Disusun oleh :
Biondi Andorio Hosogawa (030.10.057)
Setiavani Lidyana (030.11.271)
Pembimbing :
dr. Wisnu Aji Aribowo, Sp.S, M.kes
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus
SEORANG PEREMPUAN 19 TAHUN DENGAN NYERI KEPALA DAN
DIPLOPIA
Pada Tanggal
Tempat
:
: RSUD Kardinah Tegal
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas setiap pimpinan dan pemeliharaanNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik bagian Neurologi. Dalam penyusunan laporan ini, penulis
sangat menyadari keterbatasannya dan tanpa rekan-rekan sekalian, laporan ini tidak
akan terselesaikan. Penulis sangat bersyukur untuk pembimbing yang sudah
membantu menyelesaikan laporan ini, karena itu pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Wisnu Aji Aribowo, Sp.S, M.kes selaku pembimbing presentasi kasus saya.
2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik neurologi RSUD Kardinah Tegal, atas
bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak hal yang kurang dalam laporan ini,
untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Penulis tetap
berharap laporan ini dapat berguna bagi masyarakat maupun bagi ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan laporan ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga akhir abad ke 19 abses serebri masih merupakan penyakit yang serius
dan fatal. Terapi yang sukses pertama kali dilaporkan oleh Dr. JF Weeds pada tahun
1868 dengan melakukan drainase abses serebri di lobus frontal dari seorang letnan
kavaleri yang tertembak pada bagian kepalanya. Selanjutnya Sir William Macewen
menjadi pionir operasi abses serebri, pada tahun 1893 beliau mempublikasikan
monograf berjudul: Pyogenic infective disease of the brain and spinal cord.
Banyak perubahan dalam penatalaksanaan abses serebri. Perkembangan terjadi
setelah ditemukan CT scan tahun 1970 sebagai diagnostik baku, rejimen obat
antibiotik, serta kemajuan dalam teknik bedah saraf yang dilakukan lebih awal telah
berdampak pada perbaikan prognosis penyakit.
Umur
: 19 tahun
Status perkawinan
: belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: pelajar
Pendidikan
: SMP
Alamat
: janegara RT/RW
11/04,jatibarang,JawaTengah
13.00 WIB
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, tanggal 7 November 2015 pukul 14.00 di Bangsal
lavender atas wanita RSUD Kardinah Tegal
Keluhan Utama : nyeri kepala
Keluhan Tambahan :
Riwayat Kebiasaan
-
Riwayat pengobatan
-
pasien minum obat OAT tahap awal 4 tablet/hari sejak 2 bulan yang
lalu
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal:
Demam (+)
Kejang (-)
Sakit kepala (+)
Hemiparese (-)
Sistem Kardiovaskuler:
Sistem Pernapasan:
Batuk (-)
Pilek (-)
Sesak napas (-)
Sistem Gastrointestinal:
Mual (+)
Diare (-)
Nyeri perut (+)
Sulit BAB (+)
Sulit menelan (-)
Sistem Urogenital:
Sistem Integumen:
Ruam-ruam (-)
Kemerahan (-)
Gatal (-)
Ulkus (-)
Sistem muskuloskeletal:
B. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan tanggal 16 Februari 2015)
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
Kesan gizi
Sianosis
Ikterik
: : -
Dehidrasi
Ascites
Edema
Habitus
Mobilitas
Umur sesuai taksiran
Cara berjalan
Cara berbaring/duduk
Cara berbicara
Sikap pasien
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Astenikus
Pasif
Sesuai dengan usia sebenarnya
pasif
kooperatif dengan pemeriksa
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
Tinggi Badan
: 161 cm
Berat Badan
: 54 kg
BMI
: 21 kg/m2 (normal)
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: Sulit dinilai
Alam Perasaan
: Sulit dinilai
Proses Pikir
: Sulit dinilai
Kulit
Warna
Efloresensi
: Sawo matang
Pigmentasi
: tidak ada
: Merata
Petekie
:Tidak Ada
Jaringan Parut
