia untuk menindaklanjuti masalah ini dan melayani komunitas
masyarakat yang berada di sekitarnya dengan menerapkan konsep ramah
lingkungan pada perpustakaan. Ini dikarenakan perpustakaan adalah
salah satu fasilitas publik yang sering dikunjungi masyarakat Indonesia.
Tidak hanya pemerintah, komunitas juga memerlukan perpustakaan yang
mampu berperan sebagai model untuk penyelamatan lingkungan, seperti
halnya menyediakan informasi yang akurat tentang lingkungan serta
pemilihan dalam menggunakan energi alternatif secara berkelanjutan.
Pembangunan perpustakaan ini didesain dengan rancang bangun yang
bersahabat dengan lingkungan sekitar sehingga dapat juga menjaga
kesehatan pengunjung. Perkembangan teknologi yang pesat saat ini juga
dapat membantu terciptanya kondisi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
pustakawan juga mampu mendukung program pemerintah dengan
membangun perpustakaan yang berbasis ramah lingkungan dan teknologi
menuju perpustakaan nasional ideal.
Konsep Perpustakaan Berbasis Teknologi
Perpustakaan sebagaimana yang ada dan berkembang saat ini
dipergunakan sebagai salah satu pusat informasi, sumber ilmu
pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah budaya bangsa
serta berbagai jasa lainnya. Peran dan tujuan dari perpustakaan adalah
sebagai wahana untuk mencerdaskan bangsa supaya tercapai
masyarakat yang terdidik. Namun, keadaan perpustakaan di Indonesia
saat ini sangatlah berbeda. Perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa
perubahan yang terjadi dari perpustakaan dengan konsep zaman dahulu
dan saat ini. Sebelumnya, konsep perpustakaan masih sederhana,
manajemen yang ada belum ditata secara efektif sehingga pelayanannya
pun belum maksimal. Berbeda dengan konsep saat ini, dengan
mengetahui prinsip-prinsip kepustakawanan yang ada maka perpustakaan
diharuskan dapat berperan banyak dalam menyebarkan informasi kepada
masyarakat.

Kemajuan teknologi saat ini menuntut perpustakaan untuk


membenahi dirinya ke arah kemajuan agar tidak ditinggalkan oleh
masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman, kebutuhan informasi
masyarakat juga berubah-ubah baik dari segi keragaman isi maupun
aksesnya. Efisiensi dan efektifitas menjadi pertimbangan utama pengguna
dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka. Perkembangan pesat
akses informasi saling berpacu dengan meningkatnya alat-alat terknologi
dengan kekuatan mutakhir saat ini. Informasi dapat diakses secara cepat
dengan keberadaan internet yang hadir hingga di pelosok-pelosok
Indonesia. Tak kalah canggih, kemunculan telepon genggam yang praktis
dan mampu mengakses internet sudah menyebar merata. Tentunya
keadaan ini dapat dijadikan pemecut bagi pengelola perpustakaan untuk
meningkatkan kualitasnya.

Gambar 2. Fishbone Masalah Perpustakaan di Indonesia


(Muttaqien,2010)
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, perpustakaan harus
bertransformasi atau menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada. Dalam transformasinya di tengah
kemajuan ilmu pengetahuan termasuk teknologi informasi dan
komunikasi, perpustakaan harus mampu memberikan nilai tambah pada
informasi melalui streamlining, ekspansi dan inovasi. Selain
mempermudah dan memperluas akses, perpustakaan hendaknya mampu
melakukan manajemen pengetahuan secara maksimal dan diharapkan
lebih memfokuskan diri sebagai community information intermediary, yaitu
institusi yang dapat memahami dan berempati terhadap komunitas
pengguna, memiliki pemahaman yang mendalam terhadap dunia
informasi dan organisasinya, serta dengan aktif selalu mengembangkan
dan meningkatkan mekanisme yang menghubungkan keduanya (Mustafa,
1998). Pemberdayaan perpustakaan dan pustakawan dalam paradigma
baru harus disesuaikan dan ditingkatkan seiring dengan perubahan

