Anda di halaman 1dari 36

Definisi dan klasifikasi Penyakit polikistik ginjal

Penyakit polikistik ginjal adalah penyakit kelainan genetik progresif yang


menyerang ginjal. Penyakit polikistik ginjal ditandai timbulnya kista ginjal
yang membesar secara progresif, penyakit ini juga dapat menyerang hati,
pankreas, jantung, dan otak. Kista-kista ini dapat berdarah, menyebabkan
hematuria dan nyeri selangkangan, atau bahkan dapat terinfeksi. Seiring
dengan membesarknya kista-kista tersebut, terjadi penurunan fungsi ginjal
yang progresif dan tidak dapat dihentikan. Pada pasien juga dapat ditemukan
massa pada daerah abdomen, hipertensi, penyakit ginjal kronik, serta
perdarahan yang terjadi pada 10% kasus sebagai akibat dari aneurisma
berry yang mengenai arteri-arteri intrakranial
Penyakit polikistik ginjal dibagi menjadi dua yaitu: Penyakit Polikistik Ginjal Dominan
Autosomal , dan Penyakit Polikistik Ginjal Resesif Autosomal.
2.5.1.3 Penyakit polikistik ginjal dominan autosomal (PPGDA)
Penyakit polikistik ginjal dominan autosomal merupakan jenis penyakit polikistik ginjal yang
paling banyak, dan biasanya ditemukan setelah dewasa. Penyakit ini ditandai pembentukan kista
yang progresif. Dominan autosomal berarti apabila salah satu orang tua mempunyai riwayat
penyakit polikistik ginjal, maka 50% kemungkinan penyakit ini akan diturunkan ke anaknya.
Pada beberapa kasus penyakit polikistik ginjal dominan autosomal muncul secara tiba-tiba pada
pasien. Pada kasus ini orang tua pasien tidak memiliki riwayat penyakit polikistik ginjal.
Banyak penderita PPGDA hidup beberapa dekade tanpa gejala. Oleh karena itu PPGDA disebut
juga penyakit polikistik ginjal dewasa . Polikistik ginjal dapat ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan ultrasonografi saat sedang dilakukan pemeriksaan untuk indikasi lain. Kista
juga timbul di hati, pankreas, limpa, dan ovarium, walaupun jarang menimbulkan gejala
klinis.26,28
Gejala yang biasanya timbul adalah sakit pada punggung dan bagian samping antara tulang rusuk
dan panggul, dan sakit kepala. Rasa sakit yang ditimbulkan dapat bersifat sementara atau ringan,
sedang, dan berat.
Orang dengan PPGDA dapat juga mengalami beberapa komplikasi yaitu:
Infeksi saluran kemih, terutama pada kista ginjal
Hematuria
Kista hati dan pankreas
Hipertensi
Batu ginjal
Aneurisma
Divertikulosis
2.5.1.2 Diagnosis
Penyakit polikistik ginjal dominan autosomal biasanya didiagnosa dengan melihat pencitraan
ginjal. Pencitraan yang biasa digunakan adalah USG, tetapi lebih baik lagi dengan menggunakan
CT scan atau MRI (magnetic resonance imaging). Pada penyakit polikistik ginjal dominan
autosomal, onset dari kerusakan ginjal dan seberapa cepat progresif penyakit dapat beragam.

Penemuan pada pencitraan ginjal dapat beragam, berdasarkan umur pasien. Semakin muda pasien
biasanya kista yang terbentuk masih kecil. 26
Manifestasi ginjal pada kelainan ini yaitu insufisiensi ginjal atau gagal ginjal,
hipertensi, dan nyeri. Sekitar 50% dari pasien penyakit polikistik ginjal
dominan autosomal berujung pada penyakit ginjal kronik stadium akhir pada
umur 60 tahun. Selain itu bentuk penyakit polikistik ginjal ini juga dapat
berhubungan dengan lesi kista di hati ( yang dapat menyebabkan sirosis),
vesikula seminalis, pankreas, dan lapisan arachnoid. Manifestasi lain dapat
berupa aneurisma intrakranial dan dilatasi akar aorta, prolaps katup mitral,
dan hernia dinding abdomen. Manifestasi klinik dari penyakit ini dapat berupa
hipertensi, dan nyeri pada punggung, serta infeksi saluran kemih. Pasien
dengan penyakit ini dpaat berujung menjadi penyakit ginjal kronis stadium
akhir dan membutuhkan terapi dialisis.

Penyakit polikistik ginjal resesif autosomal


Penyakit polikistik ginjal resesif autosomal disebabkan oleh mutasi dari gen polikistik ginjal
resesif autsomal yang disebut PKHD1. Gen lain mungkin ada tetapi belum ditemukan. Orang tua
yang tidak mengidap penyakit ini dapat menurunkan kepada anaknya apabila kedua orang tua
membawa salah satu duplikat dari gen abnormal. Bayi tidak dapat terkena penyakit ini apabila
hanya salah satu orang tua saja yang membawa gen abnormal. 26
Tanda-tanda penyakit polikistik ginjal resesif autosomal secara berkala timbul sebelum kelahiran,
yaitu yang disebut infantile PKD (polikistik kidney disease). Anak lahir dengan penyakit
polikistik resesif autosomal biasanya namun tidak selalu, mengalami kegagalan ginjal sebelum
mencapai usia dewasa. Keganasan dari penyakit ini beragam. Bayi dengan kasus terburuk mati
beberapa jam atau beberapa hari setelah dilahirkan karena kesulitan bernafas atau kegagalan
nafas. Penyakit ini ditandai oleh non-obstruktif, bilateral, simetris, dilatasi dan pemanjangan dari
duktus kolektifus ginjal.
Anak dengan penyakit polikistik ginjal resesif autosomal mengalami kenaikan
tekanan darah, infeksi saluran kemih, dan peningkatan frekuensi kencing.
Penyakit ini biasanya mempengaruhi hati dan limfa, yang dapat
menimbulkan hemoroid, vena varikosa.26
Diagnosa
Ultrasonografi (USG) dari janin atau newborn dapat ditemukan pembesaran ginjal dengan
penampakan yang abnormal. Namun kista seperti pada penyakit polikistik ginjal dominan
autosomal jarang ditemukan. Karena penyakit ini dapat melukai hati, maka pencitraan pada hati
juga dapat membantu diagnosis.
Penyakit polikistik ginjal tidak dapat didiagnosa hanya berdasarkan
pemeriksaan darah. Namun pada beberapa kondisi dimana pemeriksaan
darah juga diperlukan contohnya, jika salah satu keluarga ingin mendonorkan
ginjal kepada orang tua yang terkena atau keluarga yang lain, tes darah
spesial kepada minimal tiga orang anggota keluarga untuk menentukan atau
mendiagnosis risiko individual. Tes ini disebut juga gen linkage analysis.26

POLIKISTIK GINJAL
1. A.

DEFINISI

Polikistik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang berarti rongga
tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid, jika
digabungkan polikistik berarti banyak kista. Jadi polikistik ginjal adalah banyaknya kistik
pada ginjal yang tersebar di edua ginjal baik di korteks maupun di medulla, kista-kista
tersebut dapat dalam bentuk multiple, bilateral dan berekspansi yang lambat laun
mengganggu dan menghancurkan perenkim ganjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh cairan jernih atau hemoragik.
Penyakit ginjal polikistik dibagi menjadi dua bentuk yaitu :
1. 1.
Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Ginjal polikistik resesif autosomal juga dikeanal sebagai penyakit polikistik infantil,
gangguan autosom resesif yang jarang ini mungkin tidak terdeteksi sampai sesudah masa
bayi.
1. 2.
Ginjal Polikistik Dominan Autosomal (Autosomal Dominant Polycystic
Kidney/ADPKD)
Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikan dengan formasi dan
pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya (pancreas, limfa). Ginjal polikistik
dominan autusomal adalah penyakit ginjal genetik yang paling sering ditemukan. Kelainan
ini dapat didiagnosa melalui biopsi ginjal.
Keduanya merupakan kelainan herediter autosomal, yaitu pada dewasa merupakan autosomal
dominan, sedangkan pada anak-anak merupakan autosomal resesif. Ini ditandai dengan
kerukasan kedua ginjal, dengan adanya infiltrat kista-kista berbagai ukuran ke dalam parekim
ginjal, sehingga fungsi ginjal semakin menurun.
1. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) meruapakan penyakit genetik yang
jarang diterjadi dengan perbandingan 1 : 6000 hingga 1 : 40.000, Sedangkan pada penyakit
ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 dan
lebih sering terjadi pada orang Kausia dari pada penduduk Afro-Amerika.
Pada buku lain menyebutkan penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) memiliki
perkiraan angka kejadian antara 1:10.000 dan 1 : 40.000, sedangkan pada penyakit ginjal
polikistik dominan\ autosomal (ADPKD) memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 hingga 1 :
1000 individu dan terhitung kira-kira 10% anak-anak berada pada tingkat gagal ginjal kronis.
Pada umunya, separuh pasien dengan ADPKD menjalani terapi pada ginjal dengan umur 60
tahun. Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal adalah penyebab keempat gagal ginjal
yang membutuhkan dialysis atau transplantasi.

