PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Endometriosis adalah ditemukannya jaringan menyerupai endometrium
di luar uterus yang dapat memicu reaksi peradangan kronis. Kondisi seperti
ini terutama ditemukan pada para wanita yang berada di usia reproduktif dari
berbagai etnik dan golongan sosial. Gejala-gejalanya dapat mempengaruhi
fisik, mental, dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memperhatikan keluhan dan memberikan waktu kepada mereka yang
dicurigai menderita endometriosis untuk mengungkapkan keluh-kesah
mereka. Akan tetapi, kadang-kadang wanita penderita endometriosis mungkin
tidak menunjukkan gejala sama sekali. Oleh sebab itu, penemuan adanya
endometriosis pada beberapa kasus didapat secara kebetulan.1
Keseluruhan prevalensi endometriosis masih belum diketahui secara
pasti, terutama karena operasi merupakan satu-satunya metode yang paling
dapat diandalkan untuk diagnosis pasti endometriosis. Selain itu, operasi
umumnya tidak dilakukan tanpa gejala atau ciri-ciri fisik yang mengacu pada
dugaan endometriosis. Prevalensi endometriosis tanpa gejala didapat sekitar
4% pada wanita yang pernah menjalani operasi sterilisasi. Kebanyakan
perkiraan prevalensi endometeriosis berkisar antara 5%-20% pada para
wanita penderita nyeri pelvik, dan antara 20%-40% pada wanita subfertil.
Prevalensi umum berkisar antara 3%-10%, terutama pada wanita dalam usia
reproduktif.1
Usia rata-rata wanita yang menjalani diagnosis bervariasi antara 25 30
tahun. Endometriosis jarang ditemui pada gadis yang berada pada tahap
menjelang haid (premenarcheal), tetapi dapat diidentifikasi pada minimal
50% gadis atau wanita muda berusia kurang dari 20 tahun yang mempunyai
keluhan-keluhan seperti nyeri pelvik dan dyspareunia. Kebanyakan kasus
yang terjadi pada wanita muda berusia kurang dari 17 tahun berkaitan dengan
anomali duktus mullerian dan gangguan servik atau vagina. Kurang dari 5%
wanita postmenopause membutuhkan operasi endometriosis, dan kebanyakan
wanita pada usia tersebut telah menerima terapi estrogen. Di sisi lain,
prevalensi endometriosis tanpa gejala mungkin lebih rendah pada wanita
berkulit hitam dan lebih tinggi pada wanita berkulit putih di wilayah Asia.1
1.2.
BATASAN MASALAH
Referat ini membahas terutama pada diagnosis dan tatalaksana pada
endometriosis.
1.3.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan referat ini adalah :
1 Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis,
2
3
1.4.
MANFAAT PENULISAN
Menambah wawasan dan pemahaman mengenai endometriosis terutama
mengenai diagnosis dan penatalaksanaannya.
BAB II
ISI
2.1. DEFINISI ENDOMETRIOSIS
adalah
laparoskopi dan
pemeriksaan
biopsi. Dengan
usia muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium
secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memegang
peranan dalam terjadinya endometriosis. (1)
2.3. ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME
Walaupun penyebab pasti dari endometriosis masih belum diketahui,
terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan. (2)
1. Teori Menstruasi Retrograd
Teori yang paling awal dan paling banyak diterima secara meluas
berhubungan dengan menstruasi retrograd melalui tuba fallopi dengan
penyebaran jaringan endometrial di dalam kavum peritoneal. Teori
menstruasi retrograd atau juga dikenal sebagai teori transplantasi yang
pertama kali dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927. Menurut teori
ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan
bahwa dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup.
Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan
implantasi di pelvis. (1,2)
2. Teori Penyebaran Limfatik atau Hematogen
Bukti juga mendukung konsep endometriosis yang berasal dari
penyebaran limfatik atau vaskular dari jaringan endometrium. Temuan
endometriosis di lokasi yang tidak biasa, seperti perineum atau pangkal
paha, memperkuat teori ini. Daerah retroperitoneal memiliki sirkulasi
limfatik yang banyak. Dengan demikian, pada kasus-kasus di mana tidak
ada ditemukan implantasi peritoneal, tetapi semata-mata merupakan lesi
retroperitoneal yang terisolasi, diduga menyebar secara limfatik. Selain
itu, kecenderungan adenokarsinoma endometrium untuk menyebar
melalui jalur limfatik menunjukkan endometrium dapat diangkut melalui
jalur ini. Meskipun teori ini tetap menarik, namun sedikit studi yang
melakukan
eksperimen
untuk
mengevaluasi
bentuk
transmisi
epitel
permukaan
ovarium
berpotensial
mengalami
dan
memiliki
kadar
17-hidroksisteroid
terjadi
manifestasi
resistensi
relatif
terhadap
sitotoksik
terhadap
benda
asing.
