Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

HENOCH-SCHONLEIN PURPURA

Oleh
Kristiana Natalian
030.11.159

Pembimbing
dr. Siti Rahma Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 1 AGUSTUS 2016 - 8 OKTOBER 2016

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Henoch Schonlein Purpura (HSP) pertama kali dideskripsikan pada tahun 1801 oleh
Heberden yang menemukan nyeri perut, mual, melena, arthralgia, purpura, dan hematuria
pada anak 5 tahun. Selanjutnya, Schonlein mendeskripsikan asosiasi arthralgia dan lesi
purpura di kulit pada seorang anak, dan menyebutnya peliosis rheumatic. Pada tahun
1837, Henoch melaporkan 4 orang anak yang mengeluhkan nyeri perut dan mengalami
lesi pada ginjal, disertai manifestasi pada kulit dan sendi. Sejak saat itu, penyakit tersebut
disebut HSP.
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, namun diyakini paparan
terhadap berbagai antigen seperti agen infeksi, vaksinasi, dan obat-obatan dapat memicu
reaksi imunologi. Manifestasi klinis yang dominan pada penyakit ini adalah palpable
purpura dan petechiae, arthritis, nyeri perut, dan nefritis.
Pada kebanyakan pasien pediatric penyakit ini merupakan penyakit self-limited,
namun perdarahan intestinal yang parah atau intususepsi dapat menjadi komplikasi akut
yang berbahaya. Prognosis HSP tergantung pada seberapa parah keterlibatan ginjal yang
terjadi. Gejala pada ginjal yang ditimbulkan, dapat berupa hematuria intermiten dan
proteinuria hingga sindrom nefrotik-nefritik yang parah. The European League against
Rheumatism (EULAR) and the Pediatric Rheumatology European Society (PRES)
mempublikasi klasifikasi baru untuk mendiagnosis vasculitides pada tahun 2008.
Kriteria konsensus untuk mendiagnosis HSP adalah adanya purpura atau petechiae
predominan pada anggota gerak bagian bawah dan setidaknya salah satu dari gejala
sebagai berikut, nyeri perut yang menyebar, biopsi yang menunjukan predominan
deposisi IgA, arthritis akut/arthralgia, dan keterlibatan ginjal berupa hematuria dan/atau
proteiuria. Kriteria ini memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 87% untuk
mendiagnosis HSP.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: An. Y

Usia

: 11 tahun

Jenis kelamin

: Laki laki

Alamat

: Kp Wisma Asri Irlan RT 1/RW 4 Kel Teluk Pucung

Anak ke

: Anak ke 3 dari 3 bersaudara

Tanggal masuk RS

: 23/08/2016

No.RM

: 09781077

2.2 Identitas Orang tua


Nama
Usia
Alamat

Ayah

Ibu

Tn. E

Ny. W

47 tahun

45 tahun

Kp Wisma Asri Irlan RT 1/RW 4 Kel Teluk Pucung

Pendidikan

SMA

SMA

Pekerjaan

Wiraswasta

Ibu rumah tangga

Kristen Protestan

Kristen Protestan

Agama
Keterangan

Hubungan dengan pasien: Orang tua kandung

2.3 Anamnesis
Dilakukan secara Alloanamnesa pada ibu pasien tanggal 25 Agustus 2016 pukul 13.00
di bangsal Melati RSUD Kota Bekasi

Keluhan Utama

Pasien mengeluh muntah sejak 2 hari SMRS

Keluhan tambahan
Pasien mengeluh nyeri perut sejak 1 minggu SMRS, selain itu juga mengeluh nyeri

