Anda di halaman 1dari 124

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU

AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS


KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Christina Santi Dwi Prastiwi
NIM : 05 8114 049

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU


AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS
KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Christina Santi Dwi Prastiwi
NIM : 05 8114 049

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

ii


iii

iv

Dedicated to :
My First Goal -Jesus Christ-,
Bapak, Ibu, Maria Santi,Libertus Tintus,
Sahabat-sahabatku,
Almamaterku

Ada pribadi yang berjalan di depan kita


Tapi sering membuat kita tertinggal.
Ada pribadi yang berjalan di sisi kita
Tapi sering membuat kita kesepian.
Namun ada Pribadi yang berjalan di dalam kita
Dan kita pun melangkah dengan berbeda
Waktu pepohonan meranggas
Tanah mulai kerontang dan retak
Waktu lutut ingin menyerah
Beri perkasa padaku
Karena aku ingin belajar kuat
Belajar padaMu, ya Sandaranku

PRAKATA

Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Bapa
di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya
membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul
Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang
Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi
Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk
menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan
dunia kefarmasian pada khususnya.
Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah
mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak
langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :
1.

Bapa di surga yang telah mengutus putra-Nya yang tunggal ke dunia


untuk menebus dosa manusia dan untuk menyertai umat-Nya yang
masih berjuang di dunia ini.

2.

Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas


Sanata Dharma Yogyakarta serta selaku dosen pembimbing yang telah

vi

memberikan segala waktu dan kesabarannya dalam mendampingi


penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
3.

Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah memberikan banyak


masukan tentang cara analisis data pada penelitian ini.

4.

Walikota Yogyakarta c.q BAPPEDA Sleman yang telah memberikan


ijin untuk melakukan penelitian di Sleman.

5.

Pihak Puskesmas Kabupaten Sleman yaitu Puskesmas Mlati I,


Puskesmas Depok II, Puskesmas Ngaglik I atas kerjasamanya
memberikan ijin peneliti untuk mengambil data guna kepentingan
penelitian.

6.

Akseptor KB di puskesmas yang telah bersedia meluangkan waktunya


mengisi kuisioner dan diwawancarai guna kepentingan data penelitian.

7.

Bapak dan Ibu terkasih, atas kasih sayang, semangat, bantuan, dan doa
yang tiada henti untuk penulis.

8.

Maria Santi Astuti, kakakku yang dengan suka duka menemani penulis
saat pengambilan data sampai dengan selesainya skripsi ini.

9.

Libertus Tintus H, untuk dukungan, kasih sayang, pertengkaran, air


mata, senyuman, canda tawa, dan buat ajaran hidupnya dalam
mengatasi setiap masalah.

10. Keluarga besar di Pangkalpinang atas dukungan dan semangat yang


diberikan

kepada

penulis

Yogyakarta.

vii

selama

menempuh

pendidikan

di

11. Olivia Ganeswati, Theresia Elvira, Ade Entyna, Dwi Arunningtyas,


Aloysia Dona untuk kebersamaannya di masa lalu dan masa yang akan
datang.
12. Asyen, Meidina, Kak Merry, Dini, Yenni, Ayu, Grace, Sari, Jojo, Livi,
Kak Galih, Sifa, Tegal, Eka, Evina, Ita, Ina, Jesti, Putri untuk
kebersamaannya dari pagi hingga pagi lagi di Kost Difa.
13. Alexander Arie Sanata Dharma atas masukan dan bantuan dalam
penelitian ini.
14. Teman-teman FKK angkatan 2005, yang selalu mendukung dan
memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung kepada
penulis.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
Segala kesempurnaan adalah milik Bapa, maka penulis yang jauh dari
sempurna inipun mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata
yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar bahwa betapa
penting kritik dan saran yang membangun agar karya ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia
kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.

Penulis

viii

ix

INTISARI

Sebagai upaya untuk mengendalikan banyaknya penduduk, pemerintah


melancarkan program KB. Tujuan utama adalah membatasi jumlah kelahiran dan
menjarangkan kelahiran. Di tengah perjalanan, ternyata banyak manfaat yang
dapat dipetik dari program KB. Dengan ber-KB ternyata lebih mensejahterakan
ibu hamil. Kegiatan KB berhubungan langsung dengan penggunaan alat
kontrasepsi. Awalnya teknologi kontrasepsi sejalan dengan kebutuhan untuk
mengatasi masalah pertumbuhan penduduk. Namun saat ini pemilihan kontrasepsi
lebih didasarkan pada bagian dari hak-hak reproduksi. Berhasil tidaknya metode
kontrasepsi yang digunakan berkaitan dengan pengetahuan mereka yang dapat
dilihat dari tingkat pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat
pendidikan terhadap perilaku akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non eksperimental analitik
dengan rancangan penelitian cross sectional yang dilakukan dengan pengisian
kuisioner dan wawancara kepada responden yang merupakan pelanggan KB tetap
Puskesmas. Hasil wawancara digunakan untuk pendekatan kualitatif. Nilai
kuisioner yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan dipakai untuk
pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dengan menghubungkan tingkat
pendidikan dengan nilai pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Pengolahan
dilakukan menggunakan metode statistik Chi square.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan
dengan pengetahuan dan tindakan akseptor KB tetapi tidak terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan dengan sikap.
Kata Kunci : KB, kontrasepsi, pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan.

ABSTRACT
As the effort to control the number of population, the government
develop Family Planning Programs. The main purpose of this system is to make a
birth limit and spare. And then, a lot of benefit is got by Family Planning
Programs. With Family Planning Programs the pregnant women is more
prosperous. Family Planning Programs activity is directly related with
contraception device. At the beginning, contraception technology is used to solve
development problem. Recently, the used of the contraception is based on the
reproduction rights. Succesfull of contraception method related with their
knowledge which is can be seen by education level.
The purpose of this research is to find out the correlation between the
education level and the behaviour of Family Planning Programs acceptors
towards the contraception in Sleman Local Government Clinic. The method of
this research is non experimental analytic with cross sectional program and did it
by quiz and interview to a group of respondent who is always use Family
Planning Programs in Sleman Local Government Clinic. The result of interview
is used to quality limitation. The score which is consist of knowledge, behaviour,
and action are used to quantity limitation. Data of quantity is processed to find the
relation between education degree with knowledge, behaviour, and action of the
respondent. Data is processed by Chi square method.
The result of this research show that there is correlation between
education level with knowledge and action of the respondent, but there is no
correlation between education level with behaviour.
Key Word: Family Planning, contraception, knowledge, behaviour, action,
education.

xi

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...

HALAMAN JUDUL.

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii

HALAMAN PENGESAHAN...

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

PRAKATA

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

ix

INTISARI...

ABSTRACT...

xi

DAFTAR ISI

xii

DAFTAR TABEL.

xvi

DAFTAR GAMBAR.

xvii

DAFTAR LAMPIRAN..

xix

BAB I. PENGANTAR...

A. Latar Belakang...

1. Permasalahan....

2. Keaslian penelitian...

3. Manfaat penelitian

B. Tujuan Penelitian...

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...

A. Keluarga Berencana...

1. Definisi...

xii

2. Pelayanan kontrasepsi..

B. Reproduksi ....

1. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita..

2. Haid dan fertilisasi...

10

C. Kontrasepsi.. 13
1. Definisi.. 13
2. Cara Kerja Kontrasepsi.

13

D. Jenis Kontrasepsi......................... 13
1. Secara nonfarmakologis...

14

2. Secara farmakologis.....................................................

17

E. Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional.

26

F. Perilaku...

27

1. Pengetahuan..

28

2. Sikap.. 29
3. Tindakan 30
G. Pendidikan... 30
H. Landasan Teori 31
I. Hipotesis.. 32
BAB III. METODE PENELITIAN....

33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian..

33

B. Variabel dan Definisi Operasional..

33

1. Variabel.

33

2. Definisi operasional.

33

xiii

C. Waktu dan Tempat Penelitian

34

D. Instrumen Penelitian...

35

E. Subjek Penelitian. 35
F. Tata Cara Penelitian

36

1. Penentuan lokasi penelitian.

36

2. Pengurusan izin penelitian

36

3. Sampling frame

37

4. Penetapan besar sampel...

37

5. Pembuatan transkrip wawancara dan kuisioner

39

6. Pengujian reliabilitas dan validitas kuisioner

40

G. Pengambilan Data...

42

H. Tata Cara Analisis Data..

42

I. Kesulitan dan Kelemahan...

46

1. Kesulitan penelitian..

46

2. Kelemahan penelitian...

46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

47

A. Karakteristik Responden.

47

1. Usia responden.

47

2. Jumlah anak... 49
3. Pekerjaan responden.

51

4. Tingkat pendidikan responden.

52

5. Jenis kontrasepsi yang digunakan.

55

6. Pernah atau tidak mengalami efek samping kontrasepsi........... 57

xiv

7. Pernah atau tidak mengganti jenis kontrasepsi.

58

B. Kejadian Efek Samping dan Penggantian Jenis Kontrasepsi yang


Pernah Dialami Akseptor KB

59

1. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi suntik...

61

2. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi pil. 62


3. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi IUD..

63

4. Kejadian penggantian jenis kontrasepsi

64

C. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Akseptor KB


(Pendekatan Kuantitatif)

67

1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan


akseptor KB tentang kontrasepsi... 68
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap akseptor KB
tentang kontrasepsi 70
3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor
KB tentang kontrasepsi.

72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 75


A. KESIMPULAN...

75

B. SARAN...

76

DAFTAR PUSTAKA.

77

BIOGRAFI PENULIS

105

xv

DAFTAR TABEL
Tabel I.

Kontrasepsi hormonal yang sering dipakai di Indonesia.. 20

Tabel II.

Skor berdasarkan kategori jawaban

Tabel III.

Persentase usia akseptor KB di Puskesmas Sleman 48

Tabel IV.

Frekuensi efek samping dari kontrasepsi yang digunakan


Akseptor KB di Puskesmas Sleman

Tabel V.

40

60

Frekuensi alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB


Puskesmas Sleman..

xvi

65

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Anatomi alat reproduksi wanita.. 9

Gambar 2.

Metode Billings.. 15

Gambar 3.

Skema teori Parsons..

28

Gambar 4.

Skema teori Weber

30

Gambar 5.

Analisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku.

45

Gambar 6.

Persentase jumlah anak akseptor KB di Puskesmas


Sleman

Gambar 7.

Persentase jenis pekerjaan akseptor KB di Puskesmas


Sleman

Gambar 8.

51

Persentase tingkat pendidikan akseptor KB di Puskesmas


Sleman

Gambar 9.

49

53

Persentase dua tingkat pendidikan akseptor KB di


Puskesmas Sleman.. 54

Gambar 10.

Persentase jenis kontrasepsi yang disediakan dan digunakan


akseptor KB di Puskesmas Sleman. 55

Gambar 11.

Persentase kejadian efek samping pada akseptor KB di


Puskesmas Sleman.. 57

Gambar 12.

Persentase kejadian penggantian jenis kontrasepsi pada


akseptor KB di Puskesmas Sleman

Gambar 13.

58

Persentase efek samping dari kontrasepsi yang digunakan


akseptor KB di Puskesmas Sleman

xvii

61

Gambar 14.

Persentase alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB


Puskesmas Sleman...

xviii

66

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Kuisioner.. 80

Lampiran 2

Contoh kuisioner dengan jawaban..

Lampiran 3

Pedoman wawancara 86

Lampiran 4

Ijin penelitian...

Lampiran 5

Daftar puskesmas. 89

Lampiran 6

Hasil uji reliabiitas dan validitas kuisioner.

89

Lampiran 7

Hasil kuisioner

92

Lampiran 8

Statistik deskriptif jumlah anak.

96

Lampiran 9

Statitistik deskriptif tingkat pendidikan

96

Lampiran 10

Median perilaku...

97

Lampiran 11

Pembagian nilai pendidikan, pengetahuan, sikap dan


tindakan..

83

88

97

Lampiran 12

Nilai statistik frekuensi... 100

Lampiran 13

Chi square pendidikan dengan pengetahuan.. 100

Lampiran 14

Chi square pendidikan dengan sikap.......... 101

Lampiran 15

Chi square pendidikan dengan tindakan 102

Lampiran 16

Alur pemilihan metode chi square...................................... 103

xix

BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Problem mendasar yang selalu dialami oleh negara-negara berkembang,
yaitu masalah kependudukan. Di Indonesia masalah ini sudah menjadi masalah
nasional, mengingat kondisinya yang masih dalam perkembangan. Sejak lama
Indonesia mempunyai potensi penduduk yang termasuk empat besar di dunia
setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian Indonesia.
Sejak lama pula potensi tersebut sudah disadari oleh bangsa kita. Menurut Hasil
Sementara Sensus Penduduk Indonesia tahun 2004 dan proyeksi secara sederhana
menghasilkan jumlah penduduk pada akhir tahun 2004 sebanyak 214 215 juta
jiwa. Pertumbuhannya tinggi dengan ditandai tingkat kelahiran dan tingkat
kematian yang tinggi pula. Melihat situasi seperti ini mengakibatkan kesehatan
ibu dan anak sangat rendah. Tidak semua penduduk produktif dan dana yang
berhasil dikumpulkan oleh keluarga habis untuk memelihara kesehatan dan
kehidupan keluarga yang kurang sejahtera (Haryono, 2008).
Usaha pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan suatu program yang
dikenal sebagai program Keluarga Berencana (KB). Tujuan program KB di
Indonesia, antara lain melembagakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS). Selama 20 tahun pelaksanaan program KB, angka kelahiran
kasar menurun dari 44 menjadi 29 per 1000 penduduk. Kesuksesan program KB
berkaitan erat dengan penggunaan kontrasepsi (Soeradi, 1994).

Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu didalam paket


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang
serius, karena dengan mutu pelayanan KB berkualitas diharapkan akan dapat
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Telah berubahnya paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan yang awalnya pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus
pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi, maka pelayanan KB harus
menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak klien atau masyarakat
dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan (Soeradi, 1994).
Masalah konkrit yang dihadapi pasangan suami istri dalam melaksanakan
program KB adalah bagaimana memilih metode kontrasepsi yang paling baik,
tidak hanya soal cara mana yang paling gampang untuk mencegah kehamilan,
akan tetapi banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih cara berKB (Gieles, 2001). Salah satu analisis tentang program Keluarga Berencana
Indonesia yang sangat luas menunjukkan bahwa sebagian besar pengurangan
fertilitas berkaitan dengan peningkatan jenjang pendidikan.
Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB diantaranya
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor pendukung lainnya. Untuk
mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik,
demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program
KB berkurang (Notoatmojo, 2003). Melihat hal ini, maka faktor pendidikan
seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan menerima
informasi. Orang dengan pendidikan tinggi, tentunya mempunyai cakupan

informasi yang lebih daripada seseorang yang berpendidikan rendah (Broewer,


1993). Masih rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, ditakutkan akan
membuat pelaksanaan program KB yang kurang berhasil.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk
pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan
tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara
kehidupan baru (Anonim ,1980).
Kalau kita berbicara tentang KB, tentu tidak akan lepas akan pembicaraan
tentang kontrasepsi. Hal ini karena metode kontrasepsi merupakan sarana vital
guna mensukseskan gerakan KB, sehingga penggunaan kontrasepsi sangat penting
untuk diinformasikan dan dimengerti oleh masyarakat luas. Demikian pula
informasi tentang sarana dan prasarana pendukung lainnya, seperti tempat
pelayanan kontrsepsi, tenaga medis yang melayani, tempat merujuk jika terjadi
kegagalan atau komplikasi serta upaya penanggulangan efek samping pemakaian
kontrasepsi secara mandiri.
Saat ini masih terjadi penggunaan alat kontrasepsi yang tidak sesuai
dengan tujuan pengaturan maupun kondisi fisik pengguna. Hal tersebut
disebabkan oleh belum tersosialisasinya penggunaan kontrasepsi secara rasional.
Pemakaian alat kontrasepsi secara rasional, efektif dan efisien akan meningkatkan
keberlanjutan pemakaian kontrasepsi.
Berdasarkan data BPS tahun 2005, Kabupaten Sleman mempunyai
jumlah rumah tangga yang paling tinggi dibanding wilayah lain di D. I.

Yogyakarta yaitu 318.423 rumah tangga dengan jumlah akseptor KB mencapai


113.296 peserta, sehingga akan mendukung dalam penyebaran kuisioner.
Responden yang digunakan adalah akseptor KB yang merupakan
pelanggan tetap di Puskesmas Kabupaten Sleman. Sesuai dengan tiga fungsi
puskesmas sendiri yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan
kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, sehingga diharapkan
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang mempunyai kesadaran tinggi
akan gerakan KB.
Untuk mendukung gerakan KB ini mutu pelaksana, pengelola dan peserta
KB harus ditingkatkan. Untuk petugas klinik, dokter, dan penyuluh KB yang
merupakan ujung tombak harus lebih dahulu menguasai materi untuk mendukung
gerakan KB, sehingga

dengan bekal tersebut diharapkan petugas KB dapat

memberikan informasi dan motivasi yang jelas dan benar kepada para PUS secara
dini. Pelayanan KB diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan kontrasepsi. Peningkatan tersebut dalam hal pemakaian kontrasepsi
serta kemandirian dalam kegiatan pelayanan kontrasepsi maupun mengikuti caracara kontrasepsi (Rukanda, Ryanto, Syarief, Hasjim, Saleng, Muhasjim, 1993).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan
masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
a) Seperti apakah karakteristik akseptor KB di Puskesmas Sleman?

b) Seperti apakah kejadian efek samping dan penggantian jenis kontrasepsi yang
pernah dialami akseptor KB ?
c) Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan,
sikap, dan tindakan akseptor KB di Puskesmas Sleman?
2. Keaslian penelitian
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, penelitian sejenis mengenai Hubungan
Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi di
Puskesmas Kabupaten Sleman yang sudah pernah dilakukan seperti: Perilaku
Akseptor Di Kota Yogyakarta: Kajian Motivasi, Pengetahuan Dan Pola
Penggunaan oleh Kusuma (2006), Pengetahuan dan Motivasi Tentang Kontrasepsi
pada Akseptor KB Di 4 Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sleman oleh Erny
(2007), Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Penggunaan Metode
Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran di Kecamatan Kembaran
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah oleh Kuswati (2007). Perbedaannya terletak
pada subyek penelitian, tempat dan waktu pengambilan data.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang perilaku
akseptor KB tentang kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pelayanan
tentang kontrasepsi di puskesmas.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan, yaitu:
1. Untuk mengetahui seperti apakah karakteristik akseptor KB di Puskesmas
Sleman.
2. Untuk mengetahui seperti apakah kejadian efek samping dan penggantian jenis
kontrasepsi yang pernah dialami akseptor KB.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pengetahuan, sikap, dan tindakan akseptor KB di Puskesmas Sleman.

BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Keluarga Berencana
1. Definisi
Definisi Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organisation
(WHO) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, mengatur interval kehamilan, mengontrol waktu kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak (Hartanto,
2004).
Program KB berrfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak
pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting)
jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis, serta ferundity yaitu
kemungkinan kembalinya fase kesuburan (Anonim,2001).
Akseptor adalah pasangan usia subur yang menggunakan satu atau lebih
cara kontrasepsi. Pasangan Usia Subur adalah pasangan yang istrinya berumur 1549 tahun, dalam hal ini termasuk pasangan yang istrinya berumur di bawah 15
tahun atau lebih 49 tahun dan tetap mendapatkan menstruasi (Anonim,1990).
Pengertian sekarang oleh pemerintah, bahwa KB tidak lagi diartikan
sebagai upaya pengaturan kelahiran semata, tetapi lebih untuk itu yaitu diartikan
sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan


NKKBS (Mardiya, 1999).
2. Pelayanan kontrasepsi
Pelayanan kontrasepsi diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan maupun pemakaian kontrasepsi Untuk itu dikembangkan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pola pelayanan kontrasepsi rasional yang berpedoman pada masa reproduksi
sehat.
b. Pelayanan kontrasepsi ditujukan agar cara-cara KB baik bagi wanita maupun
pria lebih mengarah pada metode yang efektif dan terpilih.
c. Mengusahakan pemerataan tempat dan tenaga pelayanan kontrasepsi
(Rukanda dkk, 1993).
Dalam konseling pelayanan KB sebaiknya dilakukan secara dua arah.
Hal ini untuk membahas berbagai pilihan kontrasepsi, membantu akseptor
memilih metode kontrasepsi yang sesuai, dan memberikan informasi mengenai
konsekuensi pilihannya. Calon peserta KB yang sebelum memakai kontrasepsi
melakukan konseling yang baik, maka kelangsungan pemakaian kontrasepsi akan
lebih tinggi (Hartanto, 2004).
B. Reproduksi
Usia menikah yang umum dianjurkan sekurang-kurangnya 20 tahun
untuk wanita dan 25 tahun bagi laki-laki. Anjuran ini didasarkan pemikiran pada
usia tersebut wanita dan pria sudah mempunyai kesiapan batin dan jasmani untuk
melakanakan proses reproduksi. Waktu yang paling aman untuk terjadi kehamilan

dan persalinan adalah umur 20-30 tahun, dengan memperhitungkan jarak


kelahiran tiap anak 4 tahun diharapkan ibu hanya akan melahirkan dua kali.
Waktu 20-30 tahun itu disebut saat reproduksi sehat (Rukanda dkk, 1993).
Masa reproduksi adalah masa antara awal seorang wanita mendapat haid
(menorrhea) sampai akhir pubertas atau tidak haid lagi (menopause). Menopause
atau mati haid adalah masa seorang wanita tidak mendapat haid lagi, dan biasanya
terjadi sesudah umur 46-50 tahun (Anonim, 1990a).
1. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita
Alat reproduksi wanita terdiri ada 5 macam, yaitu vagina, uterus, tuba
fallopi, ovarium, dan ovum.

Gambar 1. Anatomi alat reproduksi wanita (Anonim, 2003)


a. Vagina
Merupakan saluran penghubung antara introitus vaginae di vulva dengan
uterus dan merupakan bagian yang langsung digunakan untuk senggama.

10

b. Rahim (uterus)
Letaknya di rongga panggul, di belakang kandung kencing, di depan
rektum, besarnya sebesar telur ayam. Uterus terdiri atas fundus uretri yang
merupakan bagian proksimal tempat masuknya kedua falopii, corpus uretri
(badan) berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin, cervix uretri (leher) dan
bagian cervix yang menonjol ke dalam vagina disebut mulut rahim (portio).
c. Saluran telur (tuba fallopi)
Saluran telur ini bermuara dalam uterus bagian atas dan panjangnya 10
cm. Saluran ini merupakan tempat terjadinya konsepsi, mempunyai fimbriae yang
akan menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium.
d. Indung telur (ovarium)
Pada tiap wanita umumnya ada dua indung telur kanan dan kiri. Pada
wanita dewasa selama masa hidupnya akan mengeluarkan kira-kira 400 butir sel
telur. Setiap bulannya indung telur akan mengeluarkan satu sel telur yang matang,
kadang-kadang dua sel telur. Lepasnya sel telur dari indung telur disebut ovulasi.
e. Sel telur (ovum)
Garis tengah 0,2 mm. Lama daya tahan sel telur untuk dapat dibuahi kirakira 12 jam. Tidak lama setelah keluarnya sel telur, di sekelilingnya banyak
menempel sel-sel yang akhirnya terlepas pada waktu melalui saluran telur
(Mardiya, 1999).
2. Haid dan fertilisasi
Haid atau menstruasi adalah pendarahan rahim yang fisiologik, terjadi
pada wanita yang tidak hamil pada masa reproduksi. Sebuah siklus menstruasi

11

dihitung saat hari pertama menstruasi sampai hari pertama menstruasi berikutnya.
Menstruasi berlangsung rata-rata 4-5 hari yang terjadi secara berkala, dengan
selang waktu kurang lebih 4 minggu. Lebih kurang satu minggu sebelum ovulasi
dinding rahim menebal dan jaringan pembuluh darah bertambah, bila tidak terjadi
kehamilan dinding rahim yang menebal akan lepas dan keluar sebagai menstruasi.
Panjangnya siklus menstruasi tidak sama pada setiap wanita, rata-rata panjang
siklus menstruasi adalah 28 hari (Mardiya, 1999). Pada setiap siklus menstruasi
dikenal 3 fase yang mempengaruhi siklus seorang wanita (DiPiro, 2005). Fase ini
adalah:
a. Fase follicular
Sistem reproduksi diatur oleh poros Hipotalamus-Pituitari-Gonad.
Follicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan kelenjar pituitari yang
distimulasi oleh Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH).
Empat hari pertama siklus menstruasi, FSH akan meningkat dan menstimulasi
perkembangan folikel-folikel di indung telur. Antara hari ke -5 dan ke- 7 ada
yang telah menjadi folikel yang dominan, yang nantinya akan pecah dan
melepaskan sel telur. Folikel-folikel dominan ini akan meningkatkan jumlah
estradiol dan inhibin yang dapat menyebabkan feed back negative.
Estradiol menghentikan menstruasi dari siklus sebelumnya, menebalkan
endometrium di rahim untuk mempersiapkan tempat untuk implanasi embrio.
Estrogen bertanggung jawab meningkatkan produksi mucus pada leher rahim
yang dapat memudahkan transport sperma selama fertilisasi.

12

b. Fase ovulasi
Terjadinya mekanisme feed back negative meyebabkan hipotalamus
memproduksi Follicle Stimulating Hormone Inhibiting Hormone (FSHIH) yang
berfungsi untuk mengurangi produksi hormon FSH. Pada saat yang bersamaan
hipotalamus menstimulasi Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH)
sehingga kelenjar pituitari mengeluarkan Luteinizing Hormone (LH). LH ini
menstimulasi maturasi folikular dan ovulasi. LH muncul 28 32 jam sebelum
folikel pecah, ini merupakan parameter ovulasi. Kira-kira pada hari ke-14 tiba-tiba
kadar LH menjadi tinggi menyebabkan folikel yang paling masak pecah dan
melepaskan sel telur. Pembuahan paling berhasil ketika pembuahan dilakukan 2
hari sebelum ovulasi sampai hari ovulasi. Sel folikel yang pecah tersebut
membentuk corpus luteum. Corpus luteum menghasilkan hormon progesteron
(Notodihardjo, 2002).
c. Fase luteal
Corpus luteum mensintesis androgen, estrogen dan progesteron.
Progesteron membantu mempertahankan dinding rahim, yang menopang
implanasi embrio dan mempertahankan kehamilan. Progesteron juga menghambat
pelepasan gonadotropin, mencegah perkembangan folikel yang baru. Jika
pembuahan tidak terjadi, maka terjadi degenerasi corpus luteum dan produksi
pergeseran progesteron. Penurunan progesteron akan menyebabkan menstruasi.
Pada akhir fase luteal, dengan tingkat estrogen dan progesterone yang rendah,
FSH mulai meningkat dan pelepasan folikular pada siklus berikutnya dimulai.

13

Fertilisasi adalah bertemunya sel telur dan sel sperma di saluran telur
(Mardiya, 1999). Fertilisasi dapat terjadi dengan syarat: pertama, adanya sel telur
dan sel sperma yang subur. Kedua, cairan sperma harus ada di vagina sehingga sel
sperma dapat menuju cervix kemudian ke rahim, lalu ke saluran oviduk untuk
membuahi sel telur. Ketiga, sel telur yang sudah dibuahi harus mampu turun ke
rahim, di rahim sel telur tersebut akan melakukan nidasi. Keempat, endometrium
atau dinding rahim harus siap untuk menerima nidasi (Notodihardjo, 2002).
C. Kontrasepsi
1. Definisi
Secara umum kontrasepsi mengandung arti pencegahan kehamilan setelah
hubungan seksual. Prinsipnya dengan menghambat sperma bertemu dengan ovum
yang matang, atau dengan mencegah ovum yang matang dari penanaman yang
sukses pada endometrium (DiPiro, 2005).
2. Cara kerja kontrasepsi
Cara kerja kontrasepsi adalah dengan mencegah masuknya sperma ke
dalam uterus, membunuh atau melemahkan sperma sehingga tidak dapat masuk ke
dalam rahim, menghambat terjadinya ovulasi, mengganggu terjadinya nidasi,
mencegah masuknya sel telur ke dalam rahim (Rukanda dkk, 1993).
D. Jenis Kontarsepsi
Strategi terapi yang digunakan didasarkan pada penggolongan jenis
kontrasepsi yaitu secara non farmakolgis dan farmakologis (DiPiro, 2005).
1. Secara nonfarmakologis

14

Kata nonfarmakologis, artinya pada metode kontrasepsi ini tidak


digunakan obat-obatan sebagai sarana pencegah kehamilan. Dasar metode
kontrasepsi ini adalah mencegah bertemunya sperma dengan sel telur. Terapi nonfarmakologis terdiri dari beberapa metode seperti pantang periodik (metode
kalender, metode mukus serviks, metode Basal Body Temperature), metode
barrier, dan tubektomi.
a. Sistem kalender
Untuk menggunakan metode ini wanita harus mengetahui jumlah hari
pada siklus pendek menstruasi dan jumlah hari pada siklus panjang. Kemudian
jumlah hari siklus pendek dikurang 18 untuk mengetahui hari subur pertama dan
jumlah hari pada siklus panjang dikurang 11 untuk mengetahui hari subur
terakhir. Angka kegagalan metode ini adalah 14.4 47 kehamilan pada 100
wanita per tahun (Hartanto, 2004).
b. Metode pengamatan mukus serviks (Billings)
Metode ini mempredikisi masa subur dengan mengukur lendir serviks.
Lendir ini dihasilkan oleh leher rahim, dan diatur oleh hormon-hormon
reproduksi. Hormon estrogen menyebabkan jumlah lendir serviks akan meningkat
dan lebih elastis. Terdapat Pola Dasar Tidak Subur (PDTS) yaitu PDTS kering
dan berlendir. Setelah masa menstruasi tidak ada lendir yang keluar (PDTS
kering) merupakan masa tidak subur, biasanya terjadi selama 3-5 hari (tidak tentu)
tapi mungkin juga tidak terjadi sama sekali. Hari pertama lendir keluar merupakan
hari kemungkinan subur, yang disebut PDTS berlendir. Makin mendekati saat
ovulasi, sifat lendir yang keluar biasanya semakin jernih dan cair yang

15

memberikan rasa licin dan rasa basah. Dalam kondisi seperti ini dilarang untuk
melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual dapat dilakukan 4 hari setelah
lendir serviks maksimal (hari puncak) hingga menstruasi terjadi lagi (Billings,
2006).

Gambar 2. Metode Billings (Billings, 2006)


Angka kegagalan metode ini adalah 1 25 kehamilan pada 100 wanita
per tahun (Billings, 2006).
c. Metode BBT (Basal Body Temperature)
Dasar metode ini adalah peninggian suhu badan 0.2 0.5 0 C pada waktu
ovulasi. Peninggian BBT mulai 1 2 hari setelah ovulasi, dan disebabkan oleh
peninggian kadar hormon progesteron. Metode ini dapat dikacaukan oleh
beberapa faktor antara lain adalah sedang sakit, kurang tidur, penggunaan obat

16

ataupun alkohol. Angka kegagalan metode ini adalah 0.3 6.6 kehamilan pada
100 wanita per tahun (Hartanto, 2004).
d. Metode barrier
Termasuk dalam metode ini adalah diafragma, cervical cap, dan kondom.
1) Diafragma
Merupakan tutup karet berbentuk seperti kubah, dapat digunakan kembali
dengan pinggiran yang fleksibel, yang dimasukkan ke dalam vagina, untuk
menghalangi jalan masuk sperma menuju ovum (DiPiro, 2005). Keuntungan
diafragma antara lain dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit kelamin.
Efek samping pemakaian diafragma yaitu adanya rasa panas dan nyeri akibat
alergi terhadap karet dan lecet pada kemaluan wanita akibat pemakaian diafragma
yang tergesa-gesa atau akibat goresan kuku pada saat pemakaian diafragma.
Angka kegagalannya tinggi yaitu 19-20% (Rukanda dkk, 1993).
2) Cervical cap
Bersifat lembut, berbahan karet dengan pinggiran kuat yang lebih kecil
ukurannya dari diafragma dan melindungi leher rahim seperti sarung jari. Cap
tetap efektif selama 48 jam dari hubungan seksual tanpa penambahan spermicide,
hal ini berarti lebih rapi untuk digunakan daripada diafragma.
3) Kondom
Merupakan alat yang mencegah kontak langsung antara vagina dengan
semen, luka, pengotoran alat kelamin dan penyakit menular. Keuntungan kondom
antara lain biaya murah, mudah didapat, tidak memerlukan resep dokter,
pemakaian mudah, dapat mencegah penularan penyakit kelamin dan efektif bila

17

dipakai dengan benar. Efek samping pemakaian kondom adalah adanya rasa nyeri
dan panas akibat alergi terhadap karet kondom dan lecet pada kemaluan akibat
pemakaian tergesa-gesa atau kurangnya pelicin (Rukanda dkk, 1993).
e. Metode tubektomi
Dilakukan pada wanita yang meliputi pemotongan, penjepitan, penarikan
tuba fallopi (saluran sel telur) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
Keuntungan tubektomi antara lain sekali untuk selamanya, dapat dilakukan
setelah persalinan, setelah keguguran, efektifitas langsung setelah sterilisasi.
Kerugian tubektomi yaitu harus dengan pembedahan, tingkat reversibilitas rendah
(Mardiya, 1999).
2. Secara farmakologis
Pada metode kontrasepsi ini digunakan obat-obatan sebagai sarana
pencegah kehamilan. Termasuk dalam metode ini adalah penggunaan hormon dan
spermatisida (DiPiro, 2005).
a. Kontrasepsi dengan metode hormon
Penghambatan ovulasi merupakan mekanisme primer kontrasepsi dalam
mengontrol kehamilan. Ovulasi dicegah melalui penekanan produksi FSH dan
LH. Estrogen sangat aktif dalam menghambat pelepasan FSH, tetapi pada dosis
yang cukup tinggi dapat juga menghambat LH. Jenis kontrasepsi hormonal yaitu:
1) Pil KB
Pil KB dapat mengandung 2 komponen aktif yaitu estrogen dan
progesteron yang disebut pil kombinasi atau hanya progesteron sintetik yang
dikenal sebagai pil mini. Estrogen yang dipakai dalam pil KB adalah ethinyl

18

estradiol (EE) dan mestranol. Dosis yang umum dipakai dalam pil KB kombinasi
saat ini adalah 20-100 mcg EE dan yang paling banyak dipakai 30-35 mcg EE.
Progestin (progesteron) yang dipakai dalam pil KB saat ini adalah: (1) kelompok
norethindrone yaitu norethindrone, norethindrone asetat, ethynodiol diasetat,
linestrenol,

norethynodrel,

(2)

kelompok

norgestrel

yaitu

norgestrel,

levonogestrel, desogestrel, gestoden (Hartanto, 2004).


Pil kombinasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pil dosis tinggi dan pil
dosis rendah (Anonim, 2001). Pil dosis tinggi adalah pil yang mengandung 50150 mcg estrogen dan 1-10 mg progesteron. Contohnya adalah lyndiol yang berisi
etinilestradiol 50 mcg dan linestrenol 2,5 mg. Pil dosis rendah adalah pil yang
mengandung 30-50 mcg estrogen dan kurang dari 1 mg progesteron. Contohnya
adalah Microgynon 30 yang berisi 1-Norgestrel 150 mcg dan etinil estradiol 0,03
mg (Rukanda, dkk,1993). Kombinasi pil kontrasepsi dikelompokkan menjadi
monophasic, biphasic, atau triphasic tergantung pada kadar hormon yang sama
sepanjang 3 minggu pertama siklus menstruasi. Tujuannya adalah untuk mencapai
pengaturan siklus menstruasi dengan menggunakan dosis estrogen dan progestin
yang lebih rendah, sebingga dapat mengurangi resiko adverse effects (DiPiro,
2005).
Pil mini dapat diberikan terus-menerus dalam siklus haid. Kelebihan pil
mini adalah dapat diberikan pada ibu menyusui (Anonim, 2001). Contoh pil jenis
ini adalah exluton yang berisi linestrenol 0,5 mg (Sujudi, Sampurno, Slamet,
Sitanggang, Darmansjah, Santoso, 2000).

19

a) Cara kerja
Pil KB harus diminum tiap hari agar efektif karena zat yang terkandung
di dalam pil KB dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 kali,
maka segera minum pil yang terlupa saat teringat, dan minumlah pil untuk hari itu
seperti biasanya (Hartanto, 2004).
Cara kerja pil KB adalah menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya
sel telur wanita dari indung telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sel
sperma tidak dapat masuk, menipiskan endometrium sehingga tidak siap untuk
implanasi (Anonim, 2001).
b) Efektivitas dan kontraindikasi
Secara teoritis efektivitas pil KB dapat mencapai 99,99%, akan tetapi hal
tersebut tergantung pada sikap disiplin pemakai. Keuntungan pil KB antara lain
reversibilitas tinggi, dapat mengurangi rasa nyeri pada waktu menstruasi,
mencegah anemia, mengurangi kemungkinan resiko pelvic infection (infeksi
panggul), dan untuk pil mini tidak mempengaruhi Air Susu Ibu (Rukanda,
dkk,1993).
Pemakaian pil KB dikontraindikasikan antara lain untuk wanita yang
sedang menyusui kecuali pil mini karena estrogen menghambat aksi prolaktin
pada reseptor jaringan payudara, menyebabkan penurunan produksi susu dan
kandungan protein (DiPiro, 2005), untuk yang pernah sakit jantung, yang
menderita tumor, kelainan jantung, hipertensi, migrain hebat, sedang memakai
obat rifampisin atau obat epilepsi dikarenakan mempunyai efek menurunkan
kadar plasma hormon kontrasepsi (Hartanto, 2004).