Pada
penderita
selular
juga
mempengaruhi
perkembangan
primata
dimana
dilaporkan
bahwa
predisposisi
genetik
gen
yang
berpotensi
memiliki
pengaruh
terhadap
reproduksi
endometriosis,
retrograd.
Dengan
dapat
kemungkinan
demikian,
menjadi
predisposisi
melalui
eksaserbasi
endometriosis
telah
dengan
kehadiran
estrogen
untuk
merangsang
produk
industri.
Mengkonsumsi
makanan
yang
10
11
12
yang
lebih
parah
mungkin
hanya
merasakan
sedikit
13
Gejala perimenstruasi atau siklis, seperti usus atau kandung kemih, dengan
atau tanpa pendarahan abnormal atau nyeri.
Infertilitas
Fatigue kronis
proporsi
signifikan
yang
diperoleh
adalah
tanpa
gejala
(asymptomatic). Diagnosis endometriosis yang hanya didasarkan pada gejalagejala yang muncul dapat menjadi sulit, sebab tampilannya sangat bervariasi
dan mungkin tumpang tindih dengan kondisi lain seperti sindrom usus
teriritasi (irritable bowel syndrome) dan penyakit radang pelvik. Sebagai
hasilnya, seringkali terdapat penundaan hingga 12 tahun ketika gejala mulai
muncul hingga diagnosis yang jelas dan pasti ditemukan.2
Uji fisik terhadap genital eksternal biasanya normal. Terkadang, uji
spekulum dapat mengungkapkan implan berwarna kebiruan atau lesi
proliferatif berwarna merah yang mengalami pendarahan jika disentuh,
keduanya biasa ditemukan dalam forniks posterior. Penyakit pada wanita
penderita endometriosis yang menginfiltrasi dalam biasanya melibatkan sekat
rektovagina dan seringkali terpalpasi. Kondisi ini kurang sering terlihat dan
tidak mempunyai tanda-tanda khusus pada banyak kasus. Uterus seringkali
menunjukkan penurunan mobilitas atau fiksasi. Para wanita dengan
endometrioma ovarium mungkin mempunyai massa adneksal tetap. Focal
tenderness dan nodularitas ligamen uterosakral mengacu pada dugaan
penyakit dan seringkali menjadi satu-satunya gejala fisik yang ditemui. Uji
14
CA-125
seringkali
meningkat
pada
para
wanita
penderita
endometriosis tingkat lanjut. Akan tetapi kenaikan kadar juga dapat diamati
di tahap awal kehamilan selama menstruasi normal, dan pada para wanita
dengan penyakit radang pelvik akut atau leiomyoma. Kadar CA-125 serum
bervariasi hingga terkadang melewati siklus menstruasi. Secara umum, CA125 serum mencapai kadar paling tinggi selama fase menstruasi dan paling
rendah pada fase midfolikuler dan periovulatori. Akan tetapi, penelitian
seputar sensitivitas dan kemampuan pengulangan uji menghasilkan hasil
yang berlawanan sehingga tidak diketahui waktu terbaik untuk melakukan
uji. CA-125 serum telah dianjurkan sebagai uji selektif bagi diagnosis
endometriosis. Akan tetapi meta-analisis yang meliputi 23 penelitian terpisah
menggunakan penyakit terdiagnosis dengan operasi sebagai standar emas,
mengarahkan pada kesimpulan bahwa penanda yang digunakan terlalu
sedikit. Cut off value yang memberikan 90% spesifisitas mempunyai
sensitivitas kurang dari 30%, dan jika disesuaikan dapat mencapai sensitivitas
50% dengan spesifisitas 70%. Sebagai uji selektif bagi tahap endometriosis
lanjutan, nilai-nilai yang berkaitan dengan spesifisitas 90% mempunyai
sensitivitas kurang dari 50%. Secara umum, sensitivitas uji CA-125 terlalu
rendah sebagai uji seleksi yang efektif bagi diagnosis endometriosis.1
Kadar CA-125 serum dapat mempunyai beberapa nilai dalam evaluasi
praoperatif para wanita yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
15
Pencitraan
dengan
aliran
Color
Doppler
umumnya
16
akut
dan
produk-produk
darah
terdegenerasi.
