Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH

SISTEM IMUN

Disusun Oleh:
LAMTIAR RUMINTA U. S.
NIDAUL KHASANAH
NURHIDAYATI SYAMSIYAH
PUPUT NURULITA
SEFTI

PEMBIMBING: IBU Ns. Diana, S. Kep


PROGRAM S-1 KEPERAWATAN NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
Tahun Ajaran 2016
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

KATA PENGANTAR
PUJI SYUKUR ke hadirat Allah SWT. Atas segala Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga, kami semua masih diberikan kesempatan untuk menjalani segala bentuk
proses pembelajaran dalam kehidupan. Termasuk di dalamnya, yakni proses
belajar.
Tak luput, rasa terima kasih pun kami haturkan kepada Pembimbing Mata Kuliah
system imun yakni Ibu Diana atas bimbingan dan kesabarannya dalam menularkan
pengetahuannya kepada kami semua.
Lantas, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah system imun pada
program Strata Satu (S-1) keperawatan non regular STIKes Pertamedika. Kami
meyakini, dapat mengambil manfaat serta informasi yang tertulis dalam makalah
ini. Ya, setidaknya, untuk memperkaya wawasan keilmuan kami.
Boleh jadi, acap kita mendengar, Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina,
begitulah pepatah lama mengatakan. Jelas punya arti, bahwa menuntut ilmu meski
totalitas. Bahkan, jika memang diperlukan belajarlah hingga ke negeri orang. Besar
harapan kami, semoga semangat belajar ini tak lekang oleh waktu dan senantiasa
menjadi kekuatan bagi kami dalam meraih cita-cita.
Pun kami sadari, bahwa penyusunan makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan. Sehingga saran dan kritik yang membangun, sangatlah berharga bagi
kami untuk mencapai titik kesempurnaan.

Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan mengandung beragam agen infeksi, seperti virus, jamur, bakteri, dan parasite
yang mempunyai ukuran, bentuk dan sifat yang berbeda-beda. Agen ini dapat menyebabkan
keerusakan patologis dan akhirnya membunuh hospes jika penyebarannya tidak dihambat.
Perananan system imun dalam mencegah kerusakan yang bersifat permanen sangat vital.
Pada individu normal, sebagian besar infeksi berlangsung dalam waktu terbatas dan
menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanen karena system imun melawan agen infeksi
dan mengendalikan atau melenyapkannya sebelum mendapatkan tempat berpijak.
Akhir-akhir ini kita juga sering mendengar bahwa penyakit infeksi semakin tinggi angka
kejadiannya. Baik itu yang disebabkan oleh mikroorganisme asing maupun yang disebabkan
oleh gangguan system imun hospes itu sendiri. Selain itu, kasus-kasus alergi juga semakin
banyak, baik penyebabnya karena bahan kimia, makanan ataupun yang lainnya. Namun,
tubuh hospes itu sendiri sudah dilengkapi oleh sederetan mekanisme pertahanan yang bekerja
sebagai paying protektif untuk mencegah mikroorganisme masuk dan menyebar ke seluruh
tubuh. Semua ini berhubungan dengan system pertahanan tubuh yang disebut system imun.
Oleh karena itu, sangat penting kita membahas mengenai hal ini.
B. Tujuan penulisan
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui fungsi imun bagi tubuh kita


Untuk mengetahui penyebab, tanda dan gejala disfungsi fagositik
Untuk mengetahui sel tubuh yang termasuk golongan fagositik
Untuk mengetahui penyakit-penyakit disfungsi fagositik

