Anda di halaman 1dari 29

Kelainan Kongenital pada Ginjal

Kista Ginjal
Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomali kongenital ataupun kelainan yang didapat.
Kista ginjal dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu kista ginjal soliter, ginjal
multikistik, dan ginjal polikistik. Diantara bentuk-bentuk kista ginjal ini, ginjal polikistik
adalah yang paling fulminant, yang berkembang secara progresif menuju kerusakan
kedua buah ginjal.1

1. Kista Ginjal Soliter


Kista ginjal soliter biasanya banyak dijumpai pada usia dewasa. Kista ini
dapat berupa kista tunggal atau kista multiple. Kelainan ini lebih sering
disebabkan karena kelainan yang didapat (acquired) daripada kelainan bawaan.
Diduga adanya obstruksi tubulus ginjal atau iskemia akibat trauma pada ginjal
merupakan penyebab timbulnya kista ini. Kista soliter biasanya terletak
superficial meskipun pada beberapa keadaan dapat terletak lebih profundus,
yaitu letak kista akan berbatasan dengan epitel kalises atau pielum, sehingga
saat operasi sulit dipisahkan dari ginjal. Kista diliputi oleh dinding tipis dan
berisi cairan jernih. Kista ini juga dapat mengalami kalsifikasi dan didalamnya
dapat berisi cairan hemorragic. Adanya cairan ini perlu diwaspadai karena
kemungkinan terdapat proses keganasan pada dinding.1

2. Ginjal Multikistik
Secara embriologis terjadi karena kegagalan dalam pertemuan antara sistem collecting
dengan nefron. Biasanya kelainan ini mengenai satu ginjal dengan ditandai oleh adanya
kista multiple pada ginjal. Pada palpasi bimanual, teraba massa berbentuk ireguler dan
berlobus-lobus. Ureter biasanya mengalami atretik. Kista ini biasanya dapat dideteksi
dengan pemeriksaan USG berupa massa kistik multiple. Dilaporkan bahwa kelainan ini
dapat mengalami degenerasi maligna.1

3. Ginjal Polikistik
Ginjal Polikistik Autosomal Resesif (ARPKD) atau penyakit polikistik infantile,
merupakan gangguan autosom resesif yang jarang terjadi dengan perbandingan 1:6000
hingga 1:40.000 dan mungkin tidak terdeteksi sampai sesudah masa bayi.2 Penyakit ini
disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p.
Sedangkan Ginjal Polikistik Autosom Dominan (ADPKD) atau penyakit polikistik
dewasa, merupakan gangguan autosom dominan yang menjadi penyebab gagal ginjal
stadium akhir pada orang dewasa karena memiliki angka prevalensi sekitar 1:500 hingga
1:1000, namun lebih sering terjadi pada penduduk Afro-Amerika.. Penyakit ini dapat
terjadi karena adanya defek genetik pada suatu lokus pada lengan pendek kromosom 16
dan kromosom 4.2
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) umumnya tampak pada orang
yang homozigot untuk alel yang mengalami mutasi, sedangkan heterozigot jarang
menunjukkan fenotipe penyakit. Pada penyakit yang bersifat resesif autosomal memiliki
beberapa karakteristik yaitu:
1) Hanya terekspresi pada homozigot (aa), sedangkan pada heterozigot (Aa) secara
fenotipe hanya pembawa yang normal.
2) Laki laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena.
3) Pola pewarisan horizontal tampak pada silsilah yang maksudnya muncul persaudaraan
kandung tetapi tidak pada orang tua.
4) Penyakit umumnya memiliki awitan dini. Berdasarkan karakterisik tersebut maka
penyakit ginjal polikistik resesif autosomal sering disebut sebagai bentuk anak-anak
karena awitan yang muncul lebih dini.
Pada umumnya terdapat dua gen yang berperan terhadap terbentuknya kista yaitu:
1) PKD-1 (gen defektif) yang terletak pada lengan pendek kromosom 16. Gen ini
mengkode sebuah protein dan kompleks melekat ke membrane, terutama ekstrasel dan
disebut dengan polikistin-1. Polikistin-1 ini memiliki fungsi sama dengan protein
yang diketahui berperan dalam perlekatan sel ke sel atau sel ke matriks. Namun, pada
saat ini belum diketahui bagaimana mutasi pada protein tersebut dapat menyebabkan
kista, namun diperkirakan gangguan interaksi sel-matriks dapat menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan, diferensiasi dan pembentukan matriks oleh sel epitel
tubulus.
2) PKD-2 (gen defektif) yang terletak pada kromosom 4. Gen ini mengkode polikistin-2
yaitu suatu protein dengan 968 asam amino.
Walaupun secara struktural berbeda tetapi diperkirakan polikistin-1 dan polikistin-2
bekerja sama dengan membentuk heterodimer. Hal inilah yang menyebabkan jika mutasi
terjadi di salah satu gen maka akan menimbulkan fenotipe yang sama. Pada orang dewasa
yang terkena kedua ginjal membesar dan menampakkan kista-kista korteks dan medulla
yang terutama merupakan pelebaran tubulus. Penyakit ini biasanya muncul pada usia
dekade ke-4 atau ke-5 dengan hematuria makroskopis atau mikroskopis. Kelainan yang
menyertai dapat meliputi kista hati, tanpa arti klinis dan aneurisma pembuluh darah otak
yang dapat menyebabkan perdarahan intracranial.
Manifestasi klinis dari ARPKD yaitu penderita mempunyai massa pinggang
bilateral pada saat lahir. Gangguan ini dihubungkan dengan oligohidramnion yang dapat
mengakibatkan sindrom potters (hidung pesek, dagu berceruk, lipatan epikantus, telinga
terletak abnormal rendah, kelainan tungkai), menyebabkan kegawatan pernapasan
dengan pneumotoraks spontan. Manifestasi ini didukung dengan ultrasonografi yang
menunjukkan pembesaran yang nyata dan hiperekogenik ginjal yang seragam.
Sedangkan pielogram akan menunjukkan kekeruhan duktus kolektivus yang mengalami
dilatasi, karena duktus ini berjalan melalui korteks ke medulla dan akan tampak garis-
garis radial yang serupa dengan jeruji roda.
Sedangkan manifestasi dari ADPKD adalah hematuria, massa pinggang unilateral
atau bilateral, dan dapat terjadi hipertensi. Pada bentuk dewasa kelainan ini biasanya
tidak menimbulkan keluhan, sehingga baru terdeteksi pada saat pasien berusia 40 tahun.
Pasien biasanya mengeluh hipertensi, keluhan massa abdomen atau keluhan dari
komplikasi yakni batu ginjal dan perdarahan. Kista yang besar dapat menyumbat sistem
pelviokalises atau saluran kemih. Bisa terjadi perdarahan di dalam kista atau daerah
perineal, yang mengakibatkan rasa nyeri yang sangat pada pasien. Kista ginjal juga dapat
mengalami infeksi, bila meluas sampai ke parenkim ginjal, sehingga dapat, menyebabkan
infeksi sistemik, komplikasi lain urolithiasis, nefrokalsinosis, keganasan.
Baik ARPKD dan ADPKD memiliki tatalaksana yang bersifat suportif dan mencakup
manejemen hipertensi yang cermat.
Pada ARPKD, anak dengan pembesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa
neonatus karena insufisiensi paru atau ginjal. Sedangkan anak-anak yang mampu
bertahan, dapat hidup selama beberapa tahun sebelum terjadinya insufisiensi ginjal.
Selama masa ini ukuran ginjal mengkerut dan hipertensi menjadi kurang berat. Bila
terjadi gagal ginjal, dialisis transplantasi ginjsl harus dipertimbangkan. Pada penderita
fibrosis hati, sirosis dapat mengakibatkan hipertensi portal, karena prognosisnya jelek.
Sedangkan prognosis pada penderita ADPKD, cenderung relatif stabil dan
berkembang sangat lambat, sekitar 50% akan menjadi gagal ginjal stadium akhir atau
uremia pada usia 60 tahun dan 25% pada usia 50 tahun.1
Agenesis Ginjal (Renal Agenesis)
Renal agenesis (agenesis ginjal) adalah kegagalan pembentukan ginjal pada saat
perkembangan fetal. Renal agenesis pada umumnya dapat dalam bentuk unilateral yaitu
terdapat salah satu ginjal, atau bilateral yaitu tidak ada ginjal pada kedua daerah, baik kiri
maupun kanan. Kedua tipe renal agenensis memiliki perbedaan yang besar pada
perjalanan penyakitnya, dimana tipe unilateral memiliki perjalanan yang lebih baik
dibandingkan dengan tipe bilateral.3 Umumnya keadaan renal agenesis dapat didiagnosis
dengan menggunakan pemeriksaan radiologi, USG, CT-scan, dan radionuklir scan.3
Manifestasi klinis dari unilateral renal agenesis (URA) akan tetap asimptomatik
selama ginjal kontralateral masih tetap berfungsi normal. Kelainan ini biasanya
ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan kesehatan rutin/skrining, USG, IVP
atau scanning. Renal agenesis yang terjadi karena kelainan duktus mesonefrik unilateral
pada saat embrio menyebabkan kelainan tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi
pria yang sesisi (ipsilateral). Karena itu jika dijumpai satu vas deferens atau hipoplasia
testis pada satu sisi, patut dicurigai kemungkinan adanya renal agenesis unilateral. Pada
wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi bersamaan dengan agenesis renal adalah
uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia atau tidak adanya tuba atau ovarium. URA
pada wanita biasanya didapatkan saat USG prenatal rutin. True agenesis biasanya tidak
terdapat ureter dan bladder ipsilateral.3
Sedangkan pada bilateral renal agenesis (BRA), sering didapatkan oligohidramnion
berat pada kehamilan 14 minggu. Keadaan ini terjadi karena janin meminum cairan
amnion, tetapi tidak dapat mengeluarkannya. Pada 85% kasus, cacat lahir berat menyertai
keadaan ini termasuk tidak adanya atau kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta
vesikula seminalis. Cacat di sistem lain juga sering dijumpai antara lain cacat jantung,
atresia trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya buli-buli atau ureter, pneumothorax
spontanea, hipoplasia paru-paru, sindrom Potters, yaitu bayi yang memiliki kelainan
wajah yang khas berupa hipertelorisme, hidung lebar, dan kedua telinga terletak rendah.
Bayi dengan BRA tidak dapat hidup ekstrauterin karena kematian dapat terjadi beberapa
saat setelah lahir dengan hipoplasia pulmonary. BRA seharusnya dicurigai ketika USG
maternal menunjukkan oligohidramnion, non-visualization dari bladder, dan tidak
tampak ginjal.3