tuntutan pengguna, yaitu akses informasi secara lebih luas, cepat dan
tepat.
Perpustakaan saat ini dituntut mampu berubah mengikuti perubahan
sosial pemakainya. Perkembangan Teknologi Informasi (TI) telah banyak
mengubah karakter sosial pemakainya. Perubahan dalam kebutuhan
informasi, berinteraksi dengan orang lain, berkompetisi, dan lain-lain.
Pada akhirnya semua itu berujung pada tuntutan pemakai agar
perpustakaan tidak hanya sekedar tempat mencari buku atau membaca
majalah, tetapi menjadi semacam one-stop station bagi mereka, yaitu
suatu lingkungan dimana pemakai bisa (1) berinteraksi dengan orang lain,
(2) mencari informasi yang dibutuhkan, (3) berbagi pengetahuan, dan (4)
merasa termotivasi untuk melakukan inovasi dan kreatifitas.
Beragam permasalahan yang muncul saat ini pun telah ditanggapi
dengan serius oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Perpustakaan yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal
Kebudayaan ini mempunyai misi berupa pengembangan layanan nasional
informasi berbasis pustaka melalui pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi sehingga mampu mencapai visi Perpustakaan Nasional yaitu
terdepan dalam informasi pustaka, menuju Indonesia gemar membaca.
Perkembangan dari penerapan teknologi informasi dan komunikasi telah
diterapkan dalam bentuk sistem informasi manajemen (SIM) perpustakaan
dan perpustakaan digital (digital library) (Hendro, 2010). Sistem informasi
manajemen (SIM) perpustakaan merupakan pengintegrasian antara
bidang pekerjaan aministrasi, pengadaan, inventarisasi, katalogisasi,
pengolahan, sirkulasi, statistik, pengelolaan anggota perpustakaan, dan
lain-lain. Sistem ini sering dikenal juga dengan sebutan sistem otomasi
perpustakaan. Dengan penerapan SIM ini secara langsung merubah
paradigma layanan perpustakaan. Layanan perpustakaan yang dulunya
off-line berubah menjadi on-line. Dengan ini, perpustakaan harus mampu
merancang layanan perpustakaan yang memungkinkan akses terhadap
sumber-sumber informasi.
Hal ini mengisyaratkan bahwa pemanfaatan perpustakaan tidak lagi
bergantung pada visitasi pemakai perpustakaan atau bertumpu pada
kunjungan secara fisik semata, tetapi pemanfaatannya dapat dilakukan
setiap saat dan dari berbagai tempat di manapun pengguna berada. Oleh
karena itu, layanan yang diterapkan saat ini selalu berorientasi pada
masyarakat, sebagai pengguna informasi. Kepuasan pengguna
merupakan petunjuk utama bagi pelaksana pengorganisasian informasi.
Selain menerapkan konsep perpustakaan berbasis teknologi,
Perpustakaan Nasional harus tangap terhadap pemanasan global saat ini.
Hal ini menuntut inovasi-inovasi dari pengelola perpustakaan untuk
menciptakan perpustakaan yang ramah lingkungan.
Konsep Perpustakaan Ramah Lingkungan
Keadaan pemanasan global membawa dampak negatif terhadap
lingkungan, salah satunya lingkungan perpustakaan dan sekitarnya. Untuk