BAB II
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Imunodefisiensi merupakan kerusakan satu atau lebih beberapa mekanisme imun, meliputi
fagositik, respon humural, respon seluler, complement, gabungan antara humoral dan seluler.
Pada makalah ini, kita akan membahas mengenai disfungsi fagositik.
Proses fagositosis adalah sebagian dari respon imun non spesifik yang pertama kali
mempertemukan tuan rumah dengan benda asing. Istilah endositosis lebih umun dan
mempunyai dua arti yaitu fagositosis (pencernaan partikel) dan pinositosis (pencernaan non
partikel, misalnya cairan). Sel yang berfungsi menelan dan mencerna partikel atau substansi
cairan disebut sel fagositik, yang terdiri dari sel fagosit mononuclear dan fagosit
polimorfonuklear. Sel ini pada janin berasal dari sel hematopoietic pluripotensial yolk sac,
hati dan sumsum tulang.
Gejala klinik yang menonjol pada imunodefisiensi adalah infeksi yang berulang atau
bereadekuat terhadap terapi antimikroba, interaksi antara komplemen, antibody dan fagosit
merupakan dasar mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi sehingga gangguan dari salah
satu ketiga komponen ini memberikan peluang untuk terjadinya infeksi berulang.
Klasifikasi imunodefisiensi ada dua, yaitu:
Imunodefisiensi primer, yang terdiri dari disfungsi fagositik, defisiensi komplemen,
defisiensi limfosit B, defisiensi limfosit T, defisensi sel induk (stem cell), dan
defisensi MHC kelas II.
Gejala biasanya timbul pada awal kehidupan setelah perlindungan antibody maternal
menurun. Tanpa terapi, bayi dan anak-anak yang menderita jarang dapat bertahan
hidup hingga usia dewasa.
Imunodefisensi sekunder
Lebih sering dijumpai dibandingkan dengan imunodefisensi primer dan sering kali
terjadi akibat dari proses penyakit yang mendasarinya atau akibat dari terapi terhadap
penyakit ini. Penyebab umum imunodefisiensi sekunder ini adalah malnutrisi, stes
kronis, luka bakar, uremia, diabetes mellitus, kelainan autoimun, virus, kontak dengan
obat-obatan serta zat kimia yang imunotoksik.
Pada kesempatan kali ini, yang akan kita bahas adalah disfungsi fagositik.
Disfungsi fagositik termasuk ke dalam golongan kelainan imunodefisiensi primer, dapat
berupa kelainan intrinsic yang antara lain disebabkan oleh defisiensi enzim yang diperlukan
untuk membunuh kuman, misalnya kekurangan enzim mieloperoksidase dan laktoferin untuk
proses metabolism oksidatif. Kelainan ini disebut defisiensi granula spesifik (spesifik
granules deficiency). Penyebabnya belum diketahui, tapi factor genetic diduga memegang
peranan penting.

Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

B. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis akibat disfungsi fagositik adalah

Penyakit granulomatosa kronik (CGD = chronic granulomatous disease)


Terjadinya disfungsi netrofil yang disebabkan oleh:
Gangguan metabolism oksidatif akibat adanya defisiensi enzim
Ketidakmampuan NADPH-oksidase untuk bereaksi dengan substrat
Gangguan rangsangan terhadap membrane sel
Disfungsi system transport electron dalam sel
Infeksi bakteria berulang
Baik infeksi local maupun sistemik, terutama infeksi oleh staphylococcus aureus,
staphylococcus hemolyticus, dan candida. Penderita sering mengalami infeksi berat
tanpa peningkatan jumlah leukosit.

C. SEL-SEL TUBUH YANG TERMASUK FAGOSIT


Fagosit (phagocyte) adalah penggolongan sel darah putih yang berperan dalam system
kekebalan dengan cara fagositosis atau menelan pathogen. Fagosit berarti sel yang dapat
menelan atau memakan material padat. Untuk menalan partikel atau pathogen, fagosit
memperluas bagian membrane plasma kemudian membungkus membrane disekeliling
partikel sehingga terbungkus. Sekali berada di dalam sel, pathogen yang menginvasi
disimpan di dalam endosome yang lalu bersatu dengan lisosom. Lisosom mengandung enzim
dan asam yang membunuh dan mencerna partikel atau organisme. Fagosit umumnya
berkeliling dalam tubuh untuk mencari pathogen, namun mereka juga bereaksi terhadap
sinyal molecular terspesialisasi yang diproduksi oleh sel lain, disebut sitokina.
Peran fagosit sangat vital untuk melawan infeksi, partikel asing yang masuk ke dalam tubuh,
bakteri dan sel yang mati atau apoptosis. Ketika sel dari organisme itu mati, melalui proses
apoptosis ataupun oleh kerusakan akibat infeksi virus atau bakteri, sel fagosit berperan
dengan memindahkan mereka dari lokasi kejadian. Dengan membantu memindahkan sel mati
dan mendorong terbentuknya sel baru yang sehat, fagositosis adalah bagian penting dari
proses penyembuhan jaringan yang terluka. Fagositosis dari sel inang umumnya merupakan
bagian dari pembentukan dan perawatan jaringan biasa.
Manifestasi fagosit terdapat pada berbagai macam spesies. Beberapa jenis amuba bertingkah
laku seperti fagosit makrofaga, sehingga tercetus pemikiran bahwa fagosit telah ada sejak
awal evolusi kehidupan. Satu liter plasma darah mengandung sekitar enam milyar fagosit.
Fagosit pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Ilya Ilyich Mechnikov Ketika beliau
mempelajari larva binatang laut. Beliau mendapat penghargaan nobel dibidang Fisiologi dan
Medis pada tahun 1908.
KLASIFIKASI FAGOSIT
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