Epidemiologi
Unilateral renal agenesis (URA) terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran, dimana 75%
adalah bayi laki-laki. Sedangkan pada bilateral renal agenesis (BRA) terjadi pada 1 dari
3000 kelahiran, dengan laki-laki memiliki tingkat resiko lebih tinggi menderita sindrom
Potters. Seseorang dengan BRA biasanya didapatkan pada bayi baru lahir, sedangkan
seseorang dengan URA biasanya tidak sadar dengan kondisi mereka bahkan setelah
dewasa. URA biasanya didapatkan pada saat pemeriksaan pada penyakit lain.3

Etiologi
Renal agenesis disebabkan oleh kegagalan dari ureteric bud untuk menimbulkan
pertumbuhan dari metanephric blastema atau kekurangan dari nephrogenic ridge.
Etiologi dari URA dan BRA adalah keturunan (heterogenic) dan kelihatannya memiliki
sebab yang multifactorial dengan lingkungan dan pengaruh genetik. Dilaporkan
teratogen terlibat pada renal agenesis termasuk retinoids, thalidomide, arsenates, dan
kokain.3

Patologi
Bilateral renal agenesis (BRA) adalah sebuah kondisi yang langka, diperkirakan
terjadi pada sporadic dan bentuk resesif autosomal. Bentuk sporadic dari BRA memiliki
kausa yang tidak diketahui yang mungkin atau juga tidak akibat dari genetik.
Diperkirakan BRA bisa diturunkan dalam bentuk resesif autosomal, diakibatkan oleh
didapatkannya secara genetik dari dua salinan gen yang defektif. Penyebab genetik pasti
dari kedua unilateral dan bilateral renal agenesis tidak diketahui. Diperkirakan bahwa
kedua kondisi ini disebabkan oleh mutasi gen yang terlibat dalam perkembangan ginjal
saat fetal. Perkembangan ginjal fetal yang normal melibatkan interaksi yang esensial
antara forming kidney buds (ureteric bud) dan jaringan yang disebut sebagai metanephric
mesenkim, dibutuhkan untuk pembentukan ginjal. Interaksi ini dikontrol oleh kombinasi
dari beberapa gen, sellular signaling molekul yang mengontrol gene expression.3

Komplikasi
Unilateral renal agenesis (URA) dapat mengakibatkan kelainan tunas ureter dan
kelainan reproduksi pria yang sesisi (ipsilateral). Maka akan dijumpai satu vas deferens
atau hipoplasia testis pada satu sisi. Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi
bersamaan dengan agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia
uterus, dan aplasia atau tidak didapatkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan sindrom
Rokitansky-kuster Hauser.
Pada 85% kasus bilateral renal agenesis (BRA), cacat berat lahir menyertai keadaan
ini termasuk tidak adanya atau kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta vesikula
seminalis. Cacat di sistem lain juga sering ditemui antara lain cacat jantung, atresia
trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya buli-buli atau ureter, pneumothoraks
spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia paru-paru, sindrom Potters,
labiopalatoskisis dan kelainan otak.

Prognosis
Prognosis pada URA baik bila ginjal pada sisi lain berfungsi dengan normal, karena
masih dapat menopang beban fisiologi ginjal dengan baik meskipun memang sedikit
susah payah. Sedangkan prognosis pada BRA buruk, janin hanya dapat bertahan hidup
sampai lahir karena ginjalnya tidak diperlukan untuk pertukaran zat-zat buangan, tetapi
akan mati beberapa saat setelah lahir dengan hipoplasia pulmonary.

Ginjal Ektopik
Ginjal ektopik adalah kelainan lokasi ginjal karena adanya kelainan, yaitu berhentinya
migrasi ginjal dari tempat asalnya waktu embrional period menuju lokasi normalnya.

Epidemiologi
Insiden dari ginjal ektopik adalah 1:500 sampai 1:1100, lebih sering terjadi pada laki-
laki daripaa perempuan. Sepuluh persen dari kasus tersebut kelainannya bilateral, dan
yang unilateral biasanya terjadi pada sisi kiri. Pada kelainan letak ginjal ektopik
menyilang (cross ectopic kidney) terdapat 1 kasus dari 7000 orang.

Etiologi
Ginjal ektopik merupakan kelainan kongenital. Faktorfaktor yang dapat
menyebabkan ginjal ektopik antara lain:
Gangguan perkembangan tunas ginjal. Dalam hal ini tidak bertemunya tunas ureter
(ureteric buds) dengan nefrogenic blastema selama masa perkembangan ginjal.
Defek parenkim ginjal menyebabkan kecenderungan ginjal berpindah dari posisi
normalnya.
Faktor genetic.
Faktor penyakit ibu (metanephric maternal disease) atau ibu yang terpapar obat
teratogenik atau bahan kimia yang menyebabkan defek pada perkembangan sehingga
mengakibatkan migrasi abnormal ginjal sehingga dapat terjadi ginjal ektopik.