mengurangi dampak tersebut, maka perpustakaan saat ini harus


bertransformasi menjadi perpustakaan ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Ramah lingkungan berarti segala hal yang terdapat dalam
perpustakaan tersebut tidak merusak atau memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan, sedangkan berkelanjutan yang berarti keberadaanya
di tengah aktivitas manusia tidak memicu adanya degradasi lingkungan
(Oxford English, 2008). Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana
perpustakaan mampu menyediakan informasi yang akurat tentang
perubahan iklim terhadap lingkungan dan mempengaruhi masyarakat
sekitarnya untuk mendukung program ramah lingkungan.
Usulan misi penting yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI
ialah mengembangkan infrastruktur perpustakaan melalui peningkatan
sarana dan prasrana serta mutu dan kompetensi sumber daya manusia
perpustakaan. Keadaan ini menunjukkan bahwa Perpustakaan Nasional
RI bersifat dinamis dan mengikuti kebutuhan masyarakat. Konsep ide ini
akan menyebar secara cepat layaknya virus ke seluruh perpustakaan
yang ada di Indonesia dan tentunya akan mendapatkan hasil yang optimal
pula dalam menyelamatkan lingkungan. Pembangunan perpustakaan
ramah lingkungan ini mencakup tiga hal pokok yaitu pembangunan
fasilitas yang ramah lingkungan (Green Library Facilities), penyediaan
pelayanan yang ramah lingkungan (Green Library Services) , dan kegiatan
oleh pustakawan yang mendukung penyelamatan lingkungan
(Environmentally Supportive).
1. Fasilitas Perpustakaan Ramah Lingkungan

(Green Library

Facilities)
Fasilitas merupakan kebutuhan penting dalam suatu perpustakaan.
Bahkan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menuntut
pengelola perpustakaan menambah perangkat sarana serta prasarananya
di perpustakaan. Hal ini akan membangun citra perpustakaan yang positif,
keberadaan perpustakaan akan membawa dan mengembangkan citra
institusinya, baik di dalam maupun di luar lembaga induknya. Dalam
mengembangkan citra, perpustakaan berusaha meningkatkan layanannya
yang sesuai dengan sistem manajemen mutu (Quality Management
System). Adapun strategi yang dapat ditawarkan untuk mengembangkan
citra Perpustakaan Nasional di seluruh Indonesia saat ini melalui
pembangunan citra perpustakaan (building image) berbasis pada
teknologi dan ramah lingkungan.
Untuk mewujudkan sebuah perpustakaan ramah lingkungan,
bangunan serta fasilitas perpustakaan harus memperhatikan enam hal-hal
pokok yang diadopsi dari sistem LEED (Leadership of Energy and
Environmental Design) di Amerika Serikat (U.S. Green, 2008). Enam area
mayor tersebut adalah (1) lokasi dan perencanaan; (2) efisiensi
penggunaan air; (3) penggunaan energi dan penciptaan atmosfer; (4)
penggunaan material dan sumber daya; (5) kualitas lingkungan dalam
ruangan (indoor); serta (6) desain dan inovasi perpustakaan.

Gambar 3. Konsep Pembangunan Perpustakaan Ramah Lingkungan

Lokasi dan Perencanaan

Pembangunan gedung perpustakaan sebaiknya didesain dengan


menarik dan lokasi perpustakaan mudah diakses oleh masyarakat.
Selain itu, pembangunannya aman bagi lingkungan sekitar dan tidak
signifikan merusak kehidupan alam atau memberi dampak negatif di
kemudian hari. Ini dimaksudkan agar pembangunan perpustakaan
tersebut menggunakan bahan material yang berasal dari alam dan
didesain dengan baik sehingga dapat mengurangi dampak negatif
seperti polusi di lingkungan sekitar baik polusi udara, polusi air,
ataupun polusi tanah.
Berhubungan dengan hal itu, gedung perpustakaan ini mesti
dilengkapi dengan area taman di sekelilingnya. Ini untuk menunjukkan
peranan langsung pengelola dalam mengurangi karbondioksida (CO2)
di area tersebut serta secara langsung dapat mengurangi dampak
pemanasan global. Penggunaan pohon dan semak-semak menjadi
pilihan tanaman yang ditanam di area perpustakaan karena dapat
mengurangi penggunaan energi dalam hal penggunaan air dan dapat
melindungi perpustakaan dari terpaan angin dan pancaran cahaya
matahari yang berlebihan secara langsung.
Gedung perpustakaan juga dirancang sesuai dengan kebutuhan
pengunjung. Oleh sebab itu, perpustakaan perlu dilengkapi dengan
ruang belajar bagi pengunjung, ruang multimedia, ruang diskusi dan
cafe atau tempat istirahat. Selain itu, gedung juga bisa dilengkapi

