Anda di halaman 1dari 5

Durkheim dan Pandangannya Terhadap Agama, Suicide, & Moralitas: Sebuah

Telaah Teori Sosiologi.


Tujuan utama Durkheim dalam Elementary Forms of Religius adalah untuk
menggambarkan dan menjelaskan agama yang paling primitif yang dikenal manusia. Ia
percaya bahwa gambaran paling primitif manusia dalam mengenal agamadalam hal ini
juga biasa disebut akar-akar agamadapat ditemukan dalam simplisitas komparatif
masyarakat primitif daripada dalam kompleksitas dunia modern. Durkheim yakin bahwa
akar agama itu adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat mendefinisikan beberapa hal
sebagai religius dan hal-hal lain sebagai profan (keduniawian).
If (religion) had not been grounded in the nature of things, in those very things it
would be have met resistance that it could not have overcome (Durkheim, 1995:
17-18)
Durkheim berpendapat bahwa agama adalah suatu pranata yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk mengikat individu menjadi satu-kesatuan melalui pembentukan sistem
kepercayaan dan ritus. Durkheim menegaskan bahwa masyarakat dan agama adalah satu
dan

sama.

Agama

adalah

cara

masyarakatterutama

masyarakat

primitif

mengekspresikan dirinya dalam bentuk fakta sosial nonmaterial. Ia berpendapat bahwa


fakta sosial nonmaterial yang ada di masyarakat lambat laun berubah menjadi sebuah
moralitas yang dipegang erat bersama-sama, atau apa yang disebutnya sebagai kesadaran
kolektif (collective consciousness) yang begitu kuat. Ketika kesadaran kolektif yang
begitu kuat muncul di masyarakat, maka rasa berbagi kebersamaan tersebut
memunculkan energi kolektif yang disebut collective effervescentatau dalam hal ini,
menurut Durkheimagama adalah semua hal yang bergerak dari profan ke sakral1.
Pertanyaan berikut yang muncul adalah, kenapa dalam pembentukan agama harus
dimulai dari masyarakat primitif? Agama primitif adalah kasus istimewa, Durkheim
berpendapat demikian, karena mereka adalah kasus sederhana. Durkheim mempelajari
agama primitif adalah untuk menyelidiki agama dalam masyarakat modern. Agama dalam
1

Gagasan tersebut diambil dari Subjudul Emile Durkheim (1858-1917) di dalam


buku Teori Sosiologi karya George Ritzer terbitan tahun 2008 hlm. 19.

masyarakat nonmodern merupakan sesuatu yang melingkupi kesadaran kolektif. Dalam


masyarakat modern, masyarakat berkembang menjadi semakin khusus, sehingga agama
makin terpinggir. Durkheim mengakui bahwa agama pada masyarakat modern menempati
ranah yang sempit. Meskipun begitu, dia juga mengakui bahwa sebagian besar,
representasi kolektif masyarakat modern berasal dari agama masyarakat primitif, sebuah
agama yang mencakup segala sesuatu2.
Berangkat dari gagasan tersebutbahwa agama muncul dari kesadaran kolektif
suatu kelompokDurkheim dengan konsepsi pemecahan kondisi zaman yang melanda
negerinya, mengatakan bahwa agama memunculkan moralitas. Dalam hal ini, moralitas
sebagai tawaran moral untuk mengubah tradisi masyarakat, untuk membawa masyarakat
pada kondisi yang lebih menyenangkan dengan pandangan kolektivitas kesadaran sosial.
Durkheim melihat persoalan moralitas dalam masyarakat sebagai aturan untuk mengatur
tingkah laku manusia dalam berbagai situasi yang paling sering dihadapi mereka.
Maka dari itu, menurut Durkheim, memahami moralitas berarti memahami apa
adanya tanpa pengaruh berbagai simbol dalam mencari wujud rasionalitas moral. Hal
yang pertama yang harus dipahami adalah bahwa sebelum sampai ke dalam pembahasan
apa itu moralitas, harus dicari tahu mengenai unsur-unsur dasar moralitas.
Mempertanyakan unsur-unsur dasar moralitas bukan berarti mencari susunan daftar
lengkap mengenai semua keutamaannya, tetapi mencari disposisi dasar dan keadaan
(seseorang) secara mental.
Moralitas, bagi Durkheim, dibagi ke dalam tiga komponen. Pertama, moralitas
melibatkan disiplin, yaitu suatu pengertian tentang otoritas yang menghalangi dorongandorongan idiosinkratis. Kedua, moralitas menghendaki keterikatan dengan masyarakat
karena masyarakat adalah sumber moralitas. Ketiga, melibatkan otonomi, suatu konsep
tentang individu yang bertanggung jawab atas tindakan mereka3.
Moralitas disipilin berarti moralitas sebagai acuan kerja sama antara kepentingan
individu dengan kepentingan kelompok. Moralitas disiplin, pada hakikatnya, mengikuti
2

