Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum.
Perbedaan tersebut dapat dikaji dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran dan lulusannya.
Pendidikan kejuruan seyogianya memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Orientasi pada kinerja individu dunia kerja
b. Jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan
c. Fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotor, afektif dan kognitif
d. Tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah
e. Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja
f. Memerlukan saana dan prasarana yang memadai
g. Adanya dukungan masyarakat

1.2 Rumusan Masalah


1.Apa yang dimaksud kurikulum SMK?
2.Apa saja model kurikulum SMK?
1.3 Tujuan
1. Agar kita mengetahui tentang kurikulum SMK
2. Agar kita mengetahui apa saja model kurikulum SMK

BAB II
KURIKULUM SMK
A. Dasar Pemikiran
1. Konsep dasar pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum.
Perbedaan tersebut dapat dikaji dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran dan lulusannya.
Pendidikan kejuruan seyogianya memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Orientasi pada kinerja individu dunia kerja
b. Jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan
c. Fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotor, afektif dan kognitif
d. Tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah
e. Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja
f. Memerlukan saana dan prasarana yang memadai
g. Adanya dukungan masyarakat
(Disarikan dari Finch dan Crunkilton, 1984).
Substansi pelajaran pada pendidikan kejuruan menurut Nolker dan Shoenfel (Sonhadji,
2006) harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu,
dan lapangan kerja. Lulusan dari pendidikan kejuruan, minimal harus memiliki kecakapan atau
kemampuan kerja yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha atau industri yang dirumuskan dalam
standar kompetensi nasional bidang keahlian.
2. Tinjauan filosofis
Landasan filosofis yang mendasari pendidikan kejuruan, harus mampu menjawab dua
pertanyaan : 1) Apa yang harus diajarkan ? dan 2) Bagaimana harus mengajarkan ? (Calhoun dan
Finch, 1982). Chalhoun dan Finch menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental
pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta
peran pendidikan dalam transmisi standar sosial.
Secara filosofis, penyusunan kurikulum SMK perlu mempertimbangkan perkembangan
psikologis peserta didik dan perkembangan atau kondisi sosial budaya masyarakat.
a. Perkembangan psikologis peserta didik

Manusia, secara umum mengalami perkembangan psikologis sesuai dengan pertambahan


usia dan berbagai faktor lainnya; yaitu latar belakang pendidikan, ekonomi keluarga, dan
lingkungan pergaulan, yang mengkibatkan perbedaan dalam dimensi fisik, intelektual,
emosional, dan spiritual. Pada kurun usia peserta didik di SMK, mereka memiliki kecenderungan
untuk mencari identitas atau jati diri.
Fondasi kejiwaan yang kuat diperlukan peserta didik agar berani menghadapi, mampu
beradaptasi dan mengatasi berbagai masalah kehidupan, baik kehidupan profesional maupun
kehidupan keseharian, yang selalu berubah bentuk dan jenisnya serta meningkatkan diri dengan
mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
b. Kondisi sosial budaya
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Pendidikan yang diterima dari lingkungan keluarga (informal), diserap dari
masyarakat (nonformal), maupun yang diperoleh dari sekolah (formal) akan menyatu dalam diri
peserta didik, menjadi satu kesatuan yang utuh, saling mengisi dan diharapkan dapat saling
memperkaya secara positif.
Peserta didik SMK berasal dari anggota berbagai lingkungan msyarakat yang memiliki
budaya, tata nilai, dan kondisi sosial yang berbeda. Pendidikan kejuruan mempertimbangkan
kondisi sosial, maka segala upaya yang dilakukan harus selalu berpegang teguh pada
keharmonisan hubungan antar sesama individu dalam masyarakat luas yang dilandasi dengan
akhlak dan budi pekerti yang luhur, serta keharmonisan antar sistem pendidikan dengan sosial
budaya.
B. Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
1. Tujuan program keahlian Tata Busana
Tujuan program keahlian Tata Busana secara umum mengacu pada isi Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan
penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Secara spesifik tujuan program keahlian Tata Busana adalah membekali peserta didik dengan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap agar kompeten dalam :