Patogenesis
Secara normal awal perkembangan ginjal bermula di rongga pelvis dan selanjutnya
berpindah ke posisi anatomi normalnya pada abdomen bagian atas. Naiknya ginjal ke
abdomen bagian atas mendahului turunnya testis ke rongga pelvis. Selanjutnya
pertumbuhan ekor dalam embrio ikut berperan membantu migrasi ginjal keluar dari
rongga pelvis menuju posisi normalnya di fossa renalis retroperitoneal. Ginjal mulai
menempati posisi anatominya pada minggu ke 9 usia kehamilan. Metanefros merupakan
cikal bakal ginjal permanen yang awalnya terletak di depan sacrum dan pelvis, selama
pertumbuhan janin metanefros bergerak naik mengikuti jalur migrasinya. Pada minggu
ke 9 sampai lokasi permanennya, metanefros sudah mulai kontak dengan kelenjar
adrenal. Pertama ginjal akan menghadap ke depan selama pergerakan naik, setelah itu
akan berputar 90 derajat, hilus ginjal yang sudah mencapai posisi permanen tersebut akan
menghadap permukaan anterolateral, dan selama pergerakan naik tersebut mereka juga
melewati bifukarsio yang dibentuk oleh arteri umbilical. Jika salah satu ginjal gagal, akan
tertinggal di dalam pelvis dekat a.iliaca, sehingga terjadinya pelvic atau ectopic kidney
juga dikarenakan adanya malrotasi ginjal. Ginjal ektopik dapat terjadi dirongga pelvis,
daerah iliaka, atau rongga abdomen atau dapat ditemukan dimana saja sepanjang jalur
migrasinya ke abdomen bagian atas atau dapat pula ditemukan pada posisi kontralateral
yang disebut crossed-ectopic kidney . Jika ginjal gagal bermigrasi dan tetap berada dalam
dalam rongga pelvis disebut ectopic pelvic kidney, yang dapat terjadi unilateral atau
bilateral. Ginjal ektopik bilateral dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan fusi. Migrasi
abnormal yang lebih tinggi dari metanephros akan menyebabkan defek pada diafragma
sehingga dapat terjadi ectopic thorax kidney.3

Gambaran klinis3
Ginjal ektopik merupakan kelainan letak ginjal yang bisa tidak menimbulkan gejala
dan berfungsi normal walaupun posisinya tidak normal. Dari sudut klinis kelainan ini
mempunyai arti penting karena letaknya yang bisa menimbulkan kecurigaan adanya
suatu massa dalam rongga pelvis dan resiko terjadinya infeksi diakibatkan tekukan ureter
yang sering menyertai kelainan ini. Namun banyak orang yang memiliki ginjal ektopik
tidak menyadari sampai kelainan ini ditemukan setelah pemeriksaan medis untuk
keluhan penyakit lain. Gejala yang mungkin didapatkan biasanya infeksi saluran kemih,
nyeri, dan mual mual yang mirip kelainan pada sistem pencernaan.

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi yang sering ditemukan pada kelainan ginjal ektopik
- Cross ectopic kidney merupakan kelainan kongenital dimana kedua ginjal bisa
berada pada sisi yang sama, dapat terpisah tetapi biasanya menyatu (fused crossed
ectopia).
- Pelvic kidney merupakan kelainan kongenital dimana ginjal gagal bermigrasi ke
posisi anatomi normalnya setinggi L2 di fossa renalis region retroperitoneal dan
tetap berada dalam posisi awalnya dalam rongga pelvis.
- Intrathoracal ectopic kidney dapat merupakan kelainan bawaan atau didapat,
disebabkan oleh percepatan naiknya ginjal ke posisi anatomisnya sebelum
tertutupnya diafragma atau dapat pula disebabkan perlambatan dalam
menutupnya diafragma yang menyebabkan ginjal dapat bermigrasi masuk ke
dalam rongga thorax.

Gambaran radiologi Intravenous Pyelography (IVP)


Metode ini digunakan untuk melihat struktur ginjal, ureter, dan vesica urinaria serta
mengevaluasi fungsi ginjal. Pada kasus ginjal ektopik metode IVP dapat melihat
massa ginjal atipik dan kedua ureter.

Gambaran Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat baik dalam melihat organ dan jaringan tubuh yang tidak terlihat
baik pada x-rays.

Penatalaksanaan
Diberikan berdasarkan kemampuan fungsi ginjal. Tindakan yang dilakukan yaitu
neftroktomi biasanya dilakukan apabila ginjal tidak berfungsi dengan baik, implantasi
ureter dilakukan untuk kasus refluks vesicoureter, pieloplasti biasanya dilakukan bila
terjadi obstruksi pada bagian ureteropelvic.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ginjal ektopik yaitu gangguan dalam ekskresi
urin dari ginjal. Kadang-kadang urine dapat mengalami refluks dari vesica urinaria ke
ginal (vesicouretheral refluks). Aliran urin yang abnormal dan letak ginjal ektopik dapat
menyebabkan beberapa manifestasi klinis antara lain infeksi saluran kemih, batu saluran
kemih, kerusakan ginjal, dan trauma ginjal.

Prognosis
Pada beberapa kasus, ginjal masih dapat berfungsi normal tapi lama kelamaan dapat
berkembang menjadi hidronefrosis atau pielonefritis. Pada kasus intrathoracic kidney
dimana diafragma masih dalam keadaan intak, prognosisnya baik, namun tetap
membutuhkan pengawasan jangka panjang.

Horseshoe Kidney
Horseshoe kidney disebut juga ginjal tapal kuda adalah bentuk ginjal kongenital
dimana terjadinya penyatuan (fusi) kedua ginjal kanan dan kiri oleh bagian yang disebut
isthmus, bagian yang menyatu biasanya pole bawah yang menjadikan kedua ginjal
seperti tapal kuda. Isthmus ini dibentuk oleh jaringan parenkim dan jaringan fibrous.
Letak ginjal tapal kuda lebih rendah dari pada posisi normal dan isthmus letaknya
setinggi vertebra lumbal.

Epidemiologi
Ginjal tapal kuda (horseshoe kidney) merupakan anomali yang sering tanpa sengaja
dijumpai saat pemeriksaan. Di dalam suatu penelitian otopsi didapat rata-rata 1 di dalam
600-800 kasus. Pada umumnya terjadi penggabungan pada pole bawah dan hanya sekitar
10% terjadi pada pole atas. Pada laki-laki lebih sering terjadi dari pada wanita dengan
perbandingan 2:1.

Etiologi 3
Dua teori tentang embrio dari horseshoe kidney telah diusulkan. Ajaran klasik fusi
mekanik berpendapat bahwa horseshoe kidney terbentuk selama organogenesis, kedua
kutub inferior pada awal pembentukan ginjal bergabung di garis tengah lebih rendah.
Teori fusi mekanik ini berlaku untuk horseshoe kidney dengan isthmus berserat (jaringan
fibrous). Studi baru berpendapat bahwa fusi abnormal dari jaringan yang berhubungan
dengan isthmus parenchymatous dari berbagai horseshoe kidney adalah hasil dari
teratogenik yang melibatkan migrasi abnormal sel-sel nefrogenik posterior yang
kemudian bersatu membentuk isthmus. Kejadian teratogenik mungkin juga berhubungan
dengan peningkatan insiden kongenital terkait dari neoplasma tertentu seperti Wilms
tumor dan tumor karsinogenik.

