Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 19 TAHUN DENGAN NYERI KEPALA DAN


DIPLOPIA

Disusun oleh :
Biondi Andorio Hosogawa (030.10.057)
Setiavani Lidyana (030.11.271)
Pembimbing :
dr. Wisnu Aji Aribowo, Sp.S, M.kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
RSUD KARDINAH KOTA TEGAL

LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus
SEORANG PEREMPUAN 19 TAHUN DENGAN NYERI KEPALA DAN
DIPLOPIA

Disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Ujian Profesi Kedokteran


Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah
Kota Tegal

Pada Tanggal
Tempat

:
: RSUD Kardinah Tegal

Telah Disetujui Oleh :


Dosen Pembimbing

dr. Wisnu Aji Aribowo, Sp.S, M.kes

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas setiap pimpinan dan pemeliharaanNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik bagian Neurologi. Dalam penyusunan laporan ini, penulis
sangat menyadari keterbatasannya dan tanpa rekan-rekan sekalian, laporan ini tidak
akan terselesaikan. Penulis sangat bersyukur untuk pembimbing yang sudah
membantu menyelesaikan laporan ini, karena itu pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Wisnu Aji Aribowo, Sp.S, M.kes selaku pembimbing presentasi kasus saya.
2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik neurologi RSUD Kardinah Tegal, atas
bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak hal yang kurang dalam laporan ini,
untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Penulis tetap
berharap laporan ini dapat berguna bagi masyarakat maupun bagi ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan laporan ini.

Tegal, November 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Hingga akhir abad ke 19 abses serebri masih merupakan penyakit yang serius
dan fatal. Terapi yang sukses pertama kali dilaporkan oleh Dr. JF Weeds pada tahun
1868 dengan melakukan drainase abses serebri di lobus frontal dari seorang letnan
kavaleri yang tertembak pada bagian kepalanya. Selanjutnya Sir William Macewen
menjadi pionir operasi abses serebri, pada tahun 1893 beliau mempublikasikan
monograf berjudul: Pyogenic infective disease of the brain and spinal cord.
Banyak perubahan dalam penatalaksanaan abses serebri. Perkembangan terjadi
setelah ditemukan CT scan tahun 1970 sebagai diagnostik baku, rejimen obat
antibiotik, serta kemajuan dalam teknik bedah saraf yang dilakukan lebih awal telah
berdampak pada perbaikan prognosis penyakit.

STATUS ILMU PENYAKIT SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. Akhi Fitriani

Jenis kelamin : perempuan

Umur

: 19 tahun

Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan

: belum menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: pelajar

Pendidikan

: SMP

Alamat

: janegara RT/RW

Tanggal masuk RS : 03/11/2015

11/04,jatibarang,JawaTengah

13.00 WIB

A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, tanggal 7 November 2015 pukul 14.00 di Bangsal
lavender atas wanita RSUD Kardinah Tegal
Keluhan Utama : nyeri kepala
Keluhan Tambahan :

mual, muntah, nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien di bawa ke IGD oleh keluarganya karena mengeluh sakit kepala. Sakit
kepala dirasakan 5 hari yang lalu terus menerus dan semakin memberat setiap hari,
sakit kepala tidak diikuti oleh pusing berputar. Sakit kepala yang dirasakan pasien
diringi dengan demam, yang semakin hari semakin tinggi. Demam tersebut tidak
diketahui suhunya berapa, tidak menggigil dan juga tidak keluar keringat dingin saat
demam. Demam juga tidak turun ketika orang tua OS memberikan obat warung untuk
menurunkan demam. Sebelumnya pasien sering mengeluh sakit kepala, yang lamalama dirasakan semakin berat.
2 hari sebelum masuk RS OS mengeluh mual-mual hilang timbul tetapi tidak
disertai muntah. Mual tersebut dirasakan hingga OS tidak nafsu makan. OS juga
mengeluh pusing untuk melihat benda dan ketika melihat benda terlihat menjadi 2.
OS juga mengatakan sebelum dibawa ke RS pasien sempat pingsan 2 x dirumah

dengan durasi + 10 menit dan sadar dengan sendirinya. OS mengaku menjalani


pengobatan TB 2 bulan terakhir, dan merasa akhir-akhir ini berat badan menurun. OS
juga mengaku belum BAB sejak 5 hari yang lalu. Riwayat kejang disangkal.
.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat batuk lama (+)

Riwayat trauma kepala disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi disangkal

Riwayat asma maupun alergi disangkal

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat dispepsi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi disangkal

Riwayat asma maupun alergi disangkal

Riwayat batuk lama atau penyakit kronis disangkal

Riwayat penyakit jantung dan ginjal disangkal

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat merokok di sangkal

Riwayat megkonsumsi kopi disangkal

Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal

Riwayat pengobatan
-

pasien minum obat OAT tahap awal 4 tablet/hari sejak 2 bulan yang

lalu
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal:

Demam (+)
Kejang (-)
Sakit kepala (+)
Hemiparese (-)

Sistem Kardiovaskuler:

Jantung berdebar (-)


Nyeri dada (-)

Sistem Pernapasan:

Batuk (-)
Pilek (-)
Sesak napas (-)

Sistem Gastrointestinal:

Mual (+)
Diare (-)
Nyeri perut (+)
Sulit BAB (+)
Sulit menelan (-)

Sistem Urogenital:

BAK lancar (-)


Nyeri (-)
Panas (-)
Dapat menahan BAK (+)

Sistem Integumen:

Ruam-ruam (-)
Kemerahan (-)
Gatal (-)
Ulkus (-)

Sistem muskuloskeletal:

Nyeri pada punggung (-)

B. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan tanggal 16 Februari 2015)
Keadaan Umum
Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesan gizi

: Kesan gizi cukup

Sianosis
Ikterik

: : -

Dehidrasi
Ascites
Edema
Habitus
Mobilitas
Umur sesuai taksiran
Cara berjalan
Cara berbaring/duduk
Cara berbicara
Sikap pasien

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Astenikus
Pasif
Sesuai dengan usia sebenarnya
pasif
kooperatif dengan pemeriksa

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 88x /menit, regular, kuat, isi cukup, equal

Pernapasan

: 18x /menit, teratur, tipe pernafasan


abdominotorakal

Suhu

: 38C per axiler

Tinggi Badan

: 161 cm

Berat Badan

: 54 kg

BMI

: 21 kg/m2 (normal)

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku

: Sulit dinilai

Alam Perasaan

: Sulit dinilai

Proses Pikir

: Sulit dinilai

Kulit
Warna
Efloresensi

: Sawo matang

Pigmentasi

: tidak ada

: Merata
Petekie

:Tidak Ada
Jaringan Parut

: Tidak ada

Ikterus

: Tidak ada

Pertumbuhan rambut

: Merata

Lembab/Kering : Lembab

Suhu Raba

: Hangat

Pembuluh darah : Tidak melebar

Keringat

: Tidak ada

Turgor

: Baik

Lapisan Lemak

: Sedikit

Sianosis

: Tidak ada

Oedem

: Tidak ada

Lain-lain

:-

Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler

: tidak teraba membesar

Retroaurikuler

: tidak teraba membesar

Submandibula

: tidak teraba membesar

Submental

: tidak teraba membesar

Leher

: tidak teraba membesar

Supraklavikula

: tidak teraba membesar

Inguinal

: tidak dilakukan pemeriksaan

Axilla

: tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah

: Gelisah

Simetri muka

: simetris kanan dan kiri

Bentuk

: Normocephali

Rambut

: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata
Exophthalamus

: Tidak ada

Enopthalamus

: Tidak ada

Kelopak

: Oedem ( - )

Lensa

: Jernih

Sklera

: Ikterik ( - )

Gerakan mata

:Sulit dinilai

Lapangan penglihatan

: Sulit dinilai

RCL

: +/+

Nistagmus

: Tidak ada

RCTL

: +/+

Konjungtiva

: Anemis ( - )

Visus

: Sulit dinilai

Bentuk

: Normotia

Membran timpani

: +/+

Liang telinga

: lapang

Penyumbatan

: -/-

Serumen

: +/+

Perdarahan

: -/-

Cairan/sekret

: -/-

Tuli

: -/-

Septum deviasi
Cavum nasi
Sekret

:(-)
: lapang
:(-)

Telinga

Hidung
Bentuk
Deformitas
Pernafasan cuping hidung

: normal
:(-)
:(-)

Concha Inferior

: eutrofi

Epistaxis

:(-)

Mulut
Tonsil

: T1 T1 tenang

Langit-langit

: tidak ada tonjolan

Bau pernapasan

: tidak ada

Gigi geligi

: baik

Trismus

: tidak ada

Faring

: tidak hiperemis

Selaput lendir

: tidak ada

Lidah

: licin, atrofi papil (-)

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: 5 - 1 cm H2O.