dengan pembuatan beberapa gazebo di areal perpustakaan. Ini


ditujukan kepada pengunjung yang ingin membaca di luar (outdoor).
Pemanfaatan teknologi harus diterapkan di area perpustakaan untuk
mendukung kenyamanan pengunjung. Fasilitas digital dan internet
wajib disediakan oleh perpustakaan sehingga memungkinkan
pengguna perpustakaan dapat memanfaatkan informasi yang dimiliki
perpustakaan tanpa mengenal waktu dan jarak. Salah satu yang dapat
diterapkan adalah penggunaan hot spot berarti menyediakan layanan
internet bebas untuk suatu lingkungan yang terbatas, sebagai contoh
di sekitar gedung perpustakaan. Dengan memiliki hot spot
perpustakaan menyediakan jasa penelusuran internet yang dapat
diakses oleh pengguna dari Laptop atau notebook yang biasa dibawa
oleh pengguna.

Efisiensi Pengunaan Air

Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan membuat tempat


penampungan air sehingga dapat digunakan untuk aktivitas tertentu
seperti menyiram tanaman. Air hujan yang berasal dari jalan atau area
perpustakaan disalurkan ke tempat penyimpanan air di bawah tanah,
kemudian disaring dan secara bertahap diserap menuju ke halaman.
Ini berfungsi untuk elaborasi dengan sistem penyiraman taman. Dalam
skala yang lebih sederhana, air hujan yang berasal dari atap
perpustakaan dapat kita salurkan menuju tempat penyimpanan dan
selanjutnya digunakan untuk menyiram tanaman. Dalam hal ini,
memerlukan sistem pipa ledeng yang sederhana dan kemudian dapat
diaplikasikan dalam bentuk sistem keran.

Penggunaan Energi dan Penciptaan Atmosfer

Sebuah pilihan dalam menghemat pemakaian energi adalah


dengan menggunakan sistem pembangkit listrik. Sistem pembangkit
listrik merupakan elemen paling mahal dari pembangunan
perpustakaan ramah lingkungan, tetapi hal tersebut dapat kita jadikan
sebuah investasi jika kita hitung energi yang dapat disimpan atau
dihemat bagi pengelola perpustakaan. Pembangkit listrik yang dapat
diaplikasikan pada perpustakaan yaitu panel surya (solar power
system) dan pembangkit listrik tenaga angin (wind turbine system).
Panel surya ini dapat dipasang di atas atap perpustakaan yang mana
cahaya matahari tersebut dapat dikonversikan menjadi listrik.
Penggunaan alat ini dapat menyediakan listrik bagi perpustakaan. Lain
halnya dengan pembangkit listrik tenaga angin, alat ini dipasang
sesuai arah gerak mata angin, namun alat ini menghasilkan jumlah
listrik yang signifikan bagi perpustakaan. Kedua alat ini bertujuan untuk
untuk mengurangi konsumsi energi, serta menjadikan lingkungan
bersih dan dapat menghemat pengeluaran.
Sinar matahari pun dapat digunakan sebagai penerangan langsung
pada gedung perpustakaan. Pada gambar 3, dapat dilihat proses
penggunaan ventilasi otomatis untuk mengatur masuknya cahaya
sebegai penerangan perpustakaan. Selanjutnya, dengan adanya

sensor deteksi maka area tersebut akan bersinar jika terdapat manusia
yang melewatinya. Hal ini sangat membantu mengurangi penggunaan
energi listrik pada pagi dan siang hari.
Manfaat penting lainnya dari konsep perpustakaan ramah
lingkungan ini adalah efisensi energi yang didapat dari pengurangan
konsumsi energi akibat penggunaan pendingin ruangan (air
conditioner) ataupun pemanas ruangan. Seperti halnya, penggunaan
sinar matahari sebagai penerangan perpustakaan, kesejukan ataupun
kehangatan juga bisa didapatkan dari dinding dan atap perpustakaan
yang berbahan ramah lingkungan.