20

c) Efek samping pil KB


Efek samping yang ditimbulkan karena pemakaian pil KB ada dua
kelompok yaitu munculnya gejala pseudo-pregnancy yang disebabkan oleh
estrogen yang berlebihan seperti muntah, pusing, payudara membesar, udema,
berat badan bertambah, selain itu juga kerena progestin yang berlebihan seperti
nafsu makan yang bertambah besar, rasa lelah, depresi. Gejala lain yaitu
berhubungan dengan siklus haid seperti siklus lebih teratur, lamanya haid menjadi
lebih singkat, jumlah darah haid berkurang dan berkurangnya gejala sakit perut
saat menstruasi (Hartanto, 2004).
Tabel I. Kontrasepsi hormonal yang sering dipakai di Indonesia
(Anonim, 2007)
Nama
Microgynon
Cyclogynon
Exluton
Diane
Cerazette
Pil KB
Schering

Kandungan
Norgestrel
Etinil estradiol
Levonorgestrel
Etinilestradiol
Linestrenol

Konsentrasi
0,15 mg
0,03 mg
0.15 mg
0.03 mg
0.5 mg

Siproteron
Etinilestradiol
Desogestrel
Etinil estradiol
Levonorgestrel

2 mg
0.035 mg
1 mg
30 mcg
0,15 mg

Tipe
kombinasi
kombinasi
Pil Mini
(progestin saja)
Kombinasi
Pil mini
kombinasi

2) Suntik KB
Kontrasepsi suntik telah banyak digunakan sejak tahun 1960, terdapat dua
jenis kontrasepsi suntik berdaya kerja lama yaitu:
a) depo provera: mengandung depot medroxyprogesteron asetat (DMPA) dosis
150 mg yang diberikan tiap 3 bulan sekali.

21

b) noristerat: mengandung norethindron enanthate (NET-EN) dosis 200 mg tiap 8


minggu sekali (Hartanto, 2004).
(1) Cara kerja suntik KB
Cara kerja kontrasepsi suntik adalah mencegah pematangan dan
pelepasan sel telur dengan menekan produksi hormon FSH, mengentalkan lendir
mulut rahim sehingga sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim, dan menipiskan
endometrium sehingga tidak terjadi nidasi (Anonim, 2001).
(2) Keuntungan dan kerugian kontrasepsi suntikan
Keuntungan pemakaian kontrasepsi suntik antara lain praktis, aman,
tidak mempengaruhi ASI, dapat menurunkan kemungkinan anemia (Mardiya,
1999).

Keuntungan

lainnya

yaitu

mengurangi

resiko

lupa

karena

pemakaiannya jangka panjang (Suririnah, 2005). Kerugian kontrasepsi suntik


antara lain kembalinya kesuburan agak terlambat beberapa bulan, jika
mengalami efek samping suntikan tidak dapat ditarik kembali, tidak dapat
dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut (Anonim, 2001).
Penggunaan kontrasepsi suntik dikontraindikasikan untuk wanita
yang diduga hamil, menderita perdarahan ginekologi yang tidak diketahui
sebabnya, menderita tumor, menderita penyakit jantung, hati, hipertensi,
kencing manis (penyakit metabolisme). Menderita penyakit paru-paru berat
juga dikontraindikasikan pada penggunaan kontrasepsi suntikan (Rukanda
dkk, 1993).

22

(3) Efek samping kontrasepsi suntik


Efek samping yang ditimbulkan pemakaian

kontrasepsi suntikan

berupa pusing, sakit payudara, gangguan haid, penambahan berat badan, dan
jerawat. Peringatan dan interaksi obat seperti pada penggunaan estrogen dan
progestin (DiPiro, 2005).
3) Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau Intra Uterine Devices (IUD)
Intra Uterine Devices

(IUD) adalah alat kontrasepsi yang

pemakaiannya dimasukkan ke dalam rahim, mempunyai bentuk yang


bermacam-macam

dan

terbuat

dari

plastik

(polyethylene).

Dalam

pemasarannya tersedia 3 tipe IUD yaitu IUD inert (dibuat dari plastik), IUD
yang mengandung tembaga, dan IUD yang mengandung hormon steroid
(Anonim, 2001).
Jenis IUD yang beredar adalah IUD generasi pertama yang dibuat dari
plastik (Lippes Loop) dapat dipakai selama yang diinginkan kecuali apabila
ada keluhan, IUD generasi kedua terbagi menjadi dua yaitu, mengandung
logam dan mengandung hormon. Untuk yang mengandung logam batangnya
dililiti tembaga (Cu T 200 B), atau dililiti campuran tembaga dan perak (Nova
T) dipakai selama 3-5 tahun. IUD yang mengandung hormon (progestasert)
dipakai selama 1 tahun (Hartanto, 2004).
a) Mekanisme kerja
Ada beberapa mekanisme kerja IUD yaitu:
(1) timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri
sehingga implanasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

23

(2) produksi lokal prostaglandin yang meninggi, menyebabkan terhambatnya


implanasi.
(3) gangguan atau terlepasnya blastocyst yang telah berimplanasi di dalam
endometrium (Hartanto, 2004).
b) Keuntungan dan kerugian
Efektivitas IUD secara teoritis tinggi mencapai 98% (Notodihardjo,
2002). Keuntungan pemakaian IUD antara lain praktis, ekonomis, mudah
dikontrol, aman untuk jangka panjang, dapat dilepaskan setiap saat,
kembalinya kesuburan cukup tinggi, dapat dipakai untuk wanita yang sedang
menyusui dan ingin memakai kontrasepsi (Mardiya, 1999).
Kerugian pemakaian IUD yaitu memerlukan pemeriksaan dalam dan
penyaringan infeksi saluran genitalia sebelum pemasangan, klien tidak dapat
mencabut sendiri IUD, memerlukan prosedur pencegahan infeksi sewaktu
memasang dan mencabutnya, tidak dapat melindungi pemakai dari penularan
PMS (Anonim, 2001).
c) Kontraindikasi
Pemakaian IUD dikontraindikasikan antara lain untuk wanita hamil,
wanita yang mengalami gangguan perdarahan, wanita yang mengalami
peradangan alat kelamin, kecurigaan tumor ganas di alat kelamin (Rukanda
dkk, 1993). Wanita yang mempunyai rahim yang terlalu kecil, alergi terhadap
tembaga, menderita anemia berat, dan mengalami kesakitan waktu haid juga
termasuk kontraindikasi pemakaian IUD (Sundquist, 1993).

24

d) Efek samping
Efek samping IUD adalah perdarahan dalam bentuk spotting,
keputihan, teraba terasa adanya benang IUD dalam liang senggama yang
menyebabkan rasa tak enak yang biasanya terjadi pada waktu haid (Rukanda
dkk, 1993), kram selama minggu-minggu pertama setelah pemasangan, nyeri,
infeksi, translokasi atau keluarnya IUD dari tempat seharusnya ( Suririnah,
2005).
4) AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
Implan adalah kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit (Rukanda
dkk,1993). Terdapat dua macam implan yang beredar saat ini yaitu norplant
dan implanon:
a) Norplant merupakan implan berjangka waktu 5 tahun yang terdiri atas 6 batang
susuk yang mengandung hormon. Setiap batang Norplant mengandung 36 mg
levonogestrel.
b) Implanon mengandung 68 mg progestin 3-keto-desogestrel dan 66 mg Simpai
Kopolimer Etilen Vinilacetat (kopolimer EVA) berdaya kerja 2-3 tahun
(Hartanto, 2004).
(1) Cara kerja
Cara kerja implan dengan mekanisme menghambat terjadinya ovulasi,
menyebabkan endometrium tidak siap untuk nidasi, mempertebal lendir
cervix, menipiskan garis endometrium (Mardiya,1999).

25

(2) Keuntungan dan kerugian


Keuntungan pemakaian implan antara lain angka kegagalan 1-3%
(Anonim, 2001), praktis, efektif, masa pakai panjang (5 tahun), membantu
mencegah anemia, dan dapat untuk ibu yang tidak cocok dengan estrogen
(Rukanda dkk, 1993). Kerugian pemakaian implan antara lain membutuhkan
tindak pembedahan minor untuk inversi dan pencabutan sehingga hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, mahal, mengubah pola haid
(Anonim, 2001).
(3) Kontraindikasi
Implan dikontraindikasikan untuk wanita yang mengalami perdarahan
melalui vagina yang tidak diketahui sebabnya, wanita yang

mempunyai

penyakit tromboemboli, penyakit hati akut, mempunyai tumor, penyakit


jantung, hipertensi, kencing manis (Hartanto, 2004).
(4) Efek samping
Efek samping pemakaian implan adalah gangguan haid (amenorrhoe,
spotting, methrorhagia), depresi, keputihan, jerawat, perubahan libido,
perubahan berat badan, nyeri pada daerah pemasangan akibat iritasi saraf
setempat, infeksi diakibatkan karena alat-alat yang digunakan tidak steril
(Mardiya, 1999).
b. Spermatisida
Spermatisida, sebagian besar berisi nonoxynol-9, adalah surfaktan kimia
yang menghancurkan dinding sel sperma dan memberikan perlindungan melawan
kanker cervix. Spermatisida tersedia dalam bentuk foam, krim, suppositoria, jeli

26

dan film. Spermatisida tambahan harus digunakan setiap kali intercourse atau
senggama diulangi (DiPiro, 2005).
Keuntungan spermatisida antara lain tidak memerlukan supervisi medik,
dapat mencegah penyakit kelamin, dan dapat digunakan sebagai pelicin,
efektivitas obat spermatisida cukup tinggi apabila digunakan kondom dan
diafragma. Efek samping spermatisida antara lain rasa panas dan nyeri akibat
reaksi alergi terhadap bahan kimia. (Rukanda dkk, 1993).
E. Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional
Untuk mencapai tujuan pelayanan kontrasepsi, terdapat tiga fase
penggunaan yaitu:
1. Masa menunda kehamilan/kesuburan
Wanita dengan usia kurang 20 tahun, disarankan untuk menunda
kehamilan sampai usia 20 tahun (Rukanda dkk, 1993). Pertimbangannya
adalah bahwa wanita yang berumur kurang 20 tahun ditinjau dari segi fisik
alat reproduksinya masih lemah. Secara psikis jiwanya belum cukup dewasa
serta belum siap untuk hamil dan melahirkan (Mardiya, 1999).
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada fase ini harus memiliki
reversibilitas yang tinggi karena pada masa ini peserta masih ingin
mempunyai anak, dan efektivitasnya yang tinggi yang artinya tingkat
kegagalannya kecil (Rukanda dkk, 1993). Prioritas pertama kontrasepsi yang
disarankan adalah pil KB disusul dengan IUD kemudian metode sederhana
(Rukanda dkk, 1993).

27

2. Masa mengatur kehamilan/kesuburan:


Pengaturan pada wanita usia 20-30/35 tahun, dengan mengatur
kehamilannya pada rentang kelahiran 3-4 tahun dengan jumlah anak 2 orang
saja karena jumlah ini yang ideal, baik ditinjau dari segi kesehatan, demografi,
sosial ekonomi maupun budaya. Jarak kelahiran antara 2 anak antara 3-4
tahun, karena dengan rentang waktu tersebut kondisi tubuh ibu (terutama alat
reproduksi) telah siap untuk hamil lagi (Mardiya, 1999).
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada fase ini yaitu kontrasepsi yang
mempunyai efektivitas cukup tinggi, reversibilitas cukup tinggi karena peserta
masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun sesuai dengan
jarak kehamilan yang direncanakan, tidak menghambat ASI karena pada fase ini
kemungkinan si ibu habis melahirkan dan sedang menyusui (Rukanda dkk, 1993).
Prioritas pertama kontrasepsi yang disarankan pada masa ini adalah IUD, disusul
pil atau suntikan, metode sederhana, implan (Rukanda dkk, 1993).
3. Masa mengakhiri kehamilan/kesuburan
Wanita dengan usia di atas 30 tahun terutama di atas 35 tahun harus
mengakhiri kehamilannya atau kesuburannya, sebab jika hamil berisiko tinggi
bagi jiwa si ibu maupun anak yang akan dilahirkannya, mengingat kondisi fisik si
ibu yang sudah tidak memungkinkan untuk melahirkan karena otot panggul sudah
tidak lentur dan elastis lagi, dan masih banyak alasan lainnya (Mardiya, 1999).
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada masa ini yaitu kontrasepsi
yang mempunyai efektivitas sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka panjang.

28

Prioritas pertama kontrasepsi yang disarankan pada masa ini adalah kontrasepsi
mantap, disusul implan, IUD (Rukanda dkk, 1993).
F. Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2002). Perilaku manusia merupakan
hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 1997).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang atau
organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua
unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan (Notoatmodjo, 2002).
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice), sedangkan
stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok, yakni sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2002).
Menurut Teori Parsons, perilaku merupakan tahapan lanjutan adanya
sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian (Sarwono, 1997).
Sistem Sosial
Perilaku
Sistem Budaya
Individ
Sistem
Gambar 3. Skema teori Parsons (Sarwono, 1997)

29

1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik atas seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Evaluasi (evaluation)

30

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian


terhadap suatu materi (Notoatmodjo, 2002).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku terbuka (Azwar, 1995).
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif
(affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan
representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif
merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif
merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki oleh seseorang (Azwar, 2007).
3. Tindakan
Tindakan dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Terdapat dua
kondisi yang memacu tindakan untuk pemenuhan kebutuhan, yaitu intrinsic
motivation dan extrinsic motivation. Aspek dalam diri meliputi potensi,
kemampuan, ketrampilan, koordinasi motorik, pengalaman masa lalu, pelaksanaan
kerja dan motivasi. Aspek luar diri meliputi jabatan, pekerjaan, dan upah
(Anonim, 2007b). Tindakan pada dasarnya didasari oleh adanya stimulus, hal ini

31

sesuai teori Weber (Sarwono, 1997). Teori Weber dapat digambarkan dengan
skema:

Stimulus

Individu
Pengalaman
Persepsi
Pemahaman
Penafsiran

Tindakan

Gambar 4. Skema teori Weber (Sarwono, 1997)


G. Pendidikan
Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
18 tahun 2003, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pegendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa adanya pendidikan akan mempengaruhi kepribadian dan kecerdasan
seseorang dalam hubungannya dengan perilaku (Suyuti, 2005).
Dalam proses pendidikan ditanamkan mengenai konsep-konsep yang
dapat dipraktekkan pada situasi nyata serta sikap dan nilai yang sesuai dengan
konsep-konsep tersebut (Semiawan, 1986). Dengan demikian semakin lama masa
pendidikan, kemungkinan tertanamnya konsep-konsep yang dibentuk oleh
pendidikan semakin baik. Pendidikan juga dimaknai sebagai suatu proses belajarmengajar dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional, yang
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan. Dengan demikian tingkat pendidikan

32

dapat dilihat dari aspek lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah (Anonim,
2004).
H. Landasan Teori
Maksud penggunaan kontrasepsi adalah mencegah terjadinya kehamilan
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Salah satu masalah
yang muncul dalam penggunaan kontrasepsi adalah aspek kegagalan penggunaan
kontrasepsi sehingga menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan
kontrasepsi. Pengetahuan tentang KB merupakan salah satu aspek penting ke arah
pemahaman tentang berbagai cara kontrasepsi.
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta
interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Sarwono,
1997). Pendidikan adalah salah satu faktor penentu pada gaya hidup dan status
kehidupan seseorang dalam masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan yang dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku
reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan SDKI 2002-2003
(Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia), pemakaian alat kontrasepsi
meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan.
Pentingnya tingkat pendidikan untuk melihat apakah cakupan informasi
yang didapatkan sesuai dengan perilaku akseptor KB. Hal ini yang mendorong
peneliti untuk melihat apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap
perilaku akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman.

33

I. Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku akseptor
KB yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai kontrasepsi di
Puskesmas Kabupaten Sleman.

BAB III
METODE PENELITIAN
A.

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat non eksperimental analitik dengan rancangan


penelitian cross sectional yaitu untuk mengetahui bagaimana pola perilaku
akseptor KB tentang kontrasepsi serta mempelajari dinamika antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada satu
saat yaitu tiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap status karakter pada saat pemeriksaan (Pratiknya, 2001).
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan responden.
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai pengetahuan, sikap, dan
tindakan responden (akseptor KB) yang didapat dari kuisioner.
2. Definisi operasional
a. Akseptor KB adalah pengguna 3 golongan kontrasepsi yaitu hormonal seperti
pil KB, suntik, dan implan; alami seperti kondom; dan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) seperti IUD; yang masih aktif dan merupakan pengunjung
tetap di Puskesmas Kabupaten Sleman.
b. Responden merupakan akseptor KB wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi
di Puskesmas Sleman.
c. Karakteristik responden adalah usia responden, jumlah anak yang dimiliki,
pekerjaan responden, pendidikan terakhir responden, jenis kontrasepsi yang

34

35

digunakan, pernah atau tidak mengalami efek samping, pernah tidaknya


mengganti jenis kontrasepsi yang digunakan.
d. Tingkat pendidikan merupakan tingkatan tertinggi pendidikan yang ditempuh
oleh responden hingga tamat. Terbagi menjadi tingkat pendidikan tinggi
meliputi tamat SMA dan Perguruan Tinggi, dan tingkat pendidikan rendah
meliputi tamat SD dan SMP.
e. Perilaku adalah adalah aspek global yang tersusun atas penilaian pengetahuan,
sikap, dan tindakan responden.
f. Pengetahuan adalah pemahaman akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman
tentang KB, jenis kontrasepsi, pemakaian kontrasepsi, efek samping
kontrasepsi, efektivitas kontrasepsi yang mereka yakini kebenarannya dari
berbagai sumber yang dinilai dengan kuisioner.
g. Sikap adalah respon evaluatif responden terhadap kontrasepsi yang mereka
yakini kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai dengan kuisioner
h. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam konteks
pemakaian dan pemilihan metode kontrasepsi yang dinilai dengan kuisioner.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai dengan
bulan Maret 2009. Pengambilan data dilakukan bulan Desember 2008 sampai
dengan bulan Februari 2009 di Puskesmas Kabupaten Sleman. Jumlah puskesmas
di Kabupaten Sleman sebanyak 30 puskesmas, yang tersebar di 17 Kecamatan.