Kelenjar Tiroid

: tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe

: tidak teraba membesar

Trakea

: letak di tengah

Thoraks
Bentuk

: datar, simetris

Pembuluh darah

: tidak tampak

Deformitas

:-

Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Kanan

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung

Simetris

Depan
saat statis

dan Simetris

Kiri

dinamis
Simetris

saat

dinamis
dan Simetris

Kanan

dinamis
- Tidak ada benjolan

dinamis
- Tidak ada benjolan

Kiri
Kanan
Kiri
Kanan

- Tidak ada benjolan


Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara nafas vesikuler

- Tidak ada benjolan


Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara nafas vesikuler

Kiri

-Wheezing ( - ), Ronki ( -)
- Suara nafas vesikuler

-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler

-Wheezing ( - ), Ronki ( - )

-Wheezing ( - ), Ronki ( -)

statis

Belakang
saat statis
saat

statis

dan
dan

Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Teraba iktus cordis di ICS IV, 2 cm medial garis midklavikularis kiri

Perkusi

:
Batas kanan

: ICS III-IV garis sternalis kanan dengan suara redup

Batas kiri

: ICS IV, 3 cm medial garis midklavikularis kiri dgn

suara redup
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen
Inspeksi

: Datar, warna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada spider nervy, tidak
ada efloresensi yang bermakna, tidak ada dilatasi vena.

Auskultasi

: Bising usus ( + ), 3x/menit

Palpasi

:
Dinding perut : Supel, rigid ( - ), nyeri tekan epigastrium ( - ), nyeri lepas
( - ) , defense muscular (-), massa (-) , undulasi (-)

Perkusi

Hati

: Tidak teraba

Limpa

: Tidak teraba

Ginjal

: Ballotement -/-, nyeri ketok CVA -/-

: Timpani di empat kuadran abdomen, pekak sisi (-) shifting dullness


(-)

Inguinal

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota Gerak
Lengan

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

normotonus

normotonus

Massa

eutrofi

eutrofi

Sendi

normal

normal

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

Oedem :

tidak ada

tidak ada

Lain-lain

Palmar eritema (-), ptechie (-), clubbing finger (-), akral

dingin (-)

Tungkai dan Kaki

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

normotonus

normotonus

Massa

eutrofi

eutrofi

Sendi

normal

normal

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

Oedem :

tidak ada

tidak ada

Nyeri tekan

CRT

<2

<2

Lain-lain

Ulkus (-) varises (-), edema (-), clubbing finger (-),

akral dingin (-)


STATUS NEUROLOGI
Kesadaran kuantitatif

: GCS (E4 V5 M6)

Orientasi

: baik

Refleks Fisiologis

Refleks

Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles

Kanan

Kiri

+1
+1
+1
+1

+1
+1
+1
+1

Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Openheim
Klonus patella
Klonus achilles

Kanan

Kiri

Patologis

Tanda

Rangsang Meningeal
Kaku kuduk

:-

Brudzinski I

: -/-

Brudzinski II : -/Kernig

: -/-

Laseq

: -/-

Peningkatan Tekanan Intrakranial


Penurunan Kesadaran

: (-)

Muntah proyektil

: (-)

Sakit kepala hebat

: (+)

Edema papil

: tidak dilakukan pemeriksaan

Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius

: Sulit dinilai

Nervus II Optikus

Ketajaman penglihatan
Menilai warna
Funduskopi
Papil
Retina
Medan penglihatan
Nervus III Okulomotorius
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Bentuk Pupil
Reflek Cahaya Langsung
Reflek Cahaya Tidak Langsung
Reflek Akomodatif
Strabismus Divergen
Diplopia
Nervus IV Troklearis
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Diplopia
Nervus V Trigeminus

Kanan
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kanan
+
+
+
Bulat, isokor 3mm
+
+
+
-

Kanan
+
-

Kiri
buram
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kiri
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Kiri
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Bagian Motorik
Menggigit
Membuka mulut
Bagian Sensorik
Ophtalmik
Maxilla
Mandibula
Reflek Kornea
Nervus VI Abdusen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Diplopia
Nervus VII Fasialis
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Memejamkan mata
Menyeringai
Mengembungkan pipi
Mencucurkan bibir
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah
NervusVIII Vestibulokoklearis

Kanan

Kiri

+
+

+
+

baik
baik
baik
baik

baik
baik
baik
Sulit dinilai

Kanan
+
-

Kiri
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Kanan

Kiri

+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+

baik

Baik

Kanan
Mendengar suara berbisik
+
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan
Nistagmus
Past Pointing
Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus
Kanan
Arkus faring
Uvula
Refleks muntah
Tersedak
Disartria
Daya kecap 1/3 lidah
Nervus XI Aksesorius
Mengangkat bahu
Kanan
Kiri
Nervus XII Hipoglosus

Kiri
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-

Kiri
Simetris
Ditengah
Tidak dilakukan
Baik
Menoleh
+
+

Menjulurkan lidah
Atrofi
Artikulasi
Tremor
Sistem Motorik

Tidak ada Deviasi


Baik
-

Ekstremitas Superior
Kekuatan Motorik

5
Kanan

Tonus otot

Kiri

: normotonus

normotonus
Trofi

: eutrofi

eutrofi

Gerakan

: aktif

aktif

Ekstremitas Inferior
Kekuatan Motorik

:
5

5
Kanan

Tonus otot

Kiri

: normotonus

normotonus
Trofi

: eutrofi

eutrofi

Gerakan

: aktif

aktif

Gerakan involunter :
Tremor

Chorea

Ballismus

Athetose

Sistem Sensorik
Rasa Tajam

Kanan
Eusthesia
Eusthesia

Kiri
Eusthesia
Eusthesia

Rasa Halus

Fungsi Keseimbangan dan Koordinasi


Test Rhomberg

: tidak dilakukan

Disdiadokinesa

: tidak dilakukan

Kanan
Eusthesia
Eusthesia

Kiri
Eusthesia
Eusthesia

Jari-jari

: baik

Jari-hidung

: baik

Tumit lutut

: tidak dilakukan

Rebound Phenomenon

:-

Tremor

:-

Khorea

:-

Fungsi Vegetatif
Miksi

:+

Inkontinensia urine

:-

Defekasi

:-

Inkontinensia alvi

:-

Fungsi Luhur
Astereognosia

:-

Apraksia

:-

Afasia

:-

Keadaan Psikis

Intelegensia

: baik

Demensia

: (-)

Tanda regresi

: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
3 november 2015 pkl 20.30 WIB
Pemeriksaan
HEMATOLOGI

Hasil

Nilai rujukan

Hemoglobin

13,9 g/dl

11.2 15.7

Hematokrit

41,5 %

37 - 47

Leukosit

8,2 x 10^3 /UI

4.4 - 11.3

Trombosit

438 x 10^3 /UI

150 ribu - 521 ribu

Eritrosit

5.2 x 10 ^6

4.1 - 5.1

RDW

18.4 %

11,5 14,5

MCV

79,2 U

80 96

MCH

26,5 Pcg

28 33

MCHC

33.5 g/dL

33 - 36

Basofil

0.2 %

0-1

Eosinofil

2%

2-4

Netrofil

72,5 %

50 - 70

Limfosit

16,3 %

25 - 40

Monosit
Laju Endap Darah

8,9 %

2-8

LED 1 jam

31 mm/jam

0 - 20

LED 2 jam

64 mm/jam

0 - 35

SGOT

294,6 U/I

13 - 35

SGPT

170,2 U/I

7 - 35

Glukosa sewaktu

110 mg/dL

70-140

Ureum

12

12.8 42.8

Kreatinin

0,56

0,6-1,1

Negatif

Negatif

HITUNG JENIS

FUNGSI HATI

KIMIA KLINIK

IMUNOSEROLOGI
HbsAg
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
CT Scan Kepala

Hasil :
Tampak lesi kistik multiple pada cerebri dengan tepi hiperden
Pada contras tampak rim enhance
Giry & sulcy normal,
Sisterna ventrikel & fissura silvii tak menyempit
Struktur mediana tak durasi
Kesan :
Sangat mungkin abses cerebeli
X-ray

Hasil :
Apex pulmo tenang
Infiltrate peribronkial (+)
Cor CTR <0.5
Kesan :
Bronchitis

RESUME
Dari anamnesis didapatkan :
Seorang Pasien perempuan, usia 19 tahun datang ke IGD karena mengeluh sakit
kepala. Selain itu, pasien juga mengeluh demam (+), mual (+), pusing (+), padangan
ganda (+), muntah sebanyak 5x dalam sehari, dimana muntah yang terakhir becampur
dengan gumpalan darah, belum BAB sejak 4 hari yang lalu, BAK lancar, kejang (-).

pasien juga sering pingsan 2x dalam sehari, sejak 1 bulan yang lalu selama 5 menit.
Pasien dalam masa pengobatan TBC dalam 2 bulan terakhir
Dari Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 88x /menit, pernapasan 18x /menit teratur, Suhu 36,5O, status gizi normal
Pada pemeriksaan mata ditemukan adanya diplopia pada mata kiri, auskultasi paru
ronkhi +/+. Pemeriksaan kepala, leher, thorax, dan abdomen dalam batas normal.
Dari Pemeriksaan neurologi didapatkan :