Patologi3
Ginjal terbentuk dari metanefrik pada minggu kelima dari kehidupan embrional (fase
organogenesis). Horseshoe kidney terjadi sebagai akibat penyatuan dari renal blastema
(nefroblast=tunas ginjal) pada minggu ke 8 sampai ke 10 kehidupan embrio, biasanya
pada pole bawah di dekat daerah aorta bifurkasio. Dalam pertumbuhannya ginjal
bergerak menuju kranial sambil berputar 90 derajat tetapi apabila terjadi penyatuan pada
pole bawahnya maka ginjal tersebut tidak akan mencapai tempat normal, terhalang pada
isthmus oleh a. mesenterica inferior karena kedua pole bawahnya bersatu maka kedua
ginjal tidak dapat melakukan rotasi 90 derajat sehingga pelvis renalis yang seharusnya
menghadap ke medial jadi menghadap ke anterior. Letak kedua ginjal menjadi
berdekatan dan sumbu memanjangnya sejajar dan menguncup ke inferior. Horseshoe
kidney yang dibentuk oleh 2 buah ginjal biasanya setiap ginjal memiliki satu ureter, tetapi
bila ada 3 atau 4 ginjal maka ureternya biasanya kembar, dimana salah satu diantaranya
mempunyai cabang penghubung ke pelvis ginjal di sisi lain. Satu ureter untuk dua ginjal
atau satu pelvis dihubungkan dengan pelvis di seberangnya melalui kalises yang
berdekatan letaknya. Double horseshoe kidney sebenarnya merupakan gabungan antara
2 buah ginjal kembar (double kidney). Penderita anomali ini biasanya tanpa keluhan bila
timbul penyulit dapat terjadi hidronefrosis, pielonefritis, hemeturi dan batu ginjal. Untuk
menentukan horseshoe kidney secara radiologi Gutirrez membuat dan mengukur
besarnya sudut pyelographic triangle dari suatu foto polos ginjal dengan cara menarik
sebuah garis horizontal di antara kedua crista illiaca dan garis horizontal lainnya melalui
DIV II dan III. Dari titik potong garis pertama dengan kolumna vertebralis dan kedua
titik potong garis kedua dengan kalyx ginjal yang paling kaudal dan medial ditarik
sehingga terbentuk sudut terbuka kearah kranial. Pada gambaran ginjal normal besarnya
sudut tersebut adalah 90 derajat, sedangkan horseshoe kidney lebih kurang 20 derajat.
Manifestasi klinik
Gejala klinis yang terjadi akibat tekanan pada ureter yang menghubungkan kedua
ginjal (isthmus), yang mengakibatkan terjadinya obstruksi aliran kemih. Gejala bisa
terjadi hematuri dan kolik abdomen yang disebabkan oleh hidronefrosis, penyakit infeksi
dan batu ginjal terutama setelah melakukan aktifitas yang berat. Jika tidak menimbulkan
komplikasi, anomali ini tidak akan menimbulkan gejala dan secara tidak sengaja
terdeteksi waktu melakukan pemeriksaa general chek up atau pemeriksaan saluran kemih
yang lainnya. Keluhan biasanya muncul disertai obstruksi pada ureteropelvis junction
atau refluks vesico ureter (VUR) berupa nyeri atau timbulnya massa pada pinggang.
Obstruksi dan VUR dapat menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih.
Pada foto polos abdomen dengan persiapan dapat dilihat adanya opasitas di
paravertebra setinggi ginjal kanan dan kiri bagian bawah yang merupakan penyatukan
kedua ren disebut isthmus menunjukkan horseshoe kidney. Pada pemeriksaan IVP
dengan persiapan dapat dilihat sumbu ginjal berubah kearah kutub ginjal yang lebih
rendah, kontras terlihat mengumpul pada pole bawah kedua ginjal. Pada CT Scan kontras
dilakukan dengan injektor dengan dosis 75-150 cc akan terlihat enhancement dari ginjal
dan isthmus yang berada di anterior dari aorta abdominalis, vena cava inferior dan
inferior dari arteri mesenterika inferior berbentuk seperti pancake atau doughnut
kidney .

Tatalaksana
Jika tidak menimbulkan komplikasi, anomali ini tidak perlu diterapi hanya diperlukan
kontrol secara rutin berupa pemeriksaan USG. Terapi medis sangat rentan penyakit ginjal
karena itu diperlukan evaluasi metabolik termasuk penilaian resiko kalsium, asam urat
dan fosfor. Terapi bedah didasarkan pada proses penyakit dan operasi standard dan harus
diperhatikan system vascular bila pembedahan harus dilakukan.

Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan antara lain adanya obstruksi pada uretropelvic junction
sehingga dapat menimbulkan infeksi atau batu saluran kemih.

Prognosis
Horseshoe kidney umumnya memberikan hasil yang baik walaupun harus dilakukan
pembedahan.
Hipoplasia Ginjal
Hipoplasia ginjal merupakan kegagalan perkembangan ginjal mencapai ukuran
normal (ukuran yang kecil), namun bentuk ginjal normal. Biasanya keadaan ini
unilateral. Ginjal yang mengalami hipoplasia sejati tidak membentuk parut dan memiliki
jumlah lobus serta pyramid ginjal yang kurang.1
USG merupakan pilihan untuk mengetahui adanya kelainan ginjal, seperti mengetahui
ukuran ginjal. Apabila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut biasanya digunakan dengan
radionuklir (DMSA) yaitu untuk mengetahui perubahan fungsi ginjal. Sedangkan
urografi, X-ray, dan mikroskopik untuk mengetahui adanya proteinuria dan hematuria.

Epidemiologi
Studi kasus menunjukkan terjadi 1 kasus dari 500 orang, dengan anak laki-laki lebih
sering daripada anak perempuan, dimana 20-30% terdeteksi di masa kehamilan.

Etiologi1
Dapat terjadi karena saat janin berada dalam kandungan, pembuluh darah menuju
janin mengalami gangguan, terutama di sel pembentuk organ ginjal. Ginjal berkembang
pada antara 5-12 minggu usia kehamilan dan pada minggu ke-13, janin biasanya telah
memproduksi urin. Ketika sel-sel gagal berkembang, maka tidak terbentuk urin.
Kemungkinan penyebab lain adalah:
Genetik. Meskipun kecil kemungkinannya, namun kelainan ginjal bawaan dapat
terjadi karena faktor keturunan. Contohnya, ayah atau kakek-nenek yang memiliki
kelainan ginjal biasanya menurunkan gangguan/kelainan sejenis pada anak/cucu
dengan bentuk kelainan dapat berupa pembengkakan ginjal, ginjal yang tak
berkembang semestinya, atau hanya mempunyai satu ginjal.
Hamil di usia beresiko. Yang termasuk dalam kategori ini adalah ibu hamil dengan
usia 40 tahun atau 17 tahun. Kehamilan di usia rawan sangat memungkinkan janin
mengalami pertumbuhan yang kurang optimal saat didalam kandungan.
Obat. Antibiotika atau obat-obat anti kanker merupakan jenis obat yang sering
menyebabkan kelainan pada proses perkembangan janin.
Radiasi. Faktor radiasi yang dimaksud adalah jika ibu hamil terpapar sinar X-ray.
Manifestasi Klinis1
Hipoplasia ginjal unilateral biasanya asimptomatik, namun sebagian dapat
menunjukkan gejala ISK. Hipertensi dapat terjadi pada dekade pertama kehidupan.
Hipoplasia ginjal bilateral biasanya timbul dengan manifestasi gagal ginjal kronik pada
dekade pertama serta osteoarthritis. Gejala dapat ditunjukkan pada tahun pertama berupa
gejala haus yang berlebih, output urin besar, dehidrasi berulang, keterlambatan tumbuh
dan gagal tumbuh kembang.
Hipoplasia ginjal dibedakan menjadi:
Hipoplasia unipapiler (single lobe). Merupakan ginjal dengan parenkim yang normal,
tetapi hanya mempunyai satu lobus atau papil. Biasanya asimptomatik.
Ginjal ask-upmark. Merupakan hipoplasia ginjal segmental, kadang-kadang
multilokal, biasanya pada pol atas, unilateral, dan sering disertai hipertensi. Saat ini
penyebabnya didukung akibat refluks vesikoureter intrauterine.
Oligomeganefronia atau Hipoplasia Oligonefron. Bentuk ginjal sangat kecil dengan
rata-rata berat ginjal selama masa anak hanya 20 gram, jumlah nefron 1/5 dari normal
dan sangat membesar, biasanya bilateral. Sering disertai dengan gejala muntah,
proteinuria, poliuria, polidipsia, dan dehidrasi. Retardasi pertumbuhan merupakan
kondisi yang menonjol dan sering anemia. Hipoplasia oligonefron telah dilaporkan
merupakan penyebab gagal ginjal masa anak paling lazim ke-4 dan bertanggung jawab
atas 10-15% dari total kasus. Terkadang, hipoplasia oligonefron disertai kelainan
kongenital lain.19

Tatalaksana
Terapi terdiri dari mempertahankan cairan dan elektrolit (natrium dan kalium) dan
memonitor asidosis. Antibiotik ditujukan terhadap infeksi saluran kemih (ISK).
Lobektomi dan nefroktomi unilateral jarang dilakukan. Dialisis dan transplantasi
biasanya dibutuhkan untuk anak yang mengalami hipoplasia bilateral.