Ketika
gonadotrophine-releasing
hormone
dapat
digunakan
untuk
17
hingga parah yang tidak berkaitan dengan menstruasi dan yang tidak dapat
diatasi dengan obat-obatan nonsteroid antiperadangan dan antibiotik, diacak
untuk menerima depot leuprolide acetate (3.75 mg intramuskular setiap bulan
selama 3 bulan) atau placebo sebelum laparoskopi diagnostik. Mereka yang
diberi pengobatan tersebut mengalami amenore dan mengalami penurunan
gejala nyeri sebelum operasi, serta mengungkapkan endometriosis dalam
78/95 pastisipan (82%).
Meskipun
kriteria
klinis
yang
digunakan
dapat
membuktikan
terbukti
menderita
endometriosis,
mungkin
dapat
memperoleh
18
kali lipat dengan laparoskopi, ketika suatu uji yang teliti dan sistematis
dilakukan.
Implan peritoneum klasik merupakan lesi bubuk mesiu biru-hitam
(mengandung deposit hemisoderin dari darah yang terperangkap) dengan
berbagai jumlah fibrosis di sekelilingnya, tetapi sebagian besar implan tidak
biasa (athypical) dan tampak putih pekat, merah seperti api, atau vesikular.
Penyakit ini tidak umum ditemui dalam adhesi ovarium, bercak kuningcoklat, atau dalam kerusakan peritoneum. Lesi merah sangat vaskular,
proliferatif, dan merepresentasikan tahap awal penyakit. Lesi terpigmentasi
merepresentasikan penyakit dalam tahap yang lebih lanjut. Keduanya aktif
secara metabolisme dan umumnya berkaitan dengan gejala. Lesi putih kurang
vaskular dan aktif, serta kurang sering menimbulkan gejala. Penelitian
laparoskopi serial telah mengungkapkan bahwa terdapat perkembangan alami
pada penampilan lesi endometriosis dari waktu ke waktu, dan variasi lesi
dapat diamati setiap saat pada masing-masing individu. Kriteria histologis
yang ketat akan memperkuat diagnosis operasi endometriosis pada setengah
dari jumlah kasus yang ada. Bukti mikroskopis endometriosis dalam
peritoneum yang tampak normal merupakan hal yang umum pada para
wanita infertil yang tidak menunjukkan gejala, dengan atau tanpa penyakit
yang tampak (6-13%). Akan tetapi, hal ini mempunyai signifikansi klinis
yang belum pasti sebab hal ini dapat ditemukan pada kebanyakan wanita,
tetapi hanya berkembang pada beberapa wanita.4
Endometrioma biasanya tampak sebagai kista halus dan gelap,
khususnya berkaitan dengan adhesi dan mengandung cairan berwarna coklat
pekat. Endometrioma yang lebih besar seringkali multilokular. Pemeriksaan
visual yang teliti pada ovarium biasanya sangat terpercaya untuk deteksi
endometrioma, tetapi ketika dugaan penyakit sangat tinggi dan gejala tidak
terlalu tampak, eksplorasi teliti dengan penusukan ovarium dan aspirasi dapat
dilakukan. Endometrioma ovarium biasanya disertai
peritoneum
yang
terlihat
(visual).
Sebaliknya,
sejumlah lesi
endometriosis
yang
19
20
Pengobatan simtomatik
Kontrasepsi oral
Progestin
Danazol
Gestrinon
Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)
Aromatase Inhibitor
endometriosis,
sehingga
jenis
obat
yang
digunakan
harus
21
dapat
mempertimbangkanpemberian
kontrasepsi
oral
22
23
Keterangan : * TE, Tidak ada Efek, + tidak memberikan efek atau efek ringan, +
memberikan efek sedang, ++ memberikan efek yang kuat **17 os-OH, 17hydroxyprogesterone derivates
direkomendasikan
menggunakan
progestin
pilihan
dalam
endometriosis(Rekomendasi B)
24
mengurangi
nyeri
terkait
3. Agonis GnRH
a. Cara kerja
Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis akan mengakibatkan
down-regulation reseptor GnRH yang akan mengakibatkan berkurangnya
sensitifitas kelenjar hipofisis. Kondisi ini akan mengakibatkan keadaan
hipogonadotropin
hipogonadisme
yang
akan
mempengaruhi
lesi
yang
berperan
untuk
mempertahankan
pertumbuhan
dibandingkan
kadar
yang
akan
mengaktifasi
jaringan
25
(nafarelin,
mengenai
dosis
atau
durasi
pengobatan
terbatas
(Rekomendasi A)
2. Klinisi direkomendasikan memberikan terapi hormone add-back saat
memulai terapi agonis GnRH untuk mencegah hilangnya massa tulang
dan timbulnya gejala hipoestrogenik. Pemberian terapi add back tidak
mengurangi efek pengobatan nyeri (Rekomendasi A)
3. GDG merekomendasikan agar klinisi berhati-hati mempertimbangkan
pemberian agonis GnRH pada wanita muda dan dewasa, karena wanita
mungkin tidak mencapai kepadatan tulang maksimal (Rekomendasi D
GPP)
4. Aromatase inhibitor
a. Cara Kerja
Beberapa penelitian menunjukkan potensi mitogenik estradiol yang
mendorong pertumbuhan dan proses inflamasi di lesi endometriosis.
