Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Insiden dan Prevalensi


Setiap tahun terdapat lebih dari 1.3 juta kasus kanker paru dan bronkus

baru di seluruh dunia, menyebabkan kira-kira 1.1 juta kematian tiap tahun 3.Di
Eropa, diperkirakan terdapat 381.500 kasus kanker paru baru tahun 2004 dengan
angka kematian berkisar 342.000, atau 936 kematian setiap hari 4. Kanker paru
dilaporkan sebagai kanker penyebab kematian terbesar di dunia, dan bertanggung
jawab atas 18.7% kematian akibat kanker serta kanker pembunuh terbanyak di
Eropa.
Survei kanker global 2002 di Indonesia, juga menunjukkan, insiden kanker
paru mencapai 28 per 100 ribu populasi, kanker payudara 26 per 100 ribu
populasi, kanker colorectum 23 per 100 ribu populasi, kanker leher rahim 16 per
100 ribu populasi dan kanker hati 13 per 100 ribu populasi 5. Sebagian besar
kanker paru mengenai pria (65 %) dengan life time risk 1 : 13 dan pada
perempuan 1 : 20.
2.2

Etiologi
Seperti kanker lainnya penyebab pasti dari kanker paru belum diketahui,

tetapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti
kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain6.
Terjadinya karsinoma paru berkaitan erat dengan rokok dan polusi udara.
Merokok merupakan faktor risiko utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru

pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak jumlah rokok yang
dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.
2.3`
1.

Faktor risiko
Merokok
Lebih dari 80% dari kanker paru-paru adalah akibat dari merokok.

Perokok memiliki risiko sepuluh kali lipat lebih besar untuk menderita kanker
paru dibandingkan non perokok. Setiap tahunnya , 3000 orang dewasa yang
merupakan perokok pasif meninggal karena kanker paru7. Orang yang sudah
berhenti merokok memiliki resiko yang lebih rendah terkena kanker paru
dibandingkan dengan perokok aktif, tetapi orang dengan riwayat perokok
mempunyai faktor resiko lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai riwayat merokok8.. Hasil statistik dan observasi klinik menunjukkan
adanya hubungan positif antara rokok dan kanker paru. Bukti statistik
menunjukkan bahwa 87 % kanker paru terjadi pada perokok aktif ataupun yang
baru berhenti. Pada sejumlah studi retrospektif, beberapa hal yang mempengaruhi
frekuensi terjadinya kanker paru diantaranya jumlah konsumsi rokok tiap harinya,
kecenderungan untuk menghisap dan lamanya kebiasan merokok tersebut6.
Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, menempel pada
mukosa saluran nafas dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel
epitel : silia epitel menghilang, sel cadangan hiperplasia dan mengalami
metaplasia sel skuamos. Lambat laun sel epitel berubah dalam bentuk displasia
dan kemudian menjadi karsinoma dalam bentuk berbagai tipe histopatologi6

2.

Marijuana
Marijuana mengandung tar dalam jumlah yang lebih banyak daripada
rokok. Karena penggunaan marijuana dilakukan dengan cara menghisap dalam,
maka tar yang dihisap akan semakin banyak dibandingkan dengan menghisap
rokok sehingga tar tersebut akan semakin bertahan lama di dalam paru-paru9.
3.

Bahan industri
Beberapa

paparan

zat

industri

tertentu

meningkatkan

risiko

berkembangnya kanker paru. zat-zat terkait dengan kanker paru-paru diantaraya


uranium, arsenic, vinyl chloride, chromates nikel, batu bara produk, mustard gas,
kloromethyl ethers, bensin, dan solar. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
dengan dosis tinggi merupakan karsinogenik6, 10. Paparan terhadap asbes adalah
faktor risiko yang signifikan untuk suatu jenis kanker paru-paru . Pekerja asbes
yang merokok memiliki resiko 50-100 kali menderita kanker paru-paru. Asbestos
sering menimbulkan mesotelioma
4. Penyakit paru-paru
Beberapa penyakit paru-paru, seperti TBC, meningkatkan kemungkinan
terjadinya kanker paru, terutama di daerah paru yang telah mengalami fibrosis.
Seseorang yang telah mendapatkan pengobatan kanker paru lebih besar
kemungkinan untuk menjadi kanker paru berulang.
5. Diet