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Pertumbuhan rambut
: Merata
Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba
: Hangat
Keringat
: Tidak ada
Turgor
: Baik
Lapisan Lemak
: Sedikit
Sianosis
: Tidak ada
Oedem
: Tidak ada
Lain-lain
:-
Retroaurikuler
Submandibula
Submental
Leher
Supraklavikula
Inguinal
Axilla
Kepala
Ekspresi wajah
: Gelisah
Simetri muka
Bentuk
: Normocephali
Rambut
Mata
Exophthalamus
: Tidak ada
Enopthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Oedem ( - )
Lensa
: Jernih
Sklera
: Ikterik ( - )
Gerakan mata
:Sulit dinilai
Lapangan penglihatan
: Sulit dinilai
RCL
: +/+
Nistagmus
: Tidak ada
RCTL
: +/+
Konjungtiva
: Anemis ( - )
Visus
: Sulit dinilai
Bentuk
: Normotia
Membran timpani
: +/+
Liang telinga
: lapang
Penyumbatan
: -/-
Serumen
: +/+
Perdarahan
: -/-
Cairan/sekret
: -/-
Tuli
: -/-
Septum deviasi
Cavum nasi
Sekret
:(-)
: lapang
:(-)
Telinga
Hidung
Bentuk
Deformitas
Pernafasan cuping hidung
: normal
:(-)
:(-)
Concha Inferior
: eutrofi
Epistaxis
:(-)
Mulut
Tonsil
: T1 T1 tenang
Langit-langit
Bau pernapasan
: tidak ada
Gigi geligi
: baik
Trismus
: tidak ada
Faring
: tidak hiperemis
Selaput lendir
: tidak ada
Lidah
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5 - 1 cm H2O.
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Trakea
: letak di tengah
Thoraks
Bentuk
: datar, simetris
Pembuluh darah
: tidak tampak
Deformitas
:-
Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Kanan
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Simetris
Depan
saat statis
dan Simetris
Kiri
dinamis
Simetris
saat
dinamis
dan Simetris
Kanan
dinamis
- Tidak ada benjolan
dinamis
- Tidak ada benjolan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
-Wheezing ( - ), Ronki ( -)
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
-Wheezing ( - ), Ronki ( -)
statis
Belakang
saat statis
saat
statis
dan
dan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Batas kanan
Batas kiri
suara redup
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi
: Datar, warna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada spider nervy, tidak
ada efloresensi yang bermakna, tidak ada dilatasi vena.
Auskultasi
Palpasi
:
Dinding perut : Supel, rigid ( - ), nyeri tekan epigastrium ( - ), nyeri lepas
( - ) , defense muscular (-), massa (-) , undulasi (-)
Perkusi
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
Inguinal
Genitalia
Anggota Gerak
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
normotonus
normotonus
Massa
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Oedem :
tidak ada
tidak ada
Lain-lain
dingin (-)
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
normotonus
normotonus
Massa
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Oedem :
tidak ada
tidak ada
Nyeri tekan
CRT
<2
<2
Lain-lain
Orientasi
: baik
Refleks Fisiologis
Refleks
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kanan
Kiri
+1
+1
+1
+1
+1
+1
+1
+1
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Openheim
Klonus patella
Klonus achilles
Kanan
Kiri
Patologis
Tanda
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
:-
Brudzinski I
: -/-
Brudzinski II : -/Kernig
: -/-
Laseq
: -/-
: (-)
Muntah proyektil
: (-)
: (+)
Edema papil
Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius
: Sulit dinilai
Nervus II Optikus
Ketajaman penglihatan
Menilai warna
Funduskopi
Papil
Retina
Medan penglihatan
Nervus III Okulomotorius
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Bentuk Pupil
Reflek Cahaya Langsung
Reflek Cahaya Tidak Langsung
Reflek Akomodatif
Strabismus Divergen
Diplopia
Nervus IV Troklearis
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Diplopia
Nervus V Trigeminus
Kanan