a. Mengukur, membuat pola, menjahit dan menyelesaikan busana


b. Memilih bahan tekstil dan bahan pembantu secara tepat
c. Menggambar macam-macam busana sesuai kesempatan
d. Menghias busana sesuai desain
e. Mengelola usaha di bidang busana
(Disarikan dari Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana, 2004).
2. Isi Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
Di dalam penyusunan kurikulum atau substansi pembelajaran SMK program kehalian
Tata Busana; mata pelajaran dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : kelompok normatif, adaptif
dan produktif.
Kelompok normatif adalah mata pelajaran yang berfungsi membentuk peesrta didik
menjadi pribadi yang utuh, pribadi yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial (anggota masyarakat), sebagai warga negaraIndonesia maupun
sebagai warga nagara dunia. Dalam kelompok normatif, mata pelajaran dialokasikan secara
tetap meliputi :
1)

Pendidikan Agama

2)

Pendidikan Kewarganegaraan

3)

Bahasa Indonesia

4)

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

5)

Seni Budaya.
Kelompok adaptif adalah mata pelajaran yang berfungsi membentuk peserta didik
sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta
mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni. Kelompok adaptif terdiri atas mata pelajaran :
1) Bahasa Inggris

2)

Matematika

3)

IPA

4)

IPS

5)

Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi

6)

Kewirausahaan.
Kelompok produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta
didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar Kompetensi Nasional (SKN). Kelompok
produktif program keahlian Tata Busana terdiri dari kompetensi :
1) Memberikan pelayanan prima
2) Melakukan pekerjaan dalam lingkungan sosial
3) Mengikuti prosedur K3
4) Mengukut tubuh
5) Menggambar busana
6) Memilih/membeli bahan baku busana
7) Membuat pola busana teknik konstruksi
8) Melakukan pengepresan
9) Menjahit dengan mesin
10) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan
11) Membuat hiasan busana
12) Melakukan penyelesaian akhir busana
13) Memelihara alat jahit
14) Memotong bahan
15) Membuat pola busana konstruksi di atas kain
16) Membuat pola busana teknik kombinasi
17) Membuat pola dasar teknik drapping
Dari kompetensi di atas, sebagai mata diklat pada kelompok produktif (Kurikulum SMK
Program Keahlian Tata Busana, 2004), kemudian dirinci menjadi sub-sub kompetensi sebagai
berikut:

3. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi kurikulum
dalam upaya pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Keberhasilan aktivitas belajar peserta
didik banyak dipengaruhi oleh strategi mengajar yang digunakan oleh guru.
Pendekatan pembelajaran yang diterapkan di SMK adalah pembelajaran berbasis
kompetensi. Pendekatan pembelajaran ini harus menganut pembelajaran tuntas (mastery
learning) untuk dapat menguasai sikap (attitude), ilmu pengetahuan (knowledge) dan

keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi.
Untuk dapat belajar secara tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran sebagai berikut :
a. Learning by doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata, yang memberikan pengalaman belajar
bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis produksi
b. Individualized learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu)
dilaksanakan dengan sistem modular.
4. Evaluasi
Komponen evaluasi ini ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan termasuk juga menilai kegiatan
evaluasi itu sendiri. Hasil dari evaluasi ini dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan
perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya
evaluasi ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan pengambilan keputusan
kurikulum khususnya dan pendidikan umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum, para
pemegang kebijakan pedidikan maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga
pendidikan atau sekolah.
Evaluasi hasil belajar peserta didik di SMK pada dasarnya merupakan bagian integral
dari proses pembelajaran, yang diarahkan untuk menilai kinerja peserta didik (memantau proses,
kemajuan dan perbaikan hasil belajar) secara berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dapat
dilakukan secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara
tidak langsung melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria).
Oleh karena itu sistem penilaian untuk program produktif menitikberatkan pada penilaian hasil
belajar berbasis kompetensi (competency based assessment).
C. Model Konsep Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
Model konsep kurikulum yang dapat dijadikan dasar di dalam pengembangan kurikulum
terdiri dari empat model. Sesuai dengan yang dikemukakan Syaodih (2001), yaitu : Model
konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan
pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis dan
pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial.