Diet juga dapat menjadi faktor risiko untuk kanker paru-paru. Beberapa
laporan telah menunjukkan bahwa diet rendah dalam buah-buahan dan sayuran
dapat meningkatkan kesempatan mendapatkan kanker 11.
6. Faktor Genetik.
Risiko kanker paru-paru mungkin akan lebih tinggi jika orang orang tua,
saudara kandung , atau anak-anak telah terkena kanker paru-paru. Factor ini bisa
datang dari satu atau banyak hal, seperti kebiasaan merokok dalam keluarga
dimana situasi yang seperti ini dapat menjadikan anggota keluarga yang tidak
merokok menjadi seorang perokok aktif. Pada beberapa orang ada juga yang
mendapatkan warisan gen kanker dari orangtuanya8.
Kanker paru secara klinis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
Karsinoma sel kecil dan karsinoma non sel kecil. onkogenOnkogen yang terlibat
dalam proses terjadinya kanker paru diantaranya c-MYC, K-RAS, EGFR dan
HER-2/neu. Tumor suppressor genes yang paling sering terinaktivasi meliputi
p53, RB, p16INK4a, and multiple loci on chromosome 3p.

Mutasi dari p53

merupakan hal yang paling sering terjadi pada baik karsinoma sel kecil ataupun
karsinoma non sel kecil. Pada karsinoma sel kecil, sering terjadi perubahan pada
c-MYC dan RB, sedangkan pada karsinoma non sel kecil berhubungan dengan
mutasi pada RAS dan p16INK4a.
7. Polusi udara

Polusi udara juga berperan penting dalam meningkatnya insiden kanker


paru saat ini.Polusi udara tidak hanya didapat dari outdoor melainkan indoor juga
sangat berpengaruh. Polusi udara indoor diantaranya disebabkan oleh radon.12,13
Mekanisme patogenesisnya melalui proses inhalasi dan deposisi pada bronkus.
Pada beberapa negara, polusi udara meningkatkan risiko kanker paru-paru. Tetapi
risiko ini jauh lebih sedikit daripada yang disebabkan oleh merokok14.
2.4

Patogenesis
Sama halnya dengan kanker pada tempat-tempat lain, karsinoma paru

didasari oleh adanya abnormalitas genetik yang menyebabkan berubahnya epitel


bronkus menjadi jaringan neoplasma. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker
apabila oleh berbagai sebab yang menyebabkan ketidakseimbangan antara fungsi
onkogen dengan gen tumor supresor dalam proses tumbuh dan kembangnya
sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya
hiperekspresi onkogen dan atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor supresor
menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan
dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.
Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heteroginiti kromosom atau LOH
juga diduga sebagai mekanisme ketidaknormalan pertumbuhan sel pada sel
kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang
berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras.
Sedangkan kelompok gen tumor supresor antara laingen p53, gen rb15.
2.5

Manifestasi Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala berarti
dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:
a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis 6.

b. Invasi lokal :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena kava superior
Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis 6.
c. Gejala metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula

d.

Sindrom
paraneoplastik
:

terdapat pada

10

kanker

paru, dengan gejala:


Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologic: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid
Dermatologic: eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal: SIADH (syndrome of inappropriate andiuretic hormone)6.
e. Asimtomatik dengan gejala radiologis
Sering pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter

2.6

Deteksi

Dini

Deteksi kanker paru biasanya dilakukan dengan anamnesis dan


pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Diteksi dini dilakukan pada
subyek dengan resiko tinggi3.

