Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MASA KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Much. Fauzan M. Pd.

Disusun oleh :
Toto Suwiryo

(202109390)

Imam Ulil Albab Yusuf

(202109394)

Alfa Nafisatu Zuhro

(202109408)

Kelas H

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


( STAIN ) PEKALONGAN
2010

BAB I
PENDAHULUAN

Sebelum terjadinya keterpurukan pendidikan Islam, pertumbuhan dan perkembangan


pendidikan Islam amatlah maju dan subur. Akan tetapi, kemerosotan drastis terjadi dikarenakan
adanya beberapa faktor yang menyebabkan peristiwa itu. Di antaranya ialah kelalaian para
pemerintah dalam menjunjung tinggi aspek pendidikan dan kebudayaan. Serta adapula akibat
dari hancurnya pusat-pusat pendidikan yakni kota Baghdad dan Granada.
Dalam makalah ini sedikit akan memaparkan proses serta sebab-sebab kemunduran
pendidikan agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri khilafah Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran
politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam
yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan.
Pada tahun 606 H / 1209 M, tentara Mongol keluar dari negerinya dengan tujuan Turki
dan Ferghana kemudian ke Samarkhand. Disetiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besarbesaran terjadi. Bangunan-bangunan indah dihancurkan, sehingga tidak berbentuk lagi.
Demikian juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid, dan
gedung-gedung lainnya dibakar.
Dan pada tahun 656 H / 1258 M tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang
tiba di Baghdad. Khalifah al-Mutashim, penguasa bani Abbas di Baghdad tidak mampu
menahan tentara Hulagu Khan tersebut. Khalifah, para ahli fiqih dan orang-orang terpandang,
termasuk wazir dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan yang
kejam ini, berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad.1
Mahmud Ghazan, raja ketujuh dari dinasti Mongol yang beragama Islam. Berbeda
dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan pendidikan. Ia
seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia amat gemar pada kesenian, terutama
arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti astronomi, kimia, dll. Ia juga membangun biara
untuk para Darwis, perguruan tinggi untuk madzhab SayafiI dan Hanafi, sebuah perpustakaan,
observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. Tetapi semenjak meninggalnya Mahmud
Ghazan, diganti oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu dan diganti lagi oleh Abu Said. Pada
masa pemerintahan Abu Said terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin
topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Tetapi setelah Abu Said meninggal,
1

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 114

kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan terpecah dan saling memerangi, yang akhirnya
mereka semua telah ditaklukan oleh Timur Lenk.
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran
akibat serangan bangsa Mongol dibawah Hulagu Khan, umat Islam tetap mendapat serangan,
penyerang kali ini sudah masuk Islam, akan tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih
melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk.
Timur Lenk terkenal sebagai penguasa yang sangat kejam dan ganas terhadap
penentangnya. Tetapi sebagai seorang muslim, Timur Lenk tetap memperhatikan perkembangan
Islam. Dalam perjalanannya, ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman.
Ulama dan ilmuwan dihormatinya.
Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran serangan-serangan bangsa Mongol,
baik Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada
dibawah kekuasaan dinasti Mamalik.
Di bidang ilmu pengetahuan, mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal
Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti Sejarah, Kedokteran, Astronomi, Matematika dan Ilmu Agama. Dalam ilmu sejarah
tercatat nama-nama besar seperti, Ibn Khalikan, ibn Taghribardi dan ibn Khaldun. Di bidang
Astronomi dikenal dengan nama Nasir al-Din al Tusi. Di bidang Matematika Abu Faraj al-Ibry.
Dalam bidang kedokteran Abu al Hasan Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah
dalam paru-paru manusia, Abd al-Munim Al-Dimyati, seorang dokter hewan dan Al-Razi
perintis psikoterapi. Dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama ibn Taimiyah, seorang
pemikir reformis dalam Islam. Al-Sayuthi yang mempunyai banyak ilmu keagamaan, ibn Hajar
al-Asqalani dalam ilmu hadits dan lain-lain.2
Kemajuan-kemajuan itu tercapai karena solidaritas sesama militer yang kuat dan
stabilitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, setelah faktor-faktor itu hilang, dinasti
Mamalik mulai mengalami keruntuhan dan kemunduran.3