sendi dan nyeri otot. Serta timbul bercak kemerahan sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang tuanya dengan keluhan
muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah sudah dialami kurang lebih 10 kali, berisi
makanan, tidak ada warna kehitaman pada muntah. Selain muntah pasien juga
mengeluhkan perutnya yang terasa nyeri, sejak 1 minggu SMRS. Nyeri perut
dirasakan hilang timbul namun tidak menjalar. Oleh karena mual dan muntah, ibu
pasien mengatakan nafsu makan anaknya menjadi menurun.
Ibu pasien juga mengatakan bahwa juga timbul bercak kemerahan pada
beberapa bagian tubuhnya, yaitu di tangan, kaki, dan area sekitar bokong anaknya
sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Bercak kemerahan tidak terasa gatal. Ibu
pasien mengatakan kira-kira 2 minggu yang lalu anaknya sempat bermain burung di
kebun pamannya. Lalu tidak lama setelah itu timbul bercak kemerahan. Oleh karena
keluarga mengira bahwa pasien terkena gigitan serangga, pasien dibawa ke klinik
terdekat dan diberi obat salep oleh dokter. Namun ternyata tidak kunjung membaik.
Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada persendian, namun tidak sampai
mengganggu aktivitas. Nyeri baru dirasakan pertama kali ini. Keluhan seperti
demam saat ini disangkal, selain itu pasien juga tidak sedang mengalami batuk dan
pilek. BAB lancar, tidak ada gangguan. BAK juga tidak ada gangguan, frekuensi
miksi kurang lebih 5x sehari, dan saat BAK tidak ada rasa nyeri ataupun keluar urin
berwarna merah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan seperti ini disangkal pernah dialami sebelumnya. Ibu pasien menyangkal
riwayat asma atau sakit jantung pada anak juga disangkal. Riwayat Hemofili pada
keluarga ataupun trauma sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga menyangkal adanya penyakit serupa seperti ini. Ibu pasien juga
menyangkal adanya riwayat asma ataupun riwayat sakit TB pada keluarga.

Riwayat Alergi

Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.

Riwayat Kehamilan

Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu 38 minggu. Tidak ada
penyulit. BB 2900 gram. PB tidak diketahui. Anak langsung menangis.

Riwayat Pemberian Makan


Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-7
8-10
10-12

ASI/PASI
+
Formula SGM
Formula SGM
Formula SGM
Formula SGM
Formula SGM

Riwayat Imunisasi

Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B

:
Buah/Biskuit

Bubur susu

Nasi Tim

+
+
+

+
+

+
+

:
Dasar (umur)

1 bln
2 bln
Lahir
9 bln
Lahir

4 bln
2 bln
1 bln

6 bln
4 bln
6 bln

Riwayat Tumbuh Kembang

Mengangkat kepala

3 bulan

Tengkurap

6 bulan

Duduk

7 bulan

6 bln
-

18 bln
18 bln
-

Ulangan (umur)
-

Berdiri

12 bulan

Kesan

: Tumbuh Kembang anak sesuai dengan umur.

2.4 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Suhu

: 36,60C

Tek. Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernafasan

: 20x/m kali per menit

Antropometri
Berat Badan

: 27 kg

Tinggi Badan

: 137 cm

Lingkar Kepala

: 52 cm

Lingkar Perut

: 54 cm

Lingkar Lengan Atas

: 16 cm

Status gizi berdasarkan CDC


BB/U

: 27/35 x 100% = 77%

TB/U

: 137/143 x 100% = 95%

BB/TB

: 27/30 x 100% = 90%

Kesan : dari BB/TB, Gizi normal

Status Generalis
Kepala

Normocephali, simetris, ubun-ubun sudah menutup.

Mata

Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-, pupil isokor, Refleks

cahaya +/+
Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi
(-)

Mulut

Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)

Bibir

Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)

Lidah

Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)

Tenggorokan

Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher

Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid


tidak teraba membesar

Toraks
Jantung
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba di sela iga ke 5, linea mid clavikula sinistra.

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: Bunyi jantung 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru
Inspeksi

Bentuk dada normal, pernapasan simetris, retraksi sela iga (-)

Palpasi

Fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

Sonor di kedua hemitoraks

Auskultasi

Suara napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-).