1. ETIOLOGI
1. Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p. Manifestasi
serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal akibat gagal ginjal. Ginjal
memperlihat banyak kista kecil dikorteks dan medulla sehingga ginjal tampak seperti spons.
1. Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga terjadi
pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar akan menekan
parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan menurun.
Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan peningkatan
rennin angiotensin.
1. PATOFISIOLOGI
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopis menampakkan banyak sekali kista di seluruh
korteks dan medula. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan bahwa kista-kista merupakan
dilatasi duktus kolektivus. Interstitium dan sisa tubutus mungkin normal pada saat lahir,
tetapi perkembangan fibrosis inierstisial dan atrofi tubulus dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasus-kasus yang berat,
kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis, hipertensi porta, dan kematian karena
varises esofagus. Apabila keparahan manifestasi butt melebihi keparahan manifestasi
keterlibatan ginjal, gangguannya disebut fibrosis hati kongenital. Apakah penyakit polikistik
infantil dan fibrosis ban kongenital merupakan ujung spektrum dari sebuah gangguan tunggal
yang berlawanan atau gangguan autosom resesif tersendiri dengan manifestasi yang serupa,
masih harus tetap ditentukan.

1. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan autosomal
tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal telah cukup membesar.
Gejala yang ditimbulkan adalah :
1. Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga dirasakan nyeri
yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di daerah peritoneal yang
diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang dirasakan terjadi secara konstan maka itu
adalah tanda dari perbesaran satu atau lebih kista.

1. Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross Hematuria terjadi
ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal. Hematuria mikroskopi lebih sering
terjadi dibanding gross hematuria dan merupakan peringatan terhadap kemungkinan adanya
masalah ginjal yang tidak terdapat tanda dan gejala.
1. Infeksi saluran kemih
2. Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien. Hipertensi merupakan
penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang sudah kritis.
1. Pembesaran ginjal
Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini murapakan hasil dari penyebaran kista pada ginjal
yang akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat terjadinya pembesaran
ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal ginjal.
1. Aneurisma pembulu darah otak
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista pada organ-organ
lain seperti : hati dan pangkreas.
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Urin
1. Proteinuria
2. Hematuria
3. Leukosituria
4. Kadang Bakteriuria
5. Pemeriksaan Darah
Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:
1. Uremia
2. Anemia karena hematuria kronik.
3. Ultrasonografi ginjal
Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive yang memiliki tujuan
untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista. Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari

cairan yang terdapat dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang
mengisi kista akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.
Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening terhadap keturuan dan
anggota keluarga yang lebih mudah untuk memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal
yang gejalanya tidak terlihat (asymptomatic).
1. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat mengidentifikasi kistik ginjal
yang memiliki ukuran diameter 3 mm seperti pada lampiran 3.3. MRI dilakukan untuk
melakukan screening pada pasien polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD) yang
anggota keluarganya memiliki riwayat aneurisma atau stroke.
1. Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras.
1. Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak dapat
ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatanya pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) dan penyakit ginjal
polikistik dominan autosomal (ADPKD) adalah bersifat suportif yang mencakup manajemen
hipertensi yang cermat. Pada buku lain menyebutkan bahwa pengobatan yang sesuai untuk
ARPKD dan ADPKD yang berkembang menjadi gagal ginjal adalah dialysis dan trasplantasi
ginjal dan pada ADPKD pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi dan memelihara
fungsi ginjal seperti terapi pada pengendalian hipertensi dan infeksi saluran kemih.
Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif berupa diet rendah
protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis atau bahkan transplantasi
ginjal. Hipertensi dikontrol dengan obat antihipertensi seperti ACEI ( seperti Katopril,
enalapril, lisinopril) atau ARB (seperti Telmisartan, losartan, irbesartan, cardesartan).
Tindakan bedah dengan memecah kista tidak banyak manfaatnya untuk memperbaiki fungsi
ginjal.
1. KOMPLIKASI
Pielonefritis merupakan komplikasi yang sering di temukan dan penyebabnya tidak begitu
jelas. Infeksi sekunder pada kista dapat memberi keluhan nyeri pinggang yang hebat. Pada
Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)
kista yang semakin besar akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara

perlahan fungsi ginjal akan menurun. Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal
yang menyebabkan peningkatan rennin angiotensin.

DARTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat,R dan Wim de jong.Buku ajar ilmu bedah.Jakarta : EGC
http://www.irwanashari.com/751/penyakit-ginjal-polikistik-polycystic-kidney-disease.html
http://kesehatan.kabarkongo.com/2010/12/penyakit-ginjal-polikistik.html
http://mahasiswakedokteranonline.wordpress.com/2011/06/09/polikistikginja/
Kista Ginjal

Renal Cyst
KISTA GINJAL
(LAPORAN KASUS)
Dedi Trihatmaji1, Sungsang Rochadi2
1Bagian Bedah, 2 Sub Bagian Bedah Urologi, Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada- Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Dedi Trihatmaji , Sungsang Rochadi Kista ginjal Laporan Kasus
Latar Belakang : Kista ginjal merupakan suatu lesi tumor jinak. Gejala pada kista ginjal pada
umumnya tidak ditemukan namun diagnosis dapat diketahui secara kebetulan dengan
pemeriksaan ultrasonografi, CT Scan, dan pemeriksaan urografi. Komplikasi yang
diakibatkan kista ginjal adalah hidronefrosis, perdarahan, dan infeksi.
Laporan Kasus : Pasien adalah seorang laki-laki, 65 tahun, dirujuk dengan diagnosis
hidronefrosis kanan karena obstruksi akibat batu. Pasien tidak ada keluhan namun
hidronefrosis didiagnosis dari pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan ultrasonografi
menunjukkan pelebaran sistem pelvikokalises dengan bayangan opak, dicurigai sebagai batu.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan dalam batas normal, fungsi ginjal normal,
kadar ureum 14,9 mg/dL, dan kadar kreatinin 1,07 mg / dL. Pemeriksaan urografi intravena

memperlihatkan kesan hidronefrosis kanan. Pemeriksaan CT scanning memperlihatkan


adanya adanya bayangan kistik pada medulla ginjal kanan yang menekan sistem
pelvikokalises. Tindakan operatif yang dilakukan untuk pasien ini adalah marsupialisasi kista.
Kata Kunci : Kista ginjal hidronefrosis marsupialisasi kista

PENDAHULUAN
Kista ginjal adalah lesi tumor jinak ginjal yang paling sering dijumpai (70% dari tumor ginjal
yang asimptomatik). Kista bisa tunggal / simple ataupun multiple, dapat unilateral maupun
bilateral (1).
Angka insiden kista simpel pada usia di bawah 18 tahun sekitar 0.1 0.45 % dengan insiden
rata-rata 0.22 %. Pada orang dewasa, frekwensi meningkat sejalan dengan usia. Pada usia di
bawah 40 tahun, angka insiden 20 %, dan setelah 40 tahun meningkat menjadi 33 % (2).
Kebanyakan penelitian menunjukkan tidak ada predileksi khusus pada perbedaan jenis
kelamin. Tetapi pada 2 penelitian oleh Bearth-Steg (1977) dan Tada dkk (1983),
menunjukkan bahwa pada pria lebih sering daripada wanita (3).
Kista simple atau soliter merupakan kelainan non genetik. Karena kasus ini lebih sering
didapatkan pada orang dewasa, diduga kista soliter ginjal adalah kelainan yang didapat (3).
Biasanya kista ginjal asimptomatik dan tidak dijumpai tanda-tanda klinis yang signifikan (1).
Kista yang simple sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaaan ultrasonografi, CTScan atau urografi karena suatu problem lain pada abdomen (3). Meskipun demikian, kadangkadang kista menimbulkan keluhan. Keluhan yang mungkin dirasakan pasien adalah adanya
massa atau nyeri pada abdomen. Mungkin juga muncul hematuri karena ruptur kista ke dalam
collecting system, hipertensi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi (5).