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kanan
+
+
+
Bulat, isokor 3mm
+
+
+
-
Kanan
+
-
Kiri
buram
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kiri
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Kiri
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Bagian Motorik
Menggigit
Membuka mulut
Bagian Sensorik
Ophtalmik
Maxilla
Mandibula
Reflek Kornea
Nervus VI Abdusen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Diplopia
Nervus VII Fasialis
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Memejamkan mata
Menyeringai
Mengembungkan pipi
Mencucurkan bibir
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah
NervusVIII Vestibulokoklearis
Kanan
Kiri
+
+
+
+
baik
baik
baik
baik
baik
baik
baik
Sulit dinilai
Kanan
+
-
Kiri
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
baik
Baik
Kanan
Mendengar suara berbisik
+
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan
Nistagmus
Past Pointing
Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus
Kanan
Arkus faring
Uvula
Refleks muntah
Tersedak
Disartria
Daya kecap 1/3 lidah
Nervus XI Aksesorius
Mengangkat bahu
Kanan
Kiri
Nervus XII Hipoglosus
Kiri
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Kiri
Simetris
Ditengah
Tidak dilakukan
Baik
Menoleh
+
+
Menjulurkan lidah
Atrofi
Artikulasi
Tremor
Sistem Motorik
Ekstremitas Superior
Kekuatan Motorik
5
Kanan
Tonus otot
Kiri
: normotonus
normotonus
Trofi
: eutrofi
eutrofi
Gerakan
: aktif
aktif
Ekstremitas Inferior
Kekuatan Motorik
:
5
5
Kanan
Tonus otot
Kiri
: normotonus
normotonus
Trofi
: eutrofi
eutrofi
Gerakan
: aktif
aktif
Gerakan involunter :
Tremor
Chorea
Ballismus
Athetose
Sistem Sensorik
Rasa Tajam
Kanan
Eusthesia
Eusthesia
Kiri
Eusthesia
Eusthesia
Rasa Halus
: tidak dilakukan
Disdiadokinesa
: tidak dilakukan
Kanan
Eusthesia
Eusthesia
Kiri
Eusthesia
Eusthesia
Jari-jari
: baik
Jari-hidung
: baik
Tumit lutut
: tidak dilakukan
Rebound Phenomenon
:-
Tremor
:-
Khorea
:-
Fungsi Vegetatif
Miksi
:+
Inkontinensia urine
:-
Defekasi
:-
Inkontinensia alvi
:-
Fungsi Luhur
Astereognosia
:-
Apraksia
:-
Afasia
:-
Keadaan Psikis
Intelegensia
: baik
Demensia
: (-)
Tanda regresi
: (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
3 november 2015 pkl 20.30 WIB
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hasil
Nilai rujukan
Hemoglobin
13,9 g/dl
11.2 15.7
Hematokrit
41,5 %
37 - 47
Leukosit
4.4 - 11.3
Trombosit
Eritrosit
5.2 x 10 ^6
4.1 - 5.1
RDW
18.4 %
11,5 14,5
MCV
79,2 U
80 96
MCH
26,5 Pcg
28 33
MCHC
33.5 g/dL
33 - 36
Basofil
0.2 %
0-1
Eosinofil
2%
2-4
Netrofil
72,5 %
50 - 70
Limfosit
16,3 %
25 - 40
Monosit
Laju Endap Darah
8,9 %
2-8
LED 1 jam
31 mm/jam
0 - 20
LED 2 jam
64 mm/jam
0 - 35
SGOT
294,6 U/I
13 - 35
SGPT
170,2 U/I
7 - 35
Glukosa sewaktu
110 mg/dL
70-140
Ureum
12
12.8 42.8
Kreatinin
0,56
0,6-1,1
Negatif
Negatif
HITUNG JENIS
FUNGSI HATI
KIMIA KLINIK
IMUNOSEROLOGI
HbsAg
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
CT Scan Kepala
Hasil :
Tampak lesi kistik multiple pada cerebri dengan tepi hiperden
Pada contras tampak rim enhance
Giry & sulcy normal,
Sisterna ventrikel & fissura silvii tak menyempit
Struktur mediana tak durasi
Kesan :
Sangat mungkin abses cerebeli
X-ray
Hasil :
Apex pulmo tenang
Infiltrate peribronkial (+)
Cor CTR <0.5
Kesan :
Bronchitis
RESUME
Dari anamnesis didapatkan :
Seorang Pasien perempuan, usia 19 tahun datang ke IGD karena mengeluh sakit
kepala. Selain itu, pasien juga mengeluh demam (+), mual (+), pusing (+), padangan
ganda (+), muntah sebanyak 5x dalam sehari, dimana muntah yang terakhir becampur
dengan gumpalan darah, belum BAB sejak 4 hari yang lalu, BAK lancar, kejang (-).
pasien juga sering pingsan 2x dalam sehari, sejak 1 bulan yang lalu selama 5 menit.