Pendapat tersebut diambil dari Subjudul Kenapa Primitif? di dalam buku Teori
Sosiologi karya George Ritzer terbitan tahun 2008 hlm. 106.
3

Pengertian tersebut diambil dari Subjudul Moralitas di dalam buku Teori Sosiologi
karya George Ritzer terbitan tahun 2008 hlm. 113.

perkembangan historis peradaban karena masyarakat dan lingkungan sosial bersifat


dinamis. Kemudian, pada

moralitas keterikatan, moralitas ini menghendaki adanya

ketulusan terhadap kelompok sosial dan kerelaan pada kelompok yang bukan berdasarkan
kewajiban

eksternal.

Dua

elemen

moralitas

disipilin

dan

keterikatan

saling

menyempurnakan dan mendukung satu sama lain karena keduanya merupakan aspek
yang berbeda dalam masyarakat. Disiplin adalah masyarakat yang dilihat sebagai sesuatu
yang menuntut kita, sementara keterikatan adalah masyarakat yang dilihat sebagai bagian
dari diri kita4.
Elemen moralitas ketiga adalah otonomi. Di sini Durkheim mengikuti definisi
filsafat Kant dan melihatnya sebagai dorongan kehendak yang punya landasan rasional,
dengan corak sosiologis di mana dasar rasional itu tidak lain adalah masyarakat 5. Secara
lebih jelas, konsep ini ingin berbicara mengenai sekelompok manusia yang memiliki alat
fisik berupa ilmu pengetahuan sebagai ide yang bersifat ilmiah, sehingga dunia tidak lagi
berada di luar diri mereka dalam mempelajari hubungan manusia dengan dunianya.
Manusia hanya menyadari apa yang ada di dalam diri mereka yaitu otonomi tingkat
pertama, yaitu hukum dan segala norma yang berlaku di dalam lingkungannya. Hukum
tersebut diadaptasi dengan baik oleh sekelompok manusia, dalam hal ini masyarakat,
bukan sebagai sebuah paksaan melainkan anggapan bahwa hukum tersebut baik dan tidak
ada pilihan yang lebih baik lagi.
Ketiga unsur moralitas di atas merupakan ciri khas moralitas sekuler yang
semuanya dianggap sebagai human science yang mengarah pada sesuatu yang dapat
diverifikasi. Moralitas dianggap rasional sebagai unsur sui generis karena mengikatkan
diri pada kelompok sosial sebagai suatu kodrat alam, yang jika kita melanggarnya maka
kita akan mengasingkan diri atau sama halnya dengan memperkosa kodratnya sendiri.
Dari alasan tersebut, lahirlah suatu kesepakatan kesadaran sosial dalam melihat sebuah
aturanyang merupakan sebuah tuntutan terhadap masyarakatbahwa aturan-aturan
tersebut memiliki alasan-alasan kebaikan, sehingga masyarakat mengikuti dengan suka
rela.
4

Ibid hlm. 114.

Ibid hlm. 114

Pada pemikiran Durkheim berikutnya, analisis moralitas yang dinyatakan


Durkheim bahwa moralitas itu merupakan sebuah kesadaran sosial, maka dalam teori
mengenai suicide, moralitas itu sendiri kemudian dipertanyakan. Durkheim melihat
bunuh diri sebagai sebuah fenomena konkret dan spesifik. Bunuh diri secara umum
merupakan salah satu tindakan pribadi dan personal. Akan tetapi, di mata Durkheim,
tindakan pribadi dan personal itu belum tentu bisa menjadi tolak ukur sebagai satusatunya alasan seseorang melakukan bunuh diri. Durkheim melihat ada permainan
sosiologis yang menyebabkan seseorang bunuh diri.
Salah satu pendekatan yang digunakan Durkheim dalam melihat kecenderungan
seseorang

melakukan

bunuh

diri

adalah

pendekatan

fakta

sosial.

