Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

GLOMERULONEFRITIS AKUT
PASCA STREPTOCOCCUS

Oleh
Kristiana Natalian
030.11.159

Pembimbing
dr. Siti Rahma Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 1 AGUSTUS 2016 - 8 OKTOBER 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai
disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 2007, melaporkan adanya 270 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.4

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: An. N

Usia

: 9 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jln. RA Kartini Gang Mawar 6, Margahayu, Bekasi timur

Anak ke

: Pertama dari 2 bersaudara

Tanggal masuk RS

: 04 September 2016

No.RM

: 09782943

2.2 Identitas Orang tua


Nama
Usia
Alamat

Ayah

Ibu

Tn. A

Ny. K

30 tahun

29 tahun

Jln. RA Kartini Gang Mawar 6, Margahayu, Bekasi timur

Pendidikan

SMA

SMP

Pekerjaan

Wiraswasta

Ibu rumah tangga

Islam

Islam

Agama
Keterangan

Hubungan dengan pasien: Orang tua kandung

2.3 Anamnesis
Alloanamnesa tanggal September 2016 Jam 13.00

Keluhan Utama

Demam sejak kurang lebih 4 hari SMRS

Keluhan tambahan

Bengkak pada wajahnya sejak 1 minggu SMRS dan Mual dan muntah sejak 1 hari
SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang tuanya dengan
keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun dan langsung
turun jika diberi obat penurun panas. Saat demam, pasien tidak mengalami kejang.
Pasien menyangkal bahwa sebelumnya ia sedang batuk dan pilek, ataupun nyeri
tenggorokan. Ibu Pasien mengatakan memang anaknya sering batuk dan pilek
namun ia tidak mengingat kapan terakhir anaknya mengalami hal tersebut.
Sebelum pasien mengeluh demam, pasien mengeluh bengkak di daerah
sekitar mata dan wajah, kurang lebih 1 minggu SMRS, bengkak dirasakan berat
saat pagi hari, dan saat siang hari tampak agak berkurang.
Sewaktu pasien mengeluh bengkak pada wajah, ibu pasien membawa pasien
ke dokter umum di klinik, lalu pasien diberi 2 macam obat, yang satu berwarna
hijau dan obat yang sering membuat anaknya buang air kecil. Namun tak lama
setelah itu, pasien demam dan mengeluh mual dan muntah sehingga ibu pasien
membawa pasien ke IGD. Mual dan muntah dialami 1 hari SMRS, muntah dialami
kurang lebih 2 kali, berisi makanan. Pasien menyangkal adanya nyeri pada
perutnya. BAB lancar, tidak ada gangguan.
Ibu pasien mengatakan BAK pasien tidak ada gangguan. Ibu pasien
menyangkal bahwa urin pernah berwarna merah seperti air cucian daging, ibu
pasien mengatakan warna urin kuning jernih seperti pada umumnya. Pasien tidak
merasakan adanya sakit di sekitar pinggang atau nyeri saat berkemih. Keluhan
keluar pasir saat berkemih juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya. Ibu pasien


menyangkal anaknya memiliki riwayat asma ataupun sakit jantung sebelumnya.
Pasien pernah menderita TBC paru pada waktu masih usia 3 bulan, namun sudah
berobat rutin dan dinyatakan sembuh.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dalam keluarga serupa (-), dalam keluarga tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit ginjal. Riwayat menderita asma, Tbc ataupun
sakit jantung dalam keluarga disangkal.

Riwayat Alergi

Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.

Riwayat Kehamilan

Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu 38 minggu. Tidak ada
penyulit. BB 2900 gram. PB tidak diketahui. Anak langsung menangis.

Riwayat Pemberian Makan


Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-7
8-10
10-12

ASI/PASI
+
+
+
+/+
+/+
+/+

Riwayat Imunisasi
Vaksin

BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B

:
Buah/Biskuit

Bubur susu

Nasi Tim

+
+
+

+
+
+

:
Dasar (umur)

1 bln
2 bln
Lahir
9 bln
Lahir

4 bln
2 bln
1 bln

6 bln
4 bln
6 bln

Riwayat Tumbuh Kembang

Mengangkat kepala

3 bulan

6 bln
-

Ulangan (umur)
18 bln
18 bln
-

Tengkurap

6 bulan

Duduk

7 bulan

Berdiri

12 bulan

Berjalan

13 bulan

Kesan

: Tumbuh Kembang anak sesuai dengan umur.

