Universitas Udayana
Perancangan Persimpangan Sebidang
TUGAS
HALAMAN JUDUL
Oleh :
I Gede Mega Antara
1304105015
HALAMAN JUDUL
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT-JIMBARAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat, hidayah serta karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Perancangan
Persimpangan Sebidang ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan tugas Perancangan Persimpangan Sebidang ini, saya
banyak mendapat bimbingan, arahan, informasi dan pengetahuan teori tentang
metode perancangan persimpangan sebidang dengan pengendalian tipe prioritas
dan APILL dari berbagai pihak, maka dari itu tidak lupa saya mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Ir. I Nyoman Widana Negara,MSc. selaku dosen pengajar dan
dosen pembimbing mata kuliah Perancangan Persimpangan Sebidang.
2. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam penyusunan tugas
ini.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan ,
maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sebagai
bahan penyempurnaan dalam penyusunan tugas perancangan berikutnya. Harapan
saya semoga tugas ini dapat memberikan inspirasi dan informasi bagi para
pembaca khususnya di dalam mata kuliah Perancangan Persimpangan Sebidang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
I Gede Mega Antara / 1304105015
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Simpang yang Digunakan dalam Bagian Panduan
12
13
13
14
15
16
17
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor
17
19
23
24
25
25
28
28
33
35
40
47
47
48
48
50
51
52
53
53
54
55
55
56
57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Persimpangan Sebidang
12
16
18
18
19
20
Gambar 2.15 Tundaan Lalu Lintas Simpang Jalan Utama Vs Derajat Kejenuhan 20
Gambar 2.16 Tipe Simpang Empat Lengan
22
23
26
26
27
29
29
30
31
31
31
32
32
Gambar 2.29 Titik Konflik dan Jarak untuk Kedatangan dan Keberangkatan
34
38
41
42
42
43
43
44
44
49
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk
menunjang aktivitas manusia. Perkembangan jaringan jalan pada suatu wilayah
sangat dipengaruhi oleh aktivitas penduduk di daerah tersebut. Peningkatan
jumlah penduduk di suatu daerah umumnya diikuti dengan pertubuhan kendaran
bermotor, sehingga pada kota-kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi akan
timbul masalah kemacetan akibat adanya kesenjangan antara kebutuhan (demand)
dengan ketersedian prasarana transportasi ( supply ). Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kemacetan adalah dengan cara menambah ruas jalan
baru, sehingga terbentuk suatu jaringan jalan yang optimal untuk mengalirkan
arus lalu lintas yang ada.
Dalam perencanaan jaringan jalan, pertemuan antara ruas jalan lama
( eksisting ) dengan ruas jalan baru tidak dapat dihindarkan. Pertemuan antara dua
ruas jalan atau lebih disebut persimpangan. Persimpangan memegang peranan
yang sangat penting dalam pengendalian lalu lintas karena persimpangan
merupakan tempat terjadinya konflik antar pergerakan lalu lintas. Perencanaan
persimpangan harus dilakukan sedemikian rupa untuk dapat meminimalisir
konflik lalu lintas yang terjadi dan dapat menciptakan kondisi yang aman, nyaman
dan lancar.
Perencanaan persimpangan yang baik haruslah dapat memenuhi syarat
geometrik jalan dan dapat menyediakan kapasitas yang cukup sampai dengan
umur rencana tertentu. Selain itu persimpangan yang direncanakan harus dapat
melancarkan pergerakan arus lalu lintas, menguraki kecelakaan, tundaan dan
dapat meminimalisir polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan. Perencanaan
persimpangan yang kurang baik dapat menimbulkan beberapa masalah seperti
kecelakaan lalu lintas, tundaan ( delay ) yang berujung pada kemacetan dan juga
dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan akibat adanya polusi udara dan
suara pada persimpangan.
I Gede Mega Antara / 1304105015
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Simpang
Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan
bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masingmasing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan
secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Oleh karena itu
persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan
kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan, khususnya di
daerah - daerah perkotaan.
Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan
terhadap kecelakaan karena terjadi konflik antara kendaraan dengan
kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki. Oleh
karena itu, persimpangan merupakan aspek penting didalam pengendalian
lalu lintas. Masalah utama yang saling berkaitan pada persimpangan adalah :
a.
Volume dan kapasitas, yang secara lansung mempengaruhi
b.
c.
d.
e.
f.
hambatan.