Inspeksi

Abdomen datar

Palpasi

Supel, turgor baik, hepatosplenomegali (-)

Perkusi

Tympani di seluruh regio abdomen

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Abdomen

Extremitas :
Atas

: akral hangat, sianosis (-), edema (-), tampak lesi purpura dan juga ptekie pada

daerah lengan
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-), tampak lesi purpura (+)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Hematologi
Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Natrium
Kalium
Chlorida
Ureum
Creatinin
ASTO
SGOT
SGPT
GDS
LED
Tes Widal

23/08/2016
6,2
4,7
12,8
37.6
79,9
27,2
34
571
129
4,5
93
-

30/08/2016
31
0,70
NEGATIF
-

31/08/2016
20
5
13,4
41,5
82,9
26,6
32,1
793
135
3,9
94
22
21
83
5
NEGATIF

Nilai normal
5-10
4-5
12-18
40-54
75-87
24-30
31-37
150-400
135-145
3,5-5,0
94-11,1
20-40
0,5-1,3
NEGATIF
<37
<41
60-110
0-10
NEGATIF

Urinalisa
Pemeriksaan
Warna
Kejernihan
Ph

24/08/2016
Kuning
Keruh
6

29/08/2016
Kuning
Jernih
6,5

Nilai normal
Kuning
Jernih
5-8

Berat jenis
Albumin Urine
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah samar
Leukosit esterase
Nitrit
Eritrosit
Leukosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain-lain

1025
Positif 1 (+)
Negatif
Positif 3 (+++)
0,2
Negatif
Positif 3 (+++)
Negatif
Negatif
40-60
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Positif 1(+)
Negatif

1005
Negatif
Negatif
Negatif
0,2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0-2
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif (+)
Positif 1(+)
Negatif

1005-2030
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<2
<5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif

2.6 Resume
Pasien An. Y, Laki-laki, 11 tahun, datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah kurang lebih 10 kali, berisi
makanan, tidak ada melena. Selain muntah, terdapat nyeri perut sejak 1 minggu SMRS.
Nyeri dirasakan hilang timbul, tidak menjalar. Nafsu makan juga menurun.
Timbul bercak kemerahan pada beberapa bagian tubuhnya, yaitu di tangan, kaki,
dan area sekitar bokong anaknya sejak kurang lebih 1 minggu SMRS, gatal (-) Keluhan
demam (-), batuk (-), pilek (-). BAB lancar, tidak ada gangguan. BAK juga tidak ada
gangguan, frekuensi miksi kurang lebih 5x sehari, dan saat BAK tidak ada rasa nyeri
dan hematuria (-).
Pada Pem.Fisik didapatkan BB: 27 Kg, TB 137 cm, Keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 36,60C,
nadi 90 x/menit, Pernafasan 20 kali per menit. Kesan gizi baik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan di daerah epigastrium, dan pada ekstremitas baik atas
dan bawah ditemukan adanya gambaran seperti ptekie, serta purpura. Pada
pemeriksaan laboratorium, didapatkan adanya trombosit yang tinggi yaitu 571 dan
793. Serta dijumpai leukositosis. Pada pemeriksaan urinalisa sempat ditemukan
adanya urin yang keruh disertai Albumin (positif 1 +) dan Keton (positif 3 +++) serta
pada darah samar ditemukan (positif 3 +++) dengan jumlah eritrosit secara

mikroskopis sebanyak 40-60/lpb dan bakteri yang (positif 1 +),


2.7 Diagnosis kerja
1. Henoch Schonlein Purpura
2.8 Diagnosis banding
1. Idiopatik Trombositopenik Purpura
2.9 Pemeriksaan anjuran
1. Pemeriksaan kadar IgA dalam serum
2. Pemeriksaan gangguan fungsi pembekuan darah
3. Biopsi Kulit
2. 10 Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

2. 11 Follow up
Tanggal
25-08-2016

Pasien

Catatan
Instruksi
mengeluh mual dan muntah, RL 14 tetes/menit

hari ini muntah sudah 2 kali. Perut OMZ 1X15 mg


masih

terasa

nyeri,

dan

bercak Prednison 3-3-2

kemerahan sedikit mulai kecokelatan.