Kelainan Kongenital pada Ureter


Ureter Ektopik4
Kelainan kongenital jika ureter bermuara di leher vesica urinaria atau lebih distal dari
itu.
Epidemiologi
Insiden ureter ektopik belum diketahui dengan pasti, tetapi autopsi pada anak
didapatkan 1 dari 1900 autopsi. Kurang lebih 5-17% ureter ektopik mengenai kedua sisi.
Delapan puluh persen pada wanita, disertai dengan duplikasi sistem pelviureter, pada pria
umumnya terjadi pada single ureter. Perbandingan kejadian pria dengan wanita, yaitu
2,9:1

Etiologi
Ureter ektopik diakibatkan oleh kelainan dari perkembangan tunas ureter yang muncul
dari duktus mesonefros.

Patologi
Anomali ureter timbul jika tunas ureter antara lain berada pada keadaan:
Tidak muncul pada tempat yang normal
Tunas ureter bercabang menjadi dua
Terdapat dua buah tunas ureter yang muncul dari duktus mesonefros. Keadaan dimana
tunas ureter tidak muncul pada tempat yang normal menimbulkan kelainan yaitu
ectopic ureter.
Jika tunas ureter yang tumbuh dari duktus mesonefros terlalu dekat dengan sinus
urogenital, menyebabkan letak muara ureter berada lebih cranial dan lebih lateral
daripada letaknya yang normal. Namun, jika tunas ureter muncul lebih jauh letaknya dari
sinus urogenital menyebabkan letak muara ureter lebih medial dan kaudal. Letak muara
ureter yang lebih kaudal mungkin berada diluar buli-buli

Manifestasi Klinis
Ureter ektopik pada pria kebanyakan bermuara pada ureter posterior, meskipun
kadang bermuara pada vesikula seminalis, vas deferens, atau duktus ejakulatorius. Muara
pada uretra posterior seringkali tidak memberikan gejala, tetapi muara ureter pada vasa
deferens seringkali tidak menyebabkan keluhan epididimis yang sulit disembuhkan
karena vasa deferens dan epididimis selalu teraliri oleh urin.
Pada wanita, ureter ektopik sering kali bermuara pada uretra dan vestibulum. Keadaan
ini memberikan keluhan yang khas pada anak kecil, yaitu celana dalam selalu basah oleh
urine (inkontinensia kontinua) tetapi dia masih bisa miksi seperti orang normal. Jika
ureter ektopik terjadi pada duplikasi sistem pelviureter, ureter ektopik menerima drainase
dari ginjal system cranial. Selain itu, biasanya muara ureter atretik dan mengalami
obstruksi cranial. Pada pemeriksaan PIV, hidronefrosis mendorong segmen kaudal
terdorong ke bawah dan ke lateral sehingga terlihat sebagai gambaran bunga lili yang
jatuh (dropping lily). Pemeriksaan sitoskopi mungkin dapat menemukan adanya muara
ureter ektopik pada uretra atau ditemukan hemitrigonum (tidak ditemukan salah satu
muara ureter pada buli).

Penatalaksanaan
Perawatan untuk ureter ektopik adalah operasi. Untuk mengendalikan resiko infeksi,
pasien dapat diberikan antibiotik dosis rendah sebelum operasi. Terdapat 3 teknik
pembedahan dalam penatalaksanaan ektopik ureter yaitu nephrectomy,
ureteropyelostomy dan ureter reimplantation. Setiap operasi memiliki kekurangan dan
kelebihan.1

Komplikasi
Muara ureter ektopik biasanya atretik dan mengalami obstruksi sehingga seringkali
terjadi hidronefrosis pada segmen ginjal sebelah cranial.1

Duplikasi pelvis-ureter
Anomali ini adalah anomali saluran kemih sebelah atas yang paling sering dijumpai,
yaitu 1:125 dari bayi lahir hidup.

Etiologi 1
Kelainan ini diakibatkan oleh adanya kelainan dari perkembangan tunas ureter yang
muncul dari duktus mesonefros. Disebelah distal duktus mesonefros muncul tunas ureter
yang kemudian tumbuh menjadi ureter dan menginduksi metanefros menjadi ginjal
dewasa.

Patologi1
Secara konvensional kelainan duplikasi ini dibedakan atas duplikasi tidak lengkap dan
duplikasi yang lengkap. Dikatakan duplikasi tak lengkap jika terdapat 2 pelvi ureter yang
keduanya saling bertemu sebelum bermuara pada buli-buli, sedangkan duplikasi lengkap
jika kedua pelvi ureter ini bermuara pada tempat yang berlainan. Jika kedua ureter
duplikasi bermuara di atas buli-buli, kelainan ini disebut sebagai ureter Y (Y tipe ureter)
sedangkan jika kedua ureter duplikasi bermuara menjadi satu pada ureter intramural di
dalam buli-buli, keadaan ini dikenal sebagai ureter jenis V (V type ureter). Duplikasi tak
lengkap terjadi karena tunas ureter mengadakan percabangan setelah muncul dari duktus
mesonefrik dan sebelum bertemu dengan jaringan metanefrik, tipe ini biasanya tak
menimbulkan keluhan klinis, hanya saja aliran ureter pada saluran yang satu akan
menimbulkan refluks pada ureter yang lain (refluk uretero-ureter). Keadaan ini dikenal
sebagai fenomena Yo-Yo dan dapat menimbulkan hidronefrosis dan hidroureter.
Jika terdapat dua tunas ureter yang muncul dari duktus mesonefrik, menghasilkan dua
buah ureter yang masing-masing bertemu dengan metanefrik meghasilkan duplikasi
lengkap. Kedua buah tunas ureter merangsang pertumbuhan pada dua buah segmen ginjal
yang berbeda, yakni segmen kranial dan kaudal.

Manifestasi klinis
Keluhan yang dinyatakan pasien tergantung pada letak muara ureter, kelainan anatomi
lain yang menyertai, dan komplikasi yang terjadi akibat kelainan anatomi itu. Gejala yang
sering ditimbulkan adanya refluks vesiko-ureter.
Pemeriksaan PIV dapat menunjukkan adanya duplikasi ureter yang lengkap atau tidak.
Jika terdapat penyempitan muara ureter dari ginjal kutub atas mungkin terjadi
hidronefrosis atau bahkan non-visualized pada ginjal kutub atas, sedangkan pelvikalises
ginjal kutub bawah masih tampak dan terdorong kearah kaudal, sehingga tampak sebagai
99m
dropping lily. Pemeriksaan sintigrafi memakai Tc-DMSA dapat menilai ketebalan
parenkim ginjal.1

Tatalaksana
Tindakan yang dilakukan terhadap duplikasi ureter ini tergantung pada keluhan,
kelainan anatomi, dan penyulit yang terjadi. Pada hidronefrosis akibat fenomena YoYo
mungkin perlu dilakukan pieloplasti dengan membuang salah satu ureter. Pada duplikasi
ureter lengkap, jika salah satu kutub ginjal sudah rusak, dilakukan heminefrektomi, yaitu
membuang kutub ginjal yang rusak dengan mempertahankan yang masih baik. Namun
jika fungsi masih baik, dilakukan meoimplantasi ureter dengan memindahkan muara
ureter ke buli-buli.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan antara lain hidronefrosis dan infeksi saluran
kemih, obstruksi atau stenosis muara ureter. Tidak jarang timbul batu saluran kemih
karena obstruksi ureter.