GCS (E4 V5 M6)

Refleks Fisiologis :

BPR +1/+1

KPR +1/+1

TRP +1/+1

APR +1/+1

Refleks Patologis :

Fungsi Motorik 5

Fungsi Sensorik : -

Tanda rangsang meningeal (-)

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan :


Pemeriksaan darah lengkap : eritrosit dan RDW

meningkat, MCV dan MCHC

meningkat, netrofil dan monosit meningkat, limfosit menurun, LED 1 dan 2


meningkat. Pada pemeriksaan SGOT dan SGPT meningkat
Head CT Scan Kepala : Stroke infark lobus parietal sinistra
X-ray : bronkitis
DIAGNOSIS
I. Diagnosis klinis

: TB pengobatan
Parese N VII tipe central
Abses serebri

Diagnosis topis

: cerebellum

Diagnosis etiologis

: Suspek infeksi TB

Diagnosis patologis

: abses

II. hepatitis akut


III. TB Paru

1. Medikamentosa :
a. Snmc
b. Metilprednisolon 0,2g/12jam
c. Totilac 125g/12jam
d. Mecobalamin 500g/12jam
e. Citicolin 1000g/12jam
f. Omenprazol 12 gr/12jam
g. Metronidazol 500g/6jam
h. Ondan 8g/12jam
i. Etambutol 2x 500
j. Ambroxol 3 x 300 mg
k. Analgix 3x1
l. Liparin 2x1
m. Terapi RHZE sesuai dr spesialis paru
2. Non-Medikamentosa :
A. Tirah baring.
B. Menutup salah satu mata
C.Meminum obat secara teratur

PROGNOSIS :
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad malam
: Dubia Ad malam

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus
yang dikelilingi oleh kapsul.

2.2.

Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data pasti, namun di Amerika Serikat
dilaporkan sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi
diperkirakan 0,3 1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih
banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1.
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi
pediatri, serta pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3
5 kehidupan.

2.3.

Patogenesis
Mekanisme kuman masuk ke otak melalui beberapa cara:
1. Perluasan langsung dari kontak fokus infeksi (25-50%): berasal dari
sinus, gigi, telinga tengah, atau mastoid. Akses menuju vena drainase
otak melalui vena emissari berkatup yang menjadi drain regio ini.
2. Hematogen (30%): berasal dari fokus infeksi jauh seperti endokarditis
bakterial, infeksi priimer paru dan pleura. Sering menghasilkan multipel
abses serebri.
3. Setelah trauma kepala maupun tindakan bedah saraf yang mengenai dura
dan leptomening.
4. Kriptogenik (hingga 30%): tidak ditemukan jelas sumber infeksinya.
Setelah kuman masuk ke otak maka selanjutnya akan terjadi proses evolusi
pembentukan abses melalui 4 tahap sebagaimana dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Waktu dan perkembangan pembentukan abses serebri

Serebritis

Serebritis

Pembentukan

Pembentukan

Awal

Lanjut

Kapsul Awal

Kapsul Akhir

Hari ke-1 dan

Hari ke 4 s/d 9

Hari ke 10 s/d

-3

Infeksi

serebri
terisi sel-sel

radang
edema

> hari ke 14

13

Jaringan

Resolusi daerah

pusat

serebritis
Peningkatan

nekrotik
fibroblas
neovaskular

substansia

tepi daerah

alba, batas

nekrotik

Kapsul matang
mengelilingi
daerah inflamasi

makrofag &

berisi debris &

fibroblas
Pembentukan

sel PMN
Edema serebri

kapsul & edema

semakin meluas

belum jelas

2.4.

Etiologi
Banyak organisme dapat menjadi penyebab abses serebri, tergantung
pada lokasi masuknya infeksi.
Tabel 2. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba
No

Sumber Infeksi

Lokasi Abses

Patogen utama

Sinus Paranasal

Lobus Frontal

Streptococci, Staphylococcus
aureus, Haemophilus sp,
Bacteroides sp.

Infeksi Otogenik

Infeksi

Lobus

Streptococci, Bacteroides sp,

Temporal,

Enterobacterial (Proteus sp),

Serebelum

Pseudomonas sp, Haemophilus sp.

Lobus Frontal

Streptococci, Staphylococci,

Odontogenik
4

Bacteroides, Actinobacilus sp.

