GLOMERULONEFRITIS AKUT
PASCA STREPTOCOCCUS
Oleh
Kristiana Natalian
030.11.159
Pembimbing
dr. Siti Rahma Sp A
BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai
disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 2007, melaporkan adanya 270 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.4
BAB II
LAPORAN KASUS
: An. N
Usia
: 9 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Anak ke
Tanggal masuk RS
: 04 September 2016
No.RM
: 09782943
Ayah
Ibu
Tn. A
Ny. K
30 tahun
29 tahun
Pendidikan
SMA
SMP
Pekerjaan
Wiraswasta
Islam
Islam
Agama
Keterangan
2.3 Anamnesis
Alloanamnesa tanggal September 2016 Jam 13.00
Keluhan Utama
Keluhan tambahan
Bengkak pada wajahnya sejak 1 minggu SMRS dan Mual dan muntah sejak 1 hari
SMRS
Pasien datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang tuanya dengan
keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun dan langsung
turun jika diberi obat penurun panas. Saat demam, pasien tidak mengalami kejang.
Pasien menyangkal bahwa sebelumnya ia sedang batuk dan pilek, ataupun nyeri
tenggorokan. Ibu Pasien mengatakan memang anaknya sering batuk dan pilek
namun ia tidak mengingat kapan terakhir anaknya mengalami hal tersebut.
Sebelum pasien mengeluh demam, pasien mengeluh bengkak di daerah
sekitar mata dan wajah, kurang lebih 1 minggu SMRS, bengkak dirasakan berat
saat pagi hari, dan saat siang hari tampak agak berkurang.
Sewaktu pasien mengeluh bengkak pada wajah, ibu pasien membawa pasien
ke dokter umum di klinik, lalu pasien diberi 2 macam obat, yang satu berwarna
hijau dan obat yang sering membuat anaknya buang air kecil. Namun tak lama
setelah itu, pasien demam dan mengeluh mual dan muntah sehingga ibu pasien
membawa pasien ke IGD. Mual dan muntah dialami 1 hari SMRS, muntah dialami
kurang lebih 2 kali, berisi makanan. Pasien menyangkal adanya nyeri pada
perutnya. BAB lancar, tidak ada gangguan.
Ibu pasien mengatakan BAK pasien tidak ada gangguan. Ibu pasien
menyangkal bahwa urin pernah berwarna merah seperti air cucian daging, ibu
pasien mengatakan warna urin kuning jernih seperti pada umumnya. Pasien tidak
merasakan adanya sakit di sekitar pinggang atau nyeri saat berkemih. Keluhan
keluar pasir saat berkemih juga disangkal.
Riwayat penyakit dalam keluarga serupa (-), dalam keluarga tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit ginjal. Riwayat menderita asma, Tbc ataupun
sakit jantung dalam keluarga disangkal.
Riwayat Alergi
Riwayat Kehamilan
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu 38 minggu. Tidak ada
penyulit. BB 2900 gram. PB tidak diketahui. Anak langsung menangis.
ASI/PASI
+
+
+
+/+
+/+
+/+
Riwayat Imunisasi
Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
:
Buah/Biskuit
Bubur susu
Nasi Tim
+
+
+
+
+
+
:
Dasar (umur)
1 bln
2 bln
Lahir
9 bln
Lahir
4 bln
2 bln
1 bln
6 bln
4 bln
6 bln
Mengangkat kepala
3 bulan
6 bln
-
Ulangan (umur)
18 bln
18 bln
-
Tengkurap
6 bulan
Duduk
7 bulan
Berdiri
12 bulan
Berjalan
13 bulan
Kesan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu
: 35,80C
Tek. Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Pernafasan
: 18 x/menit
Antropometri
Berat Badan
: 27 kg
Tinggi Badan
: 131 cm
Lingkar Kepala
: 51 cm
Lingkar Perut
: 55 cm
: 19 cm
TB/U
BB/TB
Status Generalis
Kepala
Mata
Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi
(-)
Mulut
Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)
Bibir
Lidah
Tenggorokan
Leher
Toraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Abdomen datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Extremitas :
Atas
Hematologi
Pemeriksaan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Ureum
Creatinin
ASTO
Protein total
Albumin
Globulin
4/09/2016
22,2
12,1
38,2
382
-
6/09/2016
22
0,56
Positif, 1/200
7.10
3.56
3.54
Nilai normal
5-10
12-18
37-47
150-400
20-40
0,5-1,3
NEGATIF
6,6-8
3,5-4,5
1,5-3
Urinalisa
Pemeriksaan
Warna
Kejernihan
Ph
Berat jenis
Albumin Urine
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah samar
Leukosit esterase
Nitrit
Eritrosit
Leukosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain-lain
05/09/2016
Kuning
Agak Keruh
7
1010
Negatif
Negatif
Negatif
0,2
Negatif
Positif 3 (+++)
Negatif
Negatif
10-15
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif
Nilai normal
Kuning
Jernih
5-8
1005-2030
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<2
<5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif
2.6 Resume
Pasien An. N, 9 tahun, datang keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Saat
demam, kejang (-). Pasien menyangkal sedang batuk dan pilek. Ibu Pasien
mengatakan memang anaknya sering batuk dan pilek namun ia tidak mengingat
kapan terakhir anaknya mengalami hal tersebut.