1. FAGOSIT MONONUKLEAR/AGRANULOSIT
Sel Monosit
sel yang berasal dan matang di sum-sum tulang dimana setelah matang akan
bermigrasi ke sirkulasi darah dan berfungsi sebagai fagosit.
Sel Makrofag
Diferensiasi dari sel monosit yang berada dalam sirkulasi. Ada 2 golongan, yaitu:
a. Fagosit professional: monosit dan makrofag yang menempel pada permukaan
dan akan memakan mikroorganisme asing yang masuk. Monosit dan
makrofag juga mempunyai resepto interferon dan Migration Inhibition Factor
(MIF). Selanjutanya monosit dan makrofag diaktifkan oleh Macrophage
Activating Factor (MAF) yang dilepas oleh sel T yang disensitasi.

b. Antigen Presenting Cell (APC): sel yang mengikat antigen asing yang masuk
lalu meprosesnya sebelum dikenal oleh limfosit. Sel-sel yang dapat menjadi
APC antara lain: kelenjar limfoid, sel Langerhans di kulit, Sel Kupffer di hati,
sel mikrogrial di SSP dan sel B.
Proses menelan dan mencerna mikroorganisme dalam tubuh manusia dalam tubuh
manusia diperankan oleh dua golongan sel yang disebut oleh Metchnikoff sebagai
mikro (sel polimorfonuklear) dan makrofag. Istilah retikuloendotelial untuk monosit
dan makrofag telah diganti dengan system fagosit mononuclear karena fungsi
fundamental kedua fungsi sel ini adalah fagositosis. Dalam perkembangannya sel
fagosit mononuclear dan sel granulosit dipengaruhi oleh hormone. Kedua sel ini
berasal dari unit sel progenitor yang membentuk granulosit dan monosit (colony
forming unit-granulosit macrophage = CFU GM). Hormon tersebut adalah
glikoprotein yang dinamakan factor stimulasi koloni (colony stimulating factor =
CSF), seperti factor stimulasi koloni granulosit-makrofag (granulosyt macrophage
colony stimulating factor = GM-CSF), factor stimulasi koloni makrofag
(Macrophage colony stimulating factor = M-CSF) dan interleukin-3 (IL3) yang
merangsang defisiensi sel CFU-GM menjadi sel monoblast yang kemudian menjadi
sel promonosit dan sel mieloblast menjadi sel progranulosit. Sel promonosit dapat
mengadakan endositosis tetapi daya fagositnya kurang dibandingkan dengan monosit.
Sel monosit lebih kecil dari prekusornya, tetapi mempunyai daya fagositosis dan
mikrobisidal yang kuat. Perkembangan seri mononuclear sampai berada di darah
perifer memakan waktu enam hari dan mempunyai masa paruh disirkulasi darah
selama 3 hari.
Terdapat dua jenis fagosit di dalam sirkulasi darah yaitu neutrophil dan monosit, yaitu
sel darah yang datang ke tempat infeksi kemudian mengenali mikroba intraseluler dan
memakannya (ingestion). Neutrofil (disebut juga polimorfonuklear atau PMN) adalah
leukosit terbanyak di dalam darah yaitu berjumlah 4000-10.000 per mm3. Apabila
terjadi infeksi, produksi neutrophil di sumsum tulang meningkat hingga mencapai
20.000 per mm3 darah. Produksi neutrophil distimulasi oleh sitokin yang disebut
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