Penggunaan Material dan Sumber Daya

Pembangunan perpustakaan ramah lingkungan ini, selain


menerapkan konsep hemat energi listrik tetapi juga menggunakan
material bangunan yang ramah lingkungan yang bertujuan untuk
mencapai efisiensi energi yang lebih tinggi seperti halnya bahan
material untuk dinding atau tembok bangunan, lantai dan langit-langit
perpustakaan. Dinding bangunan terbuat dari bahan alam sehingga
dapat memberikan kesejukan saat musim panas/kemarau dan
kehangatan saat musim dingin/hujan di Indonesia. Pengurangan
penggunaan energi yang berlebihan memiliki dampak positif dari
sektor keuangan pengelola perpustakaan dan membantu dalam
mengurangi kadar karbon monoksida (CO) di lingkungan
perpustakaan.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk membuat perpustakaan
ramah lingkungan adalah dengan mengganti atap perpustakaan.
Tahan lama dan ramah lingkungan adalah kunci utama dalam
pemilihan bahan material untuk membuat atap perpustakaan.
Penggunaan metal sebagai bahan konstruksi bangunan terutama atap
merupakan pilihan tepat karena metal dapat didaur ulang dan
digunakan dalam waktu jangka panjang. Tidak hanya dapat
memberikan kesejukan dan keamanan, atap ini dapat kita integrasikan
dengan panel surya (solar power generation).
Bambu merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat
digunakan untuk membangun lantai perputakaan. Ini dikarenakan
tanaman bambu dapat tumbuh dengan cepat sehingga dapat dengan
mudah pula didapatkan. Bambu ini juga dapat menumbuhkan nuansa
alam bagi ruangan indoor perpustakaan. Selain itu, perawatannya
harus diperhatikan. Dalam merawat lantai perpustakaan dan langitlangit, dilarang menggunakan pembersih lantai yang mengandung
bahan kimia dan berasap karena terkadang dapat memicu alergi atau
serangan asma pada pengunjung terutama anak-anak. Bahan
pembersih lantai dapat digunakan yang terbuat dari kedelai karena
lebih ramah lingkungan dan dapat menjaga kesehatan pengunjung
perpustakaan. Penggunaan material-material ini sebagai bahan
bangunan dapat meningkatkan kualitas sarana dan prasarana di mata

masyarakat sehingga mampu meningkatkan jumlah pengunjung


perpustakaan.

Kualitas Lingkungan dalam Ruangan (Indoor)

Perpustakaan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang


mendukung pelayanan pengguna. Pengelola perpustakaan perlu
memikirkan untuk menyediakan fasilitas yang membuat pengunjung
merasa nyaman berada di perpustakaan, seperti menyediakan kursi
dan meja yang cukup baik dan nyaman, penyejuk ruangan yang
berasal dari pemberian atap organik, dan sarana penelusuran
koleksi/informasi dalam jumlah dan mutu yang baik.

Desain dan Inovasi Perpustakaan

Inovasi-inovasi berupa teknologi terkini dapat digunakan satu


persatu dalam perpustakaan. Pepustakaan diwajibkan menyediakan
koleksi dalam multiformat. Perpustakaan perlu menyediakan koleksi
baik dalam bentuk tercetak, bahan-bahan multimedia, digital,
hypertext, termasuk juga pertemuan dan diskusi formal dan non
formal, lengkap dengan alat untuk memutar/mendengarkan koleksi
multimedia tersebut. Pemanfaatan seluruh teknologi ini untuk
meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pengguna perpustakaan.
Perpustakaan juga dapat meningkatkan nilai tambah di mata
masyarakat pengguna (adding value). Seperyi halnya, pustakawan
menyediakan akses informasi hanya ke sumber-sumber yang dapat
dipercaya kualitasnya sehingga didapatkan informasi yang akurat.
Caranya dengan membuat portal atau pintu masuk ke sumber-sumber
yang telah terseleksi misalnya Virtual libraries subject-based gateways.
Inovasi ini menunjukkan bahwa perpustakaan tanggap terhadap
perubahan zaman dan mampu memberikan informasi yang cepat dan
akurat kepada pengguna.
2. Pelayanan Perpustakaan Ramah Lingkungan (Green Library