36

D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dalam prosesnya
memiliki dua pendekatan yakni kuantitatif dan kualitatif. Untuk pendekatan
kualitatif digunakan transkrip wawancara sebagai bahan melakukan wawancara.
Transkrip wawancara berisi daftar pertanyaan dan kolom isian jawaban
responden. Untuk pendekatan kuantitatif digunakan instrumen kuesioner.
Instrumen kuisioner terdiri atas 3 aspek utama yakni pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Kuisioner yang digunakan awalnya memuat 38 pernyataan yang dibagi
menjadi 20 untuk penilaian aspek pengetahuan, 8 untuk penilaian aspek sikap, dan
10 pernyataan untuk penilaian aspek tindakan. Namun setelah dilakukan validasi
maka pernyataan kuisioner yang disebarkan akhirnya berjumlah 29 buah dengan
13 untuk penilaian aspek pengetahuan, 7 untuk penilaian aspek sikap, dan 9
pernyataan untuk penilaian aspek tindakan. Pernyataan dibuat atas dasar
kebutuhan dan luasnya cakupan aspek yang akan dinilai, sehingga jumlahnya
menjadi berbeda-beda.
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah ibu-ibu peserta akseptor KB yang memenuhi
kriteria inklusi yang datang ke Puskesmas di Kabupaten Sleman. Kriteria inklusi
subyek meliputi :
1. Ibu-ibu akseptor KB, usia 20-49 tahun.
2. Sudah menggunakan kontrasepsi 1 tahun atau lebih setelah melahirkan.
3. Sudah memiliki 1 anak atau lebih.

37

4. Merupakan pengunjung tetap yang sedang melakukan pemeriksaan KB di


Puskesmas Kabupaten Sleman.
F. Tata Cara Penelitian
1. Penentuan lokasi penelitian
Penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku
akseptor KB tentang kontrasepsi ini dilakukan di Puskesmas Kabupaten Sleman.
Penentuan lokasi dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu
menentukan secara random 30 puskesmas yang tersebar di 17 kecamatan.
Besar populasi puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman sebanyak 30
buah, sehingga dikategorikan sebagai populasi besar (Spiegel, 1998). Sevilla
(1993), mengemukakan bahwa jumlah sampel untuk populasi besar adalah 10%
total populasi, sehingga sampel puskesmas yang digunakan untuk penelitian ini
adalah 3 puskesmas yang berada di Kabupaten Sleman. Penentuan 3 puskesmas
ini dilakukan dengan menggunakan tabel random. Adapun 3 puskesmas yang
terpilih dengan menggunakan tabel random adalah :
a. Puskesmas Mlati I
b. Puskesmas Depok II
c. Puskesmas Ngaglik I
2. Pengurusan izin penelitian
Pengurusan izin penelitian dilakukan ke BAPPEDA di Kabupaten
Sleman. Izin penelitian BAPPEDA diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman. Izin yang didapat dilanjutkan ke-3 puskesmas terpilih di Kabupaten
Sleman.

38

3. Sampling frame
Sampling frame atau kerangka sampel merupakan proses pendataan awal
di setiap lokasi penelitian. Dalam pelaksanaan sampling frame dilakukan
pendataan rata-rata jumlah akseptor KB yang datang pada 3 Puskesmas
Kabupaten Sleman. Hasil sampling frame kemudian digunakan sebagai dasar
proporsi subyek yang akan diambil dari tiap-tiap puskesmas tersebut.
4. Penetapan besar sampel
Perhitungan besar sampel subyek uji dilakukan berdasarkan data total
jumlah akseptor KB di wilayah Kabupaten Sleman menggunakan rumus dengan
taraf kepercayaan 95 %.

n=

N x Z 2 x p x q
, (Pujiraharjo, 1993)
d 2 x (N 1) + Z 2 x p x q

Keterangan :
n
= jumlah sampel
p
= estimator proporsi populasi (0,5) dan q = (1-p) =0,5
Z
= harga standar normal (1,96), tergantung harga (0,05) yang
digunakan
N
= jumlah unit populasi (113.296 akseptor KB di Kabupaten Sleman)
d
= penyimpangan yang ditolerir (10%)
Perhitungan :
n=

113.296 x1,96 2 x 0,5 x 0,5


10% 2 x (113.296 1) + 1,96 2 x 0,5 x 0,5

= 95,95
= 96 subyek
Jumlah sampel sebanyak 96 subyek ini ditambahkan akhirnya menjadi
100 subyek untuk 3 puskesmas. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan-

39

kesalahan dalam pengisian kuisioner seperti tidak lengkapnya jawaban responden


yang dapat berakibat pada adanya kekurangan data yang didapat oleh peneliti.
Berdasarkan analisis situasi yang kami lakukan, didapatkan data bahwa
dari 3 puskesmas di atas, rata-rata jumlah pengunjung tetap akseptor KB terdiri
atas:
a. Puskesmas Mlati I = 70 orang.
b. Puskesmas Depok II = 100 orang.
c. Puskesmas Ngaglik I = 50 orang.
Langkah selanjutnya, untuk mengetahui jumlah subyek masing-masing
puskesmas, dilakukan perhitungan secara proporsional menggunakan rumus
berikut :
n subyek =

jumlah subyek inklusi dalam1 puskesmas


x total subyek inklusi yang diteliti
total populasi PUS di 3 puskesmas kabupaten Sleman

Berdasarkan perhitungan, jumlah subyek yang diambil tiap puskesmas :


a) Puskesmas Mlati I

= 31,81
= 32 subyek
b) Puskesmas Depok II

= 45,45
= 45 subyek

40

c) Puskesmas Ngaglik I

= 22,72
= 23 subyek
5. Pembuatan transkrip kuisioner dan wawancara

Kuisioner dibagi menjadi 3 bagian utama yakni pengetahuan, sikap, dan


tindakan. Setiap bagian terdiri atas pernyataan-pernyataan yang terkait fokus
utama bagian tersebut. Pilihan jawaban dibagi menjadi empat kategori yakni
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Pernyataan pada kuisioner ini terdiri atas dua sifat, yaitu: favourable dan
unfavourable. Hal ini bertujuan untuk menghindari stereotype jawaban. Suatu
pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai obyek sikap yaitu berisi
pernyataan yang mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini
disebut favourable. Sebaliknya pernyataan sikap dapat berisi hal-hal negatif
mengenai obyek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini bersifat tidak
memihak atau tidak mendukung terhadap obyek sikap, dan karenanya disebut
dengan pernyataan unfavourable.
Pemberian skor pada kuisioner berdasarkan pada penilaian dalam skala
Likert. Penilaian pada item favourable dalam skala ini dimulai dari empat sampai
dengan satu, sebaliknya untuk item unfavourable dimulai dari angka satu sampai
empat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel II berikut ini:

41

Tabel II. Skor berdasarkan kategori jawaban


Jawaban
Favourable
Unfavourable
Sangat Setuju
4
1
Setuju
3
2
Tidak Setuju
2
3
Sangat Tidak Setuju
1
4

Transkrip wawancara dibuat berdasarkan dua aspek yakni kejadian efek


samping dan pernah tidaknya mengganti jenis kontrasepsi. Pernyataan dibuat
berdasarkan kebutuhan pola perilaku yang diharapkan ingin diketahui (Azwar,
1995).
6. Pengujian reliabilitas dan validitas kuisioner

Uji reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada 30


responden seperti kriteria inklusi dengan daerah yang sama dalam penelitian ini,
namun tidak dilakukan dalam lokasi penelitian. Penyebaran dilakukan kepada 30
responden seperti yang terdapat pada contoh-contoh uji validitas dan reliabilitas di
buku-buku statistik. Pengujian reliabilitas berkaitan dengan masalah adanya
kepercayaan terhadap instrumen penelitian. Suatu instrumen dapat memiliki
tingkat kepercayaan yang tinggi jika hasil pengujian instrumen tersebut
menunjukkan hasil yang tetap. Dengan demikian, masalah reliabilitas instrumen
berhubungan dengan masalah ketetapan hasil atau kalaupun terjadi perubahan
hasil instrumen, perubahannya dianggap tidak berarti.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang angkanya
berada dalam rentang 0 - 1. Semakin tingggi nilai koefisian reliabilitas atau
mendekati angka 1 berarti semakin tingggi reliabilitasnya. Nilai (r) dalam

42

penelitian ini diukur dengan menggunakan program statistik komputer dengan


analisis reliabilitas yang menggunakan koefisien alpha cronbach (Azwar, 2006).
Dalam penelitian ini uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama
terhadap seluruh pertanyaan. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel (Mario, 2006).
Pada penelitian didapatkan nilai alpha cronbach sebesar 0,872 yang berarti
penelitian memiliki realibilitas yang tinggi.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel (Mario, 2006).
Validitas ditentukan oleh ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Tipe
validitas pada umumnya digolongkan dalam 3 kategori, yaitu content validity
(validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan validitas eksternal.
Pengujian validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes
dengan analisis rasional. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi
antara skor butir instrumen dengan skor total. Sebuah pernyataan dikatakan valid
jika sebuah item pernyataan terdapat skor kesejajaran (korelasi yang tinggi)
terhadap skor total item dengan kata lain mempunyai dukungan yang kuat
terhadap skor total (Sugiyono, 2006).
Uji validitas setiap butir pernyataan dalam kuisioner pada penelitian ini
diukur

dengan

menggunakan

program statistik

komputer.

Analisis

ini

menunjukkan validitas hubungan antar butir pernyataan. Setiap butir pernyataan


dinyatakan valid jika koefisien korelasi (r) bernilai positif dan atau 0,3 (Azwar,
2000). Validasi dalam penelitian ini awalnya dilakukan pada 20 orang responden.

43

Setelah dilakukan peninjauan pustaka kembali, ternyata terdapat banyak referensi


yang menggunakan sampel untuk pengujian validitas sebanyak 30 orang. Oleh
karena itu selanjutnya, dilakukan pengujian lagi pada 30 responden. Selain itu
dilakukan juga perbaikan tata bahasa yang digunakan sehingga diharapkan
responden dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Setelah dilakukan
perubahan-perubahan, ternyata hasil yang diperoleh menjadi lebih baik yaitu
hanya 9 pernyataan yang dieliminasi dan 29 pernyataan yang digunakan dalam
kuisioner. Satu pernyataan pada poin 4 tetap digunakan, meskipun memiliki nilai
negatif yang sangat besar dengan alasan ingin melihat apakah setelah kuisioner
digunakan, semua responden dalam penelitian ini akan memiliki pengetahuan
yang keliru tentang implan seperti responden pada validasi atau tidak. Nilai
negatif yang sangat besar ini menggambarkan keseragaman jawaban yang keliru
pada hampir semua responden valiadasi.
G. Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik


wawancara dan pengisian kuisioner. Wawancara dilakukan dengan tatap muka
bersama responden dan pengisian kuisioner dilakukan pada kesempatan tatap
muka yang sama.
H. Tata Cara Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif yang didukung


secara kualitatif dengan penggambaran hasil jawaban kuisioner serta kejadian efek
samping dan penggantian jenis kontrasepsi berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan pada 10 responden.

44

1. Karakteristik responden
Analisis

ini

dilakukan

untuk

mengetahui

gambaran

deskriptif

karakteristik akseptor KB yang meliputi usia responden, jumlah anak, tingkat


pendidikan, pekerjaan, jenis kontrasepsi yang digunakan, pernah mengalami efek
samping atau tidak, dan pernah mengganti jenis kontrasepsi yang digunakan atau
tidak.
a. Usia responden
Penggolongan usia dilakukan dengan penyusunan distribusi frekuensi
data kuantitatif. Tahapan pertama dengan menggunakan rumus Strurgess:
M =1 + 3,3 log N
dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data (Sugiyono, 2006). Untuk
melakukan pengelimpokkan usia juga dibutuhkan interval kelas yang dapat
dihitung dengan rumus :

Nilai tertinggi Nilai terendah


M
M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus Strugess.
b. Jumlah anak
Pengelompokan jumlah anak dilakukan dengan perhitungan frekuensi dan
perhitungan persentasenya.
c. Pekerjaan
Pengelompokan pekerjaan dilakukan dengan perhitungan frekuensi dan
perhitungan persentasenya.

45

d. Tingkat pendidikan
Dalam transkrip kuisioner terdapat empat tingkatan pendidikan yakni
tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat Perguruan Tinggi. Pengelompokan
awal dilakukan dengan perhitungan frekuensi masing-masing tingkat pendidikan.
Guna kepentingan analisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku
Akseptor KB secara chi-square, tingkat hubungan ini dibagi menjadi 2 bagian.
Batas yang digunakan adalah nilai mean. Setiap tingkat pendidikan diterjemahkan
dalam angka dan dihitung nilai mean. Kemudian dikembalikan ke tingkat
pendidikan dan dibedakan menjadi tingkat pendidikan tinggi jika berada di atas
nilai mean dan tingkat pendidikan rendah jika berada di bawah nilai mean.
Dalam penelitian ini digunakan dua tingkatan pendidikan yakni tingkat
pendidikan tinggi meliputi tingkat SMA dan Perguruan Tinggi, tingkat pendidikan
rendah meliputi tingkat SD dan SMP. Pengelompokan dilakukan dengan
perhitungan frekuensi dan persentase.
e. Jenis kontrasepsi yang digunakan
Pengelompokan jenis kontrasepsi yang digunakan dilakukan dengan
perhitungan

frekuensi

dan

perhitungan

persentasenya

berdasarkan

jenis

kontrasepsi yang digunakan saat ini (saat kuisioner disebarkan).


f. Pernah mengalami efek samping atau tidak
Pengelompokan pernah mengalami efek samping atau tidak dilakukan
dengan perhitungan frekuensi dan perhitungan persentasenya dengan melihat
masing-masing frekuensi jawaban pernah dan tidak/belum pernah.

46

g. Pernah mengganti jenis kontrasepsi yang digunakan atau tidak.


Pengelompokan pernah mengganti jenis kontrasepsi yang digunakan atau
tidak dilakukan dengan perhitungan frekuensi dan perhitungan persentasenya
dengan melihat masing-masing frekuensi jawaban pernah dan tidak/belum pernah.
2. Analisis hasil kuisioner
Analisis hasil kuisioner dilakukan dengan menggunakan metode rating
yang dijumlahkan (method of summated rating). Setiap pernyataan untuk masing masing bagian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai bagian. Nilai total untuk
pernyataan pengetahuan disebut sebagai nilai pengetahuan, nilai total untuk
pernyataan sikap disebut sebagai nilai sikap, dan nilai total untuk pernyataan
tindakan disebut sebagai nilai tindakan.
Setiap nilai dihitung mediannya. Nilai median digunakan untuk membagi
masing-masing nilai menjadi tinggi dan rendah. Nilai yang berada dibawah nilai
median dikategorikan sebagai rendah, sedangkan nilai yang berada sama atau di
atas median dikategorikan sebagai tinggi. Pembagian menjadi 2 kategori ini,
untuk memudahkan dalam analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan
perilaku yang mencakup pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dilakukan
menggunakan uji statistik chi-square.
Tingkat pendidikan

pengetahuan

Tingkat pendidikan

sikap

Tingkat pendidikan

tindakan

Gambar 5. Analisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku

47

Hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku ditentukan oleh


nilai p. Uji hipotesis yang dilakukan dengan melihat nilai p yang terdapat pada
kolom Pearson Chi-square. Apabila lebih besar dari 5% atau 0,05 maka H0
diterima atau tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku.
Jika nilai p yang terdapat pada kolom Pearson Chi-square lebih kecil dari 5%
atau 0,05 maka H0 ditolak atau terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
terhadap perilaku akseptor KB di Puskesmas Sleman.
I. Kesulitan dan Kelemahan
1. Kesulitan penelitian

a. Sulitnya pengurusan ijin penelitian di beberapa puskesmas.


b. Sulitnya mendapat tanggapan akseptor KB di puskesmas untuk menjadi
responden penelitian.
c. Sulitnya memperoleh informasi yang menyangkut kriteria inklusi pada
pengunjung puskesmas bersangkutan, sebelum diberikan kuisioner.
2. Kelemahan penelitian

Adanya beberapa responden yang memiliki keterbatasan sehingga peneliti


membantu menuliskan jawaban di kuesioner, ini mungkin akan berpengaruh pada
kualitas jawaban yang diberikan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bagian


pendahuluan, maka pembahasan dalam penelitian ini, dibagi menjadi 3 bagian
pokok yaitu penggambaran karakteristik responden akseptor KB, penguraian
kejadian efek samping dan penggantian jenis kontrasepsi yang pernah dialami
akseptor KB, dan penggambaran tentang hubungan antara tingkat pendidikan
terhadap perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan akseptor KB di
Puskesmas Kabupaten Sleman.
A. Karakteristik Responden
1. Usia responden

Dalam penelitian ini, usia merupakan salah satu kriteria inklusi.


Pembatasan umur yang dilakukan berdasarkan kriteria PUS (Pasangan Usia
Subur) yang mempunyai range usia 15-49 tahun (Hartanto, 2004). Usia responden
yang dijadikan kriteria inklusi yaitu yang berusia 20-49 tahun. Range ini masih
masuk dalam kriteria PUS dan dimulainya usia 20 tahun, meskipun pada umur 15
tahun sudah memasuki usia subur, tetapi usia untuk memulai pemakaian beberapa
kontrasepsi serta terjadinya kehamilan, sebaiknya pada usia di atas 20 tahun. Hal
ini terkait dengan kondisi fisiologis seorang wanita seperti persiapan rahim dan
pengaturan hormon yang digunakan untuk reproduksi belum sempurna untuk
terjadinya suatu kehamilan.
Untuk mengetahui usia yang terdapat pada responden, pengolahan data
dilakukan dengan pengelompokkan menggunakan rumus Sturgess, agar didapat

48

49

suatu interval. Berdasarkan hasil kuisioner yang didapat, usia responden termuda
adalah 20 tahun dan tertua adalah 46 tahun, sehingga didapatkan interval kelas
3,3.
Tabel III. Persentase usia akseptor KB di Puskesmas Sleman
Rentang Usia Responden
Persentase (%)
20 - 23,3

13

23,4 - 26,7

20

26,8 30,1

28

30,2 - 33,5

15

33,6 - 36,9

37 40,3

13

40,4 43,7

43,8 47,1

Total

100

Pada usia produktif tersebut, responden benar-benar memanfaatkan


metode kontrasepsi untuk mengatur, dan menghentikan kehamilan mereka.
Persentase terbesar usia responden adalah pada rentang usia 26,8-30,1 tahun.
Rentang usia ini mencakup usia 27, 28, 29, dan 30 tahun. Usia ini menunjukkan
akseptor KB sebagai responden yang berkunjung ke puskesmas, sebagian besar
bertujuan untuk menjarangkan kehamilan. Pada usia 20-30 tahun merupakan usia
yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan, sehingga dalam kondisi seperti
ini, akseptor KB harus bisa menentukan waktu hamil dengan interval atau jarak
antar kehamilan yang sesuai dengan tujuan KB. Program KB menganjurkan jarak
antar kelahiran adalah 2-4 tahun dengan jumlah anak 2 orang. Pilihan utama jenis
kontrasepsi bagi akseptor pada rentang usia ini adalah yang mempunyai

50

efektivitas tinggi dan reversibilitasnya juga tinggi mengingat mereka masih


mengharapkan punya anak lagi. Selain itu, karena tujuannya adalah menjarangkan
kehamilan, pada usia ini diharapkan akseptor KB dapat mematuhi atau
menggunakan kontrasepsi secara benar, mengingat kisaran usia ini paling baik
untuk hamil sehingga penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan
tinggi. Rentang usia yang dimiliki oleh responden ini, menunjukkan bahwa pada
usia tersebut akseptor KB telah menyadari tujuan KB sehingga dapat dikatakan
mereka telah memiliki tindakan yang sesuai, walaupun belum tentu mereka
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik. Perlu adanya pengaturan usia, agar
responden dapat merencanakan kehamilan.
2. Jumlah anak

Karakteristik jumlah anak dalam penelitian ini, digunakan untuk melihat


seberapa banyak akseptor KB mempunyai anak dan mengetahui interval
kehamilan yang dialami oleh responden. Data ini, hanya sebagai data pelengkap,
sehingga hanya digambarkan dengan persentase.