Pasien dalam masa pengobatan TBC dalam 2 bulan terakhir
Dari Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 88x /menit, pernapasan 18x /menit teratur, Suhu 36,5O, status gizi normal
Pada pemeriksaan mata ditemukan adanya diplopia pada mata kiri, auskultasi paru
ronkhi +/+. Pemeriksaan kepala, leher, thorax, dan abdomen dalam batas normal.
Dari Pemeriksaan neurologi didapatkan :
Refleks Fisiologis :
BPR +1/+1
KPR +1/+1
TRP +1/+1
APR +1/+1
Refleks Patologis :
Fungsi Motorik 5
Fungsi Sensorik : -
: TB pengobatan
Parese N VII tipe central
Abses serebri
Diagnosis topis
: cerebellum
Diagnosis etiologis
: Suspek infeksi TB
Diagnosis patologis
: abses
1. Medikamentosa :
a. Snmc
b. Metilprednisolon 0,2g/12jam
c. Totilac 125g/12jam
d. Mecobalamin 500g/12jam
e. Citicolin 1000g/12jam
f. Omenprazol 12 gr/12jam
g. Metronidazol 500g/6jam
h. Ondan 8g/12jam
i. Etambutol 2x 500
j. Ambroxol 3 x 300 mg
k. Analgix 3x1
l. Liparin 2x1
m. Terapi RHZE sesuai dr spesialis paru
2. Non-Medikamentosa :
A. Tirah baring.
B. Menutup salah satu mata
C.Meminum obat secara teratur
PROGNOSIS :
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad malam
: Dubia Ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus
yang dikelilingi oleh kapsul.
2.2.
Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data pasti, namun di Amerika Serikat
dilaporkan sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi
diperkirakan 0,3 1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih
banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1.
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi
pediatri, serta pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3
5 kehidupan.
2.3.
Patogenesis
Mekanisme kuman masuk ke otak melalui beberapa cara:
1. Perluasan langsung dari kontak fokus infeksi (25-50%): berasal dari
sinus, gigi, telinga tengah, atau mastoid. Akses menuju vena drainase
otak melalui vena emissari berkatup yang menjadi drain regio ini.
2. Hematogen (30%): berasal dari fokus infeksi jauh seperti endokarditis
bakterial, infeksi priimer paru dan pleura. Sering menghasilkan multipel
abses serebri.
3. Setelah trauma kepala maupun tindakan bedah saraf yang mengenai dura
dan leptomening.
4. Kriptogenik (hingga 30%): tidak ditemukan jelas sumber infeksinya.
Setelah kuman masuk ke otak maka selanjutnya akan terjadi proses evolusi
pembentukan abses melalui 4 tahap sebagaimana dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Waktu dan perkembangan pembentukan abses serebri
Serebritis
Serebritis
Pembentukan
Pembentukan
Awal
Lanjut
Kapsul Awal
Kapsul Akhir
Hari ke 4 s/d 9
Hari ke 10 s/d
-3
Infeksi
serebri
terisi sel-sel
radang
edema
> hari ke 14
13
Jaringan
Resolusi daerah
pusat
serebritis
Peningkatan
nekrotik
fibroblas
neovaskular
substansia
tepi daerah
alba, batas
nekrotik
Kapsul matang
mengelilingi
daerah inflamasi
makrofag &
fibroblas
Pembentukan
sel PMN
Edema serebri
semakin meluas
belum jelas
2.4.
Etiologi
Banyak organisme dapat menjadi penyebab abses serebri, tergantung
pada lokasi masuknya infeksi.
Tabel 2. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba
No
Sumber Infeksi
Lokasi Abses
Patogen utama
Sinus Paranasal
Lobus Frontal
Streptococci, Staphylococcus
aureus, Haemophilus sp,
Bacteroides sp.