TINJAUAN PUSTAKA
A. HISTOPATOLOGI
Kista simple ginjal adalah suatu lesi tunor jinak (5). Berbentuk Blue-Dome, dengan ukuran
bervariasi, mulai dari 1 10 cm. Yang paling sering adalah dengan diameter kurang dari 2
cm. Dinding kista merupakan satu lapis epitel gepeng atau kuboid. Memiliki dinding fibrous
yang tipis, terdiri dari sel epitel gepeng atau kuboid, dan mungkin terdapat area calsifikasi.
Kista tidak memiliki struktur pembuluh darah dan tidak memiliki hubungan dengan nephron.
Kista mengandung cairan jernih kekuningan. Pada 5 % kasus mengandung cairan yang
hemoragis (3,5).
Kista simple ginjal biasanya tunggal dan unilateral. Kadang-kadang multiple, multilokuler,
dan lebih jarang lagi kasus yang bilateral (5). Pada ginjal, kista terletak superfisial, dan tidak
berhubungan dengan pelvis renalis. 5-8 % kista ginjal mengandung tumor ganas (6).
McHugh dkk (1991) berpendapat bahwa ukuran kista tidak berkembang sejalan dengan
waktu, sedang ahli yang lain (Bearth and Steg, 1977) pada penelitiannya mendapatkan ukuran
kista yang bertambah besar sejalan dengan usia (6).
B. PATOGENESIS
Kista simple ginjal biasanya asimptomatik dan sering ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaaan ultrasonografi, CT-Scan atau urografi karena suatu problem lain pada abdomen
(3).
Jika ukuran kista soliter bertambah besar, dapat menekan dan merusak parenkim ginjal.
Tetapi kerusakan parenkim yang ditimbulkan tidak begitu luas, sehingga jarang sekali
menimbulkan gangguan fungsi ginjal secara langsung (5).
Kista yang menimbulkan keluhan, rata-rata berukuran lebih dari 10 cm (5). Keluhan yang
mungkin dirasakan pasien adalah adanya massa atau nyeri pada abdomen. Mungkin juga
muncul hematuri karena ruptur kista ke dalam collecting system, hipertensi karena iskemi
segmental atau adanya obstruksi (3,5,6,7).
Kista simple pada ginjal letaknya superfisial, dan tidak berhubungan dengan pelvis renalis.
Posisinya sering menempati pole bawah ginjal, tetapi dapat juga menempati suatu posisi
sedemikian hingga terjadi penekanan pada ureter atau pelvis, sehingga menimbulkan
obstruksi, yang melanjut menjadi hidronefrosis (5,6,7).
Jika terjadi perdarahan ke dalam kista dan menimbulkan distensi dinding kista, nyeri yang
ditimbulkan cukup berat. Demikian juga jika terjadi infeksi, akan menimbulkan nyeri dan
disertai demam.
C. DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik biasanya normal. Kista yang sangat besar, pada palpasi mungkin teraba
sebagai massa pada daerah ginjal. Apabila dijumpai nyeri tekan, kemungkinan terjadi infeksi
(5).
Evaluasi laboratorium fungsi ginjal dan urinalisa biasanya normal. Hematuri mikroskopis

sangat jarang dijumpai (5).


Pada foto polos abdomen, mungkin terlihat suatu bayangan massa yang menumpuk dengan
bayangan ginjal. Dengan pemeriksaan urogram menggunakan cairan radioopaq, pada 2-3
menit pertama, parenkim ginjal akan terlihat putih, sedang pada bayangan kista tidak, karena
kista bersifat avaskuler. Pengambilan gambar obliq dan lateral akan sangat membantu
diagnosis. Jika massa kista berada pada pole inferior, gambaran ureter akan terdesak ke arah
vertebra. Apabila dengan pemeriksaan rutin tersebut opasitas parenkim ginjal tidak dapat
dicapai signifikan, dapat dilakukan nephrotomografi, untuk meningkatkan gambaran kontras
antara parenkim dengan kista (5).
Sebagai pemeriksaan yang noninvasif, USG ginjal dapat membedakan antara kista dengan
suatu massa solid. Dan apabila ada gambaran kista, dengan panduan USG dapat dilakukan
aspirasi. Diagnosis kista simple ginjal menggunakan pemeriksaan ultrasonografi, dengan
kriteria (3) :
a.Tidak didapatkan internal echoes.
b.Berbatas tegas dan tipis, dengan tepi yang halus dan tegas.
c.Transmisi gelombang yang bagus melalui kista, dengan peningkatan bayangan akustik di
belakang kista.
d.Bentuk oval ramping atau sferis.
Apabila 4 kriteria tersebut dapat ditemukan, kemungkinan keganasan dapat diabaikan.
Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya ditemukan adanya septa, dinding yang
ireguler, calsifikasi atau adanya area yang meragukan, perlu pemeriksaan lanjutan CT-Scan,
MRI atau aspirasi (3).
Pemeriksaan CT-Scan pada kista simple ginjal sangat akurat.. Dengan pemberian kontras,
akan terlihat perbedaan parenkim ginjal dengan kista. Densitas parenkim ginjal lebih
meningkat, sedangkan gambaran kista tidak terpengaruh.
Menggunakan CT-Scan dapat dibedakan antara kista dengan gambaran tumor. Gambaran
kista akan menunjukkan densitas yang mirip dengan cairan, sedangkan tumor mirip dengan
parenkim ginjal. Perbedaan lain, dinding kista akan terlihat tipis dan berbatas tegas dengan
parenkim, sedangkan dinding tumor tidak (5).
Kriteria pemeriksaan CT-Scan hampir sama dengan kriteria USG, yaitu (1,3) :
a.Batas yang tegas dengan dinding yang tipis dan tegas.
b.Bentuk yang ovel ramping atau sferis.
c.Isi yang homogen, dengan densitas mirip air dan tidak nampak peningkatan densitas dengan
pemberian zat kontras intravena
D. DIAGNOSIS BANDING
Pada kista ginjal, perlu pemeriksaan teliti untuk membedakan dengan hidronefrosis, ginjal
polikistik dan keganasan. Kasus hidronefrosis dapat memberikan tanda dan gejala yang sama
dengan kista soliter, tetapi pada pemeriksaan urogram sangat berbeda (5,8).
Pada keganasan sering didapatkan hematuri dan pada gambaran radiologis biasanya tumor
menempati posisi yang lebih dalam, sehingga dapat menimbulkan gambaran calyces yang
terdistorsi. Pemeriksaan tentang adanya tanda-tanda metastase sangat diperlukan. Dengan
pemeriksaan nefrotomogram, aortogram atau echogram hal ini sangat membantu
membedakan dengan tumor, meskipun ada kalanya diagnosis banding ini akan sulit tanpa

dilakukan pengangkatan ginjal (6,8).


Ginjal polikistik pada pemeriksaan urografi hampir selalu bilateral, pada kista soliter tunggal
dan unilateral. Pada ginjal polikistik akan diikuti gangguan fungsi ginjal, sedangkan kista
soliter tidak menimbulkan gangguan fungsi ginjal (5).
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang, atau kadangkadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan sebagai nyeri pada daerah
pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan atau menjepit ureter. dapat terjadi
hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi pyelonefritis akibat stasis urin (5).
E. PENANGANAN
Karena kista soliter sangat jarang memberikan gangguan pada ginjal, penetalaksanaan kasus
ini ialah konservatif, dengan evaluasi rutin menggunakan USG (1,5).
Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa nyeri atau muncul obstruksi,
dapat dilakukan tindakan bedah (7). Sementara ada kepustakaan yang menyatakan bahwa
meskipun kista ginjal asimptomatik, apabila ditemukan kista ginjal yang besar merupakan
indikasi operasi, karena beberapa kista yang demikian cenderung mengandung keganasan
(6).
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah (6,8) :
1.Aspirasi percutan
2.Bedah terbuka
a.Eksisi
b.Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim
c.Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista
d.Heminefrektomi
3.Laparoskopik
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu kantung tertutup
dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril, dan perlu pemberian
antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang masuk dapat menimbulkan abses.
Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar
awalnya (6).
Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan kemungkinan kambuhnya kista. Tetapi
preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan sering pasien mengeluh nyeri setelah
pemberian injeksi (7).
Yang perlu diperhatikan adalah apabila terjadi komplikasi. Jika terjadi infeksi kista, perlu
dilakuka drainase cairan kista dan pemberian antibiotik. Pada komplikasi hidronefrosis akibat
obstruksi oleh kista, dapat dilakukan eksisi kista untuk membebaskan obstruksi (7).
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi oleh kista akan
lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan memperbaiki drainase urin (5).
Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase harus lancar. Setelah reseksi kista yang cukup
besar, cairan drainase sering banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per hari. Hal ini
dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase dipertahankan sampai sekitar

1 minggu pascaoperasi (6).

F. PROGNOSIS
Kista soliter dapat didiagnosis dengan cukup akurat menggunakan pemeriksaan sonografi
atau CT-Scan. Belakangan ini, USG direkomendasikan sebagai metoda untuk melakukan
follow up kista, meliputi ukuran, konfigurasi dan konsistensi. Sangat sedikit dari kista soliter
ini akan menimbulkan penyulit di kemudian hari (3,5).