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan


esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi
pendidikan, sehingga belajar menekankan untuk berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya.
Dalam model konsep kurikulum ini, pendidikan berfungsi untuk memelihara dan mewariskan
hasil-hasil budaya masa lalu. Dalam perkembangan kurikulum Subjek Akademis terdapat tiga
pendekatan, yaitu : Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan.
Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ketiga, adalah pendekatan
yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, berdasarkan
konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) oleh Dewey (Progressive Education)
dan oleh Rousseau (Romantic Education). Para ahli pendidikan humanistik bertolak dari asumsi
bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum
humanistik lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Siswa dipandang sebagai subjek yang
menjadi pusat kegiatan pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan untuk
berkembang.
Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat, karena tujuan utama dari kurikulum rekonstruksi sosial
adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan
yang dihadapi manusia.
Kurikulum teknologis ada persamaannya dengan aliran pendidikan klasik, yaitu
menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu
tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi
yang lebih sempit atau khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati dan
diukur.
Dari penjelasan keempat model konsep kurikulum di atas, maka dapat dikategorikan
bahwa kurikulum pendidikan kejuruan diantaranya Kurikulum SMK program keahlian Tata
Busana menganut model konsep kurikulum teknologis. Karena apabila dikaji dari tujuan, isi
kurikulum, strategi pembelajaran dan evaluasi yang dilaksanakan di SMK program keahlian Tata
Busana sejalan dengan ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan
(Syaodih, 2001), sebagai berikut :

10

1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan
yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif
(tujuan instruksional). Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapanketerampilan yang dapat diamati atau diukur.
2. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi
terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan,
maka respons tersebut diperkuat.
3. Bahan ajar atau kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa
sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang
luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau sub kompetensi yang lebih kecil, yang
menggambarkan objektif. Urutan dari objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan
4. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun
semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa
pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi
guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum.
D. Model Pengembangan Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
Kurikulum termasuk di dalamnya rancangan program pembelajaran/diklat untuk dapat
diimplementasikan di lapangan, perlu dirancang selaras dengan kondisi dan kebutuhan
lingkungan khususnya dunia kerja (dunia usaha dan industri). Proses penyelarasan kurikulum
sebenarnya merupakan tahapan penentuan model pengembangan kurikulum yang harus sesuai
dengan kebutuhan dan tututan IPTEKS.
Kurikulum yang dberlakukan pada SMK program keahlian Tata Busana saat ini adalah
kurikulum tahun 2006 untuk kelompok normatif dan adaptif, sedangkan khusus untuk kelompok
produktif masih menggunakan kurikulum tahun 2004 yang dikembangkan oleh sekolah
(desentralisasi) dengan mengacu pada Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Tata
Busana. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pengembangan kurikulum SMK
adalah grass roots model, karena dalam penyelarasan KTSP SMK diterapkan kolaborasi dengan
dunia usaha/industri dan komite sekolah khususnya dalam menyepakati rumusan-rumusan
kurikulum yang siap diimplementasikan.

11

Dalam model pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots; seorang guru,
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan
kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru,
fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass
roots akan lebih baik. Kondisi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana dan penyempurna dari pengajaran di kelas.
Strategi penerapan model grass roots perlu dipertimbangkan khususnya dalam
pengembangan kurikulum program produktif di SMK, karena panduan pengembangan KTSP
yang dirumuskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk kurikulum SMK baru
memuat pengembangan kelompok normatif dan adaptif. Sedangkan untuk program produktif
diserahkan kepada satuan pendidikan, yang harus disesuaikan dengan karakteristik program
keahlian dan potensi dunia usaha.industri yang menjadi institusi pasangan di lapangan dalam
kegiatan pembelajaran di dunia kerja (pelatihan berbasis industri). Mulyasa (2006)
mengungkapkan bahwa KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan
dengan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dia
dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan

dan

didayagunakan

dalam

proses

pendidikan

sesuai

dengan

tingkat

perkembangan dan kebutuhan peserta didik.