Laki-laki , dengan usia lebih dari 40 tahun , perokok


Paparan industri tertentu.
dengan satu atau lebih keluhan : batuk darah, batuk kronik, berat badan
menurun, nyeri dada.
Golongan yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan

gejala-gejala diatas dan riwayat tentang anggota keluarga dengan penyakit paru
bisa dijadikan pertimbangan yang berarti.
National Cancer Institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan
setiap 4 bulan dan terutama ditujukan pada laki-laki >40 tahun, perokok >1
bungkus per hari dan atau bekerja di lingkungan berpolusi yang memungkinkan
terjadinya kanker paru (pabrik cat, plastik, asbes, dll)6.

10

2.7

Diagnosis
a. Keluhan utama:

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)


lebih dari 3 minggu

Batuk darah

Sesak napas

Suara serak

Nyeri dada yang persisten

Sulit / sakit menelan

Benjolan di pangkal leher

11

Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan


dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah keluhan akibat metastasis di luar
paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran
hepar atau patah tulang. Ada pula keluhan yang tidak khas seperti :

Berat badan berkurang

Nafsu makan hilang

Demam hilang timbul

Sindrom

paraneoplastik,

seperti

hypertrophic

pulmonary

osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia.


Keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini yaitu
stage I dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus
kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III
dan IV). (IPD)
b. Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen dada dapat mendeteksi 61 % tumor paru. Pada kanker
paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk
menilai doubling time-nya. Kebanyakan kanker paru mempunyai
doubling time antara 37 465 hari. Bila doubling time > 18 bulan,
berarti tumor benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi
berbentuk bulat konsentris, solid, dan adanya kalsifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgent dada dengan cara tomografi lebih akurat

12

menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto


dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor.

Pola Foto Rontgen Dada Berdasarkan Gambaran Histologi


Squamous
Small Adeno
Large
cell
cell
carcinoma cell
carcinoma
Masa
hilar 40 %
78 % 17 %
32 %
atau perihilar
Lesi
parenkim
9%
21 % 45 %
18 %
< 4 cm
19 %
8%
26 %
41 %
> 4 cm
Obstruksi,
pneumonitis,
kolaps, atau 31 %
32 % 74 %
65 %
konstriksi
daerah
peripleural
Mediastinal
2%
13 % 3 %
10 %
enlargement

13

Pemeriksaan
CT

scan

pada

torak

lebih sensitif daripada pemeriksaan foto dada biasa, karena bias


mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3 mm, walaupun
positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25 60 %. Bila fasilitas
ini memungkinkan, pemeriksaan CT scan dapat digunakan sebagai
pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa.
b) Sitologi sputum menemukan sel kanker pada sputum atau dahak
penderita, hasil positif biasanya ditemukan jika kanker ada di
dalam saluran napas. Kepositfan pemeriksaan ini < 10% dan sangat
bergantung pada tehnik pasien membantukkan dahak yang akan
diperiksa. Dahak yang diperiksa harus dahak segar pagi hari dan
segera dibawa ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses.
c) Bronkoskopi adalah pemeriksaan visual dari cabang-cabang
tenggorokan dan paru-paru yang dilakukan oleh spesialis penyakit
paru dengan menggunakan ruang lingkup yang fleksibel.
Bronkoskopi menggunakan sikat kecil untuk mengumpulkan selsel dari lapisan jaringan sistem pernafasan, bilasan dari jaringan
pernapasan untuk analisis sel, dan biopsi (pengangkatan dan

14

pemeriksaan dalam jumlah kecil jaringan). Jika bronkoskopi masih


unrevealing, atau "negatif," jarum biopsi dapat dilakukan.

d) Biopsi jarum, dengan panduan CT, dapat dilakukan pada area


yang mencurigakan pada paru-paru atau pleura. Aspirasi jarum
halus (FNA) menggunakan jarum, ramping berongga yang melekat
pada

jarum

mencurigakan

suntik.
dan

Jarum dimasukkan
itu

mendorong

ke dalam massa

maju

mundur

untuk

membebaskan beberapa sel, yang disedot (dibuat) ke dalam jarum


suntik dan yang dioleskan pada slide kaca untuk analisis. jarum
besar, atau biopsi inti, menggunakan besar lubang jarum untuk
mendapatkan sampel jaringan untuk analisis.
e) Bone scan juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan
metastasis ke tulang. Metastasis adalah proses dimana sel-sel
kanker melepaskan diri dari perjalanan, tumor asli, dan tumbuh
dalam bagian tubuh lainnya.