Services)
Berbagai macam masalah timbul dari pelayanan perpustakaan saat
ini. Analisis akar masalah ini meliputi internal dan eksternal. Secara
internal, lebih ke arah perpustakaan itu sendiri. Sebagian besar
perpustakaan hanya berisi tumpukan buku-buku tua, lusuh dan berdebu.
Belum lagi dengan sistem pelayanan perpustakaan yang dianggap kurang
cepat dan kurang kooperatif. Hal ini membuat masyarakat menjadi malas
berkunjung ke perpustakaan. Faktor eksternal, lebih ke arah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Hal ini
ditandai dengan perubahan perilaku dalam pencarian informasi. Jika dulu
orang yang memerlukan informasi harus berkutat di perpustakaan mencari
buku, jurnal dan koran. Namun sekarang terjadi transformasi yang sangat
signifikan, yaitu dengan adanya internet.
Faktor tersebut harus disadari oleh pustakawan. Pustakawan dituntut
untuk dapat menciptakan sistem perpustakaan yang memudahkan

pengunjung (user). Bila dulu perpustakaan lebih berkonsentrasi pada


penyediaan informasi secara fisik dalam bentuk dokumen cetak. Namun
sekarang, fungsi tersebut berubah. Dengan adanya perkembangan
teknologi informasi, maka perpustakaan dituntut untuk dapat memberikan
informasi dalam waktu singkat dan akurat. Paradigma yang seharusnya
dimiliki pustakawan sekarang adalah kepuasan terhadap konsumen
(consumer satisfication).
Dalam menghadapi tuntutan kebutuhan pengguna perpustakaan
yang semakin tinggi dan beraneka ragam, maka perpustakaan perlu
mempersiapkan pustakawan yang profesional. Jika pustakawan ingin
disebut profesional, maka pustakawan perlu memiliki kemampuang (skill),
pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), serta kedewasaan
psikologis (Ratnaningsih, 1998). Namun dalam prakteknya sampai sejauh
ini pustakawan Indonesia belum bisa dikatakan mampu untuk menjadi
profesional bahkan masih sangat jauh dari konsep ideal. Sebagai
pustakawan profesional, kita perlu mengikuti perkembangan dan informasi
mutakhir dalam bidang Pusdokinfo.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengakibatkan
semua bidang pekerjaan perpustakaan tidak ada lagi yang tidak mendapat
sentuhannya. Keilmuan perpustakaan pun saat ini dituntut mampu
mengikuti perubahan sosial pemakainya. Perubahan dalam kebutuhan
informasi, perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan dalam
berkompetisi. Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan
suatu jenis kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang
mampu menjawab tantangan media elektronik tanpa meninggalkan
kepustakawanan konvensional yang memang masih dibutuhkan (hybrid
library). Hanya dengan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga
pengelola perpustakaan dan tenaga fungsional pustakawan yang
berkualitaslah (melalui keilmuannya), kita bisa membangun paradigma
kepustakawanan Indonesia yang berbasis ramah lingkungan pula.
Profil pustakawan yang diharapkan dalam membangun perpustakaan
berbasis teknologi dan ramah lingkungan antara lain: (1) berorientasi
kepada kebutuhan pengguna, (2) mempunyai kemampuan berkomunikasi
yang baik, (3) mempunyai kemampuan teknis perpustakaan yang tinggi,
(4) mempunyai kemampuan pengembangan secara teknis dan prosedur
kerja, (5) mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi, antara lain kemampuan dalam penggunaan komputer
(computer literacy), menguasai basis data (database), penguasaan
peralatan TI (tools and technological skill), penguasaan teknologi jaringan
(computer networks), dan penguasaan internet dan intranet, (6)
kemampuan berbahasa asing yang memadai terutama bahasa Inggris, (7)
mempunyai
kemampuan
melaksanakan
penelitian
di
bidang
perpustakaan, dan (8) mampu menyediakan dan menjelaskan informasi
mengenai lingkungan dan permasalahannya.
Selain memiliki kemampuan seperti yang disebutkan di atas,
pustakawan juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan prima