Gambar 6. Persentase jumlah anak akseptor KB di Puskesmas Sleman

Berdasarkan data, terlihat bahwa akseptor KB terbanyak dalam keadaan


mempunyai 2 orang anak ketika menjalani program KB. Jumlah anak yang

51

dimiliki oleh responden diolah menggunakan statistik deskriptif dan didapatkan


bahwa nilai mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 1,86 dengan standar deviasi
0,79. Nilai minimum jumlah anak yang dimiliki adalah 1 dan nilai maksimumnya
adalah 4. Terlihat bahwa akseptor KB di puskesmas sebagian besar berhasil dalam
menjalani KB, karena jumlah anak yang dimiliki oleh sebagian besar responden
hanyalah 2 orang anak. Hal ini sesuai dengan tujuan penggunaan kontrasepsi
untuk membatasi kehamilan.
Responden yang datang ke Puskesmas Kabupaten Sleman telah
menerapkan tujuan KB, hal ini terlihat dengan tidak banyaknya akseptor KB yang
mempunyai jumlah anak lebih dari 2 dibandingkan dengan yang mempunyai
jumlah 2 orang anak. Jumlah anak ini juga untuk mengetahui interval kelahiran
anak. Berdasarkan hasil kuisioner, untuk responden yang mempunyai jumlah anak
lebih dari 2 orang, dapat dimungkinkan mempunyai interval kehamilan yang
kurang dari 2 tahun. Interval yang < 2 tahun akan menimbulkan masalah seperti
kurangnya nutrisi untuk anak sehingga tumbuh kembang lebih lambat karena lama
menyusui akan berkurang, serta berat badan lahir yang rendah. Karakteristik
jumlah anak ini, dapat menunjukkan perilaku akseptor KB, dengan melihat bahwa
mereka telah berusaha melakukan tindakan untuk membatasi jumlah anak. Hal ini,
sesuai dengan tujuan pemakaian kontrasepsi untuk membatasi jumlah anak karena
pada kehamilan setelah 4 kelahiran akan menimbulkan masalah, baik itu sisi
kesehatan dan kesejahteraan keluarga.

52

3. Pekerjaan responden

Pekerjaan merupakan salah satu aspek sosial yang mendukung kehidupan


manusia dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari. Pekerjaan tidak berhubungan
langsung dengan perilaku akseptor KB, namun dalam penelitian ini, data
pekerjaan digunakan sebagai data pelengkap karakteristik. Data pekerjaan
responden ini sulit untuk dibagi dalam tingkatan seperti yang disebutkan dalam
analisis data utama, sehingga aspek pekerjaan ini akan digambarkan dengan
perhitungan frekuensi dan perhitungan persentasenya.

Gambar 7. Persentase jenis pekerjaan akseptor KB di Puskesmas Sleman

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa responden terbesar mempunyai


status sebagai ibu rumah tangga. Responden mengaku sebagai ibu rumah tangga,
mereka hanya di rumah dan tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Responden
terbanyak dengan pekerjaan ini menunjukkan walaupun mereka hanya sebagai ibu
rumah tangga, kesadaran mereka untuk mengikuti KB cukup bagus. Hal ini,
menggambarkan tindakan baik akseptor KB di puskesmas untuk menggunakan
kontrasepsi. Tindakan yang baik ini dapat dikatakan memiliki perilaku yang baik,
bila pengetahuan dan sikap akseptor KB akan kontrasepsi baik juga. Berdasarkan

53

data

yang

didapatkan,

telihat

ragam

jenis

pekerjaan

sehingga

dapat

menggambarkan bervariasinya pekerjaan responden sebagai akseptor KB.


Kemungkinan tidak adanya pengaruh langsung antara jenis pekerjaan dengan
pemakaian kontrasepsi, sebab apapun pekerjaan akseptor KB, penggunaan
kontrasepsi tetaplah penting. Data yang diperoleh hanya ditampilkan secara
deskriptif (persentase) tanpa adanya pengolahan data statistik lebih lanjut, sebab
hanya dijadikan data pelengkap.
4. Tingkat pendidikan responden

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan, merupakan variabel bebas


sehingga karakteristik ini menjadi bagian penting. Tingkat pendidikan akan
dihubungkan dengan perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan
akseptor KB tentang kontrasepsi. Data pendidikan responden ini, dapat digunakan
untuk melihat tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh responden di Puskesmas
Kabupaten Sleman. Tingkat pendidikan yang dimiliki responden dalam penelitian
ini merupakan tingkatan akhir yang mereka tempuh, sehingga dapat dilihat
perilaku akseptor KB dengan perbedaan tingkatan pendidikan Perbedaan
pendidikan akan berpengaruh pada perilaku seseorang, karena setiap responden
memiliki cara pandang yang berbeda tergantung cakupan informasi yang mereka
dapatkan, dalam hal ini tentang kontrasepsi.
Berdasarkan data, terlihat tingkat pendidikan responden terbagi menjadi 4
yaitu, tamat SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Pembagian ini, berdasarkan
jawaban responden yang mempunyai pendidikan tamat SD sampai Perguruan
Tinggi.

54

Gambar 8. Persentase tingkat pendidikan akseptor KB di Puskesmas Sleman

Responden dengan tingkat pendidikan SMA mempunyai jumlah paling


banyak. Pendidikan terakhir ini, berhubungan dengan cakupan informasi yang
diperoleh tentang kontrasepsi secara umum sebagai akseptor KB. Data tingkat
pendidikan terakhir responden ini, akan dibagi menjadi dua bagian supaya dapat
dilakukan pengujian hipotesis dengan chi square. Analisis chi square merupakan
suatu analisis untuk melihat ada atau tidaknya suatu hubungan. Pembagian ini,
didasarkan atau dengan melihat nilai mean atau rata-rata.
Nilai mean yang diperoleh dari keseluruhan tingkat pendidikan adalah
2,83. Sebelumnya telah ditetapkan, dalam perhitungan statistik, bahwa SD sebagai
tingkatan paling rendah diterjemahkan sebagai angka 1, sehingga dapat
dikelompokkan bahwa nilai di bawah mean yaitu 1 dan 2 merupakan kategori
pendidikan rendah, sedangkan nilai di atas mean yaitu 3 dan 4 digolongkan
pendidikan tinggi. Selanjutnya dikembalikan ke tingkat pendidikan , tamat SD dan

55

SMP digolongkan ke pendidikan rendah, demikian juga dengan cara yang sama,
tamat SMA dan Perguruan Tinggi masuk dalam kategori pendidikan tinggi.
Nilai pendidikan ini, nantinya akan dibahas lebih lanjut terutama
hubungannya dengan perilaku akseptor KB tentang kontrasepsi. Untuk melihat
apakah dengan bertambah tingginya tingkatan pendidikan responden, perilaku
mereka lebih baik, sehingga pembagian menjadi 2 tingkatan ini menjadi penting.
Responden yang datang ke puskesmas semuanya pernah merasakan pendidikan,
tidak ada yang tidak mempunyai pendidikan, hanya tingkatannya saja yang
berbeda.

Gambar 9. Persentase dua tingkat pendidikan akseptor KB di Puskesmas


Sleman

Setelah dilakukan pengelompokkan menjadi dua, sebagian besar


responden akseptor KB di puskesmas ini mempunyai tingkat pendidikan terakhir
yang tinggi yaitu telah tamat SMA dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan
keseluruhan yang dimiliki oleh responden ini dapat menunjukkan bahwa dengan
memiliki pendidikan, kesadaran mereka untuk menggunakan kontrasepsi juga
besar. Dapat dikatakan dengan pendidikan terakhir yang tinggi ini, diharapkan

56

dapat menunjukkan semakin banyaknya informasi yang dimiliki oleh responden,


sehingga dapat memberikan perilaku tentang kontrasepsi yang baik juga.
5. Jenis kontrasepsi yang digunakan

DiPiro (2005), mengemukakan bahwa macam kontrasepsi dapat


digolongkan menjadi 2 bagian pokok yaitu secara farmakologi dan secara
nonfarmakologi. Jenis kontrasepsi yang digunakan oleh responden dalam
penelitian ini bervariasi baik yang secara farmakologi dan secara nonfarmakologi.

Gambar 10. Persentase jenis kontrasepsi yang disediakan dan digunakan


akseptor KB di Puskesmas Sleman

Data yang diperoleh ini, merupakan jenis kontrasepsi yang disediakan di


puskesmas dan digunakan oleh akseptor KB yang berkunjung ke puskesmas.
Diperoleh hasil bahwa jenis kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik
dan terdapat 1 jenis kontrasepsi yang tidak digunakan oleh akseptor KB di
puskesmas yaitu kondom. Banyaknya pemakaian kontrasepsi jenis suntik ini,
dapat disebabkan kelebihannya yang praktis, aman, dapat menurunkan
kemungkinan anemia, mengurangi resiko lupa karena pemakaiannya jangka
panjang (3 bulanan atau setiap 1 bulan sekali) dibandingkan dengan pil. Faktor-

57

faktor pemilihan kontrasepsi selain melihat faktor kesehatan akseptor sendiri, juga
dilihat keamanan serta efisiensinya. Pemilihan kontrasepsi suntik oleh responden
mungkin dapat juga karena responden merasa cocok. Pada pembahasan
sebelumnya, dijelaskan bahwa paling banyak usia akseptor KB yang menjadi
responden adalah usia untuk menjarangkan kehamilan dan pilihan utama metode
kontrasepsi sebaiknya adalah yang efektivitas, reversibilitasnya tinggi serta tidak
menghambat

ASI

karena

akseptor

KB

masih

dalam

keadaan

aktif

memberikannya. Contoh kontrasepsi yang dapat digunakan adalah suntik,


sehingga akseptor KB yang datang ke puskesmas ini, banyak menggunakan
metode suntik. Terlihat adanya perilaku berupa tindakan pemilihan yang sudah
tepat dari responden untuk menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan
mereka.
Tidak adanya akseptor yang memanfaatkan penggunaan tunggal jenis
kontrasepsi kondom di puskesmas, dapat disebabkan karena pada pemakaian
kondom memiliki efektivitas yang rendah jika tidak dikombinasi dengan metode
yang lain, sehingga responden akan menggunakan kondom saat akan
dikombinasikan dengan jenis metode lain. Seperti dalam penelitian ini, sebanyak
3% responden menggunakan kondom bersamaan dengan pil. Kemungkinan tidak
ditemukannya penggunaan tunggal kontrasepsi kondom pada responden adalah
karena sudah lebih mudahnya mendapatkan kondom di tempat lain dibanding di
puskesmas, mengingat sekarang telah banyak tempat-tampat yang menjual
kondom secara bebas atau pada saat penelitian kebetulan tidak adanya responden
yang menggunakannya.

58

6. Pernah atau tidak mengalami efek samping kontrasepsi

Pemilihan jenis kontrasepsi tentunya tidak lepas dari efek samping yang
ditimbulkan. Hampir semua jenis kontrasepsi mempunyai efek samping, kecuali
untuk metode alami atau sederhana tanpa penggunaan obat.

Gambar 11. Persentase kejadian efek samping pada akseptor KB di


Puskesmas Sleman

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa, responden yang mengalami


kejadian efek samping akibat kontrasepsi yang mereka gunakan lebih rendah dari
yang tidak. Efek samping yang dialami oleh responden bermacam-macam
tergantung jenis kontrasepsi yang mereka gunakan, tetapi tidak semua akseptor
dapat mengalami efek samping. Selain itu, efek samping yang muncul berbedabeda walaupun mereka menggunakan jenis kontrasepsi yang sama. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan timbulnya efek samping dipengaruhi kondisi fisiologis
masing-masing orang yang berbeda. Munculnya efek samping yang berbeda-beda
sesuai kondisi fisiologis masing-masing, menyebabkan setiap akseptor KB
memilih jenis kontrasepsi dengan mencoba-coba untuk mendapatkan yang tidak
menimbulkan efek samping bagi mereka.

59

7. Pernah atau tidak mengganti jenis kontrasepsi

Banyaknya jenis kontrasepsi yang dapat digunakan, membuat terjadinya


kejadian penggantian jenis kontrasepsi yang dilakukan oleh akseptor KB. Hal ini
dapat dikaitkan dengan kejadian efek samping yang dialami akseptor KB, namun
berdasarkan pengakuan responden ada juga disebabkan karena kebosanan mereka
dan keinginan untuk mencari yang cocok dengan cara coba-coba.

Gambar 12. Persentase kejadian penggantian jenis kontrasepsi pada


akseptor KB di Puskesmas Sleman

Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa responden yang pernah mengganti


jenis kontrasepsi lebih rendah daripada yang tidak pernah, sehingga dalam
penelitian ini, sebagian besar responden tidak melakukan penggantian jenis
kontrasepsi. Lebih banyaknya jumlah responden yang tidak mengganti jenis
kontrasepsi dibandingkan dengan yang mengganti dapat menunjukkan bahwa
responden tidak banyak mengalami keluhan-keluhan yang dapat mendorong
keinginan untuk berganti metode kontrasepsi. Penggantian jenis kontrasepsi yang
dilakukan oleh sebagian kecil responden sebagai akseptor KB dapat menunjukkan
adanya tindakan mencari metode kontrasepsi yang cocok dan sesuai dengan diri
mereka masing-masing.

60

B. Kejadian Efek Samping dan Penggantian Jenis Kontrasepsi


yang Pernah dialami Akseptor KB

Masalah yang sering dialami oleh akseptor KB dari pemakaian


kontrasepsi adalah muncul atau timbulnya efek samping yang mengganggu dan
merugikan. Sebelumnya telah disebutkan bahwa, kejadian efek samping dialami
oleh 28 responden. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan berbagai kejadian efek
samping yang dialami oleh akseptor dalam pemakaian kontrasepsi. Data yang
diperoleh, berdasarkan hasil wawancara dan jawaban kuisioner responden. Selain
melalui hasil jawaban kuisioner, teknik wawancara dilakukan untuk menggali
lebih dalam kejadian-kejadian yang telah dialami oleh akseptor terkait pemakaian
kontrasepsi.

Wawancara

dilakukan

pada

10

orang

responden.

Mereka

menceritakan jenis kontrasepsi yang mereka gunakan dan kejadian efek samping
yang pernah dialami selama pemakaiannya. Efek samping merupakan pengaruh
suatu obat yang tidak dikehendaki, dapat membahayakan pasien dan terjadi pada
dosis terapi. Terjadinya efek samping ini melalui interaksi antara molekul obat
dengan sistem biologik tubuh (Santoso, 1995).
Berdasarkan 28 responden yang mengalami efek samping, digambarkan
frekuensi serta persentase terjadinya pada masing-masing jenis kontrasepsi. Data
efek samping ini hanya menggambarkan jumlah efek samping yang dialami
responden sesuai metode kontrasepsi yang mereka gunakan. Dalam penelitian ini,
metode kontrasepsi yang tidak menimbulkan efek samping pada responden tidak
dibahas, karena tidak menimbulkan masalah bagi akseptor KB di puskesmas.

61

Tabel IV. Frekuensi efek samping kontrasepsi yang digunakan


akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman
Jenis Kontrasepsi

Frekuensi

PIL

% dari total
responden yang
memakai
100 %

Suntik

11

22 %

IUD

24 %

Implan

0%

Kondom dan Pil

0%

Berdasarkan data, diperoleh frekuensi terjadinya efek samping pada


responden terbanyak pada pemakaian jenis kontrasepsi suntik. Jenis kontrasepsi
suntik yang digunakan oleh akseptor ada 2 jenis yaitu suntik 1 bulanan dan suntik
3 bulanan. Perbedaannya terletak pada kandungan dosis serta frekuensi
pemakaiannya. Namun dari hasil kuisioner, diperoleh bahwa ada beberapa
responden yang hanya mengisikan jenis kontrasepsi suntik, tanpa menyebutkan
macamnya, sehingga tidak dapat digambarkan jumlah pemakaian setiap jenisnya.
Terkait dengan hasil sebelumnya bahwa kontrasepsi yang paling banyak
digunakan adalah metode suntik, sehingga tidak heran jika kejadian efek samping
terbesar terjadi pada jenis suntik.
Metode kontrasepsi yang tidak menimbulkan efek samping pada akseptor
KB di Puskesmas Sleman seperti pada penggunaan implan serta kondom dan pil.
Sedikitnya penggunaan kontrasepsi jenis ini (3 responden) dapat mendukung tidak
terjadinya efek samping yang ditimbulkan, karena 3 akseptor KB yang
menggunakan metode ini semuanya tidak mengalami efek samping.