3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan
sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya
4. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat
5. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah,
orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.

12

6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik,
masyarakat dan pemerintah daerah setempat
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan
cepat, serta mengakomodasinya dalam KTSP.
E. Model dan Pendekatan Pembelajaran Keahlian Tata Busana di SMK
1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang dapat dikembangkan di SMK dapat dipilih dari rumpun yang
berhubungan dengan perilaku (behavioral), karena di SMK pada intinya mendasarkan pada teori
pembelajaran behaviorism. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam pembelajaran keahlian Tata Busana di SMK.
Model mengajar dari rumpun sistem tingkah laku (the behavioral systems family of models,
Joyce : 2000) yang dapat diterapkan di SMK diantaranya adalah belajar tuntas.
Belajar tuntas merupakan suatu kerangka dalam merencanakan pembelajaran yang
berurutan, dirumuskan oleh John B. Carroll (1971) dan Benyamin Bloom (1971). Belajar tuntas
disajikan secara ringkas dan menarik untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar (kinerja)
peserta didik. Secara tradisional, kecerdasan dianggap sebagai karakter yang berhubungan
dengan hasil belajar peserta didik. Carroll memandang kecerdasan sebagai sejumlah waktu yang
digunakan seseorang untuk belajar dibanding kapasitasnya untuk menguasai bahan ajar. Dalam
pandangan Carroll, peserta didik yang mempunyai penguasaan bahan ajar dibanding dengan
peserta didik yang mempunyai kecerdasan lebih tinggi.
Bloom mengubah pandangan Carroll ke dalam sebuah sistem dengan mengikuti
karakteristik :
a. Penguasaan didefinisikan dalam istilah pencapaian tujuan utama dalam pembelajaran
b. Materi ajar dibagi dalam unit terkecil yang akan dipelajari
c. Penentuan materi ajar dan pemilihan startegi pembelajaran
d. Setiap unit disertai dengan tes diagnostik untuk mengukur kemajuan peserta didik (evaluasi
formatif) dan menentukan masalah yang dihadapi masing-masing peserta didik.
e. Hasil tes digunakan untuk memberikan pengajaran pengayaan dan remedial

13

Belajar tuntas menurut pembelajaran individual, peserta didik bekerja bebas dengan
bahan ajar yang diberikan setiap hari (setiap beberapa hari), tergantung pada kemampuan
dan gaya belajarnya. Model belajar tuntas yang dapat diterapkan pada pembelajaran di SMK
adalah Individually Prescribed Instructional Program (IPI). Tujuan dari IPI adalah :
1) Memungkinkan setiap peserta didik untuk mempelajari unit bahan ajar yang berurutan
2) Menjadikan setiap peserta didik mencapai derajat penguasaan
3) Mengembangkan inisiatif sendiri dalam belajar
4) Mengembangkan proses problem solving
5) Mendorong evaluasi diri dan motivasi untuk belajar
Belajar tuntas dapat diterapkan pada pembelajaran di SMK, karena merupakan strategi
pembelajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran kepada peserta
diantara peserta didik. Belajar tuntas dirancang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang
sering melekat pada pembelajaran klasikal, antara lain hanya peserta didik yang pandai yang
akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan peserta didik yang kurang pandai hanya
mencapai sebagian dari tujuan instruksional. Belajar tuntas juga dirancang untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai pelajaran dan kompetensi yang dipelajarinya
sesuai dengan standar, melalui langkah-langkah pembelajaran secara bertahap, utuh, dan tuntas;
sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning).
Organisasi pembelajaran tuntas dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut :

a) Ditetapkan batas minimal tingkat kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik
b) Menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar
peserta didik mencapai standar minimal
c) Peserta didik tidak diperkenankan pindah topik atau pekerjaan berikutnya, apabila topik atau
pekerjaan yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal
d) Memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
e) Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mencapai standar minimal, sesuai
dengan irama dan kemampuan belajarnya masing-masing
f) Disediakan program remedial bagi peserta didik yang lambat, dan program pengayaan bagi peserta
didik yang lebih cepat menguasai kompetensi