LAPORAN KASUS
A. LAPORAN KASUS
Dilaporkan kasus pasien, seorang laki-laki usia 65 tahun yang dirujuk dengan hidronefrosis
kanan curiga adanya sumbatan oleh batu. Selama ini pasien tidak mengalami keluhan, kesan
hidronefrosis didapatkan dari pemeriksaan USG saat dilakukan general check up. Dan
pemeriksaan USG didapatkan pembesaran SPC dengan bayangan opaq, dicurigai sebagai
batu.
HASIL ULTRASONOGRAFI

Gambar 1 : Hasil Pemeriksaan USG menunjukkan pembesaran SPC dengan bayangan opaq
Pada saat datang, kedaaan umum pasien baik, kesadaran composmentis. Pemeriksaan fisik,
status generalis tidak dijumpai adanya kelainan, status lokalis tidak didapatkan bulging
maupun nyeri ketok regio kostovertebra, prostat dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium, fungsi ginjal masih normal, dengan ureum = 14.9 mg/dL,
creatinin 1.07 mg/dL. Urinalisa dalam batas normal, asam urat = 5.2 mg/dL dan calsium 2.11
mg/dL.
Dilakukan pemeriksaan USG ulang, dijumpai gambaran adanya ektasis SPC kanan dan tidak
nampak lesi kistik pada ginjal kanan. Pada BNO-IVP didapatkan kesan :
1.Hidronefrosis kanan derajat 3. Adanya obstruksi atau batu belum tervisualisasi sampai
menit ke-120.
2.Anatomi dan fungsi ginjal kiri normal.
3.Ureter kiri dan kandung kemih tidak ada kelainan.
4.Fungsi voiding baik.
Didapatkan kesan hidronefrosis kanan karena suatu massa yang lebih lunak daripada batu
yang tidak tervisualisasi dengan pemeriksaan BNO-IVP dan USG. Untuk menegakkan
diagnosis selanjutnya dilakukan pemeriksaan CT-Scan, yang memberikan kesan adanya
bayangan kistik di dalam medulla ren kanan yang mendesak SPC, sehingga menimbulkan
hidronefrosis kanan.
HASIL IVP

IVP 30 MENIT IVP 60 MENIT

IVP 120 MENIT IVP POST MIKSI


Gambar 2 : Hasil Pemeriksaan BNO IVP menunjukkan : hidronefrosis kanan derajat 3,
adanya obstruksi atau batu belum tervisualisasi sampai menit ke-120 ; anatomi dan fungsi
ginjal kiri normal ; ureter kiri dan kandung kemih tidak ada kelainan ; fungsi voiding baik.
HASIL CT - SCAN

SLICE 11

SLICE 13 SLICE 17
HASIL CT SCAN DENGAN KONTRAS

Gambar 3 : Hasil Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya bayangan kistik di dalam


medulla ren kanan yang mendesak SPC, sehingga menimbulkan hidronefrosis kanan. Pada
CT scan dengan kontras tampak kontras mengisi SPC, namun lesi tidak terpengaruh.
Selanjutnya dilakukan operasi untuk melakukan marsupialisasi kista. Di meja operasi
didapatkan suatu kista simpel pada hilus renalis yang mendesak SPC dan selanjutnya
dilakukan marsupialisasi.
Pasien menjalani perawatan pascaoperasi 3 hari, dengan keadaan baik, dilanjutkan rawat
jalan. Pada evaluasi 3 bulan berikutnya, dan gambaran IVP nampak hidronefrosis membaik,
menjadi derajat 1, dan ureter kanan tervisualisasi baik.
B. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, jenis kelamin pasien pria dengan usia di atas 40 tahun, masuk dalam kategori
predisposisi pasien pada beberapa penelitian, yang menyatakan insiden terbanyak pada usia
di atas 40 tahun, dengan kecenderungan kasus pada pria lebih banyak daripada wanita.
Sesuai dengan kepustakaan, pada kasus kista ginjal yang simple, kebanyakan asimptomatik,
dan ditemukan adanya kelainan secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiologis. Pasien ini
tidak mengalami keluhan, ditemukan kelainan radiologis secara tidak sengaja pada general
check up.
Kemungkinan karena proses yang berjalan lambat dan sangat lama, meskipun menimbulkan
hidronefrosis derajat 3, tidak didapatkan keluhan baik berupa adanya massa intra abdominal
maupun nyeri pada regio ginjal. Manifestasi sistemik juga tidak muncul, karena fungsi ginjal
masih baik.
Pada pemeriksaan USG, hanya didapatkan gambaran hidronefrosis, sedangkan bayangan
kistik tidak tervisualisasi. Sedangkan pencitraan BNO-IVP yang menunjukkan adanya
hidronefrosis cukup berat derajat 3, tanpa visualisasi ureter kanan sampai menit ke 120,
menunjukkan adanya obstruksi total letak tinggi. Tidak nampaknya bayangan batu baik pada

USG dan BNO-IVP dapat menyingkirkan bahwa obstruksi tersebut disebabkan oleh batu,
tetapi oleh suatu massa atau jaringan yang lebih lunak.
Pada keadaan seperti ini perlu pemeriksaan CT Scan, karena pemeriksaan ini sangat akurat,
terutama untuk menyingkirkan proses keganasan. Demikian pula pada kasus ini. Pada
pemeriksaan CT-Scan, didapatkan suatu lesi pada polus inferior, yang terpisah dari jaringan
ginjal berbentuk oval dengan batas tegas. Massa tainpak homogen, dengan densitas mirip air,
khas untuk gambaran kista.
Pemeriksaan menggunakan kontras sangat mendukung diagnosis. Tampak kontras memasuki
SPC, sedangkan lesi tidak terpengaruh. Karena lesi kistik tidak memiliki pembuluh darah
sehingga kontras tidak akan mengisi massa, sedangkan lesi keganasan akan meningkat
densitasnya dengan pemberian kontras.
Dari ketiga pemeriksaan radiologis, dapat ditegakkan diagnosis, bahwa pada pasien ini
terdapat kista simple pada hilus renalis yang menekan SPC, sehingga terjadi obstruksi total
yang mengakibatkan hidronefrosis.
Kemungkinan ginjal polikistik disingkirkan, karena gainbaran kistik tunggal dan unilateral.
Demikian juga kemungkinan keganasan dapat disingkirkan, didukung pemeriksaan
laboratorium yang tidak menunjukkan adanya hematuri. Meskipun gambaran lesi berbeda
dengan teori yang menyatakan bahwa posisi lesi kista simple lebih sering superfisial, pada
kasus ini gambaran lesi yang menempati posisi lebih dalam yang khas pada keganasan tidak
mendukung kemungkinan keganasan, karena pada pemberian kontras, gambaran densitas lesi
tidak meningkat.
Penanganan selanjutnya adalah membebaskan obstruksi dengan melakukan marsupialisasi
kista memberikan hasil yang memuaskan. Pada gambaran radiologis 3 bulan berikutnya,
gambaran obstruksi sudah tidak nampak lagi dan hidronefrosis membaik.
C. SIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus kista simple hilus renalis, yang cukup besar, sehingga
menimbulkan obstruksi total, yang mengakibatkan hidronefrosis. Diagnostik ditegakkan
dengan pemeriksaan CT-Scan, yang memenuhi kriteria kista. Diagnosis banding ginjal
polikistik dan kemungkinan keganasan dapat disingkirkan. Tindakan bedah untuk
membebaskan obstruksi dengan melakukan marsupialisasi kista memberikan hasil yang
memuaskan.
KEPUSTAKAAN

1.Flanigan RC, Kim FJ. Renal and Ureteric Tumor, Section 5 Urologic Oncology in : Geoff
Greenwood and Sue Hodgson eds. Comprehensive Urology. London Edinburgh New York
Philadelphia St Louis Sydney Toronto : Mosby, 2001; 347
2.Scoutt LM, McCauley TR, Rosenfield. Radiologic Imaging : Computed Tomography,
Ultrasound, and Magnetic Resonance Imaging, Section 2 Investigative Urology in : Geoff
Greenwood and Sue Hodgson eds. Comprehensive Urology. London Edinburgh New York
Philadelphia St Louis Sydney Toronto : Mosby, 2001; 102
3.Glassberg KI. Renal Dysgenesis And Cystic Disease Of The Kidney. in : Walsh, Retik,
Vaughan et all eds. Campbell Urology. Eight Edition. Vol. 1. Philadelphia : WB Saunders,

