HENOCH-SCHONLEIN PURPURA
Oleh
Kristiana Natalian
030.11.159
Pembimbing
dr. Siti Rahma Sp A
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Henoch Schonlein Purpura (HSP) pertama kali dideskripsikan pada tahun 1801 oleh
Heberden yang menemukan nyeri perut, mual, melena, arthralgia, purpura, dan hematuria
pada anak 5 tahun. Selanjutnya, Schonlein mendeskripsikan asosiasi arthralgia dan lesi
purpura di kulit pada seorang anak, dan menyebutnya peliosis rheumatic. Pada tahun
1837, Henoch melaporkan 4 orang anak yang mengeluhkan nyeri perut dan mengalami
lesi pada ginjal, disertai manifestasi pada kulit dan sendi. Sejak saat itu, penyakit tersebut
disebut HSP.
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, namun diyakini paparan
terhadap berbagai antigen seperti agen infeksi, vaksinasi, dan obat-obatan dapat memicu
reaksi imunologi. Manifestasi klinis yang dominan pada penyakit ini adalah palpable
purpura dan petechiae, arthritis, nyeri perut, dan nefritis.
Pada kebanyakan pasien pediatric penyakit ini merupakan penyakit self-limited,
namun perdarahan intestinal yang parah atau intususepsi dapat menjadi komplikasi akut
yang berbahaya. Prognosis HSP tergantung pada seberapa parah keterlibatan ginjal yang
terjadi. Gejala pada ginjal yang ditimbulkan, dapat berupa hematuria intermiten dan
proteinuria hingga sindrom nefrotik-nefritik yang parah. The European League against
Rheumatism (EULAR) and the Pediatric Rheumatology European Society (PRES)
mempublikasi klasifikasi baru untuk mendiagnosis vasculitides pada tahun 2008.
Kriteria konsensus untuk mendiagnosis HSP adalah adanya purpura atau petechiae
predominan pada anggota gerak bagian bawah dan setidaknya salah satu dari gejala
sebagai berikut, nyeri perut yang menyebar, biopsi yang menunjukan predominan
deposisi IgA, arthritis akut/arthralgia, dan keterlibatan ginjal berupa hematuria dan/atau
proteiuria. Kriteria ini memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 87% untuk
mendiagnosis HSP.
BAB II
LAPORAN KASUS
: An. Y
Usia
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Laki laki
Alamat
Anak ke
Tanggal masuk RS
: 23/08/2016
No.RM
: 09781077
Ayah
Ibu
Tn. E
Ny. W
47 tahun
45 tahun
Pendidikan
SMA
SMA
Pekerjaan
Wiraswasta
Kristen Protestan
Kristen Protestan
Agama
Keterangan
2.3 Anamnesis
Dilakukan secara Alloanamnesa pada ibu pasien tanggal 25 Agustus 2016 pukul 13.00
di bangsal Melati RSUD Kota Bekasi
Keluhan Utama
Keluhan tambahan
Pasien mengeluh nyeri perut sejak 1 minggu SMRS, selain itu juga mengeluh nyeri
sendi dan nyeri otot. Serta timbul bercak kemerahan sejak 1 minggu SMRS.
Pasien datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang tuanya dengan keluhan
muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah sudah dialami kurang lebih 10 kali, berisi
makanan, tidak ada warna kehitaman pada muntah. Selain muntah pasien juga
mengeluhkan perutnya yang terasa nyeri, sejak 1 minggu SMRS. Nyeri perut
dirasakan hilang timbul namun tidak menjalar. Oleh karena mual dan muntah, ibu
pasien mengatakan nafsu makan anaknya menjadi menurun.
Ibu pasien juga mengatakan bahwa juga timbul bercak kemerahan pada
beberapa bagian tubuhnya, yaitu di tangan, kaki, dan area sekitar bokong anaknya
sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Bercak kemerahan tidak terasa gatal. Ibu
pasien mengatakan kira-kira 2 minggu yang lalu anaknya sempat bermain burung di
kebun pamannya. Lalu tidak lama setelah itu timbul bercak kemerahan. Oleh karena
keluarga mengira bahwa pasien terkena gigitan serangga, pasien dibawa ke klinik
terdekat dan diberi obat salep oleh dokter. Namun ternyata tidak kunjung membaik.
Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada persendian, namun tidak sampai
mengganggu aktivitas. Nyeri baru dirasakan pertama kali ini. Keluhan seperti
demam saat ini disangkal, selain itu pasien juga tidak sedang mengalami batuk dan
pilek. BAB lancar, tidak ada gangguan. BAK juga tidak ada gangguan, frekuensi
miksi kurang lebih 5x sehari, dan saat BAK tidak ada rasa nyeri ataupun keluar urin
berwarna merah.