colony stimulating factor. Sitokin ini diproduksi oleh berbagai sel sebagai respon
terhadap infeksi dan bekerja pada sel stem sumsum tulang untuk menstimulasi
proliferasi dan maturasi precursor neutrophil. Neutrofil merupakan sel yang pertama
kali berespon terhadap infeksi, terutama infeksi bakteri dan jamur. Neutrofil
memakan mikroba di dalam sirkulasi, serta dapat memasuki jaringan ekstraseluler di
tempat infeksi dengan cepat, kemudian memakan mikroba dan mati setelah beberapa
jam. Neutrofil dan monosit bermigrasi ke jaringan ektravaskuler di tempat infeksi
akibat berikatan dengan molekul adhesi endotel dan sebagai respon terhadap
kemoatraktan. Jika mikroba infeksius dapat melewati epitelium dan masuk ke
jaringan subepitel, makrofag akan mengenali mikroba dan memproduksi sitokin. Dua
dari sitokin ini yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1), bekerja
pada endotel pembuluh darah kecil di tempat infeksi. TNF dan IL-1 menstimulasi
endotel untuk mengekspresikan 2 molekul adhesi yang disebut E-selectin dan Pselectin. Sel makrofag akan menjadi aktif atas pengaruh sitokin sehingga selnya
menjadi lebih besar, membrane plasmanya berlipat-lipat, banyak pseudopodia serta
mempunyai kesanggupan membunuh mikroorganisme dan sel tumor.
Sel monosit dan makrofag berperan sebagai sel yang mempresentasikan antigen
(antigen presenting cell = APC). Mikroba bakteri dan antigen protein terlarut dipecah
dalam fagolisosom menjadi partikel berukuran kecil. Partikel ini akan ditampilkan
dipermukaan sel berikatan dengan molekul peptide MHC kelas II dan akan dikenal
oleh sel Th. Peristiwa ini disebut antigen processing. Protein asing seperti virus dan
antigen tumor juga akan diproses, tetapi akan bergabung dengan molekul MHC kelas
I yang kemudian akan ditampilkan dipermukaan sel APC dan akan dikenal oleh sel
limfosit Ts.
Faktor CSF, IL-2, IL-3, IL-4 dan interferon akan merangsang dan memperbanyak
jumlah glikoprotein MHC pada sel monosit sehingga sel ini lebih efisien untuk
mempresentasikan antigen.
Jadi dapat disimpulkan bahwa monosit dan makrofag penting dalam memulai dan
mengatur respon imun. Fungsi lain dari makrofag adalah untuk menghancurkan
mikroorganisme seperti mycobacterium tuberculosis, listeria, leismania, toksoplasma
dan beberapa fungi. Peranan makrofag dalam penolakan sel kanker belum jelas,
mungkin sel tumor dihancurkan oleh enzim metabolit oksigen seperti hydrogen
peroksida, proteinase sitolitik, atau factor nekrosis tumor (TNF) yang dihasilkan oleh
sel makrofag. Sebagai sel perlindungan, makrofag dengan kemampuan diapedesisnya
dapat menembus endotel pembuluh darah menuju tempat invasi mikroba. Faktor
kemotaktik monosit antara lain produk komplemen reaktan yang dihasilkan
neutrophil, limfosit, dan sel kanker. Fungsi lain adalah eliminasi sel mati dan sisa sel.
Makrofag di dalam limpa akan memusnahkan eritrosit yang sudah tua, sedangkan di
dalam paru akan mengeliminasi debu dan asap rokok yang masuk ke paru. Aktivitas
metabolic makrofag aktif akan meningkatkan sel aksi mikrobisidal dan tumorisidal.
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