2002 ; 1925-1985.
4.Thomas FM, Congenital Disease of The Upper Urinary Tract, Section 3 Pediatric Urology,
in : Geoff Greenwood and Sue Hodgson eds. Comprehensive Urology. London Edinburgh
New York Philadelphia St Louis Sydney Toronto : Mosby, 2001; 185 200.
5.McAninch. JW. Disorder Of The Kidney in : Tanagho EA, McAninch JW eds. Smiths
General Urology. International Edition. 15th Edition. New York. Lange Medical books :
McGraw-Hill. 1999 ; 572 590.
6.Mayor G and Zingg J. Kidney in : Bandhauer K, Bracci U et all eds . Urologic Surgery.
Stuttgart : Georg Thieme Publishers, 1976 ; 89.
7.Brown JM, Denbow M. Glickman MG. Interventional Uroradiology, Section 2
Investigative Urology in : Geoff Greenwood and Sue Hodgson eds. Comprehensive Urology.
London Edinburgh New York Philadelphia St Louis Sydney Toronto : Mosby, 2001 ; 149
158.
8.Flocks RH, Culp DA. Renal and Pararenal Surgery in : Flocks RH, Culp DA. Surgical
Urology. A Handbook Of Operative Surgery. Asian Edition. Fourth Edition. Chicago : Year
Book Medical Publishers Inc. 1975 ; 114

Arsip Tag: polikistik ginjal

Polikistik Ginjal
09 Jun

Judul saya
Anatomi Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritoneum, didepan dua iga
terakhir dan tiga otot besar yaitu transverses abdominis, kuadratus lumborum dan psoas
mayor. (1) Ren terletak di bagian posterior cavum abdominis, retroperitoneal, di sebelah kiri
dan kanan columna vertebralis, setinggi vertebra lumbalis 1 4 pada posisi berdiri. Ren ada
dua buah, berada di sebelah kiri dan kanan columna vertebralis. Ren difiksasi pad tempatnya
oleh fascia renalis, corpus adiposum pararenale dan vasa renalis. (2)
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6 cm (2,4 inci) dan beratnya sekitar 150 gram. (1)
Ginjal mempunyai extermitas cranialis (= polus cranialis ) dan extremitas inferior (= polus
caudalis ), facies anterior dan facies posterior, kedua permukaan itu bertemu pada margo
lateralis dan margo medialis. Kira-kira pada pertengahan margo medialis terbentuk suatu

cekungan yang dinamakna hilum renale, yang merupakan tempat masuk arteria renalis dan
serabut-serabut saraf serta tempat keluarnya vena renalis dan ureter. (2)
Struktur ginjal terdiri atas cortex renalis dan medulla renalis, yang masing-masing berbeda
dalam warna dan bentuk. Cortex renalis berwarna pucat, mempunyai permukaan yang kasar.
Medulla renalis terdiri atas pyramidales renale (= pyramis renalis Malpighii ), berjumlah
antara 12 20 buah, berwarna agak gelap. Basis dari bangunan piramid ini, disebut basis
pyramidis berada pada cortex, dan apexnya yang dinamakan papilla renalis, terletak
menghadap ke arah medial, bermuara pada calyx minor. Pada setiap papilla renalis bermuara
10 40 buah ductus yang mengalirkan urine ke calyx minor. Daerah tersebut berlubanglubang dan dinamakan area cribrosa. (2)
Hilum renale meluas membentuk sinus renalis, dan didalam sinus renalis terdapat pelvis
renalis, yang merupakan pembesaran dari ureter ke arah cranialis (Gk. Pyelos). Pelvis renalis
terbagi menjadi 2 3 calices renalis majores, dan setiap calyx major terbagi menjadi 7 14
buah calices renalis minores. (2)
Vascularisasi
Arteri renalis dipercabangkan oleh aorta abdominalis di sebelah caudal dari pangkal arteria
mesenterica superior, berada setinggi discus intervertebrale antara vertebra lumbalis I dan II.
(2)

Vena Renalis menyalurkan darah dari masing masing ginjal ke dalam vena kava inferior
yang terletak disebelah kanan dari garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira kira dua
kali lebih panjang dari vena renalis kanan. (1)
Innervasi
Plexus renalis dibentuk oleh percabangan dari plexus coeliacus. Serabut-serabut dari plexus
tersebut tadi berjalan bersama-sama dengan vena renalis. Plexus suprarenalis juga dibentuk
oleh percabangan dari plexus coeliacus. Kadang-kadang mendapatkan percabangan dari
nervus splanchnicus major dan dari plexus lienalis. Plexus renalis dan plexus suprarenalis
mengandung komponen sympathis dan parasympathis yang dibawa oleh Nervus vagus.
Stimulus dari pelvis renalis dan ureter bagian cranialis oleh nervus splanchnicus.(2)
Kista Ginjal (3)
Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomaly congenital ataupun kelainan yang didapat. Kista
ginjal dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu :

Ginjal multikistik diplastik

Ginjal polikistik

Kista ginjal Soliter.

Diantara bentuk bentuk kista ginjal ini, ginjal polikistik berkembang secara progresif
menuju kerusakn kedua buah ginjal.
Definisi
Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang berarti rongga
tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid, jadi
polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik (cytstic) pada ginjal (4)
Kista kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi yang lambat
laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal
dapat membesar (kadang kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh kelompok kista kista
yang menyerupai anggur. Kista kista itu terisi oleh cairan jernih atau hemorargik (1).
Klasifikasi
Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal dominan dan
bentuk anak-anak yang bersifat autosomal resesif. (5) Namun pada buku lain menyebutkan
polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit ginjal polikistik resesif autosomal
(Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD) dan bentuk penyakit ginjal polikistik
dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD) (1).
Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara gentis berbeda dengan
dengan penyakit ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang
resesif autosomal, terdapat subkategori perinatal, neonatal, infantile dan
juvenil. (6)
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1 memiliki
lokus gen pada 16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2. PKD2
menghasilkan perjalanan penyakit yang secara klinis lebih ringan, dengan
ekspresi di kehidupan lebih lanjut. (7)

Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)


1. Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan
dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya
(seperti : liver, pancreas, limfa) (8)
2. Kelainan ini dapat didiagnosis melalui biopsi ginjal, yang sering
menunjukkan predominasi kista glomerulus yang disebut sebagai penyakit
ginjal glomerulokistik, serta dengan anamnesis keluarga. (7)
3. Terdapat tiga bentuk Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal

ADPKD 1 merupakan 90 % kasus, dan gen yang bermutasi terlentak


pada lengan pendek kromosom 16.

ADPKF 2 terletak pada lengan pendek kromosom 4 dan


perkembangannya menjadi ESRD terjadi lebih lambat daripada ADPKD

Bentuk ketiga ADPKD telah berhasil di identifikasi, namun gen yang


bertanggung jawab belum diketahui letaknya. (6)

Etiologi
a. Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p. Manifestasi
serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal akibat gagal ginjal. Ginjal
memperlihat banyak kista kecil dikorteks dan medulla sehingga ginjal tampak seperti spons (6)
b. Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga terjadi
pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar akan menekan
parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan menurun.
Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan peningkatan
rennin angiotensin.(9)
Epidemiologi
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) meruapakan penyakit genetik yang
jarang diterjadi dengan perbandingan 1 : 6000 hingga 1 : 40.000, Sedangkan pada penyakit
ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 dan
lebih sering terjadi pada orang Kausia dari pada penduduk Afro-Amerika (1)
Pada buku lain menyebutkan penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) memiliki
perkiraan angka kejadian antara 1:10.000 dan 1 : 40.000, sedangkan pada penyakit ginjal
polikistik dominan\ autosomal (ADPKD) memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 hingga 1 :
1000 individu dan terhitung kira-kira 10% anak-anak berada pada tingkat gagal ginjal kronis
(10)

Pada umunya, separuh pasien dengan ADPKD menjalani terapi pada ginjal dengan umur 60
tahun. Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal adalah penyebab keempat gagal ginjal
yang membutuhkan dialysis atau transplantasi. (8)
Manifestasi klinis

Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan autosomal
tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal telah cukup membesar.
Gejala yang ditimbulkan adalah :
Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga dirasakan nyeri
yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di daerah peritoneal yang
diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang dirasakan terjadi secara konstan maka itu
adalah tanda dari perbesaran satu atau lebih kista.
Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross Hematuria terjadi
ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal. Hematuria mikroskopi lebih sering
terjadi disbanding gross hematuria dan merupakan peringatan terhadap kemungkinan adanya
masalah ginjal yang tidak terdapat tanda dan gejala.
Infeksi saluran kemih
Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien. Hipertensi merupakan
penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang sudah kritis.
Pembesaran ginjal
Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini murapakan hasil dari penyebaran kista pada ginjal
yang akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat terjadinya pembesaran
ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal ginjal (11)
Aneurisma pembulu darah otak
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista pada organ-organ
lain seperti : hati dan pangkreas (12)
Pathogenesis
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) umumnya tampak pada orang yang
homozigot untuk alel yang mengalami mutasi, sedangkan heterozigot jarang menunjukan
fenotip penyakit. Pada penyakit yang bersifat resesif autosomal memiliki beberapa
karakteristik yaitu :

Hanya tereksperi pada homozigot (aa), sedangkan pada heterozigot (Aa)


secara fenotipe hanya pembawa yang normal

Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena

Pola pewarisan horizontal tampak pada silsilah yang maksundya muncul


pada saudara kandung tetapi tidak pada orang tua.