10

kepada penggunanya. Pelayanan prima yaitu suatu sikap atau cara


pustakawan dalam melayani penggunanya dengan prinsip layanan
berbasis pengguna (people based service) dan layanan unggul (service
excellence). Tujuannya adalah memuaskan pengguna, meningkatkan
loyalitas pengguna, meningkatkan penjualan produk dan jasa, dan
meningkatkan jumlah pengguna. Profesi pustakawan dituntut juga untuk
mampu bersikap lebih terbuka, suka kerja keras, suka melayani,
mengutamakan pengabdian serta aspek-aspek kepribadian dan perilaku.
Dalam mengantisipasi masa mendatang, pustakawan hendaknya selalu
tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi, mengenal seluk
beluk manajemen, menguasai cara-cara penyediaan informasi, dan
memahami sumber-sumber informasi, serta mengetahui sistem jaringan
informasi. Peningkatan kualitas pustakawan ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas layanan terhadap pengguna perpustakaan guna
mewujudkan perpustakaan ideal.
3. Kegiatan Penunjang (Environmentally Supportive)

Banyak kegiatan yang dapat dilakukan pengelola perpustakaan untuk


mendukung terciptanya keadaan ramah lingkungan sehingga mampu
mengurangi dampak pemanasan global. Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilaksanakan di areal perpustakaan antara lain: pemutaran film tentang
lingkungan, free public seminar, dan pengadaan program daur ulang.

Pemutaran Film

Film sangat identik dengan remaja saat ini. Perkembangan film


sangat pesat, tidak hanya sebatas mengangkat tema drama
percintaan, tetapi telah berkembang dan menjangkau semua tema
kehidupan dan salah satunya mengenai penyelamatan lingkungan.
Bahkan, Indonesia juga melirik pasaran film tersebut. Beberapa sineas
film Indonesia bekerja sama untuk membuat film yang mengangkat
panorama alam Indonesia dan juga bagaimana penduduk asli daerah
tersebut memelihara dan mempertahankannya. Tidak hanya
Indonesia, sineas film di Holywood juga berlomba-lomba merancang
film bertema penyelamatan lingkungan. Hingga munculnya sebuah film
3 (tiga) dimensi yang mampu memecahkan box officee perfilman
internasional.
Peluang emas berupa film-film berkualitas inilah yang dapat
dijadikan informasi tentang penyelamatan lingkungan bagi pengunjung
perpustakaandi Indonesia. Tidak semata-mata hanya memberikan
informasi, pengunjung akan mendapatkan hiburan. Hal ini juga dapat
memperkenalkan Perpustakaan Nasional ke seluruh masyarakat
sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk berkunjung
kembali. Kegiatan ini juga sebagai promosi kepada masyarakat untuk
memulai gemar membaca dalam menambah informasi-informasi di
semua aspek kehidupan.

Free Public Seminar

11

Perpustakaan tidak saja dapat digunakan sebagai sarana atau


tempat membaca atau mencari informasi, perpustakaan juga dapat
dijadikan sebagai fasilitas untuk berdiskusi dengan masyarakat.
Seminar tanpa dipungut bayaran untuk masyarakat umum adalah
kegiatan tepat guna. Seminar ini dapat menyalurkan informasi penting
tentang lingkungan, kemudian dapat didiskusikan dengan masyarakat
tentang penanganan dan pencegahannya. Hal ini juga berkaitan
dengan bencana alam yang kerap terjadi di wilayah Indonesia seperti
tanah longsor, banjir, meletusnya gunung berapi dan terjadinya
tsunami.
Kegiatan seminar ini dapat diselenggarakan oleh pengelola sekali
dalam satu bulan tergantung situasi dan kondisi perpustakaan saat itu.
Seminar ini dapat mendatangkan para ahli lingkungan atau praktisi di
bidangnya masing-masing.