14

Penerapan model belajar tuntas pada keahlian Tata Busana di SMK; diperlukan
kemampuan dan kreativitas guru di dalam mengkemas kegiatan pembelajaran, baik di sekolah
maupun di luar sekolah (industri) sesuai dengan tuntutan standar dunia kerja.
2. Pendekatan pembelajaran
a. Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training)
Pelatihan berbasis kompetensi merupakan proses pengajaran yang perencanaan,
pelaksanaan dan penilaiannya mengacu kepada penguasaan kompetensi peserta didik. Tujuan
dari pendekatan ini adalah agar kegiatan yang dilakukan dalam proses pengajaran benar-benar
mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk mencapai penguasaan kompetensi yang telah
diprogramkan bersama antara sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri.
Dengan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi ini, pembelajaran pada intinya berisi
seperangkat kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik melalui proses kegiatan pembelajaran
yang memiliki ciri sebagai berikut :
1) Kegiatan pembelajaran adalah penguasaan kompetensi oleh peserta didik
2) Proses pembelajaran harus memiliki kesepadanan dengan kondisi dimana kompetensi tersebut
akan digunakan
3) Aktivitas pembelajaran bersifat perseorangan (individualized instruction), antara satu peserta
didik dengan peserta didik lainnya tidak ada ketergantungan
4) Harus tersedia program pengayaan (enrichment) bagi peserta didik yang lebih cepat dan
program perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang lebih lamban
Strategi pembelajaran ini menekankan penguasaan kompetensi sesuai standar yang
ditentukan, melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara terstruktur
serta berfokus pada peserta didik (learner focused) melalui penyelesaian tugas/kompetensi (task
focused) secara bertahap. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pembelajaran dengan
pendekatan pelatihan berbasis kompetensi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Kurikulum harus dikembangkan mengacu kepada standar kompetensi yang ditetapkan oleh
industri/asosiasi profesi, dan memuat isi yang menunjang pencapaian kompetensi
b) Modul/bahan ajar harus dikembangkan berdasarkan kurikulum dan standar kompetensi, serta
mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengikuti program sesuai dengan
tingkat kecepatan yang dimilikinya

15

c) Guru atau instruktur harus memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya


d) Peserta didik, telah memiliki pengetahuan dasar yang memadai
e) Kegiatan diklat diorganisasi secara tepat agar dapat dilaksanakan secara fleksibel dan memberikan
perlakuan secara adil kepada peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya
f) Fasilitas harus memadai untuk seluruh peserta didik, baik dari sisi jenis, jumlah dan kualitas
g) Manajemen institusi perlu dikembangkan sesuai dengan semangat pembaharuan
h) Biaya operasional diklat, memadai sesuai kebutuhan operasional dalam pencapaian kompetensi
peserta didik
b. Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training)
Pelatihan berbasis produksi adalah proses pembelajaran keahlian atau keterampilan
dirancang berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
Tujuan dari pelatihan berbasis produksi adalah :
1) Membekali peserta dengan kompetensi yang sepadan dengan tuntutan dunia kerja, sekaligus
menghasilkan produk/jasa yang laku dijual.
2) Menanamkan pengalaman produktif dan mengembangkan sikap wirausaha, melalui pengalaman
langsung memproduksi barang atau jasa yang berorientasi pasar (konsumen)
Pelaksanaan pelatihan berbasis produksi di SMK antara lain :
a) Pelatihan berbasis produksi dilaksanakan bekerja sama dengan unit produksi atau institusi
pasangan
b) Setiap peserta kelompok, dapat dibagi tugas sesuai dengan jenis pekerjaan dan tingkat kompetensi
masing-masing, tetapi tetap dalam prosedur dan standar kerja yang menjamin ketepatan waktu
dan mutu hasil pekerjaan yang dituntut oleh konsumen. Jadi setiap peserta/kelompok peserta
tidak harus mengerjakan suatu produk/jasa secara keseluruhan
c) Keberhasilan pelatihan berbasis produksi harus didukung oleh : Fasilitas yang siap pakai,
Guru/instruktur yang memiliki profesionalisme tinggi, Kesiapan bekerja yang tidak semata-mata
bergantung kepada jam kerja sekolah, Sikap menghargai kepada kualitas, dan Sikap komitmen
kepada kualitas.
d) Hasil pembelajaran merupakan produk jadi yang layak jual atau bagian-bagian produk
(komponen) yang dapat dirakit menjadi produk yang layak jual