Penyakit umumnya memiliki awitan dini

Berdasarkan karakteristik tersebut maka penyakit ginjal polikistik resesif autosomal sering
disebut sebagai bentuk anak-anak karena awitan yang muncul lebih dini. ARPKD disebabkan
oleh mutasi disuatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p.
Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) dapat diekspresikan baik pada
heterozigot (Aa) maupun homozigot (aa). Selain yang telah disebutkan sebelumnya, pada
penyakit yang bersifat dominan autosomal memiliki beberapa karakteristik yaitu :

Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena

Pola pewarisan vertikal tampak pada silsilah yang maksundya muncul


pada setiap generasi.

Usia awitan penyakit sering lambat

Berdasarkan karakteristik tersebut maka peyakit ginjal polikistik dominan autosomal sering
disebut sebagai bentuk pada orang dewasa karena awitanya yang muncul sering lambat. Pada
umumnya terdapat dua gen yang berperan terhadap ter bentuknya kista yaitu :

PKD-1 (gen defektif) yang terletak pada lengan pendek kromosom 16

PKD-2 (gen defektif) yang terletak pada kromosom

Tetapi buku lain menyebutkan, ADPKD dibagi menjadi tiga tipe yaitu dua diantaranya sama
dengan yang telah disebutkan dan ditambah dengan ADPKD bentuk ketiga yang telah
diidentifikasikan namun gen yang bertanggung jawab belum diketahui letaknya (1)
PKD-1 yang terletak pada lengan pendek kromosom 16. Gen ini mengkode sebuah protein
dan kompleks, melekat ke membrane, terutama ekstrasel dan disebut dengan polikistin-1.
Polikistin-1 ini memiliki fungsi sama dengan protein yang diketahui berperan dalam
perlekatan sel ke sel atau sel ke matriks.
Namun pada saat ini belum diketahui bagaimana mutasi pada protein tersebut dapat
menyebabkan kista, namun diperkirakan ganguan interaksi sel-matriks dapat meneybabkan
gangguan pada pertumbuhan, diferensiasi dan pembentukan matriks oleh sel epitel tubulus
dan menyebabkan terbentuknya kista.
PKD-2 yang terletak pada kromosom 4 dan mengkode polikistin-2 yaitu suatu protein dengan
968 asam amino. Walaupun secara struktural berbeda tetapi diperkirakan polikistin-1 dan

polikistin-2 bekerja sama dengan membentuk heterodimer. Hal inilah yang menyebabkan,jika
mutasi terjadi di salah satu gen maka akan menimbulkan fenotipe yang sama. (6)
Kista muncul sejak dalam uterus dan secara perlahan merusak jaringan normal sekitarnya
bersamaan dengan pertumbuhan anak tersebut menjadi dewasa. Kista muncul dari berbagai
bagian nefron dan duktus koligentes. Kista tersebut terisi dengan cairan dan mudah terjadi
komplikasi seperti infeksi berulang, hematuria, poliuria, mudah membesar, ginjal yang
menonjol sering menjadi tanda dan gejala yang terlihat. (1)
Polikista pada ginjal dimulai dari timbulnya beberapa kista pada kedua ginjal. Pada
perkembangan selanjutnya kista menjadi banyak, ukuran bertambah besar dan menginfiltrasi
parenkim ginjal sehingga pada akhirnya pasien terjatuh dalam kondisi gagal ginjal terminal.
(3)

Penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat biasa terjadi dan sekitar 50 % menjadi ESRD
(End Stage Renal Disease) atau Gagal Ginjal pada usia 60 tahun.Gejala biasanya berkembang
antara umur 30 dan 40, tapi dapat juga terjadi lebih awal, pada saat anak anak. Sekitar 90%
dari PKD disebabkan autosomal dominant PKD. (14)
Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan Urin

Proteinuria

Hematuria

Leukosituria

Kadang Bakteriuria

Pemeriksaan Darah
Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:

Uremia

Anemia karena hematuria kronik

Ultrasonografi ginjal

(9)

Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive yang memiliki tujuan
untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista. Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari
cairan yang terdapat dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang
mengisi kista akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.
Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening terhadap keturuan dan
anggota keluarga yang lebih mudah untuk memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal
yang gejalanya tidak terlihat (asymptomatic) (10)
MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat mengidentifikasi kistik ginjal
yang memiliki ukuran diameter 3 mm (12) seperti pada lampiran 3.3. MRI dilakukan untuk
melakukan screening pada pasien polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD) yang
anggota keluarganya memiliki riwayat aneurisma atau stroke (12)
Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras(12)
Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak dapat
ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan (10)
Tatalaksana
Pengobatanya pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) dan penyakit ginjal
polikistik dominan autosomal (ADPKD) adalah bersifat suportif yang mencakup manajemen
hipertensi yang cermat (13). Pada buku lain menyebutkan bahwa pengobatan yang sesuai untuk
ARPKD dan ADPKD yang berkembang menjadi gagal ginjal adalah dialysis dan trasplantasi
ginjal dan pada ADPKD pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi dan memelihara
fungsi ginjal seperti terapi pada pengendalian hipertensi dan infeksi saluran kemih(1).
Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif berupa diet rendah
protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis atau bahkan transplantasi
ginjal. Hipertensi dikontrol dengan obat antihipertensi seperti ACEI ( seperti Katopril,
enalapril, lisinopril) atau ARB (seperti Telmisartan, losartan, irbesartan, cardesartan) (15)
Tindakan bedah dengan memecah kista tidak banyak manfaatnya untuk memperbaiki fungsi
ginjal. (9)
Prognosis

Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan perbesaran
ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena insufisensi paru atau ginjal dan
pada penderita yang sedang menderita fibrosis hati,serosis dapat mengakibatkan hipertensi
serta memperburuk prognosisnya (13) Ada atau tidaknya hipoplasia paru merupakan faktor
utama prognosis ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa neonatal,rata-rata sekitar
85% bertahan selama 3 bulan, 79% bertahan selama 12 bulan, 51% bertahan selama 10 tahun
dan 46% bertahan selama 15 tahun (10). Namun dari buku lain menyebutkan bahwa pada anakanak yang dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga
melebihi 15 tahun (1)
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung relative stabil dan
berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal ginjal stadium akhir atau uremia
pada usia 60 tahun dan 25% pada usia 50 tahun(1), Namun pada buku lain menyebutkan
bahwa gagal ginjal terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi perjalanan penyakit ini bervariasi
dan pernah dilaporkan pasien dengan rentang usia yang normal (6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Price S.A., Wilson L.M., Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Editor : Huriawati Hartono [et.al.]. Ed.6., Vol. 2., EGC, Jakarta. 2005
2. Datu , Abd Razak. Diktat Urogenitalia Fakultas Kedokteran Universitas
Hassanudin.
Diunduh
pada
tanggal
25
Mei
2011.
(http://www.scribd.com/doc/18025323/DIKTAT-UROGENITALIA)
3. B Purnomo, Basuki. Ginjal Polikistik dalam Dasar dasar Urologi. Edisi ke
2 . Jakarta : EGC. 2003.
4. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland, Alih Bahasa :
Huriawati Hartono [et.al.]. Ed.29., EGC, Jakarta. 2002.
5. Purnomo B.B, Dasar-Dasar Urologi, Sagung Seto. Jakarta. 2003
6. Robbins, Stanley.. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Editor: dr.Huriawati
Hartanto,dkk.Edisi 7,. Jakarta:EGC. 2007
7. Rudolph, Abrajam, dkk. Buku Ajar Pediatri,. Ed 20 Vol 2. Jakarta : EGC.
2003. Hal 1484- 1485
8. Roser Torra, MD, PhD,
www.eMedicine.com

Penyakit

Ginjal

Polikistik.

Di

unduh

dari

9. Sjamsuhidajat, dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke 2. Jakarta: EGC.
Hal: 775.
10.Gearhart J.P., Baker L.A., 2001. Congenital Disease of The Lower Urinary
Tract. In: Comperhensive Urology, Editor : Robert M. Weiss, Nicholas J.R.
George, Patrick H. Oreally. Mosby International Limited, England.