2.4 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital
Suhu

: 35,80C

Tek. Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernafasan

: 18 x/menit

Antropometri
Berat Badan

: 27 kg

Tinggi Badan

: 131 cm

Lingkar Kepala

: 51 cm

Lingkar Perut

: 55 cm

Lingkar Lengan Atas

: 19 cm

Status gizi berdasarkan CDC


BB/U

: 27/29 x 100% = 93%

TB/U

: 131/133 x 100% = 98%

BB/TB

: 27/27 x 100% = 100%

Kesan : Gizi baik.

Status Generalis

Kepala

Normocephali, simetris, ubun-ubun sudah menutup.

Mata

Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-, pupil isokor, Refleks


cahaya +/+

Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi
(-)

Mulut

Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)

Bibir

Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)

Lidah

Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)

Tenggorokan

Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher

Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid


tidak teraba membesar

Toraks
Jantung
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba di sela iga ke 5, linea mid clavikula sinistra.

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: Bunyi jantung 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru
Inspeksi

Bentuk dada normal, pernapasan simetris, retraksi sela iga (-)

Palpasi

Fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

Sonor di kedua hemitoraks

Auskultasi

Suara napas vesikuler, ronki basah halus (-/-), wheezing (-/-).

Inspeksi

Abdomen datar

Palpasi

Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi

Tympani di seluruh regio abdomen

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Abdomen

Extremitas :
Atas

: akral hangat, sianosis (-), edema (-)

Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-)


2.5 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi

Pemeriksaan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Ureum
Creatinin
ASTO
Protein total
Albumin
Globulin

4/09/2016
22,2
12,1
38,2
382
-

6/09/2016
22
0,56
Positif, 1/200
7.10
3.56
3.54

Nilai normal
5-10
12-18
37-47
150-400
20-40
0,5-1,3
NEGATIF
6,6-8
3,5-4,5
1,5-3

Urinalisa

Pemeriksaan
Warna
Kejernihan
Ph
Berat jenis
Albumin Urine
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah samar
Leukosit esterase
Nitrit
Eritrosit
Leukosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain-lain

05/09/2016
Kuning
Agak Keruh
7
1010
Negatif
Negatif
Negatif
0,2
Negatif
Positif 3 (+++)
Negatif
Negatif
10-15
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif

Nilai normal
Kuning
Jernih
5-8
1005-2030
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<2
<5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif

2.6 Resume
Pasien An. N, 9 tahun, datang keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Saat
demam, kejang (-). Pasien menyangkal sedang batuk dan pilek. Ibu Pasien
mengatakan memang anaknya sering batuk dan pilek namun ia tidak mengingat
kapan terakhir anaknya mengalami hal tersebut.
Sebelum pasien mengeluh demam, pasien mengeluh bengkak di daerah
sekitar mata dan wajah, kurang lebih 1 minggu SMRS, bengkak dirasakan berat
saat pagi hari, dan saat siang hari tampak agak berkurang. Ibu pasien membawa
pasien ke dokter umum di klinik, lalu pasien diberi 2 macam obat, yang satu
berwarna hijau dan obat yang sering membuat anaknya buang air kecil. Namun tak
lama setelah itu, pasien demam dan mengeluh mual dan muntah sehingga ibu
pasien membawa pasien ke IGD. Mual dan muntah dialami 1 hari SMRS, muntah
dialami kurang lebih 2 kali, berisi makanan. BAB lancar. Ibu pasien mengatakan
BAK pasien tidak ada gangguan. Hematuri (-) Nyeri saat berkemih (-)
Pada Pem.Fisik didapatkan BB: 27 Kg, TB 137 cm, Keadaan umum tampak
sakit ringan, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu
35,80C, nadi 90 x/menit, Pernafasan 18 kali per menit. Kesan gizi baik. Pada
pemeriksaan

fisik

tidak

ditemukan

adanya

kelainan.