Keluhan seperti ini disangkal pernah dialami sebelumnya. Ibu pasien menyangkal
riwayat asma atau sakit jantung pada anak juga disangkal. Riwayat Hemofili pada
keluarga ataupun trauma sebelumnya disangkal.
Keluarga menyangkal adanya penyakit serupa seperti ini. Ibu pasien juga
menyangkal adanya riwayat asma ataupun riwayat sakit TB pada keluarga.
Riwayat Alergi
Riwayat Kehamilan
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu 38 minggu. Tidak ada
penyulit. BB 2900 gram. PB tidak diketahui. Anak langsung menangis.
ASI/PASI
+
Formula SGM
Formula SGM
Formula SGM
Formula SGM
Formula SGM
Riwayat Imunisasi
Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
:
Buah/Biskuit
Bubur susu
Nasi Tim
+
+
+
+
+
+
+
:
Dasar (umur)
1 bln
2 bln
Lahir
9 bln
Lahir
4 bln
2 bln
1 bln
6 bln
4 bln
6 bln
Mengangkat kepala
3 bulan
Tengkurap
6 bulan
Duduk
7 bulan
6 bln
-
18 bln
18 bln
-
Ulangan (umur)
-
Berdiri
12 bulan
Kesan
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Suhu
: 36,60C
Tek. Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Pernafasan
Antropometri
Berat Badan
: 27 kg
Tinggi Badan
: 137 cm
Lingkar Kepala
: 52 cm
Lingkar Perut
: 54 cm
: 16 cm
TB/U
BB/TB
Status Generalis
Kepala
Mata
cahaya +/+
Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi
(-)
Mulut
Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)
Bibir
Lidah
Tenggorokan
Leher
Toraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Abdomen datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Extremitas :
Atas
: akral hangat, sianosis (-), edema (-), tampak lesi purpura dan juga ptekie pada
daerah lengan
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-), tampak lesi purpura (+)
23/08/2016
6,2
4,7
12,8
37.6
79,9
27,2
34
571
129
4,5
93
-
30/08/2016
31
0,70
NEGATIF
-
31/08/2016
20
5
13,4
41,5
82,9
26,6
32,1
793
135
3,9
94
22
21
83
5
NEGATIF
Nilai normal
5-10
4-5
12-18
40-54
75-87
24-30
31-37
150-400
135-145
3,5-5,0
94-11,1
20-40
0,5-1,3
NEGATIF
<37
<41
60-110
0-10
NEGATIF
Urinalisa
Pemeriksaan
Warna
Kejernihan
Ph
24/08/2016
Kuning
Keruh
6
29/08/2016
Kuning
Jernih
6,5
Nilai normal
Kuning
Jernih
5-8
Berat jenis
Albumin Urine
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah samar
Leukosit esterase
Nitrit
Eritrosit
Leukosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain-lain
1025
Positif 1 (+)
Negatif
Positif 3 (+++)
0,2
Negatif
Positif 3 (+++)
Negatif
Negatif
40-60
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Positif 1(+)
Negatif
1005
Negatif
Negatif
Negatif
0,2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0-2
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif (+)
Positif 1(+)
Negatif
1005-2030
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<2
<5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif
2.6 Resume
Pasien An. Y, Laki-laki, 11 tahun, datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah kurang lebih 10 kali, berisi
makanan, tidak ada melena. Selain muntah, terdapat nyeri perut sejak 1 minggu SMRS.
Nyeri dirasakan hilang timbul, tidak menjalar. Nafsu makan juga menurun.
Timbul bercak kemerahan pada beberapa bagian tubuhnya, yaitu di tangan, kaki,
dan area sekitar bokong anaknya sejak kurang lebih 1 minggu SMRS, gatal (-) Keluhan
demam (-), batuk (-), pilek (-). BAB lancar, tidak ada gangguan. BAK juga tidak ada
gangguan, frekuensi miksi kurang lebih 5x sehari, dan saat BAK tidak ada rasa nyeri
dan hematuria (-).
Pada Pem.Fisik didapatkan BB: 27 Kg, TB 137 cm, Keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 36,60C,
nadi 90 x/menit, Pernafasan 20 kali per menit. Kesan gizi baik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan di daerah epigastrium, dan pada ekstremitas baik atas
dan bawah ditemukan adanya gambaran seperti ptekie, serta purpura. Pada
pemeriksaan laboratorium, didapatkan adanya trombosit yang tinggi yaitu 571 dan
793. Serta dijumpai leukositosis. Pada pemeriksaan urinalisa sempat ditemukan
adanya urin yang keruh disertai Albumin (positif 1 +) dan Keton (positif 3 +++) serta
pada darah samar ditemukan (positif 3 +++) dengan jumlah eritrosit secara
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
2. 11 Follow up
Tanggal
25-08-2016
Pasien
Catatan
Instruksi
mengeluh mual dan muntah, RL 14 tetes/menit
terasa
nyeri,
dan
Ranitidine 2x1/2
nyeri.