62

Gambar 13. Persentase efek samping kontrasepsi yang digunakan akseptor


KB di Puskesmas Sleman
1. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi suntik

Berdasarkan keseluruhan kejadian efek samping pemakaian kontrasepsi


suntik, diuraikan bahwa sebagian besar yang dikeluhkan oleh responden adalah
terjadinya menstruasi yang tidak lancar dan siklus yang tidak teratur seperti
muncul flek-flek, berkurangnya darah haid (amenore), perubahan dalam frekuensi,
lama, dan jumlah darah yang keluar. Hal ini sangat mengganggu responden karena
akan muncul perasaan tidak nyaman. Terjadinya amenore dapat memberikan efek
yang menguntungkan yakni berkurangnya insidens anemia, namun tetap menjadi
keluhan akseptor KB karena mereka merasa merupakan kejadian yang tidak
biasanya dan dapat dikatakan tidak normal sehingga mereka merasa kurang
nyaman.
Hasil kuisioner tampak bahwa tidak semua responden yang menggunakan
kontrasepsi suntik mengalami efek samping seperti yang disebutkan. Hal ini,
dapat dikarenakan berbedanya faktor dan kondisi fisiologis masing-masing
responden. Faktor ini mempengaruhi muncul atau tidaknya kejadian efek
samping, seperti contoh akseptor KB yang mempunyai riwayat penyakit diabetes
perlu

adanya

kontrol

glukosa,

karena

adanya

DMPA

(Depot

Medroxyprogesterone Asetat) pada komposisi suntikan dapat mempengaruhi

63

metabolisme karbohidrat. Responden mengaku, ketika mengalami efek samping


seperti ini, biasanya mereka akan konsultasi kembali kepada tenaga medis, dalam
penelitian ini, mereka akan kembali ke puskesmas. Tidak menutup kemungkinan
mereka akan mengganti jenis kontrasepsi. Munculnya efek samping ini
dimungkinkan karena efek DMPA yang terkandung pada komposisi suntikan.
DMPA ini dalam mekanisme kontrasepsi akan membuat endometrium menjadi
dangkal.
2. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi pil

Efek samping juga terjadi pada pemakaian kontrasepsi pil, dalam


penelitian ini semua pengguna mengalaminya (100%). Efek samping yang paling
banyak dikeluhkan oleh responden adalah terjadinya penambahan berat badan.
Responden merasakan perubahan berat badan yang drastis dengan penambahan 510 kg setelah pemakaian kontrasepsi pil. Tentunya hal ini, sangat mengganggu
dan menggelisahkan bagi akseptor sehingga banyak dari mereka mengeluh dan
menjadi depresi dengan efek samping ini. Berkaitan dengan terjadinya depresi
sendiri, maka intake kalori akan bertambah. Berdasarkan jawaban hasil
wawancara, ternyata beberapa responden meskipun mengalami efek samping
seperti itu, mereka tetap meneruskan pemakaian. Hal ini kemungkinan disebabkan
praktisnya metode pil yang hanya membutuhkan kedisiplinan akseptor tanpa harus
melakukan intervensi yang berlebihan ke dalam tubuh. Awalnya efek samping
dengan penambahan berat badan ini, tidak dihubungkan dengan pemakaian
kontrasepsi pil. Namun berdasarkan pengakuan responden, mereka merasakan
adanya efek pada perubahan nafsu makan yang meningkat dengan pemakaian pil.

64

Hal ini dapat disebabkan karena munculnya efek androgenik dari progesteron.
Selain itu, penambahan berat badan ini juga dapat disebabkan retensi cairan
karena progestin atau estrogen serta penambahan lemak subkutan pada pinggul,
paha, dan payudara.
3. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi IUD

Dalam penelitian ini, responden pengguna IUD yang mengalami efek


samping sebanyak 24%. Kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim ini,
ternyata banyak menimbulkan masalah atau efek samping baik pada saat
pemasangan (insersi) maupun masalah dikemudian hari. Berdasarkan hasil
wawancara, didapatkan bahwa keluhan terbanyak pemakaian kontrasepsi IUD ini
adalah rasa nyeri atau sakit sehabis pemasangan, pendarahan dan terjadinya
infeksi sehabis pemasangan.
Pada kuisioner bagian pengetahuan poin 5 terdapat pernyataan yang
tertulis, sebelum memakai kontrasepsi akseptor sebaiknya perlu mengetahui efek
samping kontrasepsi yang akan digunakan. Menurut responden, sebelum mereka
memutuskan untuk menggunakan IUD sudah mengetahui efek samping yang
dapat ditimbulkan, namun karena salah satu keuntungan IUD yaitu jangka waktu
penggunaan yang cukup lama, tidak seperti pada penggunaan suntik dan pil yang
harus rutin dan disiplin, maka kontrasepsi ini menjadi pilihan mereka. Timbulnya
efek samping seperti rasa sakit atau nyeri sehabis pemasangan paling sering
dirasakan oleh responden, hal ini karena perasaan takut dan ketegangan yang
dialami responden saat pemasangan sedang berlangsung. Sebelum pemasangan
IUD dilakukan, biasanya responden disarankan untuk rileks. Selain itu juga harus

65

dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hal ini dilakukan untuk mencegah


terjadinya komplikasi, dan adanya kontraindikasi terhadap penyakit tertentu
seperti kelainan pembekuan darah. Berdasarkan hasil wawancara didapat bahwa
responden juga telah mendapat pemeriksaan laboratorium di puskesmas. Kejadian
lain yang juga dapat dialami responden adalah terjadinya infeksi. Hal ini timbul
sesudah pemasangan dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
responden yang mengalami infeksi setelah beberapa bulan pemasangan
disebabkan terkontaminasinya benang IUD.
Efek pendarahan yang terjadi setelah pemasangan, biasanya saat
responden mengalami menstruasi, yaitu akan terjadi terus menerus. Bila hal ini
terjadi, responden mengaku akan kontrol ke puskesmas kembali untuk
mendapatkan perawatan. Efek samping seperti ini jarang terjadi karena seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa efek samping ini sangat dipengaruhi
faktor dan kondisi fisiologis masing-masing responden. Selain itu, pendarahan
dapat terjadi jika insersi yang dilakukan tidak tepat dan benar. Timbulnya
berbagai efek samping pemakaian kontrasepsi ini, dapat disebabkan berbagai
faktor. Tentunya efek samping yang terjadi menyebabkan rasa tidak nyaman bagi
akseptor. Berbeda-bedanya frekuensi terjadinya efek samping, seperti tidak semua
akseptor mengalami efek samping, meskipun menggunakan kontrasepsi yang
sama akan menyebabkan munculnya perilaku untuk mengganti jenis kontrasepsi.
4. Kejadian penggantian jenis kontrasepsi oleh responden

Berdasarkan hasil kuisioner dan wawancara, terlihat munculnya kejadian


penggantian jenis kontrasepsi yang dilakukan oleh responden sebagai akseptor

66

KB. Berdasarkan pembahasan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini sebanyak


29 responden pernah mengganti jenis kontrasepsi. Berbagai alasan menjadi dasar
dalam penggantian jenis kontrasepsi yang dilakukan.
Tabel V. Frekuensi alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB
Puskesmas Sleman
Alasan penggantian jenis kontrasepsi

Frekuensi

Efek samping dari kontrasepsi terdahulu

11

Coba-coba

Keinginan semata

Cari praktis

Kegagalan kontrasepsi terdahulu

Mencari yang cocok

Total

29

Berdasarkan data, diketahui bahwa alasan terbesar penggantian jenis


kontrasepsi adalah berkaitan dengan terjadinya efek samping yang pernah dialami
responden dari pemakaian kontrasepsi sebelumnya. Munculnya efek samping
masing-masing kontrasepsi ini tentunya sangat mengganggu akseptor sehingga
mereka memilih untuk mengganti jenis kontrasepsi. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa hampir semua metode kontrasepsi mempunyai efek samping,
sehingga dapat dikatakan kejadian penggantian kontrasepsi dengan alasan itu telah
sering dilakukan oleh akseptor KB. Hasil wawancara menunjukkan, akseptor KB
di Puskesmas Sleman hanya sebagian kecil yang melakukan tindakan penggantian
jenis kontrasepsi. Hal ini dimungkinkan karena tidak terdapatnya banyak keluhan
yang dirasakan oleh responden. Responden yang melakukan penggantian jenis
kontrasepsi ini, akan mengganti dengan jenis yang tidak menimbulkan keluhan,

67

tergantung kondisi fisologis masing-masing. Sebagai contoh, responden yang


awalnya memakai IUD, karena terjadi infeksi akan mengganti metode menjadi
suntik yang tidak mempunyai masalah seperti itu. Alasan-alasan yang muncul
akibat kejadian penggantian jenis kontrasepsi ini, lebih mengarah kepada
keinginan akseptor untuk membuat diri nyaman dengan menggunakan kontrasepsi
pilihan mereka. Kenyamanan dalam mencari metode kontrasepsi yang sesuai
sangat wajar mereka lakukan mengingat pemakaian metode kontrasepsi
berhubungan langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Gambar 14. Persentase alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB


Puskesmas Sleman

Faktor lain yang menjadi alasan adalah tidak samanya kondisi fisiologis
setiap orang, sehingga cocok buat orang lain, belum tentu cocok buat dirinya
sendiri. Ini membuat akseptor KB harus mencoba sendiri, apakah sesuai untuk
dirinya, sehingga timbul alasan penggantian metode kontrasepsi dengan mencobacoba. Berdasarkan jawaban responden akan berbagai alasan ini, dapat dikatakan
pemilihan kontrasepsi, dilakukan oleh akseptor dengan mencoba berbagai jenis
kontrasepsi, bila mereka merasa tidak cocok karena munculnya efek samping

68

yang mengganggu, secara langsung mereka akan mencoba jenis lain yang
memberikan kenyamanan.
C. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Akseptor KB
(Pendekatan Kuantitatif)

Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan


dengan perilaku akseptor KB tentang kontrasepsi, digunakan metode analisis chi
square. Dalam penelitian ini, ada 2 variabel yaitu variabel bebas berupa tingkat
pendidikan dan variabel tergantung yaitu perilaku (yang meliputi pengetahuan,
sikap, dan tindakan). Untuk analisis ini, semua variabel akan digolongkan menjadi
2 tingkatan, sehingga diperoleh untuk pendidikan menjadi pendidikan rendah dan
pendidikan tinggi. Demikian juga, nilai pengetahuan menjadi pengetahuan rendah
dan tinggi. Nilai sikap menjadi buruk dan baik, serta nilai tindakan menjadi
tindakan buruk dan baik. Dalam chi square, situasi yang baik atau tinggi diwakili
dengan angka 2, keadaan buruk atau rendah diwakili oleh angka 1.
Pembagian nilai pengetahuan, sikap, dan tindakan menjadi 2 berdasarkan
nilai mediannya. Dalam analisis ini, ditetapkan bahwa di bawah nilai median atau
nilai tengah ini dikategorikan rendah atau buruk sedangkan nilai di atas atau yang
sama dengan median, digolongkan sebagai kategori baik atau tinggi. Hasil
statistik didapatkan bahwa nilai median untuk pengetahuan adalah 42,0000
sehingga nilai yang berada di bawah median dikategorikan sebagai pengetahuan
rendah, sedangkan nilai yang berada sama atau di atas dikategorikan sebagai
pengetahuan tinggi. Statistik nilai median untuk sikap adalah 22,0000 sehingga
nilai yang berada di bawah median dikategorikan sebagai sikap buruk, sedangkan
nilai yang berada sama atau di atasnya dikategorikan sebagai sikap baik. Statistik

69

nilai median untuk tindakan adalah 28,0000 sehingga nilai yang berada di bawah
28,0000 dikategorikan sebagai tindakan buruk, sedangkan nilai yang berada sama
atau di atas median dikategorikan sebagai tindakan baik.
Adanya 2 kategori ini, memudahkan dalam analisis data menggunakan
chi-square yang selanjutnya dihubungkan masing-masing antara tingkat
pendidikan dengan pengetahuan, tingkat pendidikan dengan sikap, dan tingkat
pendidikan dengan tindakan.
1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan akseptor KB
tentang kontrasepsi

Analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan


akseptor KB tentang kontrasepsi dilakukan pada semua data yang ada, terlihat dari
hasil statistik tidak terdapatnya data yang missing dan total data yang digunakan
sebesar 100%.
Tabel yang digunakan dalam metode chi-square ini adalah tabel 2X2, hal
ini karena variabel yang digunakan ada 2 dan masing-masing terbagi menjadi 2
kelompok. Hasil menunjukkan bahwa data ini layak diuji dengan chi square
karena tidak ada nilai harapan (Expected Count) yang kurang dari 5. Dari hasil uji
chi-square, didapatkan nilai p pada Pearson Chi-Square yang terdapat pada
kolom Asymp.Sig. (2-sided) sebesar 0,001. Nilai p ini lebih kecil dari 0,05 (5%),
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Terlihat ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi.
Berdasarkan hasil uji hipotesis ini, maka dapat dikatakan dengan
bertambah tingginya tingkat pendidikan responden, maka pengetahuan yang
dimiliki tentang kontrasepsi juga tinggi, begitu juga sebaliknya. Adanya hubungan

70

ini, dapat disebabkan dengan memiliki kesempatan mencapai tingkat pendidikan


yang tinggi, maka responden memiliki cakupan informasi yang juga tinggi. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikatakan Gagne (1989) dalam mendefinisikan
belajar sebagai satu proses yang dapat mengubah perilaku sebagai akibat
pengalaman dan berubahnya sudut pandang. Dalam hal ini, belajar merupakan
hasil pendidikan yang mereka tempuh, dan perilaku yang mendukung adalah
berubahnya pengetahuan.
Sebagai contoh hasil jawaban kuisioner bagian pengetahuan point no.4
yang menyebutkan kontrasepsi implan dapat digunakan untuk 3 atau 5 tahun
sekali tetap digunakan (seperti telah dijelaskan pada bagian validitas), ternyata
responden dengan tingkat pendidikan tinggi ada yang memberikan jawaban yang
benar (nilai 4) walaupun tidak semua yaitu 6 orang dari 72 responden
berpendidikan tinggi (8%), untuk tingkat pendidikan rendah tidak ada yang
menjawab dengan nilai tertinggi (4). Responden dengan tingkat pendidikan tinggi,
akan mempunyai pengetahuan tentang kontrasepsi yang lebih sehingga jawaban
yang mereka berikan dalam kuisioner ini benar.
Dalam penelitian ini, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum
memilih dan menggunakan kontrasepsi seharusnya akseptor mempunyai
pengetahuan terlebih dahulu mengenai kontrasepsi, kegunaan, dan segala macam
problemnya termasuk efek samping yang ditimbulkan, sehingga akseptor dapat
menentukan kontrasepsi mana yang cocok untuknya dan dapat mengatasi masalah
yang terjadi berkaitan dengan kontrasepsi yang dipakainya. Pengetahuan yang

71

dimiliki oleh akseptor tentang kontrasepsi berkaitan dengan tingkat pendidikan


yang berhasil mereka tempuh. Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk
mendapatkan pengetahuan, sehingga dalam konteks ini, faktor pendidikan yang
rendah tentunya akan memberikan pengetahuan dan pola pikir yang rendah pula
karena pengetahuan yang mereka dapatkan sedikit. Akseptor KB di Puskesmas
Kabupaten Sleman dapat dikatakan telah memiliki pengetahuan yang baik
mengingat berdasarkan data pada karakteristik, sebagian besar tingkat pendidikan
mereka sudah tinggi.
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap akseptor KB tentang
kontrasepsi

Analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap akseptor KB


tentang kontrasepsi dilakukan pada semua data yang ada, terlihat analisis statistik
tidak terdapatnya data yang missing dan total data yang digunakan sebesar 100%.
Tabel yang digunakan dalam metode chi-square ini adalah tabel 2X2,
seperti analisis sebelumnya pada tingkat pengetahuan. Hal ini karena variabel
yang digunakan ada 2 dan masing-masing terbagi menjadi 2 kelompok. Hasil
menunjukkan bahwa data ini layak diuji dengan chi square karena tidak ada nilai
harapan (Expected Count) yang kurang dari 5. Dari hasil uji chi-square,
didapatkan nilai p pada Pearson Chi-Square yang terdapat pada kolom
Asymp.Sig. (2-sided) sebesar 0,343. Nilai p ini lebih besar dari 0,05 (5%),
sehingga H0 diterima. Terlihat tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan
dengan sikap akseptor KB tentang kontrasepsi.
Selain berdasarkan hasil uji hipotesis ini, dapat dilihat jawaban kuisioner
pada 7 pernyataan sikap tentang kontrasepsi (no. 14 no. 20 pada kuisioner), baik

72

pada tingkat pendidikan tinggi serta responden dengan pendidikan tamat SD dan
SMP, mempunyai nilai total yang merata. Pada responden dengan tingkat
pendidikan rendah (tamat SD dan SMP) ternyata juga memiliki nilai sikap yang
tinggi seperti pada responden dengan tamat SMA dan Perguruan Tinggi. Hal ini,
menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan rendah tidak menjamin responden
mempunyai sikap yang rendah atau buruk. Demikian juga dapat terjadi
sebaliknya, bahwa dengan tamat SMA dan Perguruan Tinggi, tidak menjamin
responden memiliki nilai sikap tinggi atau bagus.
Pada pernyataan sikap, responden akan membutuhkan pertimbanganpertimbangan lebih banyak untuk menjawab. Banyak faktor lain yang
mempengaruhi jawaban, mungkin mereka akan memberikan jawaban yang tidak
sesuai dengan pengetahuan yang mereka dapatkan dari tingkat pendidikan. Seperti
pernyataan

sikap pada point 14 (yang

menyebutkan responden akan

mendahulukan belanja harian keluarga dibandingkan mengikuti program KB)


responden akan membutuhkan pertimbangan berbagai faktor. Berdasarkan
pengakuan responden, jika belanja harian keluarga ini telah sangat mendesak,
mereka akan mendahulukan. Sehingga dalam penelitian ini, responden lebih
banyak menggunakan pertimbangan lain dan tidak ada hubungannya dengan
tingkat pendidikan mereka.
Sikap responden sebagai akseptor KB yang tidak memberikan hubungan
dengan tingkat pendidikan ini, mungkin dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
kesediaan responden untuk lebih bereaksi dengan objek tertentu dalam penelitian
ini terhadap kontrasepsi. Sarwono (1997), mengatakan bahwa perilaku seseorang

73

dipengaruhi oleh sistem sosial, budaya, dan kepribadian, sehingga sesuai dengan
kenyataan, sikap dalam perilaku akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman
lebih berhubungan dengan kondisi lingkungan dan pertimbangan sosial
dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki. Pembentukan sikap
responden ini seringkali tidak disadari oleh mereka dan bersifat terbuka terhadap
kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi mereka dengan lingkungan
sekitarnya. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor KB
tentang kontrasepsi

Analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor


KB tentang kontrasepsi dilakukan pada semua data yang ada, terlihat hasil
statistik bahwa tidak terdapatnya data yang missing dan total data yang digunakan
sebesar 100%.
Proses ini seperti sebelumnya, pada analisis tindakan ini tabel yang
digunakan adalah tabel 2X2, hal ini karena variabel yang digunakan masingmasing terbagi menjadi 2 kelompok. Hasil menunjukkan bahwa data ini layak
diuji dengan chi square karena tidak ada nilai harapan (Expected Count) yang
kurang dari 5. Dari hasil uji chi-square, didapatkan nilai p pada Pearson ChiSquare yang terdapat pada kolom Asymp.Sig. (2-sided) sebesar 0,036. Nilai p ini
lebih kecil dari 0,05 (5%), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Terlihat ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor KB tentang
kontrasepsi.