Ureterokel
Adalah sakulasi atau dilatasi kistik terminal ureter. Letaknya mungkin berada dalam
buli-buli (intravesikel) atau mungkin ektopik diluar muara ureter yang normal, antara
lain terletak di leher buli-buli atau uretra. Ureterokel yang letaknya intravesikel biasanya
adalah satu-satunya ureter pada sisi itu, sedangkan ureterokel ektopik pada umumnya
berasal dari duplikasi ureter yang menyalurkan urin dari ginjal kutub atas.

Epidemiologi1
Bentuk ektopik ternyata lebih sering dijumpai daripada ureterokel intravesika.
Kelainan ini 7 kali lebih banyak dijumpai pada wanita dan 10% anomali ini mengenai
kedua sisi.

Etiologi1
Diduga terjadinya kelainan ini adalah akibat dari keterlambatan dan
ketidaksempurnaan kanalisasi tunas ureter pada saat embrio.

Patofisiologi
Ureterokel yang cukup besar akan mendorong muara ureter yang sebelah kontralateral
dan menyebabkan obstruksi leher buli diikuti dengan hidroureter dan hidronefrosis.
Biasanya ditemukan ISK kambuhan atau kronik. Bila ureterokel besar atau terdapat
penyulit, maka perlu tindak bedah berupa ekstirpasi ureterokel dan neoimplantasi ureter
ke dalam kandung kemih.

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan berupa infeksi saluran kemih, obstruksi leher
buli, dan inkontinentia urine. Kadang pada bayi wanita tampak adanya prolapsed
ureterokel pada uretra. Tak jarang timbul batu pada ureter distal akibat obstruksi.
Pemeriksaan PIV menunjukkan adanya dilatasi kistik atau filling defect pada buli-buli
dengan ujung akhir ureter memberikan gambaran seperti kepala kobra (cobra head).
Sering kali bentukan filling defect itu didiagnosis bandingkan dengan batu non-opak atau
bekuan darah pada buli, dengan USG dapat dibuktikan bahwa filling defect itu adalah
bentukan kistik dari ureterokel. Tak jarang pada PIV dapat ditemukan adanya
hidronefrosis atau adanya duplikasi sistem pielo-ureter.

Tatalaksana
Kadang-kadang insisi pada ureterokel sudah cukup adekuat, tetapi seringkali masih
dibutuhkan operasi terbuka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi akibat letak ureter
yang abnormal. Jika keadaan ginjal masih cukup baik, selain insisi ureterokel, diteruskan
dengan non-implantasi ureter dan rekonstruksi buli-buli, tetapi jika kutub ginjal
mengalami kerusakan diperlukan heminefroktomi dan ureterektomi.1

Kelainan Kongenital pada Kandung Kemih (Vesica Urinaria)


Ekstrofi Vesica Urinaria4
Kandung kemih, saluran kemih bagian bawah terbuka dan terpapar dari puncak kandung
kemih sampai muara uretra.

Epidemiologi
Ekstrofi vesica urinaria merupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Angka
kejadiannya hanya berkisar 1:10.000 hingga 1:50.000 kelahiran hidup. Kelainan ini
terjadi 3 hingga 6 kali lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan. Adanya
kemungkinan terkait genetik didukung peningkatan angka kejadian menjadi berkisar
1:275 kelahran pada orang tua yang memiliki anak dengan kelainan ini akan memiliki
anak dengan kelainan yang sama. Sebagai tambahan, seorang ibu dengan kelainan ini
memiliki resiko 500 kali lebih besar untuk memiliki anak dengan kelainan yang sama.

Etiologi
Terjadi karena proses penutupan pada saat embryogenesis pada abdomen ventral
karena migrasi mesenkim tidak terjadi. Pada laki-laki lebih banyak daripada wanita.

Manifestasi klinis
Gejala dari dermatitis karena basah kemih, iritasi,fibrosis karena iritasi yang kronik
Prognosis
Baik, jika sebelum terjadinya fibrosis sudah di terapi dengan tepat.4

Kelainan Kongenital pada Uretra


Epispadia5
Epispadia merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi berbuka.
Terdapat tiga jenis epispadia, yaitu:
1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis
2. Seluruh uretra terbuka disepanjang penis
3. Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.

Epidemiologi
Insiden pada epispadia total sekitar 1 dari 120.000 laki-laki dan 1 dari 450.000
perempuan.5

Etiologi
Penyebab sebenarnya sangat multifaktorial dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari epispadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh pada ahli dianggap
paling berperan, antara lain:
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone. Hormon yang dimaksud adalah hormone
androgen yang mengatur organogenesis kelamin pada pria. Atau bisa juga karena
reseptor hormone androgen sendiri di dalam tubuh yang tidak ada sehingga walapun
hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak
ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi.
2. Genetika. Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan. Biasanya fakor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Manifestasi klinis
Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal, terdapat penis yang melengkung kearah
dorsal, tampak jelas pada saat ereksi, terdapat chordate, terdapat lekukan pada ujung
penis, inkontinensia urin terjadi pada epispadia penopubis (90%) dan penis (75%) karena
perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.

Tatalaksana
Operasi koreksi sebaiknya dikerjakan pada usia prasekolah. Pada usia bayi dilakukan
kordektomi untuk meluruskan penis. Pada usia 2-4 tahun, rekonstruksi tahap kedua yang
terdiri atas rekonstruksi uretra. Pada semua tipe, sering disertai adanya jaringan ikat yang
menyebabkan penis tidak bisa lurus disebut chorde. Bila chorde tidak dikoreksi, akan
menyebabkan gangguan pembuahan. Neouretra biasanya dibuat dari kulit prepusium,
penis atau skrotum. Karena kulit prepusium merupakan bahan yang terbaik untuk
uretroplastik, sirkumsisi pada hipospadia seharusnya dilakukan sambil melakukan
rekonstruksi uretra dengan kulit prepusium. Pada masa pertumbuhan sampai usia
dewasa, tidak timbul masalah karena bagian uretra baru turut tumbuh.

Komplikasi
Jika terdapat ekstrofi epispadia lengkap maka akan menyebabkan peningkatan resiko
terjadinya ISK, ureter membesar dan terjadinya refluks vesicoureteral.

Hipospadia
Suatu kelainan yang terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.

Epidemiologi
Terjadi pada 1 dari 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anomali paling sering
yang sering terjadi.

Etiologi
Penyabab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari
hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin dan lingkungan.
Sekitar 28% penderita ditemukan adanya hubungan familial.
Patofisiologi
Tidak terdapat preputium ventral sehingga preputium dorsal menjadi kelebihan
(dorsal hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral). Biasanya
disertai stenosis meatus uretra dan anomali bawaan berupa testis maldesensus atau hernia
inguinalis.

Tatalaksana
Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi penis menjadi
lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran
kencing arahnya kedepan dan dapat melakukan koitus dengan normal, prosedur operasi
satu tahap pada usia yang dini dengan komplikasi yang minimal.5
Penyempurnaan teknik operasi dan perawatan paska operasi menjadi prioritas utama.
Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah. Jika hipospadia
ini tidak dioperasi, maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan penetrasi /
koitus. Selain penis tidak akan tegak atau lurus (pada hipospadia penis bengkok akibat
adanya chordate), lubang keluar sperma terletak dibagian bawah. Operasi hipospadia dua
tahap, tahap pertama dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus nantinya
letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit dan
preputium untuk menutup bagian ventral / bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap kedua)
dilakukan uretroplasti (pembuatan saluran kencing / uretra) sesudah 6 bulan.