Desain geometrik dan kebebasan pandang
Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan
Parkir, akses dan pembangunan umum
Pejalan kaki
Jarak antar simpang
dengan
lancar,
mengurangi
kemungkinan
terjadinya
bersinyal
adalah
persimpangan
jalan
yang
pergerakan atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh
lampu lalu lintas. Kegunaan sinyal dalam persimpangan adalah :
a. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya
konflik lalu lintas sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas
tertentu dapat dipertahankan.
b. Untuk memberi kesempatan kendaraan dan pejalan kaki
dari jalan minor memotong jalan utama.
c. Untuk memisahkan lintasan dari gerakan lalu lintas yang
saling bertentangan dalam suatu dimensi waktu.
Yang dijadikan kriteria bahwa suatu persimpangan sudah harus
dipasang
alat
pemberi
isyarat
lalu
lintas
adalah
(Dirjen
yang
bersangkutan.
e. Pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu sistem
pengendalian
lalu
lintas
terpadu,
sehingga
setiap
2. Bergabung ( Merging )
Merging adalah pergerakan lalu lintas dimana kendaran dari jalur yang
berbeda bergabung ke dalam suatu jalur pergerakan lalu lintas.
4. Menyilang/Menjalin ( Weaving )
Weaving adalah pola pergerakan lalu lintas dimana terjadi pertemuan
dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan berdasarkan arah yang
I Gede Mega Antara / 1304105015
7
yang
tersedia
untuk
Tabel 2.1 Definisi Tipe Simpang yang Digunakan dalam Bagian Panduan
emp
1,3
1,0
0,5
b. Masukkan arus lalu lintas dalam satuan kend/jam, hitung faktor smp
Qsmp,
Qsmp = (
x LV% +
x HV% +
x MC%)/100
c. Data lalu lintas dalam LHRT
Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam
satu hari. LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang
melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama
satu tahun penuh.
Arus lalu lintas QDH = k x LHRT
0,08 0,09
Lingkungan Jalan
0,09 0,12
Dimana:
QTOT
C
2. Tundaan ( D )
Waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan
pada simpang dapat terjadi karena dua sebab ( Departemen P.U., 1997)
yaitu :
a. Tundaan Lalu Lintas (DT) akibat interaksi lalu-lintas dengan
gerakan yang lain dalam simoang.
b. Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan
kendaraan yang terganggu dan tak terganggu.
Tundaan lalu lintas simpang (DTI) dihitung dengan grafik berikut :
Gambar 2.15 Tundaan Lalu Lintas Simpang Jalan Utama Vs Derajat Kejenuhan
Sumber : Departemen PU (1997)
1,0 : DG = 4
Tundaan Total ( D ) :
D = DG + DTI
3. Peluang Antrian ( Qp% )
Batas nilai peluang antrian QP (%) ditentukan dari hubungan
empiris antara peluang antrian QP (%) dan derajat kejenuhan DS.
Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini:
Batas atas
Kode
jenis
311
312
322
323
333
Jenis fase
LT/RT%
10/10 25/25
Jenis fase
LT/RT%
10/10 25/2.5
42
42
42
42
43A
44C
44
44C
44C
44C
44C
44C
32
32
32
33
33
42
42
42
42
43C
44B
44B
44B
44B
44B
44B
44B
32
32
32
33
33
33
33
Jika hanya arus lalu lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui
distribusi lalu lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana perjam dapat
diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT sebagai berikut :
I Gede Mega Antara / 1304105015
23
Faktor persen k
k x LHRT = arus rencana/jam
7-8%
8-9%
8-10%
9-12%
3.
Lp = Jarak antar garis henti dan kendaraan yang parkir pertama (m)
27
4.
5.
3.
Empat phase
Adalah pengaturan lampu lalu lintas dengan empat phase pergerakan
lalu lintas. Pengaturan empat phase :
berakhir.
Menjamin agar kendaraan yang terakhir pada phase hijau yang baru
saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari
daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari phase berikutnya
memasuki daerah yang sama.
Tabel 2.16 Nilai normal waktu antar hijau
Ukuran Simpang
Kecil
Sedang
Besar
69m
10 14 m
> 15 m
Antar Hijau
4 detik/phase
5 detik/phase
> 6 detik/phase
2. Waktu Hilang
Waktu hilang adalah jumlah semua periode antara hijau dalam siklus
yang lengkap. Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu
siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua phase yang berurutan
(Departemen PU, 1997). Prosedur untuk perhitungan perincian adalah
sebagai berikut: Waktu merah semua yang diperlukan untuk
pengosongan pada akhir setiap phase harus memberi kesempatan bagi
kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning),
berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraaan yang
datang pertama dari phase berikutnya pada titik yang sama. Jadi, merah
semua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang
berangkat dan datang dari garis henti sampai titik konflik.