Endokarditis

Biasanya Abses

Staphylococcus aureus,

Bakterial

multipel, bisa di

Streptococcus viridans

lobus manapun
5

Infeksi Pulmonal

Biasanya Abses

Streptococci, Staphylococci,

(abses, empiem,

multipel, bisa di

Bacteroides, Actinobacilus sp.

bronkiektasis)

lobus manapun

Shunt kanan ke

Biasanya Abses

Streptococcus, Staphylococcus,

kiri (penyakit

multipel, bisa di

Peptostrptococcus sp.

jantung sianotik,

lobus manapun

AVM paru)
7

Trauma penetrasi

Tergantung

Staphylococcus aureus,

atau pasca operasi

lokasi

Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus sp, Enterobacter,
Clostridium sp.

Pasien dengan

Sering Abses

Aspergillus sp, Peptostreptococcus

imunosupresi

multipel,

sp, Bacteroides sp, Haemophilus

berbagai lobus

sp, Staphylococcus.

dapat terkena
9

Pasien AIDS

Sering Abses

Toxoplasma gondii, Criptococcus

multipel,

neoforman, Listeria,

berbagai lobus

Mycobacterium sp, Candida,

dapat terkena

Aspergillus

Infeksi oportunistik meningkatkan penyebab abses serebri pada pasien


dengan transplantasi organ, HIV, imunodefisiensi. Organisme tersebut:

Toxoplasma gondii dan Nocardia, Aspergillus, serta Candida.


Faktor risiko predisposisi lain, seperti: penggunaan jalur intravena,

kelainan jantung, diabetes, steroid kronis, alkoholik dan neoplasma.


Bila sumber infeksi tidak jelas, maka dapat diisolasi flora dan kuman
anaerob saluran napas atas.

2.5.

Gejala Klinis
Manifestasi klinis abses serebri bervariasi tergantung pada tingkat
penyakit, virulensi penyebab infeksi, status imun pasien, lokasi abses, jumlah
lesi, dan ada tidaknya meningitis atau ventrikulitis.
Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi dalam 3 kelompok:
1. Sistemik: demam subfebril, kurang dari 50% kasus.
2. Serebral umum: sering dikaitkan dengan peningkatan TIK, yaitu:
nyeri kepala kronis progresif (> 50%) biasanya pada satu sisi
(unilateral)
mual, muntah
penurunan kesadaran
papil edema
3. Serebral fokal:

kejang, sering general (40%)


perubahan status mental (50%)
defisit neurologi fokal motorik, sensorik, nervus kranial (50%) seperti
hemiparesis, afasia atau defek lapang pandang. Defisit neurologi
sangat bervariasi tergantung lokasi abses.

2.6.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Leukositis PMN, peningkatan LED
Kultur darah positif hanya pada 30% kasus, kultur dari jaringan lain

yang diduga sebagai fokus.


Kultur terhadap hasil operasi abses menunjukkan 40% negatif,
mungkin disebabkan pemberian antibiotika sebelumnya. Metode yang
biasa dilakukan untuk mengambil sediaan pus melalui CT-guided
stereotactic needle aspiration. Apabila etiologi dari abses adalah
karena fokus infeksi tertentu, maka harus dikultur dan dibuang fokus

infeksi tersebut.
Pungsi lumbal tidak dianjurkan, hasil kurang spesifik, bahaya
herniasi. Pungsi lumbal hanya di lakukan jika ada kecurigaan

meningitis atau rupture abses kedalam sistem ventrikular


2. Pencitraan (Imaging)
CT scan (tanpa dan dengan kontras): pada fase serebritis dijumpai lesi
densitas rendah batas iregular, setelah terbentuk kapsul tebal akan

didapati ring enhancement.


MRI lebih sensitif, terutama pada fase awal infeksi dan lesi di daerah
fossa posterior. Serebritis pada MRI tampak sebagai area hipointens
pada

gambar

T1-weighted

dengan

penyangatan

ireguler

pascagadolinium, dan sebagai area hiperintens pada gambaran T2weighted. Abses otak yang telah memiliki kapsul tampak sebagai area
hipodens yang menandakan edema pada gambar T1-weighted. Untuk
membedakan abses otak dengan tumor, dapat digunakan MRI dengan
sekuens diffusion-weighted: pada abses tampak peningkatan sinyal
akibat difusi yang terbatas
3. Penunjang lain:
EEG: abnormalitas EEG di lokas lesi berupa gelombang lambat
kontinu.
2.7.

Diagnosis

Diagnosis abses serebri ditegakkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik


serta pemeriksaan penunjang. Pencitraan otak merupakan baku emas (gold
standard) diagnosis.
2.8.