Manifestasi klinis
Pada anak-anak dan remaja tidak ada masalah fisik yang berarti, pada dewasa chordee
akan menghalangi hubungan seksual, infertilitas dapat terjadi pada hipospadia
penoskrotal atau perineal, dapat timbul stenosis meatus yang menyebabkan kesulitan
dalam mengatur aliran urin, dan sering terjadi kriptorkidisme.

Komplikasi
Komplikasi pasca operasi yang terjadi antara lain adanya edema atau pembengkakan
yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 3 hari pasca operasi, fistula
uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter
untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat ini angka
kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%. Striktur pad proksimal anastomosis yang
kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis. Divertikulum, terjadi pada
pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang
mengakibatkan dilatasi yang lanjut. Residual chorde/rekuren chorde, akibat dari rilis
korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. Rambut
dalam uretra, yang mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan
batu saat pubertas. Untuk menilai hasil operasi hipospadia yang baik, selain komplikasi
fistula ureterokutaneus perlu diteliti kosmetik dan pancaran kencing untuk melihat
adanya stenosis, striktur dan divertikel.5

Prognosis
Baik, bila dengan terapi yang adekuat yaitu dengan chordee adalah dengan pelepasan
chordee dan restrukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus
dilakukan sebelum usia sekolah untuk menahan berkemih (sekitar usia 2 tahun).
prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi, oleh karena itu bayi dengan hipospadia
tidak boleh disirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia dan dilatasi dengan
melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.

Kelainan Kongenital pada Genitalia Pria


Fimosis kongenital
Adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke
korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat
adhesi alamiah antara prepusium dengan glands penis.

Etiologi
Fimosis dapat terjadi akibat radang seperti balanopostitis (radang glands dan
prepusiusm) atau setelah sirkumsisi yang tidak sempurna.

Patologi
Pada fimosis dapat terjadi 2 penyulit yaitu balanopostitis kronik dan residif serta
kesulitan miksi. Balanopostitis sukar sembuh karena tindakan hyginene biasa untuk
membersihkan glands dan permukaan dalam prepusium tidak dapat dilakukan. Adanya
retensi smegma akan berperan dalam proses patologi ini. Resiko perkembangan
malignitas kulit glands penis atau dalam prepusium sangat meningkat pada fimosis.
Manifestasi klinik
Sulit kencing, pancaran urin mengecil, menggelumbungnya ujung prepusium penis
pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urin. Hygiene local yang kurang bersih
menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glands penis
(balanitis) atau infeksi pada glands dan prepusium penis (balanopostitis)

Tatalaksana
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada fimosis.
Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep
deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali selama 6 bulan. Pada fimosis yang
menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi atau
fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberikan antibiotik dahulu
sebelum sirkumsisi.6

Mikropenis
Mikropenis jarang terjadi. Penis memiliki ukuran yang jauh di bawah ukuran rata-rata.
Adakalanya anak-anak dewasa dibawa ke dokter untuk evaluasi oleh karena genitalia
yang kecil. Anak-anak lelaki ini pada umumnya adalah prepubertal dan gemuk sekali.
Hampir semua individu mempunyai ukuran normal (5-7 cm), kenyataann sebab penis
terkubur di lemak prepubic yang besar karena kebiasaan makan yang tidak terkontrol.
Mikropenis sering kali ditemukan pada anak yang menderita hipospadia.

Etiologi
Keberhasilan tatalaksana mikropenis tergantung pada penyebab heterogen, sehingga
penyebabnya sering tidak diketahui. Secara umum, etiologi mikropenis yaitu:
1. Defisiensi sekresi testosterone
a. Hopogonadotropik hipogonadisme. Keadaan ini disebut juga gangguan gonad
sekunder, sehingga diperlukan terapi pengganti (replacement therapy) yang
menetap. Contoh gangguan gonad sekunder adalah sindrom Kallman, defisiensi
hormone pituitary lain, sindrom Pader-Willi, sindrom Laurence-Moon, sindrom
Bardet-Biedl dan sindrom Rud.
b. Hipergonadotropik hipogonadisme. Disebut juga dengan gangguan gonad primer.
Pada gangguan dengan gonad primer terjadi produksi androgen yang tidak adekuat
karena defisiensi salah satu enzim sintesis testosterone. Ditandai dengan
peningkatan konsentrasi gonadotropin yang disebabkan tidak adanya umpan balik
negative dari steroid seks gonad. Penyebab terbanyak biasanya dihubungkan
dengan kelainan kariotipe dan somatic, seperti anorchia, sindrom klinfelter da poly
X, disgenesis gonad.
2. Defek pada aksis testosterone. Kelainan yang termasuk defek aksis testosterone adalah
defisiensi growth hormone/insulin-like growth factor I, defek reseptor androgen,
defisiensi 5a reduktase, sindrom fetal hidantoin.
3. Anomali pertumbuhan.
4. Idiopatik. Mikropenis idiopatik diagnosis ditegakkan jika fungsi jaras hipotalamus-
gonad normal, penambahan panjang penis yang mendekati normal sebagai respon
terhadap pemberian testosterone eksogen dan adanya maskulinisasi normal pada masa
pubertas.

Patologi
Janin memproduksi androgen, terutama testosterone sangat penting bagi
perkembangan pria normal. Awal kehamilan, hormone hCG merangsang testis untuk
menghasilkan testosterone. Kemudian dalam kehamilan setelah organogenesis terjadi,
kelenjar pituitary memproduksi hormon Luteinizing hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH), kegagalan dari adanya rangsangan gonadotropin atau
produksi testosterone atau kedua-duanya pada akhir masa kehamilan dapat
mengakibatkan pertumbuhan penis tidak cukup.

Diagnosis
Diagnosis mikropenis ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata kurang
dari 2,5 cm. Cara mengukur penis dapat dilakukan dalam keadaan lemas (flaccid) dan
diregang (stretched) mendapatkan bahwa hasil pengukuran stretched lebih mendekati
ukuran sebenarnya sewaktu ereksi. Inspeksi keadaan genital secara umum harus
dilakukan sebelum pengukuran dimulai. Biasakan meminta izin si anak jika hendak
melakukan pemeriksaan. Pengukuran sebaiknya menggunakan rol yang tipis dan keras
atau bisa juga menggunakan rol spatula kayu dan pensil untuk menandai batas
pengukuran. Penderita dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glands penis dipegang
dengan jari telunjuk dan ibu jari, ditarik secara vertical sejauh mungkin. Kemudian
diukur panjang penis mulai dari basis penis (pubis) hingga glands penis, prepusium tidak
ikut diukur. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil reratanya. Pada anak gemuk, rol
atau spatula yang dipakai harus ditekan sampai ke tulang pubis untuk menekan lemak
pubis. Hasil pengukuran yang didapat dibandingkan dengan nilai standar.

Tatalaksana
Pasien mikropenis harus diperiksa secara cermat menyangkut masalah endokrinologi
secara umum, dan dievaluasi apakah terdapat kelainan pada susunan saraf pusat.
Tatalaksana mikropenis dibagi dalam terapi hormonal dan pembedahan.
a. Terapi hormone. Tidak ada consensus mengenai dosis, cara pemberian, waktu
pemberian, dan lama pengobatan androgen pada pasien dengan mikropenis. Namun
beberapa penulis seperti Conte, merekomendasikan pemberian testosterone enanthate
25-50 mg intramuscular setiap bulan, selama tiga bulan. Diharapkan rerata
penambahan panjang penis sekitar 2 cm. Jika terjadi kegagalan penambahan panjang
penis, Tietjen menganjurkan untuk mengulang terapi hormonal. Sebaiknya
pengobatan dimulai pada usia 1 tahun, pengukuran panjang penis dilakukan 2 minggu
setelah suntikan terakhir.
b. Terapi bedah. Tindakan operasi untuk membesarkan penis memberikan hasil
bervariasi. Kesulitan operasi terutama karena terbatasnya kemampuan untuk
membentuk jaringan korpus penis. Sebenarnya operasi yang dilaporkan berhasil
dilakukan bukanlah pada kasus mikropenis yang sebenarnya. Waktu yang tepat untuk
melakukan operasi rekonstruksi masih belum jelas.