15

Tes pencitraan yang lebih baru, yang disebut CT / PET imaging


fusi, menggabungkan teknologi CT scan dengan teknologi PET (tomografi
emisi positif) scan. PET scan melibatkan suntikan gula berbasis
radiofarmaka, yang berjalan melalui tubuh dan mengumpul di organ dan
jaringan. PET scan digunakan untuk mendeteksi sel-sel kanker dalam
tubuh dan CT scan memberikan gambar detail yang dapat menentukan
lokasi dan ukuran kanker. Bila hasil tes ini "melebur" (dibawa bersamasama), gambar yang memberikan informasi diagnostik yang lebih lengkap.
CT / PET pencitraan fusi dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis
beberapa bentuk kanker paru-paru.
Jika tidak ada bukti dari metastasis, pasien mungkin akan
mengalami mediastinoscopy, inspeksi bedah mediastinum (jaringan dan
organ dari tengah dada, seperti jantung, pembuluh besar, dan
tenggorokan). Dalam prosedur ini, sebuah perangkat yang fleksibel kecil
dengan kamera, yang disebut endoskop, dimasukkan ke dada melalui
sayatan di bagian atas sternum, dan rongga dada kemudian diperiksa.
Kelenjar getah bening mediastinum biasanya dikeluarkan selama
prosedur ini. Jika kelenjar getah bening mediastinal adalah "negatif" (tidak
mengandung sel-sel kanker), pasien mungkin menjadi kandidat untuk
operasi. Namun, jika kelenjar getah bening mediastinum adalah "positif"
(mengandung sel kanker) atau normal besar pada pencitraan (yang
menunjukkan keterlibatan tumor), pasien tidak dianggap sebagai calon
bedah.

16

f) Tes darah dapat dilakukan untuk mencari "penanda kanker paruparu"-yaitu, unsur-unsur dalam darah yang berkaitan dengan
adanya kanker paru-paru. Sebagai contoh, kanker paru-paru dapat
diindikasikan oleh kelainan pada berikut ini.
I.
PTH (hormon paratiroid) tingkat PTH atau terkait PTH
protein dapat membantu untuk membedakan kanker paru-paru
II.

dari kanker pleura atau penyakit lainnya.


CEA (Carcinoma Embryonic Antigen)

protein

sistem

kekebalan tubuh yang ada dalam adenocarcinoma, termasuk


adenokarsinoma paru-paru. Peningkatan tingkat preoperative
CEA biasanya menunjukkan prognosis yang buruk. Tingkat
CEA lebih besar dari 50 dapat menunjukkan kanker paru
III.

stadium lanjut dan harus mencegah perawatan oleh reseksi.


CYFRA21-1 (cytokeratin fragmen 19) protein kanker paruparu.

2.8

Klasifikasi tumor paru

Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua


kriteria:
1. Kanker paru primer
Memiliki 2 tipe utama, yaitu:
a. Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut oat cell
carcinomas (karsinoma sel gandum). Tipe ini sangat erat kaitannya dengan
perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan

radioterapi.10 Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu13:


Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)

17

Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar

ke organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC).
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru,10 mencakup adenokarsinoma,
karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (Large Cell Ca) dan karsinoma
adenoskuamosa.13
Stage NSLCLC dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan
IV yang ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer
1997, berdasarkan sistem TNM. 13
Stadium

TNM

Occult carcinoma
Tx N0 M0
0
Tis N0 M0
IA
T1 N0 M0
IB
T2 N0 M0
IIA
T1 N1 M0
IIB
T2 N1 M0, T3 N0 M0
IIIA
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2
M0
IIIB
berapapun T N3 M0, T4 berapapun N M0
berapapun T berapapun N M1
IV

Kategori TNM untuk kanker paru :


T = Tumor Primer
- T0 : tidak ada bukti ada tumor primer

18

Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari


penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak

tampak secara radiologis atau bronkoskopis


Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis

yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang

meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.