LT = IGp1 + IGp2 + ......... + IGpn
LT = IG(i)
I Gede Mega Antara / 1304105015
31
3.
Gambar 2.29 Titik Konflik Kritis dan Jarak
untuk Kedatangan dan Keberangkatan
Titik konflik kritis pada msing-masing phase (i) adalah titik yang
menghasilkan waktu merah semua sebesar:
MERAH SEMUA =
Dimana :
LEV, LAV = Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan yang berangkat dan yang datang (m)
lEV
VEV
lEV
2. Derajat Kejenuhan ( DS )
Derajat Kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume (Q)
terhadap kapasitas (C). Rumus untuk menghitung derajat kejenuhan
adalah:
DS =
I Gede Mega Antara / 1304105015
34
Dimana:
NQ2
GR
g
c
Gg
= Waktu hijau
Cc
= Waktu siklus
Qmasuk = Arus lalu lintas yang masuk diluar LTOR (smp/jam)
Jumlah kendaraan antri menjadi :
NQ = NQ1 + NQ2
Maka panjang antrian kendaraan adalah dengan mengalikan NQmax
dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) kemudian
dibagi dengan lebar masuknya. NQmax didapat dengan menyesuaikan
nilai NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya
pembebanan lebih POL (%) dengan menggunakan Gambar 1. Untuk
perencanaan dan perancangan disarankan POL 5%, untuk operasi suatu
nilai POL = 5 10% mungkin dapat diterima:
QL =
Nsv
Qtot
5. Tundaan ( D )
Tundaan adalah rata-rata waktu tunggu tiap kendaraan yang masuk
dalam pendekat. Tundaan pada simpang terdiri dari 2 komponen, yaitu
tundaan lalu lintas (DT) dan tundaan geometric (DG):
I Gede Mega Antara / 1304105015
36
Tundaan lalu lintas (DT) yaitu akibat interaksi antar lalu lintas pada
simpang dengan faktor luar seperti kemacetan pada hilir (pintu keluar)
dan pengaturan manual oleh polisi, dengan rumus:
DT = c x A +
NQ1 x3600
C
Dimana:
0,5 x(1 GR)
(1 - GR x DS)
= Kapasitas (smp/jam)
DS
= Derajat kejenuhan
GR
NQ
Tingkat Pelayanan
A
B
C
D
E
F
Rambu
Peringatan Pendukung Simpang
2. Rambu Gambar
Petunjuk2.35
(guide
signs)
BAB III
ANALISIS LALU LINTAS DAN PEMILIHAN SIMPANG
3.1 Data Perencanaan
1.
2.
3.
4.
jalan dibuka (N1) : 5 tahun, umur rencana (N2) : Pertumbuhan lalu lintas rata-rata (i) : 10 % per tahun
Persen LHR jam puncak (k) = 10 %
Faktor jam puncak (PHF) : 0,91
Persimpangan
a. Persimpangan tipe A (4 kaki)
b. Sudut persimpangan () =120
9. Jalan lama (existing) dengan ketentuan :
a. Klasifikasi jalan
: Kolektor
b. Jalan lama
: 2/2 UD
c. Lebar jalan
: 2 x 3,5 m
d. Lebar bahu
:1m
e. LHR
: 3.000 kend/hari/2 arah
f. Komposisi lalu lintas menerus, belok kiri dan kanan diasumsikan:
- Kendaraan ringan (KR)
: 35%
- Kendaraan berat (KB)
:5%
- Sepeda motor
: 60 %
- Kendaraan tak bermotor : 0 %
g. Belok kiri
: 20 %
h. Belok kanan
: 10 %
i. Tipe lingkungan jalan lama:
- Tata guna lahan
: Komersial
- Tingkat hambatan samping
: Sedang
- Persen kendaraan tidak bermotor : 0 %
10. Jalan baru dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Klasifikasi jalan
: Kolektor
b. Jalan baru
: 4/2 D
c. Lebar median
:7m
d. LHR
: 6500 kend/hari/2 arah
e. Pembagian arus lalu lintas (direction split) 50/50 %
f. Komposisi lalu lintas menerus, belok kiri dan kanan diasumsikan:
- Kendaraan ringan (KR)
: 35 %
- Kendaraan berat (KB)
:5%
5.
6.
7.
8.