2. FAGOSIT POLIMORFONUKLEAR/GRANULOSIT
Sel granulosit pada manusia mempunyai tiga bentuk morfologis, yaitu neutrophil,
eosinophil dan basophil. Tetapi yang memiliki sifat fagositosis adalah neutrophil dan
eosinophil. Tidak seperti makrofag, neutrophil adalah sel terakhir dari diferensiasi
meiloid, jadi tidak akan terbagi lagi. Sel ini berasal dari sel asal (stem sel) disumsum
tulang dan telah mengalami pematangan bertahap melalui mieloblast, promielosit,
metamielosit, sel batang, dan akhirnya neutrophil. Berlainan dengan monosit, karena
sel ini banyak tertimbun di dalam sumsum tulang, maka bila diperlukan dapat segera
masuk ke sirkulasi. Setelah 12 jam di dalam sirkulasi, sel ini akan memasuki jaringan
dan menetap untuk beberapa hari. Sel yang sudah berada di dalam jaringan tidak akan
kembali ke sirkulasi.
Dengan pematangan sel, terdapat 2 jenis granula, yaitu granula azurofilik dan granula
spesifik. Granula azofilik tampak lebih padat, mempunyai diameter 0.4 dan
mempunyai susunan lisosom sama dengan jaringan lain yang terdiri
darimieloperoksidase, beberapa lisozim, beberapa kation protein, protein arginine
basa, sulfat mukopolisakarida, asam fosfat dan bermacam asam hydrolase. Granula
sekunder spesifik bukanlah lisosom sejati, bentuknya lebih kecil dari 0.3 , dan
kurang padat, kaya akan fosfatase alkali, lisozim, aminopeptida, dan laktoferin. Pada
tingkat pematangan menengah kedua bentuk granula tersebut sudah terlihat, dan pada
tingkat lebih matang akan banyak granula sekunder. Kedua granula ini sangat
penting kegunaannya dalam proses penghancuran dan pemusnahan mikroorganisme
yang diinegsti. Produksi granulosit dan peredarannya diatur oleh factor selular dan
humoral.
Neutrofil
Sel neutrophil terdapat lebih dari setengah jumlah sel darah putih di sirkulasi dan
mempunyai nucleus multilobus dengan granula sitoplasma. Granulanya mengandung
bermacam enzim, seperti protein dan glikosaminoglikan yang berperan pada fungsi
sel. Neutrofil sangat diperlukan untuk pertahanan tubuh sebagai fagosit dan proses
pemusnahan pathogen di jaringan.
Neutrofil dari sumsum tulang berdiameter 7-7.5m dan dapat melewati pori-pori
kecil dinding endotel yang memiliki diameter 1-3m, diperkirkan pasti terjadi
deformasi sel untuk dapat melewati pori-pori. Faktor CSF merangsang sel neutrophil
keluar dari sumsum tulang. Faktor lain yang juga dapat mengeluarkan neutrophil dari
sumsum tulang adalah tekanan hidrostatik sumsum tulang.
Jumlah neutrophil dipengaruhi oleh beberapa factor patofisologik seperti infeksi,
stress, hormone, CSF, TNF, IL-1, IL-3. Endotoksin meningkatkan produksi neutrofil
dari sumsum tulang, walaupun efeknya diperankan oleh IL-1 dan TNF dari monosit
atau makrofag yang terstimulasi. Cara menghilangnya neutrofil dari sirkulasi belum
diketahui dengan jelas. Tetapi perpindahan sel ini ke lokasi inflamasi akan
menyebabkan neutrofil sirkulasi menghilang karena sekali ia berada di jaringan
inflamasi tidak akan kembali ke sirkulasi. Pemusnahan neutrofil melalui kelenjar
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