Infeksi Otogenik
Infeksi
Lobus
Temporal,
Serebelum
Lobus Frontal
Streptococci, Staphylococci,
Odontogenik
4
Endokarditis
Biasanya Abses
Staphylococcus aureus,
Bakterial
multipel, bisa di
Streptococcus viridans
lobus manapun
5
Infeksi Pulmonal
Biasanya Abses
Streptococci, Staphylococci,
(abses, empiem,
multipel, bisa di
bronkiektasis)
lobus manapun
Shunt kanan ke
Biasanya Abses
Streptococcus, Staphylococcus,
kiri (penyakit
multipel, bisa di
Peptostrptococcus sp.
jantung sianotik,
lobus manapun
AVM paru)
7
Trauma penetrasi
Tergantung
Staphylococcus aureus,
lokasi
Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus sp, Enterobacter,
Clostridium sp.
Pasien dengan
Sering Abses
imunosupresi
multipel,
berbagai lobus
sp, Staphylococcus.
dapat terkena
9
Pasien AIDS
Sering Abses
multipel,
neoforman, Listeria,
berbagai lobus
dapat terkena
Aspergillus
2.5.
Gejala Klinis
Manifestasi klinis abses serebri bervariasi tergantung pada tingkat
penyakit, virulensi penyebab infeksi, status imun pasien, lokasi abses, jumlah
lesi, dan ada tidaknya meningitis atau ventrikulitis.
Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi dalam 3 kelompok:
1. Sistemik: demam subfebril, kurang dari 50% kasus.
2. Serebral umum: sering dikaitkan dengan peningkatan TIK, yaitu:
nyeri kepala kronis progresif (> 50%) biasanya pada satu sisi
(unilateral)
mual, muntah
penurunan kesadaran
papil edema
3. Serebral fokal:
2.6.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Leukositis PMN, peningkatan LED
Kultur darah positif hanya pada 30% kasus, kultur dari jaringan lain
infeksi tersebut.
Pungsi lumbal tidak dianjurkan, hasil kurang spesifik, bahaya
herniasi. Pungsi lumbal hanya di lakukan jika ada kecurigaan
gambar
T1-weighted
dengan
penyangatan
ireguler
pascagadolinium, dan sebagai area hiperintens pada gambaran T2weighted. Abses otak yang telah memiliki kapsul tampak sebagai area
hipodens yang menandakan edema pada gambar T1-weighted. Untuk
membedakan abses otak dengan tumor, dapat digunakan MRI dengan
sekuens diffusion-weighted: pada abses tampak peningkatan sinyal
akibat difusi yang terbatas
3. Penunjang lain:
EEG: abnormalitas EEG di lokas lesi berupa gelombang lambat
kontinu.
2.7.
Diagnosis
Penatalaksanaan
Penanganan abses serebri harus dilakukan segera, meliputi penggunaan
antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), atasi edema
serebri dan pengobatan infeksi primer lokal.
Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik, sebagai
pengobatan first line abses serebri didasarkan atas sumber infeksi:
Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah:
o Metronidazole (15 mg/kgbb IV sebagai dosis loading, dosis
maintenance 7.5 mg/kg bb IV setiap 8 jam; maksimal 4 g
perharinya)
+
o Penicillin G, jika fokus infeksi dari oral (4 x 6 juta unit)
atau
o Sefalosporin gen III: (Jika fokus infeksi dari sinus atau
telinga tengah) Ceftriaxone (2 x 2 gr IV) atau Cefotaxime
( 4 6 x 2gr IV).
IV).
Post operasi:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin (6 x 2 gr IV)
atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
+
Meropenem (3 x 1 gr IV)
Dengan trauma penetrasi kepala:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin (6 x 2 gr IV)
atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
+
o Ceftriaxone (2 x 2 gr IV).
atau
o Cefotaxime ( 4 6 x 2gr IV).
Tabel 3. Jenis dan dosis antibiotik yang lazim diberikan pada abses serebri.
Nama Obat
Ceftriaxone
Cefepime
Dewasa
1-2 x 2 g.
Anak
2 x 100
Keterangan
Sefalosporin gen III,
iv (max 4
mg/kgbb/hr
3 x 50 mg/kgbb
g)
2-3 x 2 g.