74

Tindakan responden dalam hubungannya dengan perilaku merupakan apa


yang dilakukan oleh akseptor KB dalam hubungannya dengan kontrasepsi. Hal
ini dapat berupa teknik dalam pemilihan jenis kontrasepsi, kegiatan yang
dilakukan responden dalam kaitannya dengan kontrasepsi seperti melaksanakan
atau tidak aturan suatu jenis kontrasepsi secara teratur dan disiplin, melakukan
konsultasi atau tidak tentang jenis kontrasepsi yang mereka pakai kepada tenaga
medis.
Hasil yang didapatkan menunjukkan pada responden yang mempunyai
tingkat pendidikan tinggi maka tindakan akseptor KB akan kontrasepsi dapat
tinggi atau baik juga. Demikian sebaliknya responden yang tamat SD dan SMP
menunjukan tindakan akan kontrasepsi yang rendah atau buruk. Hal ini berkaitan
dengan tingkat pengetahuan responden. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan sampai pada
dilakukannya hal tersebut, sehingga tindakan yang dilakukan oleh responden
sebagai akseptor KB ini didasari oleh tingkat pendidikan mereka. Pengetahuan
yang dimiliki akan mendorong responden untuk melakukan tindakan perihal
kontrasepsi yang sesuai dengan pengetahuan yang didapat sesuai dengan tingkat
pendidikan mereka. Tindakan yang dilakukan akseptor KB disebabkan oleh
adanya pengetahuan hasil pendidikan, seperti yang dikatakan Sarwono (1997),
bahwa adanya stimulus yang mempengaruhi individu dengan pengalaman dan
pemahaman tertentu berkaitan dengan tindakan mereka. Akseptor KB di
Puskesmas Kabupaten Sleman ini dapat dikatakan sebagian besar memiliki

75

tindakan yang baik mengingat tingkat pendidikan responden terbanyak adalah


pada tingkatan tinggi.
Tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap
responden tentang kontrasepsi seperti yang telah dijelaskan di atas, namun terlihat
bahwa adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor KB
tentang kontrasepsi. Ini memperkuat penjelasan bahwa sikap seorang responden
dapat berubah dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, sehingga belum tentu
tindakan yang dilakukan oleh responden mencerminkan sikapnya. Pentingnya
pertimbangan-pertimbangan lingkungan sekitar akseptor KB, pembentukan reaksi
atau respon, pembentukan sudut pandang akan mempengaruhi munculnya
perilaku kontrasepsi yang diinginkan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dalam penelitian ini didapatkan tiga


kesimpulan utama yaitu :
Hasil karakteristik akseptor KB di Puskesmas Sleman menggambarkan
usia responden 20 tahun sampai 46 tahun, dengan persentase tertinggi sebanyak
28% berusia 27 tahun sampai 30 tahun. Responden terbanyak memilik 2 orang
anak sebesar 42%. Sebesar 49% responden sebagai ibu rumah tangga. Responden
dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 28% dan pendidikan tinggi 72%.
Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah suntik sebanyak 51%.
Sebesar 72% responden tidak mengalami efek samping dan sisanya pernah
mengalami efek samping. Responden yang tidak pernah mengganti jenis
kontrasepsi sebanyak 71 % dan yang mengganti sebanyak 29%.
Kejadian efek samping yang dialami responden di Puskesmas Sleman
terjadi pada penggunaan kontrasepsi suntik sebesar 22%, kontrasepsi pil sebanyak
100% dan kontrasepsi IUD sebesar 24%. Efek samping yang paling sering
dirasakan responden dari kontrasepsi suntik adalah menstruasi yang tidak lancar
dan siklus yang tidak teratur, untuk kontrasepsi pil responden mengalami
penambahan berat badan, sedangkan efek samping yang paling banyak dikeluhkan
pada pemakaian IUD adalah nyeri atau sakit setelah pemasangan, pendarahan
sehabis pemasangan, dan terjadinya infeksi. Kejadian penggantian jenis

76

77

kontrasepsi dilakukan oleh responden dengan alasan terbesar yaitu mengalami


efek samping pada penggunaan terdahulu.
Dari analisis uji statistik dengan chi square maka didapatkan adanya
hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan tindakan responden,
namun tidak terdapat adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap.
B. Saran

1. Perlu adanya peningkatan pelayanan kontrasepsi di puskesmas.


2. Perlu

dilakukannya

kajian

lanjutan

mengenai

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi oleh akseptor KB.


3. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan

mengenai faktor-faktor yang

menghubungkan tingkat pendidikan dengan perilaku akseptor KB.

78

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1980, BKKBN, http://www.dunia-ibu.org/sharing/index.php?id=772,


diakses pada 25 November 2008
Anonim, 1990, Kamus Istilah Gerakan Keluarga Berencana Nasional, 1-2, 15,3139, 44-54, BKKBN, Jakarta
Anonim, 2001, Panduan Baku Klinis Program Pelayanan Keluarga Berencana,
1-58, Dinas Kesehatan Kota Depok, Jakarta
Anonim, 2003, Organ Reproduksi Wanita,
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://3.bp.blogspot.com/,
diakses pada 5 Desember 2008
Anonim, 2004, Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Pranata Komputer,
www.bps.go.id/prakom/baru/JFPK-08%20Standar%20Kompetensi.pdf,
diakses pada 25 November 2008
Anonim, 2007a, Pengetahuan Dalam Sistem Cerdas, www.ftsm.ukm.my
/ko/C2_Pewakilan%20Pengetahuan.pdf, diakses pada 25 November
2008
Anonim, 2007b, Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Keadilan dalam
Pemberian Upah dengan Kepuasan Kerja, library.gunadarma.ac.id/files/
disk1/9/jbptgunadarma-gdl-grey-2005-klarai nnat-433-bab_i.pdf, diakses
pada 25 November 2008
Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 7, 171-172, PT
InfoMaster lisensi CMPMedica, Jakarta
Azwar, S., 2000, Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Azwar, S., 2006, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi 2, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Edisi 2, 1, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Azwar, S., 2007, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, edisi ke-1, 10-19,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Billings, E., 2006, Metode Ovulasi Billings Cara Alami Mengatur Kesuburan,
33,133, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta

79

Broewer, 1993, Pola Pikir Pendidikan, 7-10, Dinas Pendidikan, Yogyakarta


DiPiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2005,
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 14431461, Appleton & Lange, USA
Gagne, 1989, Pendidikan, http://www.unika.ac.id/fakultas/psikologi/artikel/bw1.pdf, diakses pada 3 April 2009
Gieles, Th., 2001, Keluarga Berencana Alamiah dan Kontrasepsi, 3-18,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Hartanto, H., 2004, KB Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Haryono, S., 2008, Kependudukan, www.indra.or.id yayasan indonesia damai
sejahtera, diakses pada 10 Februari 2009
Notoatmodjo, S., 2002, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, 133-145, PT
Rineka Cipta, Jakarta
Notoadmodjo, S., 2003, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan, Andi offset, Yogyakarta
Notodihardjo, R., 2002, Reproduksi, Kontrasepsi dan Keluarga Berencana, 1927, Penerbit kanisius Yogyakarta
Mardiya, 1999, Petunjuk Praktis Cara Memilih Kontrasepsi (Sebuah Pedoman
Bagi PUS yang Ingin Ber-KB), 1-5, 13-30, 81-86, Penerbit Liberty,
Yogyakarta
Mario, T. M., 2006, SPSS Untuk Paramedis, 55-111, Ardana Media, Jakarta
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, 11-15, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pujirahardjo, W. J., 1993, Penemuan Sampel Dalam : Metode Penelitian dan
Statistik Terapan, Airlangga University Press, Surabaya
Rukanda, A., Ryanto, H., Syarief, M.T., Hasjim, C., Saleng, Muhasjim, dkk,
1993, Pengayoman Medis Keluarga Berencana, BKKBN, Jakarta
Santoso, B., 1995, Efek Samping Obat, Pusat Studi Farmakologi dan Kebijakan
Obat, UGM, Yogyakarta

80

Sarwono, S., 1997, Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasi,


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Semiawan, C., Arif, B., Handoko, F., 1986, Pendekatan Ketrampilan Proses:
Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, 2, Penerbit PT
Gramedia, Jakarta
Sevilla, C. G, Ochave, J. A, Punsalon, T. G, Regala, B. P, dan Uriarte, G. G.,
1993, Pengantar Metode Penelitian, 45, Diterjemahkan oleh Tuwu, A,
edisi pertama, UI Press, Jakarta
Soeradi,O., 2008, Masalah Pada Kontrasepsi Pria, Detil
http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=168893&actmenu=46,
tanggal 14 Januari 2009

Jurnal,
diakses

Spiegel, M., 1998, Statistika, edisi kedua, hal.253, Erlangga, Jakarta


Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, 27, Penerbit CV Alfabeta, Bandung
Sujudi, A., Sampurno, H., Slamet, L,S., Sitanggang, L., Darmansjah, I., Santoso,
B., dkk, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 291, CV Sagung
Seto, Jakarta
Sundquist, K., 1993, Kontrasepsi Apa yang Terbaik Bagi Anda, xiii-xv, 27-28, 5684, Arcan jakarta.
Suririnah,
2005,
Beberapa
Metode
Kontrasepsi
Atau
KB,
http://www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=
37, diakses 6 Februari 2009
Suyuti, A., 2005, Pengembangan Model Sistem Pendidikan Berbasis Kompetensi
di
Pondok
Pesantren,
www.damandiri.or.id/file/ahmadsuyutiunairbab2.pdf, diakses pada 22
Januari 2009

81

Lampiran 1. Kuesioner

Kepada Yth.
Ibu-ibu akseptor KB
di tempat

Dengan hormat,
Sehubungan dengan penelitian saya untuk tugas akhir (skripsi) di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul

HUBUNGAN
AKSEPTOR

TINGKAT
KB

PENDIDIKAN

TENTANG

TERHADAP

KONTRASEPSI

DI

PERILAKU
PUSKESMAS

KABUPATEN SLEMAN maka saya mohon bantuan ibu-ibu untuk berkenan

membantu saya dalam pengisian kuisioner.


Demikian permohonan saya, besar harapan saya ibu-ibu mendukung
penelitian saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Desember 2008

Peneliti

82

Keterangan:
SS : Sangat Setuju
S
: Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Aspek Pengetahuan
No Pernyataan
1
KB bertujuan untuk mengatur jumlah anak dan jarak
lahir
2
Pil, suntik, implant, IUD, dan tubektomi, merupakan
pilihan kontrasepsi untuk wanita
3
Kondom dan vasektomi bukan merupakan pilihan
kontrasepsi untuk pria
4
Kontrasepsi (susuk) implant dapat dipakai untuk
masa 3 atau 5 tahun sekali
5
Sebelum memakai kontrasepsi, kita tidak perlu
mengetahui efek samping dari kontrasepsi yang ada
6
Akseptor KB sebaiknya mendapatkan informasi
mengenai bagaimana memilih kontrasepsi yang baik
dari tenaga medis
7
Kontrasepsi suntik dapat digunakan setiap 1 minggu
sekali
8
Kondom dan Vasektomi merupakan pilihan
kontrasepsi untuk pria
9
Pengetahuan tentang efek samping dari kontrasepsi
perlu diketahui sebelum pemakaian awal
10 Untuk mencapai keberhasilan penggunaan pil KB,
harus digunakan secara teratur
11 Akseptor KB perlu memperoleh informasi pemilihan
kontrasepsi yang sesuai dari tenaga medis
12 Pil, suntik, implant, IUD, dan tubektomi, merupakan
pilihan kontrasepsi untuk pria
13 Kontrasepsi implant dapat digunakan seumur hidup
Aspek Sikap
No Pernyataan
14 Saya akan mendahulukan belanja harian keluarga
dibandingkan mengikuti program KB
15 Saya merasa kualitas hidup keluarga lebih baik
ketika mengikuti program KB
16 Saya yakin dan percaya bahwa penggunaan
kontrasepsi secara benar dan teratur akan mencegah
kehamilan.
17 Saya akan tetap berusaha melaksanakan program
KB meskipun pengeluaran kebutuhan keluarga

SS
SS

S TS
S TS

STS
STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS
SS

S TS
S TS

STS
STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

83

18
19
20

sangat besar
Saya merasa tidak perlu untuk memperoleh
informasi yang akurat dari ahli kesehatan tentang
penggunaan kontrasepsi yang akan digunakan
Saya merasa dengan program KB, kesehatan ibu dan
anak dapat lebih terjamin
Saya yakin jumlah anak yang banyak, tidak akan
bermasalah asalkan keuangan keluarga mencukupi

Aspek Tindakan
No Pernyataan
21 Saya akan berkonsultasi secara berkala pada tenaga
medis tentang kontrasepsi yang saya gunakan.
22 Saya akan memilih sendiri kontrasepsi yang akan
saya gunakan tanpa bantuan tenaga medis
23 Saya akan tetap mengikuti program KB meskipun
harga kebutuhan bahan pokok meningkat
24 Saya akan menggunakan kondom bila saya tidak
mentaati (lupa) aturan kontrasepsi yang saya
gunakan.
25 Saya memilih kontrasepsi yang sesuai dengan
kondisi kesehatan saya
26 Saya tidak selalu mentaati aturan kontrasepsi yang
saya gunakan
27 Saya mengkomunikasikan penggunaan kontrasepsi
dengan pasangan saya
28 Saya memilih kontrasepsi yang nyaman dipakai
29 Saya memilih kontrasepsi yang berjangka waktu
panjang karena lebih praktis

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS
SS

S TS
S TS

STS
STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS

S TS

STS

SS
SS

S TS
S TS

STS
STS

84

Lampiran 2. Contoh kuesioner dengan jawaban

85

86

87

Lampiran 3. Pedoman wawancara


PEDOMAN WAWANCARA

Kejadian Efek Samping Dan Penggantian Jenis Kontrasepsi Yang Dilakukan Oleh
Responden

Petunjuk

1. Menguasai pedoman wawancara. Untuk itu, sebelum wawancara,


pelajarilah pedoman wawancara ini
2. Memperkenalkan diri, menerangkan tujuan dan menjelaskan prosedur
wawancara. Lakukan hal ini sebelum memulai wawancara
3. Meminta izin dari responden untuk menggunakan alat perekam
4. Seluruh butir pertanyaan dalam pedoman ini harus terjawab. Maka,
pastikan seluruh jawaban bisa didapat, walaupun tidak ditanyakan secara
urut
5. Meneliti kembali hasil wawancara, terutama untuk mengetahui apakah ada
pertanyaan yang tidak jelas atau terlewat
Karakteristik Responden
No

Pertanyaan

1
2
3

Nama (dapat tidak diisi )


Umur akseptor KB (thn)
Umur anak (thn)

Lama menjadi akseptor KB

Jawaban

A.
B.
C.
D.

Anak I :.
Anak II :.
Anak III :.
Anak IV :., dst.

88

5
6

Pekerjaan akseptor KB
Pendapatan Keluarga :

Kontrasepsi yang saat ini


dipakai
Efek samping yang pernah
dialami
Pernah
mengganti
jenis
kontrasepsi yang digunakan

8
9

A. < Rp 1.000.000,00
B. Rp 1.000.000,00 Rp 2.500.000,00
C. > Rp 2.500.000,00

A. Tidak
B. Ya
Alasan :

Evaluasi Tentang Pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB)

1. Kontrasepsi apa yang sedang anda gunakan saat ini?


2. Apa alasan penggunaannya?
3. Pernahkah anda mengalami efek samping dari penggunaan kontrasepsi?
4. Apakah anda pernah mengganti metode/jenis kontrasepsi?
5. Apa alasan penggantian tersebut? Uraikan.

Lampiran 4. Ijin penelitian

89

Lampiran 5. Daftar Puskesmas

90

Kode
3404010101
3404010102
3404020101
3404030101
3404040101
3404040102
3404050101
3404050102
3404060101
3404060102
3404070101
3404070102
3404080101
3404080102
3404090101
3404090102
3404100101
3404100102
3404110101
3404110102
3404120101
3404130101
3404130102
3404140101
3404140102
3404150101
3404150102
3404160101
3404160102
3404170101

NAMA
MOYUDAN I
MOYUDAN II
MINGGIR
SEYEGAN
GODEAN I
GODEAN II
GAMPING I
GAMPING II
MLATII
M L A T I II
DEPOKI
D E P O K II
BERBAHI
B E R B A H II
PRAMBANAN I
PRAMBANAN II
KALASAN I
KALASAN II
NGEMPLAK I
NGEMPLAK II
NGAGLIKI
SLEMANI
S L E M A N II
TEMPELI
T E M P E L II
TURII
T U R I II
PAKEMI
P A K E M II
CANGKRINGAN

ALAMAT
Ngentak, Sumberagung 55563
Setran, Sumberarum
Minggir, Sendangagung
Seyegan, Margokaton, 55561
Sentul, Sidoagung 55562
Nogosari, Sidokarto, 55564
Delingsari, Ambarketawang
Terusan Banyuraden
Kututegal, Sinduadi, 55248
Cebongan, Sumberadi
Nanggulan, Mangunharjo
Jl. Lely III, Perumnas
Jagalan, Kalitirto
Sribit, Sendangtirto
Delegan, Sumberharjo, 57454
Gathak, Bokoharjo
Krajan, Tirtomartani
Sidokerto, Purwomartani
Koroulon, Bimomartani 55584
Jetis, Widomartani, 55584
Gondangan, Sardonoharjo
Kring I, Triharjo, 55514
Nyaen Pandowoharjo, 55512
Ngebong, Margorejo
Kemusuh, Banyurejo, 55552
Turi, Donokerto
Turi, Pakem
Tegalsari, Pakembinangun
Tegalsari, Pakembinangun
Bronggang, Argomulyo

Lampiaran 6. Hasil uji reliabilitas dan validitas kuesioner


Case Processing Summary
N
Cases

Valid
Excluded
(a)
Total

%
30

100.0

.0

30

100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Kecamatan
Moyudan
Moyudan
Minggir
Seyegan
Godean
Godean
Gamping
Gamping
Mlati
Mlati
Depok
Depok
Berbah
Berbah
Prambanan
Prambanan
Kalasan
Kalasan
Ngempak
Ngempak
Ngaglik
Sleman
Sleman
Tempel
Tempel
Turi
Turi
Pakem
Pakem
Cangkringan