limfe tidak penting. Diperkirakan organ sistem retikuloendotelial seperti hati dan
limpa merupakan tempat pemusnahan neutrofil tua dan neutrofil yang menjadi tua
dari sirkulasi. Neutrofil yang turut dalam proses inflamasi akan dilenyapkan oleh
makrofag. Pada sebagian besar proses inflamasi, makrofag akan mengikuti influks sel
neutrofil dan kemudian akan memakan sel neutrofil tua, sedang pada tempat infeksi
terjadi lisis neutrofil oleh aksi toksin yang dihasilkan bakteri
Eosinofil
Eosinofil melakukan fungsinya di jaringan dan tidak akan kembali ke sirkulasi, serta
akan dieliminasi melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Dalam proses
pematangannya terjadi perubahan granula azurofilik ke bentuk granula sitoplasmik
besar yang memnpunyai struktur kristaloid. Granula eosinofil tidak berisi lisozim dan
fagositin seperti pada neutrofil, tetapi kaya akan asam fosfatase dan peroksidase.
Terdapat eosinophilic basic protein (EBP) pada inti kristalin, dengan ukuran 11.000
Dalton yang sangat toksik untuk parasit (skistosoma) dan epitel trakea. Walaupun sel
ini dapat memfagosit bermacam partikel, mikroorganisme atau kompleks antigenantibodi terlarut, tetapi kurang efisien dibandingkan neutrofil. Sampai sekarang peran
spesifik sel ini belum diketahui, kecuali ada hubungannya dengan alergi dan infeksi
parasit. Selain untuk eliminasi kompleks imun, ia juga berperan dalam menghambat
proses inflamasi dengan menghambat efek mediator, misahnya aril sulftase B yang
dihasilkan sel eosinofil akan menginaktifkan SRS-A yang dilepaskan sel mast.
Eosinofil berperan juga pada reaksi antibody mediated cytotoxity dalam
memusnahkan parasit.

D. PENYAKIT BERKAITAN DENGAN FAGOSIT MONONUKLEAR


1. Dalam keadaan produk lisozim berlebihan di jaringan dan tidak dapat dimetabolisme
maka

akan timbul penyakit yang tergolong dalam kelompok inborn error of

metabolism dan hemosiderosis bila terjadi penimbunan besi seperti penyakit Hurler
dan penyakit Gaucher,

Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

2. Penyakit yang dihubungkan dengan kekurangan fungsi fagositosis mononuklear,


adalah infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis terdapat hiperplasia sel ini secara
wajar, terutama di jaringan seperti kelenjar getah bening dan limpa.
3. Sel fagosit ini dapat pula mengalami proliferasi secara berlebihan, seperti pada
leukemia monositik, atau pada penyakit histiositosis yang ganas.
4. Disfungsi makrofag karena kelainan genetik seperti misalnya pada pasien dengan
penyakit granulomatosis kronik, oleh karena pasien tersebut kekurangan enzim yang
diperlukannya dalam proses fagositosis.
5. Extrinsic defects include opsonic abnormalitas sekunder, defisiensi antibodi dan
fakto komplemen
6. Intrinsic disorders : chronic granulomatous disease, glycogen storage disease type Ib,
Chediak-Higashi syndrome, and specific granule deficiency. Intrinsic disorders of
chemotaxis include hyperIgE syndrome, leukocyte adhesion defects, ShwachmanDiamond syndrome, syndromes periodontitis. Defek aktivasi fagositik terjadi pada
diabetes mellitus, metabolic storage disease, malnutrisi, immaturity, luka bakar.

E. INTERAKSI ANTI MIKROBA DAN FAGOSIT


Antimikroba memiliki sifat imunomodulator terutama terhadap neutrofil dan
monosit/makrofag. Sifat imunomodulator tersebut kadang-kadang lebih dominan dari efek
bakteriostatik dan bakterisidal dari antimikroba tersebut. Fungsi dari sistem fagosit yang dapat
dipengaruhi adalah chemotaxis, dan kemampuan untuk membunuh kuman melalui
pembentukan superoksida. Antimikroba tertentu dapat meningkatkan kemampuan fagosit baik
secara langsung maupun secara tidak langsung.
Keefektifan suatu antimikroba dalam pengobatan penyakit infeksi tergantung dari interaksi
antara bakteri, obat antimikroba dan sistem fagosit dalam tubuh. Beberapa antimikroba
dilaporkan dapat menimbulkan modifikasi terhadap sistem imunitas tubuh baik secara in vitro
maupun secara in vivo. Obat antimikroba akan mempengaruhi interaksi antara neutrofil
dengan mikroba melalui berbagai cara, dan begitu juga sebaliknya neutrofil dapat
mengganggu aktivitas antimikroba dalam tubuh. Kebanyakan antimikroba golongan -laktam
dan quinolone memiliki efek sinergis dengan sistem fagosit dalam menghancurkan kuman di
dalam sel neutrofil, oleh karenanya obat tersebut disebut obat yang bersifat imunostimulator.
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