3 x 1-2 g.
3-4 x 2 g.
3 x 40 mg/kgbb
pseudomonas
Carbapenem, efektif
3 x 200
mg/kgbb/hr
Metronidazo
4 x 500
30 mg/kgbb/hr
le
Penisilin G
mg.
4 x 6 juta
4 x 500-900
protozoa
Bakteri anaerob dan
Vancomisin
Unit
2 x 1 g.
Unit
4 x 60
streptokokus
MRSA, gram (+),
mg/kgbb/hr
septikemi
Drainase stereotaktis lebih terpilih pada kasus dengan abses berukuran kecil,
terletak sangat dalam atau lokasi yang sulit, abses multipel pada dua
hemisfer, serta pasien dengan toleransi anestesia yang buruk. Sementara,
drainase dengan kraniotomi atau kraniektomi lebih terpilih pada abses
superfisial atau terletak di fosa kranial posterior.
Eksisi Abses Otak adalah metode pembedahan yang menyebabkan lebih
banyak defisit neurologis dan jarang dilakukan, keuntungan dibandingkan
dengan drainase adalah lesi jarang timbul kembali jika dibandingkan dengan
drainase. Tindakan eksisi dipertimbangkan pada kondisi:
asing)
Abses fungal
Dan berikut kondisi untuk eksisi apabila drainase dan aspirasi telah
dilakukan:
Komplikasi
Abses serebri jarang (< 12%) sebagai komplikasi meningitis bakterial,
dan hanya 3% akibat infeksi endokarditis.
Komplikasi abses serebri terbanyak berupa:
Herniasi unkal atau tonsilar akibat kenaikan TIK.
Abses ruptur ke dalam vebtrikel atau lapisan subaraknoid.
Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang
mencapai 50%
Abses berulang
Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode lama
2.10.Prognosis
Angka kematian umum (operasi dan tanpa operasi) 33-70% sedangkan
angka kematian dengan operasi 17-54%. Dengan semakin membaiknya
penatalaksanaan maka angka survival abses serebri semakin baik.
Prognosis baik antara lain ditentukan oleh:
Usia muda
Tidak dijumpai defek banding atau penurunan kesadaran pada awal
penyakit.
Tidak dijumpai penyakit komorbid.
BAB III
KESIMPULAN
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi
oleh kapsul. Prevalensi diperkirakan 0,3 1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah
penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1.
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri, serta
pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3 5 kehidupan.
Patogenesis abses serebri dari jalur masuknya infeksi telinga, mulut,
hematogen, post tindakan bedah saraf, post trauma penetrasi. Proses menjadi abses
diawali dari cerebritis awal kemudian lanjut, pembentukan kapsul hingga matang.
Etiologi bakteri tergantung dari fokus infeksi. Gejala dan Pemeriksaan Fisik
seringkali tidak khas, tergantung dari formasi abses yang mengganggu pada lobus
lobus tertentu. Gejala yang sering muncul adalah sakit kepala, demam, dan kejang.
Pemeriksaan penunjang yang sangat mendukung adalah pencitraan seperti CT-scan
atau MRI.
Diagnosis ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Baku
emas
dalam
mendiagnosis
Abses
Serebri
adalah
pencitraan
(imaging).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudewi AAR, Sugianto P., Ritarwan K.. Abses Serebri. Infeksi pada sistem
saraf. PERDOSSI. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.
2. Campion E. Brain Abscess. New England Journal of Medicine.
2014;371(18):1756-1758.
3. Tanto C, L iwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran II
edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius. 2014.
4. avuoglu H, Kaya R, Trkmenoglu O, olak I, Aydin Y. Brain
abscess: analysis of results in a series of 51 patients with a
combined surgical and medical approach during an 11-year
period. Neurosurgical FOCUS. 2008;24(6):E9.
5. Mathisen GE, Johnson JP. Brain abscess. Clin Infect Dis 1997; 25:763.
6. Ratnaike TE, Das S, Gregson BA, Mendelow AD. A review of brain abscess
surgical treatment--78 years: aspiration versus excision. World Neurosurg
2011; 76:431.