91

Cronbach's
Alpha

N of Items

.872

38
Scale Statistics

Mean
120.2667

Variance
120.892

Std. Deviation
10.99509

N of Items
38

Item-Total Statistics

Scale Mean if
Item Deleted

Scale
Variance if
Item Deleted

Corrected
Item-Total
Correlation

Cronbach's
Alpha if Item
Deleted

p1

116.7333

113.582

.573

.866

p2

116.9000

110.921

.676

.863

p3

117.4333

112.599

.526

.866

p4

116.9000

119.955

.033

.876

p5

117.5333

126.120

-.318

.885

p6

117.7667

119.082

.057

.877

p7

117.1333

114.809

.330

.870

p8

117.5667

119.771

.059

.875

p9

116.7000

114.976

.375

.869

p10

116.7333

117.926

.153

.874

p11

116.9000

115.197

.451

.868

p12

117.0333

111.826

.486

.867

p13

117.3667

116.585

.228

.872

p14

116.6333

114.240

.612

.866

p15

117.7333

120.685

-.017

.877

p16

116.6333

113.895

.646

.866

p17

116.8000

115.821

.314

.870

p18

117.1333

110.947

.571

.865

p19

117.0667

117.375

.214

.872

p20

117.4000

110.524

.598

.864

p21

117.4000

115.352

.319

.870

p22

116.9333

114.823

.338

.870

p23

116.7333

114.547

.560

.867

p24

117.0667

112.823

.540

.866

p25

117.1667

113.730

.381

.869

p26

116.8333

118.557

.163

.873

p27

116.6667

113.195

.702

.865

p28

117.5667

110.047

.578

.864

p29

117.0000

111.241

.685

.863

p30

117.3333

111.816

.588

.865

p31

117.1667

114.420

.426

.868

p32

117.4000

111.697

.492

.866

p33

116.9000

110.852

.630

.864

92

p34

116.9667

116.102

.455

.869

p35

117.1333

112.947

.516

.866

p36

117.7000

122.907

-.145

.882

p37

116.7667

114.047

.606

.866

p38

117.0333

114.378

.357

.870

93

Lampiran 7. Hasil kuesioener


N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

4
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
4
4
3
3
3
4
4
3
4
3
3
3
3
3
3
4

3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4

3
3
3
3
3
3
3
2
3
2
3
1
3
4
3
3
2
1
3
4
2
3
2
3
1
3
3
3
3

3
3
1
2
3
3
3
1
3
3
3
1
2
1
1
1
2
1
3
3
1
4
2
3
1
1
4
1
1

3
4
3
3
4
4
3
3
3
1
3
1
3
4
4
3
3
4
2
4
1
4
2
3
3
3
3
3
4

4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
3
4
4
3
3
3
3
3
4

2
4
2
3
3
3
4
4
3
3
3
1
3
2
2
2
3
4
3
4
3
3
2
3
3
3
4
1
4

3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
2
4
3
4
2
4
3
3
3
3
4
3
4

4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
2
3
4
4
4
4

4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
4
4

3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
2
4
3
4
3
3
3
4
3
4
4

3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
1
3
4
4
3
2
4
3
4
3
4
3
3
1
3
3
3
4

1
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
1
2
1
3
1
2
1
2
2
3
3
3
3
1
1
1
1
1

40
46
38
44
44
45
43
43
44
42
41
32
41
42
44
39
34
42
37
48
34
48
38
38
31
38
42
36
45

3
3
2
2
3
3
3
1
3
3
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
2
3
3
3
3
2
2
3
3

4
4
4
3
4
4
3
3
3
4
3
4
3
4
4
2
4
4
3
3
1
4
3
3
4
3
4
3
4

3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
3
3
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
4

3
4
3
2
3
3
3
3
4
2
3
3
3
3
4
2
3
3
3
4
3
4
3
3
4
3
3
3
4

3
4
3
3
3
3
1
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
2
3
3
4
3
3
4
3
4

4
4
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
3
3
4
4
4
4
3
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4

2
2
3
3
3
3
2
4
3
3
3
3
3
3
3
1
2
2
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
2

22
25
22
21
24
24
18
21
23
23
22
22
21
22
26
19
22
22
21
23
17
25
21
23
23
22
24
22
25

3
4
3
4
4
4
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
4

3
4
4
3
3
3
3
3
3
2
3
1
3
3
4
3
2
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4

3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
3
4
2
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4

2
4
3
2
3
3
3
3
3
2
3
1
3
3
3
2
2
2
2
3
2
3
3
3
2
3
4
3
3

3
3
4
2
3
3
3
4
4
4
3
4
3
4
4
3
3
4
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4

3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
2
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
4

3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
4
4
3
3
4
3
4
3
4
3
4
3
3
3
3
4

3
4
4
3
3
3
3
4
4
4
3
4
3
4
4
2
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3
3
3
4

3
4
3
3
3
4
3
3
3
4
2
4
3
3
4
2
4
4
3
2
3
3
3
4
1
1
3
3
4

26
34
30
26
29
29
28
29
31
29
26
28
26
31
34
24
27
29
27
28
24
32
27
31
24
26
29
27
35

94

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62

3
3
4
4
4
3
4
4
3
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
3
4
4
3
3
4
4
3
3
3
3
4

3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

3
3
4
4
2
2
3
3
2
3
3
3
2
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2

3
3
3
1
1
1
1
4
1
4
3
3
2
4
1
3
2
1
1
4
3
2
3
3
3
2
3
3
2
1
3
2
2

3
3
4
3
3
3
4
3
2
3
4
3
3
4
4
4
3
4
4
3
3
4
4
3
3
3
3
4
3
3
1
3
4

4
3
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
4
1
3
4

3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
2
3
3
3
1
4
3
4
4
4
3
2
3
3
3
3
2
2
3
1
3
3
3

3
3
1
4
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
2
3
3
2
4
4
3
3
3
3
4
4
3
3
3
2

4
3
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
3
3
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
3
4

4
3
4
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4

4
3
4
4
3
3
4
4
3
2
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
1
3
4

4
3
4
4
4
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
1
3
2
2

3
3
3
3
1
1
3
4
3
4
3
2
1
3
4
3
4
3
4
3
3
1
3
3
3
3
3
4
3
1
3
3
1

44
39
47
46
39
34
45
46
35
48
44
43
40
48
39
48
43
41
47
43
38
41
44
41
39
38
42
45
44
32
32
37
39

3
3
3
1
3
3
3
3
2
3
3
3
1
3
3
3
4
4
3
2
3
2
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
1

3
3
4
3
3
3
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
2
3
3
2
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
2
2

4
3
4
3
3
3
4
4
3
4
3
4
3
4
3
4
3
2
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3

3
4
3
3
3
2
3
3
3
4
3
2
2
3
3
3
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3

3
3
3
4
3
3
3
4
3
4
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3

3
3
3
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
2
2
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
3
3

1
3
3
2
3
2
2
3
3
4
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
4
3
3
2
2
2

20
22
23
20
21
19
22
25
20
27
24
23
18
24
22
25
21
20
19
17
21
24
20
21
21
20
23
26
24
20
20
19
17

3
4
3
3
3
3
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
1
3
3

3
3
3
3
3
3
3
3
2
4
3
3
3
3
3
3
3
4
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
2
3

3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
4
4
4
3
3
2
2
2
3
3
3
3
2
3
4
3
3
2
3
3

3
4
2
3
2
3
3
1
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
2
2
2
4
3
3
3
3
2

3
4
3
3
3
3
4
4
3
4
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
1
3
4

3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3

3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3

3
3
4
3
3
3
4
4
3
4
3
3
4
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3

3
3
3
3
3
2
4
4
3
3
3
2
3
4
2
3
2
3
2
3
3
4
3
3
2
2
3
4
3
3
3
3
2

27
31
27
27
26
26
31
28
26
35
27
30
30
31
27
30
26
29
25
26
26
30
27
27
25
25
26
34
29
28
20
26
26

95

63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95

4
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
4
4
3
4
4
4
4
3

4
3
3
3
3
4
3
4
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3
3

4
3
3
2
2
2
2
1
1
3
3
3
3
2
2
3
2
3
4
3
2
4
3
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3

3
3
1
3
3
3
3
3
4
3
4
3
1
1
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
2
3
3
2
1
4
3
3

4
2
3
3
3
4
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
3

4
4
3
4
3
4
3
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3

3
3
3
3
3
3
3
3
1
3
1
3
3
1
3
3
3
3
4
3
3
4
4
3
4
4
3
4
4
3
3
3
3

4
4
3
3
3
3
3
3
4
3
4
4
3
2
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
3
2

4
4
3
3
3
4
3
4
4
3
4
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3

4
4
3
4
3
4
3
3
4
3
4
3
3
1
4
4
3
4
4
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
3
4

3
4
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4

4
4
3
3
3
3
4
3
1
3
4
3
3
1
3
3
3
3
4
4
3
4
3
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3

3
3
1
2
3
3
3
3
1
1
4
3
2
1
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3

48
44
35
40
38
44
40
41
37
38
47
40
36
30
42
43
40
40
49
40
37
49
46
49
48
46
42
44
48
41
51
39
40

3
3
3
3
3
3
3
3
1
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
2
3
2
3
4
3
4
3
3

3
1
3
4
3
4
2
3
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3

4
4
1
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4
3
3
4
4
3
3
4
4
4
3
3
3
4
3
3
3
3
3

3
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
2
3
4
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3

4
4
3
3
3
3
3
3
1
3
4
3
3
3
2
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3

4
4
3
3
3
4
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
4
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
3
4

3
4
3
3
3
4
3
4
1
3
3
2
2
3
3
4
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
3
4
2
2

24
24
19
23
21
24
20
23
19
21
27
20
19
21
23
23
21
23
27
20
20
27
25
27
23
21
20
23
27
21
27
20
21

4
1
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3

3
4
3
3
3
4
4
3
1
3
3
2
3
2
3
3
3
4
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3

3
4
3
3
3
3
3
3
4
2
4
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
4
3
3

4
3
3
2
2
3
3
2
4
2
2
4
1
1
2
3
3
3
4
3
2
4
1
4
2
2
3
3
2
3
2
2
3

4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
4
4
3
3
4
4
3
4
3
3

3
3
3
3
3
3
4
3
1
3
3
3
4
3
4
3
3
4
4
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
3
3

4
4
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
3
4
3
3
4
4
4
4
3
2
4
4
4
4
3
3

4
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
3
4

3
3
2
3
2
3
2
3
4
3
2
2
4
3
2
2
2
3
3
4
2
3
3
3
3
3
2
4
4
2
4
3
3

32
29
26
27
25
28
28
26
30
25
30
26
28
24
28
28
26
30
35
29
25
34
28
33
31
28
25
32
33
27
33
26
28

96

96
97
98
99
100

4
3
3
3
4

4
3
4
3
4

4
3
4
3
3

Keterangan:
Merah
Kuning
Hijau

4
3
3
2
3

4
3
4
3
4

3
3
4
4
4

4
3
4
4
4

4
3
4
4
4

4
3
4
3
4

4
4
4
3
3

4
3
4
3
4

= pernyataan pengetahuan
= pernyataan sikap
= pernyataan tindakan

4
3
3
3
4

2
2
2
3
3

49
39
47
41
48

4
3
3
3
4

4
4
4
3
4

4
3
3
3
3

3
3
3
3
3

4
3
4
3
3

4
3
4
3
4

3
1
2
3
4

26
20
23
21
25

3
3
3
3
3

3
3
3
3
3

3
3
3
3
3

4
2
3
2
3

4
3
3
3
4

4
3
4
4
4

4
3
4
4
4

4
4
4
4
4

4
3
3
4
3

33
27
30
30
31

97

Lampiran 8. Statistik deskriptif jumlah anak


Descriptives

Jumlah anak

Statistic
1.8600

Mean
95% Confidence
Interval for Mean

Lower Bound
Upper Bound

Std. Error
.07916

1.7029
2.0171

5% Trimmed Mean

1.8222

Median

2.0000

Variance

.627

Std. Deviation

.79162

Minimum

1.00

Maximum

4.00

Range

3.00

Interquartile Range

1.00

Skewness
Kurtosis

.506

.241

-.516

.478

Lampiran 9. Statistik deskriptif tingkat pendidikan


Descriptives
Statistic
tingkat_pendidikan

Mean
95% Confidence
Interval for Mean

2.8300
Lower Bound
Upper Bound

.08996

2.6515
3.0085

5% Trimmed Mean

2.8667

Median

3.0000

Variance

Std. Error

.809

Std. Deviation

.89955

Minimum

1.00

Maximum

4.00

Range

3.00

Interquartile Range

1.00

Skewness

-.590

.241

Kurtosis

-.262

.478

Lampiran 10. Median perilaku


Statistics
nilai_pengetah
uan

nilai_sikap

nilai_tindakan

98

Valid

100

100

41.6600

22.1200

28.3400

Missing
Mean
Std. Error of Mean

100

.46346

.24382

.28963

Median

42.0000

22.0000

28.0000

Std. Deviation

4.63456

2.43825

2.89625

21.479

5.945

8.388

-.288

.220

.389

Variance
Skewness
Std. Error of Skewness

.241

.241

.241

-.365

-.391

.057

.478

.478

.478

Range

21.00

10.00

15.00

Minimum

30.00

17.00

20.00

Kurtosis
Std. Error of Kurtosis

Maximum
Percentiles

51.00

27.00

35.00

10

35.1000

19.0000

25.0000

25

39.0000

20.0000

26.0000

50

42.0000

22.0000

28.0000

75

45.0000

24.0000

30.0000

90

48.0000

25.9000

33.0000

Lampiran 11. Pembagian nilai pendidikan, pengetahuan, sikap, dan tindakan

Responden
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Tingkat Pendidikan
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
tinggi

pengetahuan
rendah
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah

sikap
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
buruk
buruk
baik
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
buruk

tindakan
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
baik
baik
baik
buruk
baik
buruk
baik
baik
buruk
buruk
baik
buruk

99

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60

tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
rendah
rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah

tinggi
rendah
tinggi
rendah
rendah
rendah
rendah
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
rendah
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
rendah

baik
buruk
baik
buruk
baik
baik
baik
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
buruk
buruk
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
buruk
buruk
buruk
buruk
buruk
baik
buruk
buruk
buruk
buruk
baik
baik
baik
buruk
buruk

baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
buruk
baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
buruk
buruk
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
baik
baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
buruk
buruk
baik
buruk
buruk
buruk
buruk
buruk
baik
baik
baik
buruk

100

61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100

rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi

rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
rendah
tinggi
rendah
rendah
rendah
rendah
tinggi
rendah
rendah
rendah
tinggi
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
rendah
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
rendah
rendah
tinggi
rendah
tinggi
rendah
tinggi

buruk
buruk
baik
baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
buruk
baik
buruk
buruk
buruk
baik
baik
buruk
buruk
baik
buruk
buruk
baik
baik
baik
baik
buruk
buruk
baik
baik
buruk
baik
buruk
buruk
baik
buruk
baik
buruk
baik

buruk
buruk
baik
baik
buruk
buruk
buruk
baik
baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
baik
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
buruk
baik
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
baik

101

Lampiran 12. Nilai statistik frekuensi


N

nilai_pengetahuan
100
0
41.6600
.46346
42.0000
4.63456
21.479
21.00
30.00
51.00

Valid
Missing

Mean
Std. Error of Mean
Median
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum

nilai_sikap
100
0
22.1200
.24382
22.0000
2.43825
5.945
10.00
17.00
27.00

nilai_tindakan
100
0
28.3400
.28963
28.0000
2.89625
8.388
15.00
20.00
35.00

Lampiran 13. Chi square pendidikan dengan pengetahuan


Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Tingkat_pendidikan
* pengetahuan

Missing

Percent
100

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
100

100.0%

Tingkat_pendidikan * pengetahuan Crosstabulation


pengetahuan
Tingkat_pendidi
kan

rendah

rendah
21

Count
Expected Count

tinggi
Total

28

13.7

14.3

28.0

28

44

72

35.3

36.7

72.0

49

51

100

49.0

51.0

100.0

Count
Expected Count

Total
7

Count
Expected Count

tinggi

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square

Asymp. Sig.
(2-sided)

df

10.520(b)

.001

9.124

.003

10.871

.001

Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.002
N of Valid Cases
100
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.72.

Lampiran 14. Chi square pendidikan dengan sikap


Case Processing Summary

.001

102

N
tingkat_pendidi
kan * sikap

Cases
Missing
N
Percent

Valid
Percent
100

100.0%

Total
Percent

.0%

100

100.0%

tingkat_pendidikan * sikap Crosstabulation


sikap
baik
tingkat_pendidi
kan

rendah

Count
Expected
Count
Count
Expected
Count
Count
Expected
Count

tinggi

Total

buruk

Total

13

15

28

15.1

12.9

28.0

41

31

72

38.9

33.1

72.0

54

46

100

54.0

46.0

100.0

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square

Asymp. Sig.
(2-sided)

df

.897(b)

.343

.524

.469

.896

.344

Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio

Exact Sig.
(2-sided)

Fisher's Exact Test

Exact Sig.
(1-sided)

.378

N of Valid Cases

.234

100

a Computed only for a 2x2 table


b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.88.

Lampiran 15. Chi square pendidikan dengan tindakan


Case Processing Summary
Cases
Valid
N
tingkat_pendidikan *
tindakan

Missing
Percent

100

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
100

100.0%

tingkat_pendidikan * tindakan Crosstabulation


tindakan
baik
tingkat_pendidi
kan

rendah

Count

tinggi

Expected
Count
Count

buruk

Total

11

17

28

15.7

12.3

28.0

45

27

72

103

Expected
Count
Count

Total

Expected
Count

40.3

31.7

72.0

56

44

100

56.0

44.0

100.0

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio

4.409(b)

.036

3.517

.061

4.400

.036

Fisher's Exact Test


N of Valid Cases

Asymp. Sig.
(2-sided)

df

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.045
100

a Computed only for a 2x2 table


b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.32.

.031

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul Hubungan Tingkat


Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang
Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman memiliki
nama lengkap Christina Santi Dwi Prastiwi, merupakan
anak kedua dari pasangan Paulus Sandi Triyantara,
A.Ma.Pd. dan Ignatia Rusiyah, A.Ma.Pd.
Awal pendidikannya ditempuh di TK St. Paulus I
Pangkalpinang
menempuh

(1991-1993).

pendidikannya

Selanjutnya
di

SD

Budi

penulis
Mulia

Pangkalpinang (1993-1999), SMP St. Thersesia Pangkalpinang (1999-2002).


Masa SMA ditempuhnya di SMA Stella Duce I Yogyakarta (2002-2005). Setelah
lulus dari pendidikan di tingkat SMA, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2005-2009).
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, penulis banyak mengikuti kegiatan kepanitiaan, diantaranya:
Seksi Konsumsi Titrasi 2006, Pengisi Acara dalam Pelepasan Wisuda tahun 2006,
Seksi P3K Titrasi 2007, Panitia Relaunching Apotek Sanata Dharma tahun 2008,
Peserta Paduan Suara Fakultas Farmasi Veronika tahun 2005-2007, berprestasi
dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2008. Penulis pernah
menjadi Asisten Praktikum Farmasi Fisik (2007) dan berbagai kegiatan lainnya
yang masih dalam lingkup Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.

104

Anda mungkin juga menyukai