Sebaliknya beberapa antimikroba seperti cyclins, chloramphenicol, sulfonamid dan


trimethoprim dapat menekan fungsi imunitas tubuh. Beberapa antimikroba memiliki efek
yang meragukan terhadap sistem imunitas meningkatkan kemampuan fagosit dari neutrofil.
Antimikroba akan berpengaruh terhadap interaksi antara neutrofil dan monosit/makrofag
dengan mikroba/kuman. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, nampaknya sebelum
memutuskan untuk memberikan antimikroba untuk menangani penyakit infeksi terutama pada
pasien yang sudah mengalami gangguan pada sistem imun, perlu diketahui golongan
antimikroba mana yang dapat meningkatkan dan yang dapat menurunkan kemampuan fagosit
dari neutrofil, sehingga efek terapi yang diharapkan menjadi lebih baik.Dalam tulisan berikut
akan diuraikan berbagai aspek dari interaksi antara antimikroba dengan netrofil dan
monosit/makrofag.Mekanisme dari Neutrofil dan Monosit/Makrofag Memfagosit serta
Menghancurkan Kuman-Kuman/Benda Asing Neutrofil disebut juga leukosit
Polymorphonuclear (PMN) merupakan 50-60% dari komponen leukosit yang berada dalam
darah tepi. Neutrofil merupakan salah satu komponen dari sistem imun tubuh non spesifik
yang terdepan dalam mencegah infeksi oleh berbagai mikroba seperti: bakteri, jamur,
protozoa, virus dan sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Sedangkan monosit/makrofag
merupakan sistem fagosit yang lain dalam tubuh. Monosit merupakan bentuk permulaan dari
makrofag yang beredar dalam sirkulasi yang jumlahnya kira-kira 10% dari seluruh leukosit.
Setelah sampai pada jaringan, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang dapat
dibagi menjadi dua yaitu makrofag dan inflammatory macrophage. Makrofag berada dalam
berbagai jaringan tubuh dengan nama yang berbeda-beda yaitu: histiocyte (pada jaringan),
Kupffers cell (pada hati), Alveolar macrophage (pada paru), Langerhans cell (pada kulit) dan
makrofag bebas pada limpa, peritoneum, pleura dan kelenjar limfe.
Meskipun antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh,
namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang
merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi imunitas.
Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan
fungsi
fagosit.
Antimikroba
golongan
cyclins,
chloramphenicol,trimethoprim,
sulfamethoxazole, gyrase inhibitor dan rifampicin dapat menurunkan fungsi fagosit.
Antimikroba aminoglycoside, fusidic acid dan lincosamide efeknya terhadap sistem fagosit
masih meragukan atau kontroversial. Sedangkan macrolide efeknya berbeda-beda tergantung
jenis macrolide.

BAB III
Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Disfungsi fagositik merupakan gangguan imonologi yang mengaggu proses pertahanan
tubuh kita terhadap suatu infeksi, sehingga tubuh kita tidak mampu melawan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh kita. Hal itu sangat merugikan dan bahkan
dapat membunuh hospesnya.

B.

SARAN
Setelah membaca makalah ini, diharapkan kita lebih memahami tentang definisi disfungsi
fagositik, mekanisme fagositosis di dalam tubuh kita, dan mengetahui penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan disfungsi fagositik, sehingga mampu mengaplikasikannya di
dalam praktek keperawatan. Kami sadar, makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu, kritik dan masukan untuk menyempurnakan makalah ini kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

Joyce M. Black, 2014, Keperawatan Medikal bedah


http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com
2010, Children Allergy Center Information Education Network.

Tugas Mata Kuliah;

SISTEM IMUN

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


NON REGULER
STIKes PERTAMEDIKA
(Tahun Ajaran 2016)

Anda mungkin juga menyukai