Ranitidine 2x1/2

Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Ondan 3x2 mg


timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
tampak makula hiperpigmentasi pada
26-08-2016

ekstremitas atas dan bawah


Mual sudah bekurang, hari ini tidak RL 14 tpm

muntah. Namun perut masih terasa OMZ 1x15 mg


sedikit

nyeri.

Tidak

ada

bercak Prednison 3-3-2

kemerahan baru.

Ranitidine 2x1/2

Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Ondan 3x2 mg


timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
tampak makula hiperpigmentasi pada
27-08-2016

ekstremitas atas dan bawah


Mual sudah tidak ada, muntah (-) RL 14 tpm
Namun perut masih terasa sedikit nyeri. OMZ 1x15 mg
Tidak ada bercak kemerahan baru.

Prednison 3-3-2

Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Ranitidine 2x1/2


timpani.

Ondan 3x2 mg

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,


tampak makula hiperpigmentasi pada
28-08-2016

ekstremitas atas dan bawah


Mual sudah tidak ada, muntah (-).Nyeri RL 14 tpm
perut

tidak

ada.

Terdapat

bintik OMZ 1x15 mg

kemerahan baru di area kaki dan tangan. Prednison 3-3-2


Abdomen:

NT (-),

Supel,

BU(+), Ranitidine 2x1/2

timpani.

Ondan 3x2 mg

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,


tampak makula hiperpigmentasi pada
ekstremitas atas dan bawah, tampak
29-08-2016

ptekie pada kaki, tangan, dan bokong.


Mual sudah tidak ada, muntah (-). RL 14 tpm
Kepala terasa pusing. Nyeri perut tidak OMZ 1x15 mg
ada. Terdapat bintik kemerahan baru di Prednison 3-3-2
area kaki dan tangan.
Abdomen:

NT (-),

Ranitidine 2x1/2
Supel,

BU(+),

timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,

tampak makula hiperpigmentasi pada


ekstremitas atas dan bawah, tampak
30-08-2016

ptekie pada kaki, tangan, dan bokong.


Mual (-), muntah (-). Nyeri perut (+) RL 14 tpm
Terdapat

bercak

kemerahan

yang OMZ 1x15 mg

meluas di area kaki dan tangan, bokong

Prednison 3-3-2,5

Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Ranitidine 2x1/2


timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
tampak makula hiperpigmentasi pada
ekstremitas atas dan bawah, tampak
ptekie, purpura pada kaki, tangan, dan
31-08-2016

bokong.
Os kembali mual, muntah (+) sudah 3 RL 14 tpm
kali. Nyeri perut (+) Bercak kemerahan OMZ 1x15 mg
mulai menjadi kecokelatan.

Prednison 3-3-2,5

Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Ranitidine 2x1/2


timpani.

Ondan 3x2mg

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,


tampak makula hiperpigmentasi pada
ekstremitas atas dan bawah, tampak
ptekie, purpura pada kaki, tangan, dan
1/09/2016

bokong.
Mual (-), muntah (-). Nyeri perut (-) RL 14 tpm
Bercak kemerahan sudah

berubah OMZ 1x15 mg

kecokelatan
Abdomen:

Prednison 3-3-2,5
NT (-),

Supel,

BU(+), Ranitidine 2x1/2

timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
tampak makula hiperpigmentasi pada
ekstremitas atas dan bawah, tampak
ptekie, purpura pada kaki, tangan, dan

Ondan 3x2mg

bokong.