= 10 %
= 5 tahun
Ruas Jalan
Jalan Lama ( Minor )
Jalan Utama ( Baru )
LHRTo (2013)
Kend/hari/2arah
3.000
6.500
N1
i%/thn
5
5
10 %
10 %
LHRTn (2018)
Kend/hari/2arah
4.832
10.469
DxkxLHRTn
PHF
VJP
Ruas Jalan
Pendekat
LHRTn 2018
(kend/hari/2arah)
4.832
4.832
10.469
10.469
Jalan lama
A ( Utara )
C ( Selatan )
(Minor)
Jalan Utama
B ( Timur )
D ( Barat )
(Mayor)
Arus Jalan Mayor ( Q ma)
Arus Jalan Minor ( Q mi)
Total Arus Lalu Lintas Masuk Simpang (Q tot)
Rasio Mayor/Minor
1
2
VJP 2018
(kend/jam)
266
266
576
576
1.152
532
1.684
2/1
Persimpangan
Ukuran kota
Rasio Mayor/Minor
LT/RT
: 4 kaki
: 750.000 jiwa
: 2/1
: 20/10
Kapasitas Tersedia
( kend/jam )
1600
1650
1800
2200
Qtot
( kend/jam )
1684
1684
1684
1684
Deviasi
%
-5 %
-2 %
6%
23 %
Keterangan
C < Q Ditolak
C < Q Ditolak
C > Q Diterima
C > Q Diterima
Berdasarkan Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 diperoleh analisa sebagai berikut:
1. Untuk kasus ini tipe persimpangan yang digunakan adalah tipe
444 M
2. Dalam pembacaan Tabel 3.4 tipe simpang 422 dan 424 tidak dapat
dipergunakan karena pada tipe-tipe tersebut kapasitas yang tersedia
lebih kecil dari arus total kendaraan yang masuk persimpangan (Qtot),
sedangkan tipe 424 M dan 444 M memiliki kapasitas yang mampu
menampung ambang arus total kendaraan yang masuk persimpangan
dari tahun dasar sampai tahun ke-N.
: 35 %
b. Kendaraan Berat ( KB )
:5%
c. Sepeda Motor ( SM )
: 60 %
:0%
: 35 %
b. Kendaraan Berat ( KB )
:5%
c. Sepeda Motor ( SM )
: 60 %
:0%
Jumlah
Lengan
simpang
Jumlah lajur
Wa
Wc
Wac
Wb
Wd
Wbd
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Lebar
pendekat
rata-rata
Wi
(8)
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
Jalan minor
Jalan utama
Gambar B-1:2
Jalan
minor
(9)
jalan
utama
(10)
Tipe
simpang
Tabel
B-1:1
(11)
444
: 7,00 m
= 0,61 + 0,0740Wi
= 0,61 + 0,0740 * 7,00
= 1,13
: 20%
: 0,316
: 444M
: 1203 smp/jam
Kapasitas simpang ( C )
: 4118 smp/jam
DS
= QTOT / C
= 1203/4118
= 0,292
= 2 + 8,2078*DS ( 1 DS )*2
= 2 + 8,2078*0,292 ( 1 0,292 )*2
= 2,98 det/smp
: 1203 smp/jam
: 823 smp/jam
: 380 smp/jam
: 2,98 det/smp
: 0,3
= ( 1 DS ) x ( PT x 6 + ( 1 - PT ) x 3 ) + DS x 4
= ( 1 0,292 ) x ( 0,3 x 6 + ( 1 0,3 ) x 3 ) + 0,292 x 4
= 3,93 det/smp
6. Tundaan Simpang ( D )
Tundaan lalu lintas simpang ( DT )
: 2,98 det/smp
Tundaan geometrik ( DG )
: 3,93 det/smp
= DT + DG
= 2,98 + 3,93
= 6,91 det/smp
7. Peluang Antrian ( QP % )
Derajat kejenuhan ( DS ) : 0,339
QP % maks
QP % min
BAB IV
PERENCANAAN PERSIMPANGAN
4.1. Ketentuan Perencanaan Persimpangan
1. Tipe Pengendalian
2. Kendaraan rencana
: Truk/Bus
3. Kecepatan rencana
: 20 km/jam
4. Sudut persimpangan : 85
5. Radius Simpang
6. Vehicle Path
: r > 15 m, dipakai 23 m
: Kolektor
2. Tipe jalan
: 2/2 UD
3. Lebar lajur
: 3,50 m
4. Lebar median
:-
5. Lebar bahu
: 1,00 m
:-
:-
: 30 m
: 1/15
4.3.
: Kolektor
2. Tipe jalan
: 4/2 D
3. Lebar lajur
: 3,50 m
4. Lebar median
: 2,00 m
5. Lebar bahu
: 1,00 m
:-
:-
:-
:-
:-
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari tugas perancangan persimpangan sebidang ini adalah :
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Marga.1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI).Jakarta
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.2002. Tata Cara Perencanaan
Geometrik Persimpangan Sebidang ( Pt T 02-2002-B ). Jakarta