T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di
bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak
melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,

trakea, esofagus, atau korpus vertebra.


T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)


-

Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai


No : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening

regional.
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus

ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung


N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral
dan/atau KGB subkarina

19

N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau


KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral

M : Metastasis jauh
-

Mx : Metastasis tak dapat dinilai


Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor
primer dianggap sebagai M1

Histopatologi15
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam
bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki. Tumor ini
timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk
dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit.
Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
20

kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala gejala
sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini
cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh.
e.
Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f.
Lain lain
a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
b) Tumor kelenjar bronchial.
c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
d) Tumor campuran dan Karsinosarkoma
e) Sarkoma
f) Tak terklasifikasi.
g) Mesotelioma.
h) Melanoma.

Klasifikasi berdasarkan TNM16

21

22

Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International
Staging System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM :

Stadium kanker

TX

N0

M0

Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium IA

T1

N0

M0

Stadium IB

T2

N0

M0

Stadium IIA

T1

N1

M0

23

Stadium IIB

Stadium IIIA

stage IIIB

stage IV

2.9

T2

N1

M0

T3

N0

M0

T1

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N1,N2

M0

AnyT

N3

M0

T4

any N

M0

any T

any N

M1

Pengobatan Tumor Paru

Tujuan pengobatan tumor6


Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup pasien.
Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak
fisik maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factor obat
anti nyeri dan obat anti infeksi.
Terdapat beda fundamental perangai biologi Non Small Cell Lung Cancer
(NSCLC) dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus
dibedakan :
24

NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)


Staging TNM yang didasarkan ukuran (T) kelenjar getah bening yang
terlibat (N) dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam penentuan tata
laksana NSCLC ini. Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti dengan perhatian khusus pada keadaan sistemik, kardio pulmonal,
neurologi, dan skeletal. Hitung jenis sel darah tepi dan pemeriksaan kimia darah
diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya metastase ke sumsum tulang,
hati dan tengkorak.
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I
atau II pada pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya.
Reseksi paru biasanya ditoleransi baik bila prediktif post reseksi Fevi yang
didapat dari pemeriksaan spirometri peroperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi
scanning melebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat
operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi
atau pneumonektomi tetap sebagai standar di mana segmentektomi dan reseksi
baji bilobektomi atau reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.

Survival pasien yang di operasi pada stadium I mendekati 60%, pada


stadium II 26-37 % dari IIa 17-36,3 %. Pada stadium III A mendekati masih
25

ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum


ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis.
Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy
yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas)
dilaporkan memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.
Radioterapi
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai
pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi ajuvan/paliatif pada tumor
dengan komplikasi seperti mengurangi efek obstruktif/penekanan terhadap
pembuluh darah/bronkus.
Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post radiasi,
sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%). Radiasi dengan
dosis paruh yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang
inoperabel tapi belum disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan
memperpanjang survival sampai 20% dengan cara radiasi dosis paruh ini
didapat dari kasus-kasus stadium I usia lanjut, kasus dengan penyakit penyerta
sebagai penyulit operasi atau pasien yang menolak dioperasi.
Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor
sudah merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan
untuk diberikan. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar
misalnya pada reseksi lebih komplit pada pancoast tumor atau stadium III b
dilaporkan bermanfaat dari beberapa sentra kanker. Radiasi paliatif pada kasus
sindrom vena cava superior atau kasus dengan komplikasi dalam rongga dada