2.12 Analisa kasus


Dari hasil anamnesis didapatkan pasien dengan keluhan utama muntah sejak 2 hari
SMRS. Muntah kurang lebih 10 kali, berisi makanan, tidak berwarna kehitaman. Selain
muntah, terdapat nyeri perut sejak 1 minggu SMRS. Timbul bercak kemerahan pada
beberapa bagian tubuhnya, yaitu di tangan, kaki, dan area sekitar bokong anaknya sejak
kurang lebih 1 minggu SMRS.
Lesi dikatakan tidak gatal maupun nyeri. Riwayat penyakit yang sama serta
riwayat alergi disangkal. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada kulit tampak lesi purpura, dan
dominan pada bagian kaki, tangan, serta bokong. Teori mengatakan ruam di kulit dapat
menjadi penanda awal pasien dengan HSP. Ruam yang muncul dapat berupa ruam khas
palpable purpura pada tungkai bawah dan bokong. Gejala ruam pada pasien tersebut telah
memenuhi kriteria utama diagnosis HSP. Namun untuk menegakkan diagnosis HSP,
diperlukan salah satu tanda berikut, antara lain: adanya nyeri perut yang menyebar, arthritis
/ arthralgia akut, deposisi predominan IgA pada hasil biopsi, dan keterlibatan ginjal seperti
hematuria dan/atau proteinuria. Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri perut maupun
nyeri sendi. Keluhan kencing berdarah disangkal oleh pasien. Namun pada pemeriksaan
urinalisa, secara mikroskopis ditemukan adanya eritrosit yang cukup banyak sekitar 4060/lpb. Disertai juga adanya albumin yang ikut ditemukan dalam urin. Kemungkina, saat
ini terdapat keterlibatan ginjal pada kasus ini. Walaupun, secara klinis tidak ditemukan
adanya hematuria.
Pada pasien ini ditemukan adanya Keton di dalam urin, hal ini bisa saja terjadi
apabila pasien mengalami mual muntah yang hebat, sehingga terjadi metabolism anaerob
yang akhirnya menghasilkan badan keton. Pada pasien ini, gejala mual dan muntah cukup
hebat oleh sehingga menimbulkan penurunan nafsu makan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya leukositosis, Hal ini mungkin
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya vaskulitis sistemik, sesuai dengan
hasil beberapa studi yang menyebutkan bahwa dua per tiga pasien HSP mengalami infeksi
pemicu. Selain itu, Tidak adanya trombositopenia pada pasien ini dapat menyingkirkan

diagnosis banding Immunologic Trombositopenia Purpura (ITP). Pada kasus seperti ini,
bila ada kecurigaan HSP namun kriteria diagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
belum terpenuhi, dapat dilakukan biopsi jaringan kulit atau ginjal untuk menegakkan
diagnosis. Namun pada pasien ini, belum dilakukan biopsi jaringan sehingga diagnosis
HSP masih dapat diragukan / suspek.

Foto pasien
Hari ke 2

Hari ke 4

Hari ke 7

Hari ke 9

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik
yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia,
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang kadang nefritis atau
hematuria(1,2,3). Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan
vaskulitis alergik.(1)

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 15 tahun (usia anak sekolah) dengan
puncaknya pada umur 4 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki laki dibanding
anak perempuan (1,5 : 1).(1,3)
III.ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat obatan (ampisillin,
eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5) Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies
Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella)
ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).(1,3) Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF
(Tumor Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh
darah dan mesangium renal.(1,3) HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan
kelainan pada IgA1 daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)

Infeksi :- Mononukleosis
- Infeksi Streptokokus grup A

- Infeksi Yersinia

- Sirosis karena Hepatitis-C

- Hepatitis

- Infeksi Mikoplasma

- Infeksi Shigella

- Virus Epstein-Barr

- Infeksi Salmonella

- Infeksi viral Varizella-zoster

- Enteritis Campylobacter

Vaksin : - Tifoid
- Campak

- Infeksi parvovirus B19

- Kolera
- Demam kuning

Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)


- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin

Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

IV. PATOFISIOLOGI
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis,
artritis dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti
perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya
kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya
kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.(1,3) Meningkatnya faktor pertumbuhan
endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap
terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor
yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih
besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi. (1,3) Namun tingginya kadar ET-1
tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan
fase akut.(3).
V. MANIFESTASI KLINIS
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah, nyeri
abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali
mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)
Gejala klinis mula mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah
yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam
awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan
dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12 24 jam makula akan berubah
menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 2 cm. Lesi
dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian

dapat mengalami ulserasi.(1,3)


Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing
surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan
penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh.
Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit
yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada
kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren.
Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal
dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38C, nyeri kepala dan anoreksia.(1,2,3,4)
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oelh edema
kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute Hemorrhagic
Edema of Infancy).(3)
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat
migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki,
namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. (1,2,3,4,5)
Kelainan ini timbul lebih dulu (1 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun
panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa
penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.(1,3)
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen
atau perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul
kelainan pada kulit (1 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah
duodenum dan usus halus.(3) Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi
di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang kadang
terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding ileokolonal. (1,2)
Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema
dan perdarahan submukosa dan intramural.(1,3) Kadang dapat juga terjadi infark usus yang
disertai perforasi maupun tidak.(3)

Gambar. Henoch Schonlein Purpura pada daerah tangan


Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria (<2g/d),
sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.(1,3) Penyakit pada ginjal juga
biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten
sampai 2 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat.
Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen
yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun
beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan
dengan parahnya gejala HSP yang lain. (3) Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem.
Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis
yang terjadi. Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada
pasien.(3)
Kadang kadang HSP dapat disertai dengan gejala gejala gangguan sistem saraf pusat,
terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada beberapa
kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang, paresis atau
koma. Gejala gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan
tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang
(parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia,
ataxia,

korea,

hemiparesis,

paraparesis,

kuadraparesis.

Dapat

juga

terjadi

poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barr) dan mononeuropati (nervus fasialis,


femoralis, ulnaris).(3)
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops

kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada
pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. (3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis
miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis,
oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.(3)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah trombosit
normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh trombositopenia. (1,2,3,5)
Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya berhubungan dengan
perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat
meningkat maupun normal.(1,2,3) Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal
maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula
limfosit yang mengandung IgA.(1,3) Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria
maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena
dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. (1,2,3) Pemeriksaan ANA dan RF
biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun.(3)
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik. (1,5) Imunofluorosensi
menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. (1) Pada
pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai dengan
pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.(1,3) Terkadang
pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.(3)
VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis
HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah
dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)
Kriteria

Definisi

Purpura non trombositopenia (palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura)

terdapat

elevasi

kulit,

tidak

berhubungan dengan trombositopenia


Usia onset 20 tahun
Onset gejala pertama 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina)

setelah makan atau diagnosis iskemia

Granulosit dinding pada biopsi

usus, biasanya termasuk BAB berdarah


Perubahan
histologi
menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau

venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi
setidaknya 2 dari kriteria yang ada. Tabel diambil dari Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak
2007.
Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain akut
abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP, demam
reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obat obatan, nefropati IgA, artritis
reumatoid.(2,3,4,5)
VIII. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif dan
simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi
nyeri dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan
OAINS seperti ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6
jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri
perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus
dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan
perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat
kelainan

ginjal

progresif

dapat

diberi

kortikosteroid

yang

dikombinasi

dengan

imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila


diberikan secara dini.(1) Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250 750
mg/hr IV selama 3 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 200 mg/hr untuk fase
akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 200 mg

oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 200 mg/hr selama 30 75 hari sebelum akhirnya
siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.(1,3)
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi
dalam 3 4 dosis selama 5 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan
gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri abdomen
berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada
fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.(1)
IX. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari
atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada 50%
kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal.
Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi, intususepsi,
perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran cerna, ginjal dan
neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini jarang terjadi.(1)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,
eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi,
adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi
makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
2. Bossart
P.
Henoch-Schnlein

Purpura.

eMedicine,

2005.

www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 2 Juni 2009.


3. Scheinfeld NS. Henoch-Schnlein Purpura. eMedicine, 2008.

Diakses

dari

Diakses

dari

www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 2 Juni 2009.


4. DAlessandro DM. Is It Really Henoch-Schnlein Purpura. Pediatric Education, 2009.
Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 2 Juni 2009

5. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schnlein Purpura: A Review. American Family


Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses tanggal
2 Juni 2009

Anda mungkin juga menyukai