11.Grantham J.J., Torres V.E., et al : Volume Progression in Polycystic Kidney


Disease. New England Journal Medicine ;354 : 2122-30, 2006.
12.Grantham J.J., Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease. New
England Journal Medicine. 359;14,2008.
13.Nelson W.E., Behrman R.E., Kliegman R.M., Marvin A.M., , Ilmu Kesehatan
Anak, Alih Bahasa : A. Samik Wahab.Ed. 15., Vol. 3., EGC, Jakarta. 2000
14.Penyakit
Ginjal
Polikistik
kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/polycystic

diunduh

dari

15.Roser Torra, MD, PhD, Penyakit Ginjal Polikistik. Jan 9, 2008. diunduh dari
www.eMedicine.com
akalah Ginjal Polikistik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulisan makalah ini bertujuan memberikan suatu gambaran dan informasi baru
mengenai penyakit polikistik ginjal kepada semua pembacanya. Penulisan
makalah ini berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber baik yang
berasal dari text book maupun jurnal terbaru yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hal yang diharapkan setelah membaca makalah ini
setiap pembaca dapat memahami, mengerti, dan memperbaruhi informasi
mengenai penyakit ginjal polikistik serta bagaimana cara penanganan yang
harus dilakukan pada pasien yang menderita penyakit ini.
Penyakit ginjal polikistik merupakan kelainan genetic yang ditandai dengan
adanya banyak kista pada ginjal. Ginjal merupakan suatu organ yang memiliki
fungsi salah satunya menyaring darah terhadap zat-zat yang tidak dibutuhkan
dalam tubuh yang kemudian menjadi suatu produk yang disebut urin. Pada saat
kista mulai berkembang dan membesar pada ginjal maka akan terjadi
penggantian struktur normal ginjal yang berakibat pada penurunan fungsi ginjal
dan pada akhirnya akan menyebabkan gagal ginjal. Ginjal polikistik dapat juga
menyebabkan kista pada organ-organ lain seperti hati dan pancreas serta
masalah pada pembuluh darah otak dan jantung.
Di Amerika Serikat, sekitar 600.000 1 orang PKD, dan penyakit kistik adalah
penyebab utama keempat gagal ginjal. Dua bentuk warisan utama dari PKD ada
Autosomal dominant PKD adalah bentuk warisan paling umum. Gejala biasanya
berkembang antara usia 30 dan 40, tetapi mereka dapat mulai lebih awal,
bahkan di masa kecil. Sekitar 90 persen dari semua kasus PKD adalah autosomal
dominant PKD. PKD autosomal resesif adalah bentuk warisan langka. Gejala PKD
autosomal resesif dimulai pada bulan awal kehidupan, bahkan di dalam rahim.
ADPKD memiliki angka prevalensi 1 : 500 dan lebih sering terjadi pada orang
Kausia dari pada penduduk Afro-Amerika (Price dan Wilson,2005). Namun dari
buku lain menyebutkan sekitar 1:500 hingga 1:1000 individu dan terhitung kirakira 10% anak-anak berada pada tingkat gagal ginjal kronis (Gearhart dan Baker,
2001). Polikistik Ginjal ARPKD memiliki angka prevalensi sekitar 1:6000 hingga
1:40.000 (Pricedan Wilson,2005). Namun buku lain menyebutkan perkiraan

angka kejadian antara 1:10.000 dan 1:40.000 (Gearhart dan Baker, 2001).
Sehingga dapat disimpulkan kemungkinan paling besar terjadi adalah penyakit
ginjal polikistik yang bersifat dominan autosomal (ADPKD)
Kista kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi
yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal
akibat penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang kadang sebesar sepatu
bola) dan terisi oleh kelompok kista kista yang menyerupai anggur. Kista kista
itu terisi oleh cairan jernih atau hemorargik
Jadi, untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal polikistik yaitu dengan cara
menjaga konsumsi air 8 gelas/hari, atur pola makan, dan olahraga yang teratur.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit ginjal polikistik
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit ginjal polikistik
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit ginjal polikistik
4. Untuk mengetahui WOC dari penyakit ginjal polikistik
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit ginjal polikistik
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk penyakit
ginjal polikistik
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penyakit ginjal polikistik
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dengan penyakit
ginjal polikistik
1.3 Manfaat
Memberikan pengetahuan, wawasan, serta dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien penyakit ginjal polikistik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Definisi
Penyakit ginjal polikistik (PKD) adalah kelainan genetik yang ditandai oleh
pertumbuhan kista banyak di ginjal. Ginjal adalah dua organ, masing-masing
seukuran kepalan tangan, terletak di bagian atas perut seseorang, menuju
belakang. Ginjal limbah filter dan cairan ekstra dari darah untuk membentuk
urin. Mereka juga mengatur jumlah zat penting tertentu dalam tubuh. Bila kista
terbentuk di ginjal, mereka penuh dengan cairan. Kista PKD dapat sangat
memperbesar ginjal sementara menggantikan banyak dari struktur normal,
sehingga fungsi ginjal berkurang dan menyebabkan gagal ginjal.
Kista ginjal adalah suatu rongga yang berisi cairan dengan lapisan epitelial. Kista
ginjal dapat disebabkan oleh anomali kongenital ataupun kelainan yang didapat.
Pada ginjal bisa terdapat satu atau banyak kista yang tersebar, baik hanya pada
satu ginjal maupun kedua ginjal, baik pada korteks maupun pada medula. Kista
ginjal dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu (1) ginjal multikistik displatik, (2)
ginjal polikistik, dan (3) kista ginjal soliter. Diantara bentuk-bentuk kista ginjal ini,
ginjal polikistik adalah paling fulminant yang berkembang secara progresif

menuju kerusakan kedua buah ginjal.


Penyakit ginjal polikistik adalah suatu penyakit keturunan dimana pada kedua
ginjal ditemukan banyak kista, ginjal menjadi lebih besar tetapi fungsi ginjal
semakin menurun. Karakteristik penyakit ginjal polikistik yaitu terdapatnya
multipel kista pada kedua ginjal. Penyakit ini juga dapat menyebar dan merusak
hati, pankreas, dan dalam bentuk yang jarang pada jantung dan otak.
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang-kadang sebesar
sepatu bola) dan terisi oleh sekelompok kista-kista yang menyerupai anggur.
Kista-kista ini terisi oleh cairan jernih atau hemoragik.
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medulla.
Selain oleh karena kelainan genetic, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit.
2.1.2 Etiologi
Banyak teori mengenai terjadinya kista. Antara lain; kegagalan menyatukan
nefron dengan duktus kolekting (saluran pengumpul), kegagalan involusi dan
pembentukan kista oleh nefron generasi pertama, defek pada tubular basement
membrane, obstruksi nefron oleh karena proliferasi sel epitel papilla. Ada pula
yang beranggapan bahwa perubahan metabolism menghasilkan suatu bahan
kimia yang akan merangsang terjadinya kista.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan
autosomal tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal
telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah :
a. Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang
jugadirasakan nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi
didaerah peritoneal yang diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang
polikistik Ginjal dirasakan terjadi secara konstan maka itu adalah tanda dari
perbesaran satuatau lebih kista.
b. Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjutnya yang terjadi pada polikistik.
c. Gross Hematuria
Terjadi ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal. Hematuria
mikroskopi lebih sering terjadi disbanding gross hematuria danmerupakan
peringatan terhadap kemungkinan adanya masalah ginjal yangtidak terdapat
tanda dan gejala.
d. Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien. Hipertensi
merupakan penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang sudah kritis.
e. Infeksi saluran kemih
Merupakan salah satu penyulit selain hipertensi.
f. Pembesaran ginjal
Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini merupakan hasil dari penyebaran kista

pada ginjal yang akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat
terjadinya pembesaran ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal ginjal
(Grantham et-al, 2006)
g. Aneurisma pembuluh darah otak.
Pelebaran PD , ada kista , ginjal mmbesar, suplai darah turun
h. Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista
pada organ-organ lain seperti : hati dan pankreas (Grantham,2008).
a.