Pengadaan Program Daur Ulang

Sebuah bangunan yang memiliki konsep ramah lingkungan


sebaiknya dilengkapi dengan adanya program-program pendaurulangan barang-barang yang masih bisa digunakan. Begitu halnya
dengan perpustakaan ramah lingkungan, diperlukan sebuah ruangan
khusus untuk mengolah barang-barang yang masih bisa digunakan
serta menjual hasil daur ulang tersebut ke pengunjung.
Hal pertama yang kerap ditemui adalah kertas-kertas bekas yang
seringkali dibuang oleh pengunjung perpustakaan. Kertas bisa didaur
ulang mengingat kertas berasal dari olahan kayu sehingga kita dapat
mengurangi penebangan pohon di Indonesia secara terus menerus.
Kertas-kertas tersebut dikumpulkan dalam sebuat tempat sampah
khusus kertas di setiap ruangan. Kemudian, kertas tersebut bisa daur
ulang kembali menjadi buku catatan (notebook), atau dapat digiling lalu
dijual ke perusahaan elektronik dan lainnya. Selain kerta, koran-koran
lama juga bisa dijadikan barang yang memiliki nilai jual yang tinggi.
Koran-koran tersebut kita hancurkan dan dtambah air lalu dapat dibuat
suatu benda kesenian atau lem.
Kesimpulan
Pemanasan global dan perkembangan teknologi yang pesat
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan saat ini. Peningkatan
temperatur lingkungan dan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
akses informasi yang cepat dan akurat adalah poin penting permasalahan
yang dihadapi perpustakaan saat ini. Oleh karena itu, guna menghadapi
tuntutan masyarakat, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia harus
mampu bertransformasi sebagai perpustakaan berbasis teknologi dan
ramah lingkungan. Ramah lingkungan berarti segala hal yang terdapat
dalam perpustakaan tersebut tidak merusak atau memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan, sedangkan berbasis teknologi yaitu
pemanfaatan berbagai alat-alat teknologi dalam bidang perpustakaan

12

untuk
meningkatkan
kenyamanan
dan
kepuasan
pengguna.
Pembangunan perpustakaan berbasis teknologi dan ramah lingkungan ini
mencakup tiga hal pokok yaitu pembangunan fasilitas yang ramah
lingkungan (green library facilities), penyediaan pelayanan yang ramah
lingkungan (green library services) , dan kegiatan oleh pustakawan yang
mendukung penyelamatan lingkungan (environmentally supportive).
Ketiga hal ini menggabungkan komponen teknologi dan komponen ramah
lingkungan untuk mewujudkan perpustakaan nasional ideal.
Daftar Rujukan
1. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of

2.

3.

4.

5.
6.

7.
8.

Working Group I to the Fourth Assessment Report of the


Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental
Panel on Climate Change.
Mengembangkan Kualitas dan Layanan Perpustakaan Berbasiskan
Teknologi
Informasi.
http://hendrowicaksono.multiply.com/
journal/item/8 (Akses: 9 November 2010.
Mustafa, B. Perubahan Paradigma Layanan Perpustakaan
Memasuki Era Teknologi Informasi. Dinamika Informasi dalam Era
Globalisasi. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998.
Muttaqien, Arip. 2010. Membangun Perpustakaan Berbasis Konsep
Knowledge Management : Transformasi Menuju Research College
dan Perguruan Tinggi Berkualitas Internasional.
Oxford English Dictionary Online (2008). Oxford; New York: Oxford
University Press.
Ratnaningsih. Pemberdayaan Perpustakaan dan Pustakawan
Menjelang Abad 21. Dinamika Informasi dalam Era Globalisasi.
Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998.
Rosenthal, Elisabeth dan Andrew C. Revkin. 2007. Science panel
says global warming is unequivocal. New York Times, 1A, 5.
U.S. Green Building Council. 2008. LEED Rating System.
http://www.usgbc.org/DisplayPage.aspx?CMSPageID=222 (Akses:
9 November 2010)

13

Anda mungkin juga menyukai