Tidak
ada
kemerahan baru.
Ranitidine 2x1/2
Prednison 3-3-2
Ondan 3x2 mg
tidak
ada.
Terdapat
NT (-),
Supel,
timpani.
Ondan 3x2 mg
NT (-),
Ranitidine 2x1/2
Supel,
BU(+),
timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
bercak
kemerahan
Prednison 3-3-2,5
bokong.
Os kembali mual, muntah (+) sudah 3 RL 14 tpm
kali. Nyeri perut (+) Bercak kemerahan OMZ 1x15 mg
mulai menjadi kecokelatan.
Prednison 3-3-2,5
Ondan 3x2mg
bokong.
Mual (-), muntah (-). Nyeri perut (-) RL 14 tpm
Bercak kemerahan sudah
kecokelatan
Abdomen:
Prednison 3-3-2,5
NT (-),
Supel,
timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
tampak makula hiperpigmentasi pada
ekstremitas atas dan bawah, tampak
ptekie, purpura pada kaki, tangan, dan
Ondan 3x2mg
bokong.
diagnosis banding Immunologic Trombositopenia Purpura (ITP). Pada kasus seperti ini,
bila ada kecurigaan HSP namun kriteria diagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
belum terpenuhi, dapat dilakukan biopsi jaringan kulit atau ginjal untuk menegakkan
diagnosis. Namun pada pasien ini, belum dilakukan biopsi jaringan sehingga diagnosis
HSP masih dapat diragukan / suspek.
Foto pasien
Hari ke 2
Hari ke 4
Hari ke 7
Hari ke 9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik
yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia,
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang kadang nefritis atau
hematuria(1,2,3). Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan
vaskulitis alergik.(1)
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 15 tahun (usia anak sekolah) dengan
puncaknya pada umur 4 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki laki dibanding
anak perempuan (1,5 : 1).(1,3)
III.ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat obatan (ampisillin,
eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5) Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies
Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella)
ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).(1,3) Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF
(Tumor Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh
darah dan mesangium renal.(1,3) HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan
kelainan pada IgA1 daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)
Infeksi :- Mononukleosis
- Infeksi Streptokokus grup A
- Infeksi Yersinia
- Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma
- Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr
- Infeksi Salmonella
- Enteritis Campylobacter
Vaksin : - Tifoid
- Campak
- Kolera
- Demam kuning
IV. PATOFISIOLOGI
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis,
artritis dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti
perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya
kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya
kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.(1,3) Meningkatnya faktor pertumbuhan
endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap
terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor
yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih
besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi. (1,3) Namun tingginya kadar ET-1
tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan
fase akut.(3).
V. MANIFESTASI KLINIS
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah, nyeri
abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali
mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)
Gejala klinis mula mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah
yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam
awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan
dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12 24 jam makula akan berubah
menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 2 cm. Lesi
dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian
korea,
hemiparesis,
paraparesis,
kuadraparesis.
Dapat
juga
terjadi
kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada
pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. (3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis
miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis,
oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.(3)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah trombosit
normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh trombositopenia. (1,2,3,5)
Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya berhubungan dengan
perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat
meningkat maupun normal.(1,2,3) Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal
maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula
limfosit yang mengandung IgA.(1,3) Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria
maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena
dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. (1,2,3) Pemeriksaan ANA dan RF
biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun.(3)
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik. (1,5) Imunofluorosensi
menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. (1) Pada
pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai dengan
pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.(1,3) Terkadang
pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.(3)
VII.
DIAGNOSIS
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis
HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah
dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)
Kriteria
Definisi
Purpura non trombositopenia (palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura)
terdapat
elevasi
kulit,
tidak
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi
setidaknya 2 dari kriteria yang ada. Tabel diambil dari Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak
2007.
Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain akut
abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP, demam
reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obat obatan, nefropati IgA, artritis
reumatoid.(2,3,4,5)
VIII. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif dan
simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi
nyeri dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan
OAINS seperti ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6
jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri
perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus
dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan
perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat
kelainan
ginjal
progresif
dapat
diberi
kortikosteroid
yang
dikombinasi
dengan
oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 200 mg/hr selama 30 75 hari sebelum akhirnya
siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.(1,3)
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi
dalam 3 4 dosis selama 5 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan
gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri abdomen
berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada
fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.(1)
IX. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari
atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada 50%
kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal.
Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi, intususepsi,
perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran cerna, ginjal dan
neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini jarang terjadi.(1)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,
eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi,
adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi
makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
2. Bossart
P.
Henoch-Schnlein
Purpura.
eMedicine,
2005.
Diakses
dari
Diakses
dari