2.1.4

WOC
ETIOLOGI
Jumlah nefron fungsional

Nefron yang terserang hancur


Nefron yang masih utuh
90% nefron hancur
75% nefron hancur
Adaptasi
) (BUN dan kreatinin Tidak dapat mengkompensasi (KETIDAKSEIMBANGAN
CAIRAN ELEKTROLIT)
GFR
Nefron hipertropi
10% dari normal, BUNGFR &
Adaptasi kreatinin
rearbsorbsi beban absolut, kecepatan filtrasi,
Urine isoosmosis
Kecepatan filtrasi &
Keseimbangan cairran elektrolit
dipertimbangkan beban solut
Kegagalan proses filtrasi
Ketidakseimbangan dalam glomerulus dan tubulus
Fungsi ginjal rendah

Oliguri
Poliuri, nokturi, azotemia
cadangan ginjal
Uremia
Insufisiensi ginjal

Angiotensin
Penumpukan kristal urea di kulit (edema)
Retensi NaPruritus
Eritopotein di ginjal
KELEBIHAN VOLUME CAIRAN
GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

Gagal ginjal

SDM

Pucat, fatigue, malaise, anemia


GANGGUAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
INTOLERANSI AKTIVITAS
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya gagal ginjal
kronik, infeksi, dan sindrom uremia. Untuk gagal ginjal kronik, terapi sesuai
tatalaksana GGK pada umumnya, bila sudah parah dilakukan dialisis dan
transplantasi ginjal. Komplikasi infeksi sering merupakan penyabab kematian
pada GGA, dan harus segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat. Bila
LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi akibat
atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom
uremia ditangani secara simtomatik.
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada pengukuran berat badan
harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan
yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.
Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses,
drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.
2. Penanganan hiperkalemia :
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan hal-hal berikut :
Glukosa, insulin, kalsium glukonat, natrium bikarbonat (sebagai tindakan darurat
sementara untuk menangani heperkalemia) Natrium polistriren sulfonat
(kayexalate) (terapi jangka pendek dan digunakan bersamaan dengan tindakan
jangka panjang lain) Pembatasan diit kalium Dialisis

3. Menurunkan laju metabolisme : bed rest!!!!!!!!!!!!!!!!1


Tirah baring
Demam dan infeksi harus dicegah atau ditangani secepatnya
4. Pertimbangan nutrisional
Diet protein dibatasi sampai 1 gram/kg selama fase oligurik.
Tinggi karbohidrat
Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk, kopi)
dibatasi, maksimal 2 gram/hari
Bila perlu nutrisi parenteral
5. Merawat kulit
Masase area tonjolan tulang
Alih baring dengan sering
Mandi dengan air dingin
6. Koreksi asidosis
Memantau gas darah arteri
Tindakan ventilasi yang tepat bila terjadi masalah pernafasan
Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat diberikan untuk
mengurangi keasaman
7. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka. Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai
pertimbangan untuk segera dilakukan dialisis :
Volume overload
Kalium > 6 mEq/L
Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)
BUN > 120 mg/dl
Perubahan mental signifikan
2.2 Konsep Askep
2.2.1 Pengkajian
Anamnesa
Tanggal MRS
:
Tanggal Pengkajian :
No. Registrasi
:
Diagnosa Medis
:
Pengumpulan Data
1. Identitas
Nama Pasien :
Usia
:
Jenis Kelamin :
Alamat
:
Pendidikan :
Pekerjaan
:
Agama
:
2. Status Kesehatan

a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasa paling terasa dan paling menonjol.
b. Riwayat penyakit sekarang
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah penyebab dari timbulnya penyakit
yang diderita
c. Riwayat peenyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini atau
pernah punya penyakit menular atau menurun.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit
seperti ini, penyakit keturunan (DM, HT).
3.
Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Perlu ditanyakan tentang kebiasaan oleh raga, merokok, peenggunaan alkohol
atau penggunaan tembakau.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu ditanyakan apakah mengalami gangguan penurunan nafsu makan, mual
atau muntah.
c. Pola eliminasi
Perlu ditanyakan kebiasaan defekasi dan miksi berapa kali perhari.
d. Pola istirahat tidur
Bagaimana kebiasaan pola tidur dan istirahat, kebiasaan sebelum tidur, lama,
keluhan atau masalah tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan
Tidak terjadi keterbatasan aktivitas meskipun ada kekeruhan pada mata
sebelah kanan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu ditanyakan persepsi klien mengenai penyakit yang diderita.
g. Pola sensori dan kognitif
Perlu ditanyakan apakah klien mengalami nyeri pada daerah mata.
h. Pola reproduksi seksual
Bila klien sudah berkeluarga maka akam mengalami gangguan pola reproduksi
seksual. Jika belum menikah (berkeluarga) maka tidak mengalami gangguan
dalam pola reproduksi seksual.
i. Pola hubungan dan peran
Perlu ditanyakan bagaimana hubungan klien dengan keluarga, teman kerja
dan orang lain.
j. Pola penanggulangan stres
Bagaimana cara klien menangani stres dan penggunaan kopingnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Perlu ditanyakan apakah klien masih menjalankan ibadah seperti biasanya.
4. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum
Meliputi kesadaran klien, keadaan klien secara umum, tingkat nyeri, GCSnya,
tanda-tanda vital.
b. Sistem respirasi
Ada tidaknya sesak nafas, frekuensi nafas, pola nafas.

c.

Sistem kardiovaskuler
Tanda-tanda vital, perfusi jaringan.
d. Sistem genitourinaria
Produksi urine, warna, bau, terpasang kateter apa tidak.
e. Sistem gastrointestinal
Bagaimana nafsu makannya, ada tidaknya distensi abdomen, jenis diit yang
diberikan.
f. Sistem muskuloskeletal
Ada tidaknya kekakuan sendi, kelemahan otot, keterbatasan gerak, ada
tidaknya atropi.
g. Sistem endokrin
Ada tidaknya pembesaran kelenjar tyroid dan limfe.
h. Sistem persyarafan
Ada tidaknya hemiplegi, paraplegi, refleks patella.
Pemeriksaan Diagnostik

1. Urine (Volume, Warna, Berat jenis, Osmolaritas, Klirens kreatinin, Natrium,


Protein)
2. Darah (BUN, Kreatinin, Hb, Ht, Kalsium, Albumin, SDM, GDA, Natrium serum)
3. Ultrasono ginjal
4. Endoskopi ginjal, nefroskopi
5. EKG

Read more: http://belajaraskep.blogspot.com/2012/04/askep-anak-gagal-ginjalkronik-2.html#ixzz2zbUriKoH


2.2.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Adapun diagnosa
keperawatan yang dapat diambil dari kasus karsinoma kolon adalah sebagai
berikut :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya
tingkat aktivitas
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan cairan, diit, dan kehilangan protein.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
2.2.3 Intervensi
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya
tingkat aktivitas
Tissue Integrity : Skin an Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi,
temperatur, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit

Perfusi jaringan baik


Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sandera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami Preassure Management :
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan keering
Mibilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion/minyak baby oil pada daerah yang tertekan
Minitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
Nutritiondengan pembatasan cairan, diit, dan kehilangan protein
Status :
food and fluid intake
Nutritional Status : nutrien intake
Weight Control
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
BB ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nurtisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Mengingkatakan fungsi pengecapan dan menelan
Tidak terjadi penurunan BB yang berarti Nutrition Management :
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substasi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Beri makanan yang terpilih (sudah dikonsultasi oleh ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana cara membuat catatan makanan harian
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring :
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan BB
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan pigmentasi

Monitor turgor kulit


Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nutrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah, dan cavitas oral
Catat lidah jika berwarna magenta, scarlet
Energy conservation3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
Self care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi, dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari Energy Management :
Observasi adanya pembatasan klien dalam menjalankan aktivitas
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy :
Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitas medik dalam perencanaan program
terapi yang tepat
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendapatkan alat bantu aktivitas
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentivikasi kekurangan dalam beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fidsik, emosi, sosial, dan spiritual
2.2.4 Implementasi
Tahap implementasi adalah merupakan perwujudan dari rencana tindakan yang
telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan untuk mengatasi klien
secara optimal.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan
klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang
telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perubahan sebagai
sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.

- Tujuan tidak tercapai


sama sekali.

Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit ginjal polikistik merupakan kelainan genetic yang ditandai dengan
adanya banyak kista pada ginjal. Ginjal merupakan suatu organ yang memiliki
fungsi salah satunya menyaring darah terhadap zat-zat yang tidak dibutuhkan
dalam tubuh yang kemudian menjadi suatu produk yang disebut urin. Pada saat
kista mulai berkembang dan membesar pada ginjal maka akan terjadi
penggantian struktur normal ginjal yang berakibat pada penurunan fungsi ginjal
dan pada akhirnya akan menyebabkan gagal ginjal. Ginjal polikistik dapat juga
menyebabkan kista pada organ-organ lain seperti hati dan pancreas serta
masalah pada pembuluh darah otak dan jantung.
Asuhan keperawatan yang tepat akan menentukan keberhasilan perawtan klien
dengan ginjal poligistik
3.2 Saran
Diharapakan memberikankepada tenaga kesehatan khususnya keperawatan
dapat pendidikan kesehatan tentang pengenalan, pencegahan dan perawatan
pasien kanker kolonoraktal dirumah sakit melalui pasien dan keluarga maupun
dimasyarakat. Agar masalah keperawatan pada pasien kanker kolonoraktal
dengan baik, hendaknya para perawat menerapkan asuhandapat teratasi
keperawatan dirumah sakit sesuai dengan sistematika proses keperawatan.
Untuk mempercepat proses penyembuhan pada pasien kanker kolonorektal,
hendaknya memperhatikan prosedur pelaksanaan tindakan

Anda mungkin juga menyukai