Pada

pemeriksaan

laboratorium, didapatkan adanya leukositosis. Pada pemeriksaan urinalisa sempat


ditemukan adanya urin yang agak keruh disertai darah samar yang ditemukan
(positif 3 +++) dengan jumlah eritrosit secara mikroskopis sebanyak 10-15/lpb dan
hasil ASTO yang positif.
2.7 Diagnosis kerja
1. Glomerulonefiritis Akut Pasca Streptokokus
2.8 Diagnosis banding
1. Sindrom Nefrotik

2.9 Pemeriksaan anjuran


1.Pengukuran kadar komplemen C3
2. 10 Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

2. 11 Follow up
Tanggal
08-09-2016

Catatan
Pasien mengatakan bengkak pada wajah RL 14 tpm

Instruksi

sudah berkurang, mual muntah juga Anbacim 2x500 mg


sudah tidak ada.

Ranitidin 2x1/2 amp

TD: 120/80

Sanmol 3x2cth

S: 35,8
N: 90x/m RR: 18x/m
Mata: Edema (-) CA-/Abdomen: Supel, BU(+), timpani.
09-09-2016

Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)


Pasien mengatakan bengkak pada wajah RL 14 tpm
(-), mual muntah (-)

Anbacim 2x500 mg

TD: 110/80

Ranitidin 2x1/2 amp

S: 36

Sanmol 3x2cth

N: 84x/m RR: 20x/m

BLPL

Mata: Edema (-) CA-/Abdomen: Supel, BU(+), timpani.


Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)

2.12 Analisa kasus


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat ditarik
diagnosis melalui perjalanan penyakit pasien yang akan dijelaskan dibawah ini :

Pasien terdiagnosis GNAPS setelah muncul gejala dan diperiksa lab. Saat dianamnesis
pasien menyangkal adanya batuk pilek. Tetapi ibunya mengatakan memang anaknya
sering batuk dan pilek sebelumnya. Diduga batuk pilek ini sebagai infeksi awalan bakteri
streptokokus yang kemudian akan menyebar secara hematogen, dan menyebar ke ginjal.
Pasien mengatakan tidak terdapat adanya kencing berwarna merah, namun saat
diperiksakan urinalisis, terdapat darah samar. Hal tersebut menggambarkan hematuria
mikroskopis.
Di RSUD pasien juga diperiksakan ASTO. Pemeriksaan inilah yang menjadikan
diagnosis pasti dari pasien menjadi GNAPS. Secara teori, diperlukan juga pemeriksaan
komplemen C3. Akan didapatkan komplemen C3 yang menurun pada GNAPS.
Pemeriksaan komplemen C3 penting untuk menilai keadaan inflamasi yang terjadi
apakah sudah mereda atau belum. C3 juga memiliki fungsi prognostik bagi pasien,
namun pada kondisi di lapangan, pemeriksaan tersebut cukup mahal sehingga cukup
dilakukan 1 pemeriksaan saja yaitu ASTO, dan melihat klinis pasien saat diberikan
pengobatan.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.

DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus

(GNAPS) adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Merupakan proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.1,4
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.6
3.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup
A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar
10-15%.6,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
1

Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri :

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll


2. Virus

epidemika dl

hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

3. Parasit

: malaria dan toksoplasma 6,7

Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus
hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.

Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi

(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung
dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap
sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh
sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan
adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi
setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh

pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat
oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak
bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10


Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan
diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9
3.3. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
membran basalis, selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigenantibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan

cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1,6


Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap
di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.1
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator
utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar
dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah
atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2
sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.1,6
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah
yang kemudian mengendap di ginjal.1
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin
ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.1
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel
endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks

terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek
imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.1,5
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.1,5
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.
Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut :1
1

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.

Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.

Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen


antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal.4

3.4. PREVALENSI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur
5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan
pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki
laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya
tidak sehat.2,4
3.5. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak
jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadangkadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya
edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,
zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.2,6
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada
berat peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa
cepat dilakukan pembatasan garam.1,5,6

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria


Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.1,6
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih
belum diketahui dengna jelas. 1,6
3.6. GAMBARAN LABORATORIUM
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lainlain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.

Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,6,9


Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.2,5
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen
sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O
mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari
satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
3.7. GAMBARAN PATOLOGI 8,12
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut
glomerulonefritis difusa.8
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler

dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak
membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.12

Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20


Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan
pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembesaran glomerular yang membuat pembesaran
ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan
infiltasi lekosit PMN

Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron


keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari
sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di
subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi


keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25.
Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan
mesangium dengan gambaran starry sky appearence 8,12
3.8. DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan

gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti
untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis
akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak
dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria
makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,4,6
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang
menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membrano proliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis

proliferatif

kresentik.

Perbedaan

dengan

glomerulonefritis

akut

pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.11


Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih
lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan
tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu
6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang
lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,11

3.9. DIAGNOSIS BANDING 1


GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. Nefritis IgA
Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan
hematuria makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan
ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila ISPA mereda,
namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA.
Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali hematuria mikroskopik
dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema, hipertensi, dan penurunan
fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum biasanya meningkat pada 10-20% dari
jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan C4) dalam serum biasanya
normal. Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal.
2. Lupus nefritis
Lupus nefritis adalah peradangan ginjal yang disebabkan oleh lupus eritematosus sistemik (SLE),
penyakit dari sistem kekebalan tubuh. SLE biasanya menyebabkan kerusakan pada kulit, sendi,
ginjal, dan otak.
Penyebab dari lupus tidak diketahui. Banyak faktor yang mungkin memainkan peran, termasuk

SLE lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria

keturunan-a gen diwariskan oleh orang tua

infeksi

virus

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus photosensitivity,
ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri abdomen, asites,
splenomegali.

Pemeriksaan laboratorium :
Darah tepi : Anemia normositik normokrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia, waktu
protrombin / waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Imunoserologis : Uji Coomb (+),
Sel LE (+).
Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi
ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa
proliferatif difusa.

3. Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit pada
glomerulus ginjal dan penurunan progresif fungsi ginjal untuk waktu yang lama atau dapat
dikatakan suatu kelainan dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal
selama bertahun-tahun. Merupakan glomerulonefritis tingkat akhir (end stage) dengan
kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan
fungsi ginjal yang irreversible.
Timbulnya GNK didahului oleh infeksi akut ekstra renal, terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat
menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.
Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang ditemukan adalah :
1. Kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal.
2. Hematuri
3. Edema, penurunan kadar albumin
4. Hipertensi, Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :

1. Urinalisis
2. Pemeriksaan darah lengkap
3.

Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan

diagnosis.
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
2. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
3. Pengawasan hipertenasi dengan antihipertensi.
4. Pemberian antibiotik untuk infeksi.
5. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
3.10.

PENATALAKSANAAN 1,4

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1

Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.

Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk


menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

Diuretikum diberikan pada glomerulonefritis akut, dengan pemberian furosemid (Lasix)


secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4

3.11. KOMPLIKASI
1

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2

Krisis Hipertensi dan ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, edema paru,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.1,6

3.12. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis
akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat
baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
3

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)

pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi
tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis
akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstrakapiler dan gagal ginjal kronik.6,11

DAFTAR PUSTAKA
1

Wiguno .P, et al, 2009, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, , Balai Penerbit
FKUI: Jakarta. Hal: 969

Husein Alatas, 1995, Glomerulonefritis akut, Infomedika: IDAI: Jakarta.

Yumi.J, 2009, GNA, http://youmedical zone.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-gna/

Antonius, P, et al, 2010, Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, dalam: Pedoman


Pelayanan Medis, PP IDAI: Jakarta. Hal: 89-91

lorraine, W dan Sylvia, P, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed


6, EGC, Jakarta. Hal: 867

Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus, EGC: Jakarta. Hal: 1813-1814

Anda mungkin juga menyukai