Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

Hemoroid

Disusun oleh:
Jordy
406151083

Pembimbing:
dr. Hakimansyah, Sp. B.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2016
1

LEMBAR PENGESAHAN
Nama

: Jordy

NIM

: 406151083

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Tarumanagara

Tingkat

: Program Studi Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Bedah

Periode Kepaniteraan Klinik : 6 Juni 2016 20 Agustus 2016


Judul Referat

: Hemoroid

Diajukan

: Juni 2016

Pembimbing

: dr. Hakimansyah, Sp.B

Telah diperiksa dan disahkan tanggal

Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Bedah

Pembimbing

RSUD Kota Semarang

dr. C. Prabani S, Sp.B-KBD

dr. Hakimansyah, Sp.B

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat
ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Hakimansyah, Sp.B. yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini serta
kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun.
Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata,
penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita
semua.

Semarang, Juli 2016

Jordy

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar

..................

Daftar Isi

...

BAB I

PENDAHULUAN....................

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS ..

BAB III

ILEUS OBSTRUKSI.. 13
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.

Definisi .................. 13
Epidemiologi........ 13
Etiologi ........ 13
Patofisiologi .......................................................................
16
Klasifikasi ........ 21
Gejala Klinis ......
22
Diagnosis ........ 23
Diagnosis Banding ...... 34
Penatalaksanaan ............. 35
Komplikasi ....................................................................... 36
Prognosis .......................................................................... 36

BAB IV

KESIMPULAN ..............

BAB V

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................

38
39

BAB I
PENDAHULUAN

Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak


merupakan keadaan patologik. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau
penyulit, diperlukan tindakan. Kata hemorrhoid berasal dari kata haemorrhoides
(Yunani) yangberarti aliran darah (haem = darah, rhoos = aliran) jadi dapat diartikan
sebagai darah yang mengalir keluar.
Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang memegang
peranan kausal ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun, kehamilan,
dan obesitas.
Hemoroid sering terjadi pada populasi umum dewasa. Khususnya, sejumlah
besar orang dengan hemoroid tidak mengeluh tentang gejala. Selain itu, BMI yang tinggi
dapat dianggap sebagai faktor risiko independen untuk hemoroid.
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan yang eksterna. Hemoroid interna
adalah pleksus v. hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi mukosa.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan prleksus hemoroid
inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel
anus.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
A.

Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm,
sedangkan rektum berasal dari enroderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini
maka perdarahan, persarafan serta saluran limfa berbeda juga, demikian juga dengan
epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus yang terdiri dari
epitel kolumnar, sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel
berlapis gepeng kulit luar.1,2 Diantara mukosa glanduler usus dan anoderm terdapat
perubahan jenis epitel menjadi epitel skuamosa tanpa folikel rambut. 1,2 Kanalis analis
dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap
rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak
peka terhadap nyeri. Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v. iliaka.
Distrbusi ini berfungsi untuk memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta
terbentuknya hemoroid. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh
limfe sepanjang pembuluh hemoroidalils superior ke arah kelenjar limfe paraaorta
melalui kelenjar limfe iliaka interna, sedangkan limfe yang berasala dari kanalis analis
mengalir ke arah kelenjar inguinal.1
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke
ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal
dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar.
Batas atas kanalis analis disebut garis anorektum. Garis mukokutan linea pektinata arau
linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara koumna
rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
membentuk fistel. Lekukan antar-sfingter sirkuler dan dapat diraba di dalam kanalis
analis sewaktu melakukan colok dubur. Dan menunjukan baras antara sfingter interna
dan sfingter eksternal (garis hilton).1

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter internal
dan sfingter eksternal. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter
internal, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen
M. Sfingter eksternus.1 M. Sfingter internus terdiri atas serabut otot polos dan
merupakan kelanjutan dari otot polos sirkuler dari rektum yang berakhir 1,5 cm di
bawah linea dentata, sedangkan M. Sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik dan
merupakan bagian dari otot lurik yang membentuk M. Levator ani, dan M. Puborektalis.2

Perdarahan arteri. Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjuran langsung A.


Mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi 2 cabang utama: kiri dan kanan.
Cabang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat
menjelaskan letak hemoroid interna yang khas yaitu kanan-depan, kanan-belakang, kirilateral.1
Arteri hemoroidalis medialis adalah percabangan anterior A. Iliaka interna,
sedangkan A. Hemoroidalis inferior adalah cabang A. Pudenda interna. Anastomosis
antara pembuluh darah inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang
bermakna dalam terjadinya sumbatan aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan A.
Iliaka. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya akan
darah sehingga perdarahan dari hemoroid interna menghasilkan darah segar yang
berwarna merah dan bukan darah vena warna kebiruan.1

Perdarahan vena. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis


internal dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika inferior dan seterusnya
melalui V. lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut
menentukan tekanan di dalamnya. V. hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam
v. pudenda interna dan ke dalam v. iliaka interna dan sistem kava. Pembesarahn v.
hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.1
Peredaran limfatik. Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang
menyalirkan isinya menuju ke kelenjar limf inguinal, selanjutnya dari sini cairan lime
terus mengalis sampai ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus
dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limefe dari rektum di atas garus
anorektum berjalan seriring dengan v. hemoroidalis superior dan melanjut ke kelnjat
limfe mesenterika inferior dan aorta 1
Persarafan. Rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik, serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis L2-4. Unsur simpatis pleksus ini menuju ke arah struktur
genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi semen dan ejakulasi.
9

Persarafan parasimpatis (nervus erigentes) berasal dari saraf S 2-4. Serabut saraf ini
menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengedalikan ereksi dengan cara
mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini.1

B.

Fisiologi
Kontinesia. Kontinensia anus bergantung pada konsistensi feses, tekanan di
dalam anus, tekanan di dalam rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin
sulit untuk ditahan di dalam usus. Tekanan pada suasana istirahat di dalam anus
berkisar antara 25-100 mmHg dan di dalam rektum antara 5-20 mmHg. Jika sudut
antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses sulit dipertahankan.1
Defekasi. Ketika pergerakan massa dari kolon menggerakan feses ke rektum,
distensi dari rektum akan menstimulasi stretch receptors pada dinding rektum,
memulai refleks defekasi (refleks rectoanal inhibitory). 3,4 Reflek ini mengakibatkan M.
Sphincter ani internus (otot polos) berelaksasi, kolon sigmoid dan rektum berkontraksi
dengan maksimal. Sehingga feses dapat menuju anal canal. Refleks sampling pada
epitel sensorik dapat membedakan feses padat dari feses cair dan gas. Jika M.
Sphincter ani externus (otot lurik) juga relaksasi, defekasi akan terjadi.3
Ketika defekasi terjadi, biasanya dibantu dengan gerakan mengejan yang
melibatkan kontraksi dari otot abdomen dan ekspirasi paksa terhadap glotis yang
tertutup secara bersamaan.4 Manuver ini yang disebut dengan manuver valsava dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen dan dapat membantu mengeluarkan feses.
Defekasi juga dapat berlangsung dengan meningkatnya kontraksi rektum, relaksasi
dari otot puborectalis dan pembukaan anal canal.3
Jika defekasi tidak terjadi, yaitu M. Sphincter ani externus (otot lurik)
berkontraksi, rektum akan relaks dan keinginan untuk defekasi menurun (respon
akomodasi)3

BAB III
HEMOROID
10

A.

Definisi
Hemoroid adalah bantal dari jaringan submukosa mengandung venula, arteriol,
dan serat otot polos yang terletak pada anal canal. Bantalan hemoroid dapat ditemukan
di 3 lokasi: kanan-anterior, kanan-posterior, kiri-lateral. 1,2,4 Hemoroid yang lebih kecil
terdapat di antara ketiga letak primer tesebut.
Hemoroid awalnya berfungsi sebagai bagian dari mekanisme kontinensia dan
membantu penutupan dari anal canal pada saat istirahat. Hemoroid merupakan bagian
yang normal, penanganan hanya diindikasikan jika terdapat keluhan.4

B.

Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.
Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey
Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari
penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,
Volvulus 1,7%.

C.

Etiologi
Etiologi dari hemoroid masih belum diketahui. Faktor resiko yang dapat
mempengaruhi

yaitu:

mengejan

yang

berlebihan,

meningkatnya

tekanan

intraabdominal, ,dan feses kasar meningkatkan pelebaran vena dari pleksus hemoroidalis
dan menyebabkan jaringan hemoroid prolaps.2 hemoroid eksterna itu terletak distal dar
ilinea dentata dan ditutup oleh anodermal. Karena anoderma itu kaya akan pembuluh
darah, trombosis dari hemoroid eksternal dapat menyebabkan sakit yang signifikan.
Karena itu
D.

Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke
11

intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian
distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal
daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal
proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari
obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa
jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah
terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah
terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan
meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa
splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan
intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen
terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen
menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri.
Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida
(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang
memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan
cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus.
Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang
berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan
kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon
terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH 2O, sehingga menyebabkan aliran
cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh
darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi
dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi
12

dan mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme
sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti
peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di
bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin
ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit
cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan
intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan
nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.
Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering
dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan
terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri
Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri
dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan
terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

13

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif3


Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari
intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi ini
sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus.
Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan
peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari
arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah
strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang
pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka
terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk
14

mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal


bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan
mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan
segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe
pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya
iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian
akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya
gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate8


Obstruksi Gelung Tertutup
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang
paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.
Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed
loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen
obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya
menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah
meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung tertutup
terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum
gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.
Obstruksi Parsial Intestinal
15

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan


penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding
intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan
kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris
ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan
terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.
Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon
khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.
Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada
paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi
di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk
beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten.
Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan
terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding cecum akibat
penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat
disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot,
ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon

berakibat pada

motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar8

16

E.

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi, hemoroid dibagi menjadi 2 yaitu: eksternal dan internal.
Hemoroid eksternal tertutup anodermal, terletak distal dari linea dentata, sedangkan
hemoroid internal terletak di atas linea dentata. Ditutupi oleh mukosa anotektal.
Hemoroid internal dapat prolaps atau berdarah. Namun jarang terasa nyeri kecuali jika
terjadi trombosis dan nekrosis (biasanya berkaitan dengan prolaps yang parah,
inkarserata, dan strangulasi).

17

Hemoroid ganda eksternal dan internal straddle linea dentata dan memiliki
karakteristik dari kedua jenis hemoroid tersebut. Hemoroidektomi sering dibutuhkan
untuk hemoroid kombinasi, besar, dan simptomatik.
Hemoroid postpartum akibat mengejan selama persalinan, yang berakhir pada
edema, trombosis dan atau strangulasi. Hipertensi portal sudah sejak lama diperkirakan
meningkatkan resiko perdarahan hemoroid akibat anastomis diantara sistem vena
portal (pleksus hemoroid atas dan tengah) dan vena sistemik (pleksus rektal inferior).
Namun sudah sejak lama ditinggalkan karena sekarang ini hemoroid terjadi lebih
banyak pada orang normal dibandingkan dengan hipertensi portal.
F.

Manifestasi Klinis
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid internal dan hanya
timbul pada hemroid eksternal yang mengalami trombosis. Perdarahan umumnya
merupakan tanda pertama hemoroid internal akibat trauma oleh feses yang keras. Darah
18

yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya
berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah
yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan
intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan darah
arteri. Kadang dapat terjadi anemia berat akibat perdarahan yang berulang. Hemoroid
yang besar dapat menonjol ke luar menyebabkan prolaps. Terdapat 4 tanda kardinal
gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada11:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.2
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear
19

dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak
tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah
muntah lebih bersifat malodorus.7
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan
untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun
rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak
terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta
rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,
dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis
strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa
terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari
amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat.
Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara
obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
G.

Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari :
20

1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia.10 Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour (gambaran kontur usus)
maupun darm steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus12


b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
21

peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya
cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi
perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab
obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba
benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya
dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan
dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita
juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus
feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan.
Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah
lesi intrinsik di dalam usus.10
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan
ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya
adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma
iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk
melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.

22

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin
dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu
untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes
fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada
foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara
dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus
yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.13
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus
halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada
23

udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi


usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup.
Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena
kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.
Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus
Temuan Radiologis
Air-fluid Level

Osbtruksi Mekanik
Ileus
Present
proximal
to Prominent throughout
obstruction
Gas in small intestine
Large bowel shape loops; Gas
present
diffusely;
moveable
stepladder pattern
gas ini colon
Absent or diminished
Increase throughout
Thickened bowel wall
Present
if
chronic
or Present with inflamation
strangulation
Intraabdominal fluid
Rare
Often present
Diapraghm
Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion
motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point of Slow progression to colon
media
obstruction

24

Gambar 2.6 Dilatasi usus14

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan string of pearls sign14

Gambar 2.8 Herring bone appearance14

25

Gambar 2.9 Coffee bean appearance8

Gambar 2.10 Step ledder sign14


b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
26

pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.14

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance)15


c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.14
Tingkat

sensitifitas

CT

scan

sekitar

80-90%

sedangkan

tingkat

spesifisitasnya sekitar 70-90% untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.


Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
27

bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.14

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium15

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon16

28

d. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada
pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).14
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.14

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif 17

f. USG

29

Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi


dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah
dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
mencapai 100%.14

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium15

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi
multiple dari usus halus akibat invaginasi18
H.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu14:
30

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ileus paralitik
Appensicitis akut
Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
Konstipasi
Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease

7. Pancreatitis akut
I.

Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan
cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan
Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila
diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit,
dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.19
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah
dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat
diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi parsial.19
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak
akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif
ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada
daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury
31

akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan


bahwa penundaan operasi 12 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan
resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan
adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari
enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari
segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,
terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada
kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by
pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened
sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna
normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut
aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata nonstrangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.

32

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.11
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam
lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung
banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan
fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti
peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada
masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai
nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan
disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
J.

Komplikasi
Komplikasi

pada

pasien

ileus

obstruktif

dapat

meliputi

gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.11

K.

Prognosis

33

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi


dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.14

BAB IV
34

KESIMPULAN
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatanmekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan
terjadi distensiatau dilatasi usus.Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus
obstruksi mekanik usus halus. Adhesidan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada colon.
Penyebab tersering obstruksi pada colonadalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.
Adhesi dapat timbul karena operasi yang sebelumnya, atau peritonitis setempat atau
umum. Pitaadhesi timbul diantara lipatan usus dan luka dan situs operasi. Adhesi ini dapat
meyebabkanobstruksi usus halus dengan menyebabkan angulasi akut dan kinking, seringnya
adhesi ini timbul beberapa tahun setelah operasi. Hal ini dikarenakan teknik operasi yang
salah atau terlalu banyak trauma pada usus sewaktu operasi sehingga usus rusak dan terbentuk
jaringan parut yang dapatmengalami penyempitan.Bahkan teknik pembedahan yang baik pun
tidak dapat selalu mencegah pembentukan adhesi.
Jadi, sebagai metode tambahan, banyak ahli bedah telah menggunakan adhesion
barriers sebagai pencegahan terjadinya adhesi pada bedah abdomen dan pelvis.

DAFTAR PUSTAKA
35

1. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos


P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,
management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
2. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
3. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th, 2011,
Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
4. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.
Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
5. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
6. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York
7. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,
L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
8. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
9. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York:
Churchill Livingstone. p.306-9
10. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
11. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
12. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
13. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
14. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
36

15. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
16. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved June
6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
17. Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available

at:

http://www.mr-tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and

%20Small%20Bowel%20Obstruction
18. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June
6th,

2011,

Available

at:

http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.html
19. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

37

Anda mungkin juga menyukai