Durkheim

menyimpulkan bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan
ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok berbeda yang memiliki
sentimen kolektif berbeda menciptakan arus sosial yang berbeda pula. Arus sosial itulah
yang memengaruhi keputusan seseorang bunuh diri6.
Durkheim membagi bunuh diri ke dalam empat jenis, yaitu bunuh diri egoistis,
bunuh diri altruistis, bunuh diri anomik, dan bunuh diri fatalistis. Bunuh diri egoistis
adalah suatu tindak bunuh diri yang dilakukan seseorang karena merasa kepentingannya
sendiri lebih besar daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Seseorang yang tidak
mampu memenuhi peranan yang diharapkan (role expectation) di dalam perananan dalam
kehidupan sehari-hari (role performance), maka orang tersebut akan frustasi dan
melakukan bunuh diri.
Tipe kedua adalah bunuh diri altruistik (altruistic suicide). Bunuh diri ini terjadi
akibat dari integrasi sosial yang terlalu kuat. Pengorbanan diri mampu mendefinisikan
sikap dan perilaku individu yang sangat menyatu dengan kelompok-kelompok sosial
akhirnya mereka kehilangan pandangan terhadap keberadaan diri sendiri, sehingga
mendorong mereka melakukan pengorbanan (sacrifice) demi kepentingan-kepentingan
kelompoknya. Tipe ketiga adalah bunuh diri anomik. Orang melakukan bunuh diri ini
karena merasa dirinya sebagai beban dalam masyarakat. Contohnya adalah seorang istri
yang melakukan bunuh diri yang telah ditinggal mati oleh suaminya. Tipe keempat adalah
6

Pendapat tersebut diambil dari Subjudul Bunuh Diri di dalam buku Teori Sosiologi
karya George Ritzer terbitan tahun 2008 hlm. 98.

bunuh diri fatalistik (fatalistic suicide). Bunuh diri ini terjadi ketika nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat meningkat, sehingga menyebabkan individu ataupun kelompok
tertekan oleh nilai dan norma tersebut. Dukheim menggambarkan seseorang yang
melakukan bunuh diri fatalistik seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan
nafsu yang tertahan oleh nilai dan norma yang menindas.
Durkheim mengakhiri studinya tentang bunuh diri dengan sebuah pembuktian
apakah reformasi bisa diandalkan untuk mencegah bunuh diri. Usaha-usaha yang selama
ini dilakukan untuk mencegah bunuh diri gagal karena ia dilihat sebagai problem
individu. Bagi Durkheim, usaha langsung untuk meyakinkan seseorang agar tidak
melakukan bunuh diri ternyata sia-sia karena penyebab riilnya justru ada dalam
masyarakat7.
Kesimpulan yang bisa ditarik dari pembahasan ketiga teori Durkheim mengenai
agama, moralitas, dan suicide adalah ternyata struktur sosial masih memegang peranan
penting di dalam aturan individu antar individu dan individu dengan masyarakat. Hal ini
dapat dilihat dari ketiga hubungan teori tersebut yang saling mempengaruhi satu sama
lain. Akan tetapi, bukan berarti dari hubungan yang saling mempengaruhi antar ketiga
teori tersebut, menjadikan teori tesebut masih cocok dipakai ditengah realitas sekarang.
Hal ini disebabkan karena teori yang dikembangkan Durkheim tersebut lahir pada masa
pascarevolusi industri yang mana pada masa sekarang banyak pemikiran Durkheim yang
sudah tidak cocok lagi dengan kultur masyarakatnya.
Acuan Pustaka
Bellah, Robbert N. 1973. Emile Durkheim on Morality and Society. Chicago and London:
The University of Chicago Press.
Durkheim, Emile. 1951. Suicide: A Study in Sociology. London and New York: Free
Press.
______________, 1995. The Elementary Forms of Religious Life. London: Free Press.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.

Pendapat tersebut diambil dari Subjudul Angka Bunuh Diri dan Reformasi Sosial di
dalam buku Teori Sosiologi karya George Ritzer terbitan tahun 2008 hlm. 101-102.

Anda mungkin juga menyukai