26

akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter, atelektasis, mengurangi nyeri


akibat metastasis kranium dan tulang, juga amat berguna.6
Kemoterapi
Prinsip kemoterapi
Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan
sel normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika
kebanyakan efektif terhadap sel bermitosis. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kegagalan pencapaian target pengobatan antara lain:
a. Resistensi terhadap sitostatika
b. Penurunan dosis sitostatika di mana penurunan dosis sebesar 20% akan
menurunkan angka harapan sembuh sekitar 50%
c. Penurunan intensitas obat di mana jumlah obat yang diterima selama
kurun waktu tertentu kurang.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, dosis obat harus diberikan secara
optimal dan sesuai jadwal pemberian. Kecuali terjadi hal-hal yang jika
diberikan sitostatika akan lebih membahayakan jiwa.
Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi
dengan rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah
tepi yang akan menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif. Penilaian
respons pengobatan kanker dapat dibagi menjadi lima golongan seperti :
a. Remisi komplit, tidak tampak seluruh tumor terukur atau lesi terdeteksi
selama lebih dari 4 minggu.
b. Remisi parsial, tumor mengecil >50% tumor terukur atau >50% jumlah
lesi terdeteksi menghilang.
c. Stable disease pengecilan 50% atau <25% membesar.
d. Progresif tampak beberapa lesi baru atau >25% membesar.
27

e. Lokoprogresif : tumor membesar di dalam radius tumor (lokal).


Penggunaan kemoterapi pada pasien NSCLC dalam dua dekade terakhir
ini sudah di teliti. Untuk pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara
terintegrasi dengan modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan
penyakit lokoregional lanjut.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari
stadium IIIA dan untuk pengobatan paliatif.
Kemoterapi adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor dapat direseksi lengkap, cara pemberian diberikan setelah
terapi lokal definitif dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya.
Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Terapi definitif dengan
pembedahan, radioterapi, atau keduanya diberikan di antara siklus pemberian
kemoterapi.
Pemilihan obat
Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada
NSCLC dengan tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian
penggunaan obat tunggal tidak mencapai remisi komplit. Kombinasi beberapa
sitostatik telah banyak diteliti untuk meningkatkan tingkat respons yang akan
berdampak pada harapan hidup.

Terapi Biologi

28

BCG, levamisole, interferon dan interleukin, penggunaannya dengan kombinasi


modalitas lainnya hasilnya masih kontroversial.
Terapi Gen
Akhir-akhir ini dikembangkan penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara
transplantasi stem sel dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.

SCLC (Small Cell Lung Cancer)

SCLC dibagi menjadi dua yaitu :


1. Limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi
kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%
2. Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka
respons terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respons terapi komplit
sebesar 20-30%. Angka median-survival time untuk limited-stage disease
adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan.
2.10

Pencegahan
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda.

Berhenti merokok dapat mengurangi resiko terkena kanker paru. Penelitian dari
kelompok perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
2.11

Prognosis

Small Cell Lung Cancer (SCLC)


Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini
kemungkinan hidup rata-rata yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi

1 tahun.
Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata naik
menjadi 1-2 tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2
tahun.
29

30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor


70% meninggal karena karsinomatosis
50% bermetastasis ke otak (autopsi)
Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan

stadium dari penyakit


Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa
tidaklah seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan

bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%.


Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma ;35-40%
pada stadium I ; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10% pada

stadium III
75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25%
karena ekstra torakal, 2% di antaranya meninggal karena gangguan

sistem saraf sentral.


40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat

komplikasi torakal, 55% karena ekstra torakal.


15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan

8-9% meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.


Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6
bulan sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung pada :
performance status (skala Karnofsky), luasnya penyakit, adanya
penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.

Performance Status Berdasarkan Skala Who Dan Skala Karnofsky


Performance Status

Skala WHO

Skala Karnofsky

Aktivitas normal

90-100

Keluhan (+), berjalan dan merawat diri sendiri

70-80

Aktivitas dalam waktu > 50%, kadang perlu bantuan

50-60

30

Aktivitas dalam waktu 50%, perlu bantuan

30-40

Di tempat tidur, perlu waktu

10-20

31

Anda mungkin juga menyukai