Anda di halaman 1dari 6

JURNAL READING

Prospective randomized evaluation of prophylactic


antibiotic usage in patients undergoing tension free
inguinal hernioplasty
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Pembimbing : dr. H. Bambang Sugeng, SpB

Disusun oleh :
Bahtiar (01.205.4950)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012
Pendahuluan
Hernia inguinalis merupakan suatu prosedur bedah yang paling umum. Pengenalan
teknik Lichtenstein pada tahun 1989 (hernioplasti free-tension dengan polypropylene mesh)
mewakili terobosan baru dari metode Bassini. Infeksi pada daerah pembedahan merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada hernioplasti inguinal, yang dapat menyebabkan
bertambahnya waktu inap di rumah sakit dan biaya pengobatan. Kejadian infeksi setelah
perbaikan hernia melalui operasi bervariasi mulai dari 0.06 5.3 % dengan nilai rata-rata 3%.
Beberapa penelitian telah dapat mengidentifikasi faktor resiko yaitu jenis kelamin (lebih
banyak pada wanita), usia ( lebih dari 70 tahun), faktor komorbiditas, lamanya waktu operasi,
dan penggunaan drainase dan pratesis.
Metode hernioplasti menggunakan bahan prostetik telah menjadi suatu resiko infeksi
tersendiri sehingga profilaksis antibiotik ditilik secara lebih kritis. Meskipun kurangnya bukti
yang mendukung penggunaan antibiotik untuk prosedur ini, banyak ahli bedah secara rutin
memberikan antibiotik.
Sebuah literatur tidak dapat menyimpulkan apakah penggunaan antibiotik profilaksis
pada perbaikan hernia inguinal menggunakan prostetik mesh bermanfaat bagi pasien dalam
mencegah morbiditas. Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah lebih banyak bukti unutk
penialaian penggunaan antibiotik profilaksis pada hernioplasti inguinal.

Bahan dan Metode


Penelitian double blind ini dilakukan diBagian Bedah Umum, Rumah Sakit Umum
Ghodran, Saudi Arabia, selama periode Juli 2006-April 2010. Kriteria inklusi adalah pasien
dewasa yang menjalani perbaikan hernia inguinal unilateral atau bilateral elective dengan
metode Lichtenstein yang menggunakan propylene mesh. Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah pasien dengan hernia strangulata / obstruksi, pasien yang mendapat terapi steroid atau
kemoterapi, pasien yang mendapat terapi antibiotik 48 jam sebelumnya, dan pasien dengan
katup jantung prostetik. Penjelasan prosedur dan informed concent telah dilakukan pada
penelitian ini. Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etik Rumah Sakit Umum
Ghordan.
Pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok menggunakan program pengacakan
komputer. Kelompok A (50 pasien) menerima dosis tunggal secara intravena Augmentin 1,2

gr (coamoxiclav : amoksisilin dan asam klavulanat) dan kelompok P (48 pasien) menerima
volume yang sama dari normal saline secara iv bolus selama 30 menit sebelum dimulainya
induksi anestesi. Pengacakan dan persiapan obat serta placebo dilakukan oleh para perawat
bedah tanpa sebelumnya diketahui oleh pasien maupun dokter bedah.
Kulit dicukur sesaat sebelum operasi dan dilakukan desinfeksi menggunakan
povidone iodine 10%. Operasi dilakukan dengan anestesi umum maupun spinal. Kulit diiris,
kantung hernia dipotong. Sebuah mesh standar hernioplasti dilakukan. Polypropylene mesh
ditanamkan dengan menjahitkan mesh pada cojoint tendon, tuberkulum pubikum, ligamen
ingunal dan fascia transversal. Kulit ditutup menggunakan staples kulit yang dihapus setelah
penyembuhan luka lengkap.
Kebanyakan pasien dipulangkan satu hari setelah operasi. Follow up dilakukan setiap
hari sampai dilepasnya staples, kemudian setiap 1 minggu selama 1 bulan setelah keluar dari
rumah sakit. Bekas luka operasi dievaluasi untuk mencari setiap infeksi superficial maupun
infeksi dalam pada daerah operasi. Pada kejadian infeksi pada luka setelah operasi dilakukan
swab dan kultur untuk menilai sensitivitas. USG abdomen dilakukan pada kasus dimana
curiga adanya infeksi bagian dalam daerah operasi. Sellulitis, infeksi jaringan lunak
didiagnosis berdasarkan APIC (Assosiation for Professionals in Infection Control and
Epidemiology), kriteria Central for Disease Control (CDC) adalah dengan menemukan 1 dari
berikut ini :
1. Adanya pus pada kulit, luka, atau jaringan lunak.
2. Memiliki 4 atau lebih tanda / gejala berikut ini :
a. Demam (>38oC) / perubahan status mental akibat suhu yang terlalu tinggi,
b. Panas,
c. Kemerahan,
d. Bengkak,
e. Nyeri / sakit,
f. Cairan yang keluar dari daerah operasi.