Genital Ambigu
Ambigu genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal secara
kromosomal, gonadal, dan anatomis yang umumnya ditandai dengan adanya organ
genitalia yang tidak jelas laki-laki ataupun perempuan, atau mempunyai gambaran kedua
jenis kelamin. Hal ini termasuk kriptokidisme bilateral, hipospadia perineum dengan
skrotum, klitoromegali, fusi labia posterior, adanya fenotipe wanita dengan gonad yang
dapat dipalpasi (dengan atau tanpa hernia inguinal) dan bayi dengan genitalia
bertentangan dengan kromosom seksnya.

Epidemiologi
Insiden ambigu genetalia atau yang sekarang dikenal dengan istilah disorders of seks
development (DSD) adalah 1:4500 1:5500 bayi lahir hidup. Dimana 50% kasus 46, XY
dapat diketahui penyebabnya dan 20% secara keseluruhan dapat didiagnosis secara
molekuler.

Etiologi
Penyebab penyakit interseksulitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena kelainan
genetik namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat hormonal pada
masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada masa kehamilan yang
mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan kromosom 46, XX
semestinya dipertimbangkan dengan hati-hati. Pada ibu hamil, pemakaian obat hormonal
yang tidak terlalu perlu.7

Patologi
Perkembangan genitalia laki-laki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke 7
kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen
untuk seks laki-laki, yaitu gen SRY (Sex Determining Region of the Y Chromosome).
Perkembangan genitalia laki-laki sangat tergantung dari faktor pembentukan testis dan
regresi dari duktus mullerian, sehingga dalam pembentukan testis terdapat susunan yang
kompleks dan banyak yang terlibat dalam proses tersebut. Kromosom Y pada laki-laki
mempunya gen SRY yang terdapat pada lengan pendek (Yp) kromosom tersebut. Gen
tersebut membuat gonad menjadi testis (laki-laki) pada usia kehamailan 6 minggu,
sehingga terjadi regresi dari gonad yang membentuk traktus reproduksi wanita.7
Perkembangan genetalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan
perkembangan genitalia laki-laki. Pada minggu ke 7 12 masa kehamilan, sejumlah sel
germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit, sehingga terjadi diferensiasi dari
gonad menjadi ovarium. Seluruh muller berkembang menjadi tuba fallopi, uterus,
serviks, dan sepertiga bagian atas vagina sedangkan saluran wolf menjalani proses
regresi. Pada diferensiasi genetalia eksterna perempuan, tuberkel genital tetap kecil dan
membentuk klitoris. Lekuk uretra membentuk labia minora, dan lekuk labioskartital
membentuk labia mayora. Bila terjadi gangguan pada proses perkembangan genitalia
yang demikian kompleks, maka akan terjadi kelainan pada genitalia sesuai dengan pada
tahapan mana gangguan terjadi.
Tatalaksana
a. Pengobatan endokrin. Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin
adalah mendorong perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tanda-
tanda seks feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi
rambut dan massa tubuh) dengan memberikan testosterone. Bila pasien menjadi
perempuan makan tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan
perkembangan karakteristik seksual kea rah feminine dan menekan perkembangan
maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat timbul pada beberapa
individu setelah pengobatan estrogen).
b. Pengobatan pembedahan. Tujuan pembendahan rekonstruksi pada genitalia
perempuan adalah agar mempunyai genitalia eksterna feminon, sedapat mungkin
seperti normal dan mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal.7

Testis maldesensus
Adalah suatu kelainan pada testis, dimana testis tidak turun secara lengkap ke
skrotum. Testis awalnya terbentuk dirongga abdomen pada trimester 3 kehamilan akibat
pengaruh hormon gonadotropin dari ibu dan mungkin juga pengaruh dari androgen dan
SPM (substasi penghambat mulerian) menyebabkan testis turun ke skrotum melalui
annulus inguinalis. Penurunan testis ini juga didukung oleh semakin meningkatnya
tekanan intraabdomen akibat pertumbuhan organ-organ di abdomen sehingga
mempermudah testis memasuki kanalis inguinalis.

Epidemiologi
Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya
undesensus testis antara lain faktor anatomi, genetik, faktor hormonal, kondisi sosial
ekonomi dan pada bayi prematur, BBLR, IUGR dan bayi kembar.
Pada penelitian terhadap 1002 bayi laki-laki yang baru lahir di Malaysia,
menunjukkan bahwa kelahiran prematur dan BBLR mempengaruhi terjadinya
undesensus testis karena pada keadaan ini bisa terdapat pertumbuhan dalam janin yang
terhambat dan adanya fungsi plasenta yang terganggu. Adanya riwayat kriptorkismus
dalam keluarga menjadi faktor resiko terjadinya undesensus testis. Kejadian
kriptorkismus meningkat 1,5%-4% pada hubungan ayah dan sekitar 6,2% pada hubungan
saudara laki-laki. Dan pada penelitian terbaru menyatakan bahwa hampir 23% dari
indeks pasien dengan kriptorkismus memiliki riwayat keluarga yang sama (baik pada
orang tunya, saudara laki-laki, paman, sepupu, maupun kakeknya).

Etiologi
Penyebab undesensus testis dapat disebabkan oleh produksi hormon androgen yang
abnormal dan defisiensi gonadotropin dari ibu atau beberapa keadaan berikut, antara lain:
1. Kelainan pada gubernakulum testis
2. Kelainan intrinsik testis
3. Defisiensi hormone gonadotropin yang memacu proses desensus testis

Patogenesis
Suhu didalam rongga abdomen kurang lebih 10 derajat celcius lebih tinggi daripada
suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih
tinggi daripada testis normal, hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal
testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak seperlima bagian dari sel-sel germinal testis telah
mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya sepertiga sel-sel germinal
yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis
menjadi mengecil. Karena sel-sel leydig sebagai penghasil hormone androgen tidak ikut
rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan
dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpuntir (torsio), mudah
terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna.

Manifestasi Klinis
Pasien biasanya dibawa berobat karena tidak dijumpai testis di kantong skrotum,
sedangkan pada pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai
anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian
bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau
berubah menjadi tumor testis. Inspeksi pada region skrotum terlihat hipoplasia kulit
skrotum karena tidak pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba
dikantong skrotum melainkan berada di inguinal atau ditempat lain. Pada saat melakukan
palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan
hangat, jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya harus dibedakan dengan
anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis), untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
hormonal antara lain hormone testosterone, kemudian dilakukan uji dengan pemberian
hormone hCG (chorionic gonadotropin).
Keberadaan testis sering kali sulit ditentukan, apalagi testis yang letaknya
intraabdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa
sarana penunjang, diantaranya adalah flebografi selektif atau diagnostic laparoskopi.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak
manfaatnya sehingga jarang dikerjakan. Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis
mulai dari fossa renalis hingga annulus inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini
lebih dianjurkan daripada melakukan eksplorasi dengan pembedahan terbuka.

Tatalaksana
Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya,
baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika
dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2
tahun terjadi kerusakan testis yang bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan
terapi adalah pada usia 1 tahun.
Medikamentosa: pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil
terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih
belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormon hCG.
Pembedahan: tujuan operasi pada kriptorkismus adalah untuk mempertahankan
fertilitas, mencegah timbulnya degenerasi maligna, mencegah kemungkinan terjadinya
torsio testis, melakukan koreksi hernia. Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu
meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.

Anda mungkin juga menyukai