Estrogen lokal dari lesi endometriosis berkaitan erat dengan ekspresi
enzim aromatase sitokrom P450. Kadar mRNA aromatase yang meningkat
ditemukan pada lesi endometriosis dan endometrioma ovarium. Karena
peran penting enzim aromatase dan estrogen lokal pada endometriosis,
maka aromatase inhibitor dipikirkan menjadi pilihan terapi yang potensial
pada pasien dengan endometriosis.3,4
b. Efek Samping
Efek samping relatif ringan seperti nyeri kepala ringan, nyeri sendi,
mual dan diare. Dibandingkan dengan penggunaan GnRH analog, keluhan
hot flushes lebih ringan dan lebih jarang. Penggunaan jangka panjang
dapat meningkatkan risiko osteopenia, osteoporosis dan fraktur. Data
jangka panjang didapat dari wanita yang diobati karena kanker payudara,
dimana ditemukan kejadian fraktur berkisar dari 2,5 hingga 11 persen.3
26
c. Rekomendasi
Pada wanita dengan endometriosis rektovagina yang tidak berhasil
dengan
terapi
medis
lain
atau
pembedahan,
klinisi
dapat
uterosacral
nerve
ablation
(LUNA)
dan
pre-sacral
28
ovarium dan status faktor tuba dan faktor pria merupakan faktor utama yang
penting untuk dipertimbangkan selain stadium penyakit. Setelah tindakan operatif
kita masih membutuhkan waktu 12 bulan untuk memberikan kesempatan
pemulihan dan kemungkinan untuk konsepsi secara alami. 3,4
Sebelum memutuskan untuk melakukan pembedahan atau medikamentosa
terlebih dahulu, cadangan ovarium sekali lagi merupakan faktor pertimbangan
utama dalam penatalaksanaan infertilitas jika terjadi penurunan atau usia pasien
sudah lebih dari 38 tahun dan infertilitas telah berlangsung lama maka tindakan in
vitro fertilization (IVF) sangat perlu untuk segera dilakukan, bahkan bila stadium
endometriosis tidak terlalu berat tindakan pembedahan dapat ditunda. Keputusan
ini akan semakin kuat bila ternyata ada gangguan pada faktor tuba atau faktor pria
seperti tampak pada gambar 1. 3,4
30
pasien harus mengarah kepada tindakan IVF sehingga tindakan pembedahan dapat
dilewatkan.
Pembedahan tetap harus dipertimbangkan karena manfaatnya sangat besar
bagi pasien endometriosis untuk meningkatkan kemungkinan konsepsi alami.
Diharapkan konsepsi alami terjadi paling lama satu tahun setelah pembedahan.
Jika hal ini gagal maka menurut de Ziegler sebaiknya tindakan selanjutnya adalah
IVF. Menurut bagan de Ziegler pada gambar 1 tidak dianjurkan untuk dilakukan
hiperstimulasi ovarium terkontrol yang dilanjutkan dengan inseminasi karena
tidak tepat guna secara ekonomis dan luarannya kurang baik berdasarkan
beberapa metaanalisis. 3,4
Bahkan mereka menganjurkan untuk setiap pasien endometriosis di stadium
manapun yang mungkin dilakukan pembedahan bila menghendaki untuk segera
hamil semestinya juga ditawarkan untuk langsung dilakukan IVF tanpa
pembedahan dengan pertimbangan rumitnya penatalaksanaan endometriosis dan
kerugian dan ketidaknyamanan pasien yang timbul pada setiap tindakan yang
dipilih.