Analisa Statistik
Variabel kuantitatif dinyatakan sebagai rata-rata SD (Simpang Deviasi). Variabel
kualitatif dinyatakan dalam frekuensi dan persen. Variabel kuantitatif parametrik
dibandingkan antara dua kelompok menggunakan unpaired Students test, variabel kuantitatif
non-parametrik dibandingkan menggunakan Mann-Whitney test. Variabel kualitatif
dibandingkan menggunakan Chi-Square test atau Fishers test. Nilai p yang digunakan
adalah 0.8 sedangkan tingkat signifikan adalah 5%. Odds ratio dihitung sesuai dengan
persamaan standar. Odds ratio >1 artinya kejadian tersebut akan lebih mungkin terjadi
daripada tidak, sedangkan jika odds ratio < 1 artinya kejadian tersebut lebih mungkin tidak
terjadi dari pada tidak.
Hasil

Sembilan puluh delapan (98) pasien dilibatkan dalam penelitian kami : 96 laki-laki
(98%) dan 2 wanita (2%). Usia pasien berkisar 19-88 tahun, 70% dari pasien masuk ke dalam
kelompok A dan 72,9% kelompok P dan tidak memiliki komorbiditas yang signifikan
(p=0.75) pada Tabel 1.
Pada Grup A waktu operasi rata-rata adalah 38.810.8 menit. Pada kelompok P, waktu
operasi rata-rata adalah 40.911.1 menit (p=0.34). Grup A waktu rata-rata rawat inap adalah
1.3 hari0.463 hari sedangkan pada kelompok P adalah 1.250.438 hari (p=0.58).
Empat pasien (2%) pada kelompok A dan 6 pasien (2.88%) pada kelompok P
memiliki infeksi pada luka operasi (p=0.47) ; Odds ratio adalah 0.61. Pada grup A 3 pasien
mengalami infeksi superficial dan 1 infeksi dalam. Pada grup P terdapat 5 pasien yang
mengalami infeksi superficial dan 1 infeksi dalam. Pengobatan dengan antibiotik pada
pasien-pasien tersebut berhasil pada semua pasien.
Kultur pada luka dan hasil sensitivitas menunjukkan adanya infeksi Staphylococcus
aureus pada 1 pasien di setiap kelompok, Streptococcus haemolytic pada 1 kelompok
pasien di Grup A dan Pseudomonas aeruginosa pada 1 pasien di kelompok P. Kultur pada
pasien lain di kedua kelompok dilaporkan steril.

Diskusi
Hernia inguinalis adalah prosedur bedah paling umum pada orang dewasa, dimana
hernioraphy merupakan gold standar perawatan karena rendahnya morbiditas dan tingginya
tingkat keberhasilan. Beberapa teknik bedah banyak dipaparkan melalui pendekatan terbuka
dengan laparoskopi menggunakan atau tanpa menggunakan bahan prostetik. Sejak tahun
1975, prinsip free-tension pada hernioraphy memperkenalkan penggunaan mesh yang dapat
digunakan untuk hernia berulang maupun untuk semua jenis hernia.
Operasi hernia secara tradisional dianggap sebagai prosedur yang bersih karena
rendahnya insidensi infeksi pada lokasi operasi / Surgical Site Infection (SSI). Faktor resiko
yang penting pada SSI adalah jenis hernia (inguinal, incisional), pendekatan operatif (terbuka
vs laparoskopi), penggunaan bahan prostetik dan drainase. Dibandingkan dengan perbaikan
hernia inguinal, perbaikan secara incisional lebih sering diikuti kejadian infeksi. Operasi
laparoskopi lebih rendah tingkat infeksinya, sedangkan penggunaan mesh tidak
meningkatkan kejadian SSI, meskipun komplikasi akibat infeksi mesh dapat berat. Infeksi
mesh tipe I adalah tipe infeksi yang tidak melibatkan mesh itu sendiri jaringan sekitar jahitan
dan bagian organ yang dijahit. Tipe II melibatkan seluruh protesis, dan Tipe III terjadi di
daerah perifer dari mesh. Pada kasus SSI, protesis dengan infeksi tipe I dapat diselamatkan,
sedangkan tipe II dapat dilakukan pengangkatan mesh sedangakan tipe III dapat dilakukan
pengangkatan pada sebagian saja namun jarang dilakukan. Cacat yang ditimbulkan setelah
eksisi dari nonresorptive protesis merupakan masalah yang lama dan rumit di bidang bedah.
Mengenai posisi mesh, SSI lebih sering terjadi jika mesh ditempatkan subkutan
dibandingkan sub-aponeurotic, premuscular, pre-aponeurotic retromuscular atau pre-