Sebelum pasien mengeluh demam, pasien mengeluh bengkak di daerah
sekitar mata dan wajah, kurang lebih 1 minggu SMRS, bengkak dirasakan berat
saat pagi hari, dan saat siang hari tampak agak berkurang. Ibu pasien membawa
pasien ke dokter umum di klinik, lalu pasien diberi 2 macam obat, yang satu
berwarna hijau dan obat yang sering membuat anaknya buang air kecil. Namun tak
lama setelah itu, pasien demam dan mengeluh mual dan muntah sehingga ibu
pasien membawa pasien ke IGD. Mual dan muntah dialami 1 hari SMRS, muntah
dialami kurang lebih 2 kali, berisi makanan. BAB lancar. Ibu pasien mengatakan
BAK pasien tidak ada gangguan. Hematuri (-) Nyeri saat berkemih (-)
Pada Pem.Fisik didapatkan BB: 27 Kg, TB 137 cm, Keadaan umum tampak
sakit ringan, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu
35,80C, nadi 90 x/menit, Pernafasan 18 kali per menit. Kesan gizi baik. Pada
pemeriksaan
fisik
tidak
ditemukan
adanya
kelainan.
Pada
pemeriksaan
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
2. 11 Follow up
Tanggal
08-09-2016
Catatan
Pasien mengatakan bengkak pada wajah RL 14 tpm
Instruksi
TD: 120/80
Sanmol 3x2cth
S: 35,8
N: 90x/m RR: 18x/m
Mata: Edema (-) CA-/Abdomen: Supel, BU(+), timpani.
09-09-2016
Anbacim 2x500 mg
TD: 110/80
S: 36
Sanmol 3x2cth
BLPL
Pasien terdiagnosis GNAPS setelah muncul gejala dan diperiksa lab. Saat dianamnesis
pasien menyangkal adanya batuk pilek. Tetapi ibunya mengatakan memang anaknya
sering batuk dan pilek sebelumnya. Diduga batuk pilek ini sebagai infeksi awalan bakteri
streptokokus yang kemudian akan menyebar secara hematogen, dan menyebar ke ginjal.
Pasien mengatakan tidak terdapat adanya kencing berwarna merah, namun saat
diperiksakan urinalisis, terdapat darah samar. Hal tersebut menggambarkan hematuria
mikroskopis.
Di RSUD pasien juga diperiksakan ASTO. Pemeriksaan inilah yang menjadikan
diagnosis pasti dari pasien menjadi GNAPS. Secara teori, diperlukan juga pemeriksaan
komplemen C3. Akan didapatkan komplemen C3 yang menurun pada GNAPS.
Pemeriksaan komplemen C3 penting untuk menilai keadaan inflamasi yang terjadi
apakah sudah mereda atau belum. C3 juga memiliki fungsi prognostik bagi pasien,
namun pada kondisi di lapangan, pemeriksaan tersebut cukup mahal sehingga cukup
dilakukan 1 pemeriksaan saja yaitu ASTO, dan melihat klinis pasien saat diberikan
pengobatan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus
(GNAPS) adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Merupakan proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.1,4
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.6
3.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup
A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar
10-15%.6,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
1
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri :
epidemika dl
3. Parasit
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus
hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.
Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung
dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap
sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh
sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan
adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi
setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9
Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh
pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat
oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak
bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9
terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek
imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.1,5
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.1,5
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.
Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut :1
1
Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3.4. PREVALENSI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur
5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan
pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki
laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya
tidak sehat.2,4
3.5. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak
jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadangkadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya
edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,
zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.2,6
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada
berat peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa
cepat dilakukan pembatasan garam.1,5,6
dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak
membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.12
gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti
untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis
akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak
dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria
makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,4,6
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang
menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membrano proliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis
proliferatif
kresentik.
Perbedaan
dengan
glomerulonefritis
akut
infeksi
virus
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus photosensitivity,
ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri abdomen, asites,
splenomegali.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah tepi : Anemia normositik normokrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia, waktu
protrombin / waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Imunoserologis : Uji Coomb (+),
Sel LE (+).
Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi
ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa
proliferatif difusa.
3. Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit pada
glomerulus ginjal dan penurunan progresif fungsi ginjal untuk waktu yang lama atau dapat
dikatakan suatu kelainan dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal
selama bertahun-tahun. Merupakan glomerulonefritis tingkat akhir (end stage) dengan
kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan
fungsi ginjal yang irreversible.
Timbulnya GNK didahului oleh infeksi akut ekstra renal, terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat
menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.
Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang ditemukan adalah :
1. Kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal.
2. Hematuri
3. Edema, penurunan kadar albumin
4. Hipertensi, Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1. Urinalisis
2. Pemeriksaan darah lengkap
3.
diagnosis.
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
2. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
3. Pengawasan hipertenasi dengan antihipertensi.
4. Pemberian antibiotik untuk infeksi.
5. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
3.10.
PENATALAKSANAAN 1,4
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4
3.11. KOMPLIKASI
1
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2
Krisis Hipertensi dan ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, edema paru,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.1,6
3.12. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis
akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat
baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
3
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)
pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi
tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis
akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstrakapiler dan gagal ginjal kronik.6,11
DAFTAR PUSTAKA
1
Wiguno .P, et al, 2009, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, , Balai Penerbit
FKUI: Jakarta. Hal: 969
Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus, EGC: Jakarta. Hal: 1813-1814