Penatalaksanaan
Penanganan abses serebri harus dilakukan segera, meliputi penggunaan
antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), atasi edema
serebri dan pengobatan infeksi primer lokal.
Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik, sebagai
pengobatan first line abses serebri didasarkan atas sumber infeksi:
Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah:
o Metronidazole (15 mg/kgbb IV sebagai dosis loading, dosis
maintenance 7.5 mg/kg bb IV setiap 8 jam; maksimal 4 g
perharinya)
+
o Penicillin G, jika fokus infeksi dari oral (4 x 6 juta unit)
atau
o Sefalosporin gen III: (Jika fokus infeksi dari sinus atau
telinga tengah) Ceftriaxone (2 x 2 gr IV) atau Cefotaxime
( 4 6 x 2gr IV).

Penyebaran via hematogen:


o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin ( 6 x 2 gr IV)
atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
tambahan sebagai terapi empiris (jika bakteri masih ragu)
o Metronidazole (15 mg/kgbb IV sebagai dosis loading, dosis
maintenance 7.5 mg/kg bb IV setiap 8 jam; maksimal 4 g
perharinya)
o Sefalosporin gen III: (Jika fokus infeksi dari sinus atau telinga
tengah) Ceftriaxone (2 x 2 gr IV) atau Cefotaxime ( 4 6 x 2gr

IV).
Post operasi:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin (6 x 2 gr IV)
atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
+

o Seftasidim (3 x 2 gr IV), Sefepim (3 x 2 gr IV) atau

Meropenem (3 x 1 gr IV)
Dengan trauma penetrasi kepala:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin (6 x 2 gr IV)
atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
+
o Ceftriaxone (2 x 2 gr IV).
atau
o Cefotaxime ( 4 6 x 2gr IV).

Tabel 3. Jenis dan dosis antibiotik yang lazim diberikan pada abses serebri.
Nama Obat
Ceftriaxone

Cefepime

Dewasa
1-2 x 2 g.

Anak
2 x 100

Keterangan
Sefalosporin gen III,

iv (max 4

mg/kgbb/hr

aktif gram (-). kurang

3 x 50 mg/kgbb

aktif gram (+)


Sefalosporin gen IV,

g)
2-3 x 2 g.

aktif gram (-) dan (+),


Meropenem
Cefotaxim

3 x 1-2 g.
3-4 x 2 g.

3 x 40 mg/kgbb

pseudomonas
Carbapenem, efektif

3 x 200

gram (+) gram (-)


Sefalosporin gen III,

mg/kgbb/hr

aktif gram (-). kurang

Metronidazo

4 x 500

30 mg/kgbb/hr

aktif gram (+)


Bakteri anaerob dan

le
Penisilin G

mg.
4 x 6 juta

4 x 500-900

protozoa
Bakteri anaerob dan

Vancomisin

Unit
2 x 1 g.

Unit
4 x 60

streptokokus
MRSA, gram (+),

mg/kgbb/hr

septikemi

Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses serebri diindikasikan


untuk:

Lesi dengan diameter > 2,5 cm


Terdapat efek massa yang signifikan
Lesi dekat dengan ventrikel
Kondisi neurologi yang memburuk

Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4 minggu ukuran


abses tak mengecil.

Drainase stereotaktis lebih terpilih pada kasus dengan abses berukuran kecil,
terletak sangat dalam atau lokasi yang sulit, abses multipel pada dua
hemisfer, serta pasien dengan toleransi anestesia yang buruk. Sementara,
drainase dengan kraniotomi atau kraniektomi lebih terpilih pada abses
superfisial atau terletak di fosa kranial posterior.
Eksisi Abses Otak adalah metode pembedahan yang menyebabkan lebih
banyak defisit neurologis dan jarang dilakukan, keuntungan dibandingkan
dengan drainase adalah lesi jarang timbul kembali jika dibandingkan dengan
drainase. Tindakan eksisi dipertimbangkan pada kondisi:

Abses otak traumatik (untuk membuang kepingan tulang dan benda

asing)
Abses fungal

Dan berikut kondisi untuk eksisi apabila drainase dan aspirasi telah
dilakukan:

Tidak ada perbaikan dalam satu minggu


Tanda dari peningkatan TIK
Bertambahnya diameter dari abses
Terapi medikamentosa saja tanpa tindakan operatif dipertimbangkan

pada kondisi seperti:

Abses tunggal, ukuran kurang dari 2 cm


Abses multipel atau yang lokasinya sulit dijangkau
Keadaan kritis, pada stadium akhir
Pengobatan abses serebri biasaya merupakan kombinasi antara

pembedahan dan medikamentosa untuk eradikasi organisme invasif. Lama


pengobatan antibiotika tergantung pada kondisi klinis pasien namun biasanya
diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanjutkan dengan per oral 4-8
minggu untuk cegah relap. CT scan atau MRI kepala ulang dilakukan untuk
melihat respon terapi, 1-2 kali per bulan direkomendasikan untuk memantau
resolusi dari abses.