Pilihan untuk langsung melakukan IVF tanpa pembedahan pada
endometriosis ini sebaiknya tidak dilakukan bila memang ditemukan adanya nyeri
pelvis berat, adanya hidrosalping dan endometrioma yang besar atau bilateral.
Pada kasus ini tindakan pembedahan terlebih dahulu lebih memberikan manfaat
dan dilanjutkan dengan IVF. 3,4
1. Oral terapi
Meskipun terapi medikamentosa endometriosis terbukti dapat mengurangi
rasa nyeri namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat
meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa
penggunaan progestin dan agonis GnRH tidak dapat meningkatkan fertilitas
pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang. Penelitian acak yang
dilakukan pada 71 pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang
melaporkan laju kehamilan dalam 1-2 tahun sama dengan laju kehamilan bila
diberikan agonis GnRH selama 6 bulan (HIFERI, 2013).
31
kelompok
yang
menggunakan
obat-obatan
penekan
ovulasi
32
implantasi rate, rata-rata jumlah oosit yang diambil dan puncak konsentrasi
estradiol juga secara signifikan lebih rendah pada kelompok endometriosis.
Meskipun kedua protokol GnRH antagonis dan GnRH-analog untuk IVF /
ICSI sama-sama efektif dalam hal implantasi dan angka kehamilan secara
klinis, GnRH analog lebih disukai.
Penggunaan jangka lama (3-6 bulan) sebelum IVF pada kelompok pasien
dengan proporsi cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai endometriosis
moderate - severe, menunjukkan angka kehamilan lebih tinggi (rekomendasi
kelas A).
33
2.9.
PROGNOSIS
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita
34
BAB III
SIMPULAN
3.1. SIMPULAN
Evaluasi klinis yang teliti dapat dilakukan untuk identifikasi dugaan
endometriosis, tetapi tidak dapat dilakukan untuk memastikan diagnosisnya.
Meskipun konsentrasi CA-125 serum dapat memberikan bukti nyata dan benar
mengenai penyakit ini, sensitivitas uji terlalu rendah untuk menjadikannya sebagai
alat seleksi yang efektif. Di sisi lain, ultrasonografi transvagina dan MRI
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk mendeteksi endometrioma
ovarium, tetapi tidak dapat diandalkan untuk menggambarkan implan peritoneum
dari penyakit ini. Tanggapan klinis terhadap pengobatan medis yang empiris
ternyata tidak dapat digunakan untuk memastikan diagnosis endometriosis.
Sementara itu pada kebanyakan wanita, diagnosis endometriosis membutuhkan uji
laparoskopis yang teliti dan sistematis. Uji histologis terhadap lesi dapat
memperkuat kesan pembedahan dan biasanya lebih disukai, tetapi uji ini tidak
dibutuhkan untuk memastikan diagnosis dengan alasan-alasan tertentu.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuwantono, Tono. 2010. Diagnosis endometriosis dalam praktek. Bandung:
Subbagian Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Bagian Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan FK UNPAD/RSHS Unit Teknik Reproduksi Berbantu
Aster RS dr. Hasan Sadikin Bandung. Diakses tanggal 21-12-2015
2. Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
3. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Williams Ed.23 Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. European Society for Human Reproduction and Embriology (ESHRE). 2013.
Management of women with endometriosis.
5. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
2013. Konsensus Penanganan Infertilitas.
6. Ballard K, Lane H, Hudelist G, Banerjee S, Wright J. Can specii c pain
symptoms help in the diagnosis of endometriosis? A cohort study of women
with chronic pelvic pain. Fertil Steril.
7. Brown J, Kives S, Akhtar M. 2011. Progestagens and anti-progestagens for
pain associated with endometriosis. Cochrane Database Systematic Reviews
[Internet]. Diakses tanggal 21-12-2015
8. Hooghe M.T, Hill, J. A,: Endometrisis, Novak's Gynecology, 14th , Williams
&
Willkins, Baltimore USA,2007; 1137-84.
9. Lorraine Henderson and Ros Wood. 2000. Explaining endometriosis. pt
aramond by DOCUPRO, Sydney
10. Pogijaya. 2013. Diagnosis dan penanganan infertilitas-yang-rasional.
[Internet]. Diakses tanggal 21-12-2015
11. Speroff. L, Fritz MA. Neuroendocrinology, Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 7th, William & Willkins, Baltimore. 2005;146
85.
12. Togas Tulandi, 2004, ENDOMETRIOSIS, Advances and Controversies,
McGill University Montreal, Quebec, Canada
13. Wiknjosastro, H. 2011. Ilmu Kebidanan. YBPS. Jakarta
36