peritoneal. Adanya drainage dan durasinya meningkatkan kejadian SSI dan hal ini lebih
sering terjadi pada incisional hernioplasty dibandingkan hernioplasty inguinal. Jika ada
indikasi untuk drainage maka harus dilakukan dengan waktu sesingkat mungkin. Penyebab
SSI pada operasi elektiv adalah bakteri yang umum terdapat di kulit, sementara itu jika organ
telah dibuka, bakteri dominan berasal dari organ tersebut. Infeksi superficial tidak
menyebabkan kekambuhan, berbeda dengan infeksi dalam yang sering terjadi kekambuhan.
Munculnya SSI meningkatkan biaya pengobatan dan menyebabkan kekambuhan.
SSI adalah komplikasi yang umum terjadi pada penggunaan mesh dan antibiotik
profilaksis telah disarankan untuk mencegahnya. Tujuan utama dari antibiotik profilaksis
adalah untuk mencapai tingkat serum antibiotik yang tinggi di daerah operasi untuk
menghindari kolonisasi oleh mikroorganisme kulit dan infeksi seunder.
Sementara itu, telah tercatat bahwa antibiotik profilaksis dapat mengurangi secara
signifikan kejadian infeksi pada operasi bersih terkontaminasi seperti reseksi kolorektal, yang
berbeda dengan operasi bersih seperti hernia.
Pertanyaan apakah perbaikan hernia dengan prostetic mesh harus dilakukan di bawah
pemberian antibiotik masih menjadi perdebatan sejak ditemukannya mesh hernioplasty.
Tingkat kejadian infeksi yang rendah dan pengobatan yang simple jika terjadi infeksi
menyangkal penggunaan antibiotik selama operasi hernia. Bagaimanapun juga ada alasan
yang meragukan untuk pendapat ini.
Infeksi pada luka bekas operasi hernia telah dilaporkan yang berkaitan dengan
peningkatan angka kekambuhan. Angka infeksi pada luka operasi hernia sering juga tak
terlaporkan untuk beberapa alasan. Hernia merupakan operasi yang sering dilakukan hanya
dalamperawatan inap 1 hari sehingga follow up tidak komplit, infeksi pada luka tidak
terdefinisikan pada tiap seri, sehingga membuat interpretasi menjadi bias. Dalam penelitian
ini dimana dilakukan operasi bersih, kejadian infeksi pada luka adalah 5.3 dan 5.6 %.
Pada meta-analisis (Sanabria et al.) penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi
hernia menggunakan mesh, menilai secara random dari 6 penelitian menggunakan krir=teria
inklusi Cochrane dan disimpulkan bahwa antibiotik profilaksis menurunkan angka infeksi
pada daerah operasi hampir 50%. Namun pada meta-analisis lain (Sanchez Manuel et al.)
yang melibatkan 8 penelitian 3 diantaranya menggunakan mesh. Berdasarkan penelitian yang
melibatkan 2.907 pasien, peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada bukti mengenai
penggunaan rutin dan operasi elektif hernia.
Aufenacker et al. Melibatkan 6 penelitian acak dengan placebo controlled terhadap
penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi hernia femoralis dan didapatkan hasil tidak
signifikan dalam menunrunkan insiden infeksi. Odds ratio 0.54 (95% CI 0.24-1.21) Number
needed to treat (NNT) adalah 74. Jumlah dari infeksi dalam adalah 6 ( 0.6%) pada grup
placebo dan 3 (0.3%) pada grup antibiotik. Odds ratio 0.5 (95% CI 0.12-2.09). Dan
disimpulkan bahwa antibiotik profilaksis tidak dapat menghambat terjadinya infeksi pada
luka operasi dalam operasi hernia femoralis.

Berbeda dengan penelitian retrospektif Yerdel et al. Yang meneliti secara random,
placebo controlled , dan double blind tentang penggunaan antibiotik profilaksis pada infeksi
luka operasi setelah penggunaan mesh pada hernioplasty metode Leichtenstein didapatkan
hasil yang signifikan dalam menuurnkan angka infeksi menggunakan dosis tunggal
antibiotik.
Platt et al. Memberikan pengetahuan tentang kontroversi antibiotik. Pada
penelitiannya secara acak, double blind, mereka mencatat 48% penurunan kejadian infeksi
dengan pemberian profilaksis iv cefonicid dibandingkan placebo. Kejadian infeksi turun 4.22.3 % dengan penggunaan profilaksis.
Just et al. Meneliti secara prospektif pada 1.592 pasien dan menyatakan antibiotik
profilaksis menurunkan kejadian infeksi 1.2% menjadi 0.2%.
Taylor et.al menyimpulkan bahwa tidak ada mandaat pada penggunaan antibiotik
profilaksis dalam operasi hernia femoralis untuk mencegah infeksi pada luka operasi.

Anda mungkin juga menyukai