Antibiotik seperti aminoglikosida, eritromisin, tetrasiklin, klindamisin,


dan cefalosporin generasi pertama tidak digunakan untuk pengobatan abses
otak karena tidak melewati sawar darah otak pada konsentrasi tinggi.
Kortikosteroid penggunaannya masih kontroversial. Efek antiinflamasi steroid dapat menurunkan edema serebri dan TIK namun steroid
juga menyebabkan penurunan penetrasi antibiotika dan memperlambat
pembentukan kapsul. Mereka yang menggunakan steroid terutama untuk
indikasi edema serebri masif yang mengancam terjadinya herniasi.
Laporan studi dengan jumlah kasus kecil menunjukkan bahwa terapi
oksigen hiperbarik pada awal pengobatan abses serebri akan memperpendek
lama waktu pemberian antibiotika.
2.9.

Komplikasi
Abses serebri jarang (< 12%) sebagai komplikasi meningitis bakterial,
dan hanya 3% akibat infeksi endokarditis.
Komplikasi abses serebri terbanyak berupa:
Herniasi unkal atau tonsilar akibat kenaikan TIK.
Abses ruptur ke dalam vebtrikel atau lapisan subaraknoid.
Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang
mencapai 50%
Abses berulang
Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode lama

2.10.Prognosis
Angka kematian umum (operasi dan tanpa operasi) 33-70% sedangkan
angka kematian dengan operasi 17-54%. Dengan semakin membaiknya
penatalaksanaan maka angka survival abses serebri semakin baik.
Prognosis baik antara lain ditentukan oleh:
Usia muda
Tidak dijumpai defek banding atau penurunan kesadaran pada awal
penyakit.
Tidak dijumpai penyakit komorbid.

Prognosis memburuk apabila faktor faktor ini ditemukan:

Tanda herniasi pada awal penyakit (mortalitas >50%)


Perluasan lesi pada pemeriksaan radiologi
Tindakan bedah terlambat
Abses nokardia (mortalitas 3 x dibanding abses bakteri, fatalitas >
50% pada immunocompromised)

BAB III
KESIMPULAN
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi
oleh kapsul. Prevalensi diperkirakan 0,3 1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah
penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1.
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri, serta
pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3 5 kehidupan.
Patogenesis abses serebri dari jalur masuknya infeksi telinga, mulut,
hematogen, post tindakan bedah saraf, post trauma penetrasi. Proses menjadi abses
diawali dari cerebritis awal kemudian lanjut, pembentukan kapsul hingga matang.
Etiologi bakteri tergantung dari fokus infeksi. Gejala dan Pemeriksaan Fisik
seringkali tidak khas, tergantung dari formasi abses yang mengganggu pada lobus
lobus tertentu. Gejala yang sering muncul adalah sakit kepala, demam, dan kejang.
Pemeriksaan penunjang yang sangat mendukung adalah pencitraan seperti CT-scan
atau MRI.
Diagnosis ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Baku
emas

dalam

mendiagnosis

Abses

Serebri

adalah

pencitraan

(imaging).

Penatalaksanaan dibagi menjadi medikamentosa dan bedah, medikamentosa sesuai


dengan bakteri etiologi, bedah seperti drainase dan excisi abscess. Komplikasi dari
abses serebri seperti herniasi, tanda kenaikan tekanan intra kranial. Prognosis
tergantung dari kondisi pasien, perburukan, dan komorbid penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudewi AAR, Sugianto P., Ritarwan K.. Abses Serebri. Infeksi pada sistem
saraf. PERDOSSI. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.
2. Campion E. Brain Abscess. New England Journal of Medicine.
2014;371(18):1756-1758.
3. Tanto C, L iwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran II
edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius. 2014.
4. avuoglu H, Kaya R, Trkmenoglu O, olak I, Aydin Y. Brain
abscess: analysis of results in a series of 51 patients with a
combined surgical and medical approach during an 11-year
period. Neurosurgical FOCUS. 2008;24(6):E9.
5. Mathisen GE, Johnson JP. Brain abscess. Clin Infect Dis 1997; 25:763.
6. Ratnaike TE, Das S, Gregson BA, Mendelow AD. A review of brain abscess
surgical treatment--78 years: aspiration versus excision. World Neurosurg
2011; 76:431.

Anda mungkin juga menyukai