16

Dengan kriteria pembelajaran tersebut di atas, pada dasarnya desain yang lebih
memungkinkan adalah mengintegrasikan pelaksanaan pelatihan berbasis produksi dengan
penyelenggaraan unit produksi sekolah. Kondisi ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan unit
produksi, yaitu :
(1) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan praktik yang berorientasi
pasar
(2) Mendorong peserta didik dan guru dalam pengembangan wawasan ekonomi dan kewirausahaan
(3) Memperoleh tambahan dana untuk membantu mengatasi kekurangan biaya operasional sekolah,
terutama digunakan untuk perawatan dan perbaikan fasilitas
(4) Meningkatkan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang ada di sekolah
(5) Meningkatkan kreativitas peserta didik dan guru
(6) Dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik, terutama menyangkut
keterampilan yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan masyarakat, sehingga diharapkan
dapat lebih cepat menyesuaikan diri terhadap dunia kerja.
c. Pelatihan berbasis industri (Pembelajaran di dunia kerja)
Pembelajaran di dunia kerja adalah suatu strategi dimana setiap peserta mengalami proses
belajar melalui bekerja langsung (learning by doing) pada pekerjaan yang sesungguhnya.
Pelaksanaannya dinamakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG)/Praktek Industri sesuai dengan
bidang keahlian yang dikembangkan. PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan
di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia
kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Dalam pelaksanaan PSG, kedua belah pihak secara sungguh-sungguh terlibat dan
bertanggung jawab mulai dari tahap peencanaan program, tahap penyelenggaraan, sampai pada
tahap penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik, serta upaya pemasaran tamatannya.
Mengingat iklim kerja yang ada di sekolah berbeda dengan yang terjadi di dunia kerja, maka
sekolah harus benar-benar menyiapkan peserta sesuai dengan karakteristik dan tuntutan dunia
kerja tempat berlatih. Bukan hanya menyangkut dasar-dasar kompetensi, tetapi juga menyangkut
kesiapan fisik, mental, wawasan dan orientasi kerja yang benar.

17

Pemahaman peraturan ketenagakerjaan secara umum dan tertib (disiplin) pekerja di


tempat mereka akan bekerja dan orientasi tempat bekerja, termasuk pengenalan keselamatan
kerja dan proses produksi, melalui pendekatan pelatihan berbasis industri ini peserta diharapkan :
1) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkkungan dunia kerja yang sesungguhnya
2) Memiliki tingkat kompetensi terstandar sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja
3) Menjadi tenaga kerja yang berwawasan mutu ekonomi, bisnis, kewirausahaan dan produktif
Pelatihan berbasis industri pada dasarnya memiliki nilai kebermaknaan lebih tinggi,
terutama dalam memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik. Pelatihan
berbasis industri ini dapat memberikan pengalaman belajar dan bekerja bagi peserta didik sesuai
dengan dunia nyata pada dunia kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki, sehingga lulusan
pendidikan kejuruan mampu bersaing untuk bekerja pada dunia usaha atau industri sesuai dengan
bidang keahlian yang dikuasainya.

18

19

DAFTAR PUSTAKA
http://dominique122.blogspot.co.id/2015/04/model-kurikulum-pendidikan-kejuruan-smk.html
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjd9s_llOrOAhU
HwI8KHQFbDPEQFghJMAg&url=http%3A%2F%2Fwww.pdpersi.co.id%2Fpusdiknakes
%2Fdata
%2Fsmk.pdf&usg=AFQjCNGYI89lMe3brLMCM2pLU4NsErUk7A&sig2=Jwhs_2hcwUyA_wl
z-ihHNQ
http://www.salamedukasi.com/2014/07/struktur-kurikulum-2013-smk-mak-sekolah.html

Anda mungkin juga menyukai