Ibid, hlm. 127-128

Ibid, hlm. 128

Sepanjang sejarahnya, sejak awal dalam pemikiran Islam terlihat dua pola pemikiran
yang saling berlomba mengembangkan diri dan mempunyai pengaruh besar dalam
pengembangan pola pendidikan Islam. Dua pola pemikirannya yaitu:
1. Pola pemikiran yang bersifat tradisonal: selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang
kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola
pendidikan sufi (batiniah dan akhlak).
2. Pola pemikiran yang bersifat rasional: mementingkan akal pikiran, menimbulkan pola
pendidikan empiris rasional (intelektual dan penguasaan material).
Pada masa jayanya pendidikan Islam, kedua pola tersebut saling berpadu dan saling
melengkapi. Namun setelah pola pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia
barat (Eropa), dunia Islam meninggalkan pola pemikiran tersebut, maka dalam dunia Islam
tinggal pola pemikiran sufistis (tradisional) yang sifatnya sangat memperhatikan kehidupan batin
sehingga mengabaikan perkembangan dunia material. Pola pendidikan yang dikembangannya
pun tidak lagi menghasilkan perkembangan budaya Islam yang bersifat material. Dari situlah
dapat dikatakan bahwa pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran.
M.M Sharif mengungkapkan dalam bukunya Gejala Kemunduran dan Kebudayaan Islam,
yakni: telah kita saksikan bahwa pikiran Islam telah melaksanakan suatu kemajuan yang
hebat dalam jangka waktu yang terletak di antara abad ke 8 dan abad ke 13 M kemudian kita
memperhatikan hasil-hasil yang diberikan kaum muslimin kepada Eropa, sebagai satu
pembekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam mengadakan pembangkitan Eropa
(Renaisance).4
Sebab-sebab Melemahnya Pikiran Islam
1. Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) yang dimasukan oleh al-Ghazali
dalam dunia Islam di Timur, dan berkelebihan pula ibnu Rusyd dalam memasukan filsafat
Islamnya (yang bercorak rasionalistis) di dunia Islam di barat.
2. Umat Islam terutama pemerintahnya melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan
tidak memberi kesempatan untuk berkembang.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 110

3. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar,


sehingga

menimbulkan

kehancuran

yang

mengakibatkan

berhentinya

kegiatan

pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.


Dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis
perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu
mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan telah menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan
zaman. Ketidakmampuan intelektual tersebut merealisasi dalam pernyataan bahwa pintu
ijtihad telah tertutup. Terjadilah kebekuan intelektual secara total. Dalam hal ini Fazlur Rahman
menjelaskan bahwa: penutupan pintu ijtihad selama abad 4 H / 10 M dan 5 H / 11 M telah
membawa kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum dan intelektual. Ilmu-ilmu intelektual
yaitu teologi dan ilmu-ilmu keagamaan, sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin
karena pengucilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena merupakan
kemunduran yang terlahir, khususnya filsafat dan juga pengucilannya dari bentuk-bentuk
pemikiran keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme.
Kehancuran total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat
pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan
Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari
kedua pusat pendidikan dibagian Timur dan Barat dunia Islam tersebut menyebabkan
kemunduran pendidikan diseluruh dunia Islam, terutama dalam bidang intelektual dan material,
tetapi tidak demikian halnya dalam kehidupan batin atau spiritual.5
Masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan Islam sampai dengan abad ke 12 H / 18
M. baru pada pertengahan abad tersebut mulai timbul usaha untuk mengadakan pemurnian
kembali ajaran-ajaran Islam, seperti yang nampak di Jazirah Arab oleh Muhammad ibn Abd alWahab (1115-1206 H / 1703-1792 M) dan di India oleh Syah Waliullah (1113-1176 H / 17021762 M).
Usaha pemurnian tersebut mengarah pada dua sasaran pokok, yaitu:

Ibid, hlm. 111

1. Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur-unsur aslinya, dengan bersumberkan kepada


al-Quran dan as-Sunah, membuang segala bidah dan khufarat serta pengaruh-pengaruh
dari ajaran agama lain dan mistik dari luar yang dimasukan oleh kaum sufi.
2. Membuka pintu ijtihad yang telah beberapa abad sebelumnya dinyatakan tertutup.
Gerakan pemurnian tersebut adalah merupakan tahap awal dari gerakan pembaharuan
yang dilaksanakan nanti pada akhir abad 13 H / 19 M oleh Jamaludin Al-Afgani,
Muhammad Abduh, Sayid Ahmad Khan di India dan lain-lain.6

Ibid, hlm. 115

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab kemunduran
umat islam tidak hanya dari para pemimpin yang lalai dalam memperhatikan aspek pendidikan
dan kebudayaan. Akan tetapi juga karena telah berkelebihannya filsafat islam yang bercorak
sufistis yang dibawa oleh al-Ghazali ke dunia Islam di Timur, dan berkelebihannya filsafat Islam
yang bercorak rasionalistis yang dibawa oleh ibn Rusyd ke dunia Islam di Barat, sehingga dunia
Islam di Timur lebih mengutamakan batiniah dan akhlaknya daripada pemikiran yang
rasionalistis, sedangkan di dunia Barat yaitu sebaliknya.
Pemberontakan-pemberontakan yang bertubi-tubi dalam pemerintahan Islam juga mejadi
bagian dari penyebab kemunduran Umat Islam, serta daya intelektual generasi penerus yang
tidak

mampu

mengadakan

kreasi-kreasi

budaya

baru,

bahkan

telah

menyebabkan

ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat


perubahan dan perkembangan zaman. Ketidakmampuan intelektual tersebut merealisasi dalam
pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup.

DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2007. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Zuhairini dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai