Mata kuliah Ilmu Negara yang berbobot 2-3 SKS membahas tentang aliran pikir negara dan
hokum dan penerapannya di berbagai negara termasuk Indonesia.
Secara umum tujuan perkuliahan Ilmu Negara adalah menganalisis penerapan konsep ilmu
negara di berbagai negara dan secara khusus di Indonesia.
Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memiliki kemampuan:
1. menjelaskan konsep ilmu Negara;
2. menjelaskan teori asal mula Negara;
3. menganalisis teori-teori yang memberi dasar hukum bagi kekuasaan Negara;
4. menjelaskan bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan;
5. menjelaskan lembaga perwakilan rakyat dan penerapannya di Indonesia;
6. menjelaskan sejarah pembentukan pemerintahan Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, materi mata kuliah ini disajikan dalam 6 modul sebagai
berikut.
1. Modul 1 Konsep Ilmu Negara.
2. Modul 2 Teori Asal Mula Negara.
3. Modul 3 Teori-teori yang Memberi Dasar Hukum bagi Kekuasaan Negara.
4. Modul 4 Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan dan Sistem Pemerintahan.
5. Modul 5 Lembaga Perwakilan Rakyat.
6. Modul 6 Pembentukan Pemerintahan Indonesia.
Yakinkan dalam hati bahwa Anda sebagai mahasiswa akan belajar dengan sungguh-sungguh,
dengan niat yang kuat, kerajinan yang cukup, dan usaha yang gigih, maka Anda akan dapat
menguasai seluruh isi modul ini. Pelajarilah setiap kegiatan belajar dengan saksama, jangan
terburu-buru. Latihlah mengungkapkan pengetahuan Anda dengan latihan setelah cukup
memahami uraian dan contoh. Gunakan rangkuman untuk mengingat dan mengambil inti sari
setiap kegiatan belajar. Kemudian kerjakanlah Tes Formatif pada setiap akhir kegiatan belajar.
Jangan lupa membaca Glosarium yang ada untuk membantu pemahaman Anda terhadap materi
1
uraian. Sedangkan fungsi Daftar Pustaka ialah memperluas wawasan Anda tentang topik yang
Anda pelajari pada modul ini. Usahakanlah membaca beberapa buku yang tercantum pada Daftar
Pustaka dengan cara membeli sendiri di toko buku, atau meminjam di perpustakaan, atau
meminjam dari teman yang memilikinya, supaya penguasaan materi Anda mantap.
MODUL 1: Konsep Ilmu Negara
(political science) lebih terkenal daripada Ilmu Negara dan Ilmu Negara itu asing sama sekali
bagi negara-negara Anglo Saxon dan istilah-istilah yang dipergunakan juga adalah lain. Seperti
Ilmu Negara dipakainya istilah General Theory of State dan Ilmu Kenegaraan dipakainya Istilah
General Science. Istilah ini dapat dijumpai dalam buku "Contemporary of Political Science" yang
dikeluarkan oleh Unesco. Jadi, bagi negara-negara Anglo Saxon yang sentral adalah Political
Science dan bukan Ilmu Negara atau Ilmu Kenegaraan.
Kegiatan Belajar 3: Aliran-aliran dalam Ilmu Negara
Rangkuman
Plato telah menulis dalam bukunya Politieia tentang bagaimanakah corak negara yang sebaiknya
atau bentuk negara yang bagaimanakah sebagai negara yang ideal. Perlu diterangkan bahwa Ilmu
Negara pada zaman Plato merupakan cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara
kota). Oleh karena itu, Ilmu Negara diajarkan sebagai Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang
masih merupakan Sosial moral dan differensiasi ilmu pengetahuan yang pada waktu itu belum
ada. Segala soal yang berhubungan dengan negara kota atau polis tidak menjelaskan apa yang
dimaksud dengan negara, tetapi hanya menggambarkan negara-negara dalam bentuk ideal.
Dalam uraiannya Plato menyamakan negara dengan manusia yang mempunyai tiga
kemampuan jiwa, yaitu:
1. kehendak,
2. akal pikiran, dan
3. perasaan.
Sesuai dengan tiga kemampuan jiwa yang ada pada manusia tersebut maka di dalam negara juga
terdapat tiga golongan masyarakat yang mempunyai kemampuannya masing-masing. Golongan
yang pertama disebut golongan yang memerintah, yang merupakan otaknya di dalam negara
dengan mempergunakan akal pikirannya. Orang-orang yang mampu memerintah adalah orang
yang mempunyai kemampuan, dalam hal ini seorang raja yang berfilsafat tinggi. Golongan kedua
adalah golongan ksatria/prajurit dan bertugas menjaga keamanan negara jika diserang dari luar
atau kalau keadaan di dalam negara mengalami kekacauan. Mereka hidup di dalam asramaasrama dan menunggu perintah dari negara untuk tugas tersebut di atas. Golongan ini dapat
disamakan dengan kemauan dari hasrat manusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat biasa
yang disamakan dengan perasaan manusia. Golongan ini termasuk golongan petani dan pedagang
yang menghasilkan makanan untuk seluruh penduduk. Pada saat itu orang menganggap bahwa
golongan ini termasuk golongan yang terendah dalam masyarakat.
Jelas bahwa paham dari Plato hanya suatu angan-angan saja dan ia sadar bahwa negara semacam
itu tidak mungkin terjadi di dalam kenyataan karena sifat manusia itu sendiri tidak sempurna.
4
Selanjutnya ia menciptakan suatu bentuk negara yang maksimal dapat dicapai disebut sebagai
negara hukum. Dalam negara hukum semua orang tunduk kepada hukum termasuk juga penguasa
atau raja yang kadang-kadang dapat juga bertindak sewenang-wenang.
Daftar Pustaka
Budiyanto. (2000). Dasar-dasar Ilmu Tata Negara untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
C.S.T Kansil. (2001). Ilmu Negara (Umum dan Indonesia). Jakarta: Pradnya Paramita
Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih. (1998). Ilmu Negara. Jakarta: Mega Media Pratama.
miliknya.
2 Monopoli
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Negara
berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu hidup dan disebarluaskan
karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3 Mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa, kecuali untuk
mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya,
keharusan membayar pajak.
Hal yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada.
Unsur-unsur negara terdiri dari:
1. Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku. Adapun wilayah terbagi
menjadi tiga, yaitu darat, laut, dan udara.
2. Rakyat, adalah semua orang yang berada di wilayah negara itu dan yang tunduk pada
kekuasaan negara tersebut.
3. Pemerintah, adalah alat negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya
dan merupakan alat dalam mencapai tujuan.
4. Pengakuan dari negara lain. Unsur ini tidak merupakan syarat mutlak adanya suatu negara
karena unsur tersebut tidak merupakan unsur pembentuk bagi badan negara melainkan
hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif
bukan konstitutif. Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan dua macam, yaitu
pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.
Kegiatan Belajar 2: Teori Tujuan Negara dan Teori Asal Mula Negara
Rangkuman
Setiap negara mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Tujuan negara merupakan masalah yang
penting sebab tujuan inilah yang bakal menjadi pedoman negara disusun dan dikendalikan sesuai
dengan tujuan itu. Mengenai tujuan negara itu ada beberapa teori, yaitu menurut Lord Shang,
Nicollo Machiavelli, Dante, Immanuel Kant, menurut kaum sosialis dan menurut kaum kapitalis.
Ada beberapa paham tentang teori tujuan negara, yaitu teori fasisme, individualisme, sosialisme
dan teori integralistik.
Kemudian, mengenai teori asal mula terjadinya negara selain dapat dilihat berdasarkan
pendekatan teoretis, juga dapat dilihat berdasarkan proses pertumbuhannya.
Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitu
sebagai berikut.
1 Teori Ketuhanan
6
3
4
a
b
Budiyanto, Drs. (2000). Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara Untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
Inu Kencana Syafiie, Drs. (1994). Ilmu Pemerintahan. Bandung: Mandar Maju.
Kansil, C.S.T., Drs. S.H. (1993). Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Kansil, C.S.T. Prof. Dr. S.H. (2001). Ilmu Negara (Umum dan Indonesia). Jakarta:
Pradnya Paramita.
Miriam Budiardjo, Prof. (1993). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Moh. Kusnardi, S.H. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kemudian, terakhir menurut teori kedaulatan hukum. Menurut ajaran ini, hukumlah yang
berdaulat, bukan Tuhan, negara maupun rakyat. Penganut ajaran kedaulatan hukum, di antaranya
Duguit dan Krabbe. Duguit menyatakan meskipun hukum merupakan penjelmaan kemauan
negara, akan tetapi negara sendiri harus tunduk kepada hukum. Meskipun Krabbe berbeda dengan
Duguit dalam memberikan penjelasan tentang kedaulatan hukum, yaitu bukan merupakan
pengejawantahan dari kehendak negara, tetapi hukum tercipta dari rasa keadilan yang hidup
dalam sanubari masyarakat.
Terhadap berkembangnya ke empat gagasan atau aliran kedaulatan di atas, Wirjono Prodjodikoro
memberikan komentar ke empat ajaran tersebut secara kenyataan adalah benar. Namun, dalam
praktik tampak banyak diselewengkan oleh penguasa yang diktator.
Kegiatan Belajar 2: Klasifikasi Negara
Rangkuman
Klasifikasi negara dimaksudkan penggolongan bentuk negara berdasarkan kriteria tertentu.
Secara umum klasifikasi negara dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi tradisional dan
klasifikasi yang lain. Dalam klasifikasi tradisional dikenal dua paham, yaitu paham klasifikasi tribagian (tri-partite clasification) dan klasifikasi dwi-bagian (bi-partite clasification). Klasifikasi
tri-bagian terutama diajukan oleh Arsitoteles dengan kriteria kuantitatif (jumlah penguasa) dan
kualitatif (tujuan berkuasa untuk kesejahteraan rakyat atau pribadi/ kelompoknya). Dari kriteria
ini dihasilkan tiga bentuk ideal dan pemerosotannya, yaitu Monarchie bentuk merosotnya tirani,
aristokrasi bentuk merosotnya Oligarkhi dan politea bentuk merosotnya demokrasi.
Klasifikasi Arsitoteles ini kemudian juga dikembangkan oleh Polybios atau sering dikenal dengan
teori cycles Polybios. Perbedaan pendapat Aristoteles dengan Polybios terutama pada bentuk
pemerintahan/bentuk negara demokrasi. Jika Aristoteles memandang demokrasi sebagai bentuk
pemerosotan, tetapi bagi Polybios sebagai bentuk ideal yang bentuk pemerosotannya adalah
ochlocratie atau mobocratie.
Sedangkan klasifikasi dwi-bagian yang pertama-tama mengemukakan adalah Nicollo Machiavelli
yang menyatakan bentuk negara jika tidak Republik maka lainnya Monarchie. Machiavelli tidak
menjelaskan kriteria yang digunakan. George Jellinek dan Leon Duguit kemudian melengkapi
kriterianya. Kriteria yang diajukan Jellinek adalah "pembentukan kemauan negara". Jika
pembentukan kemauan negara ditentukan oleh seorang saja maka terjadilah Monarchie,
sebaliknya jika ditentukan oleh dewan (lebih dari seorang) maka terjadilah republik. Sedangkan
Duguit, mengajukan kriteria "cara penunjukan atau pengangkatan kepala negaranya". Jika kepala
negaranya diangkat berdasarkan turun-temurun, dinyatakan bentuknya monarchie, dan jika
diangkat atas dasar pemilihan maka bentuknya republik.
Dalam pandangan klasifikasi tradisional tri-bagian mengidentikan antara bentuk negara dengan
bentuk pemerintahan. Namun, akhir-akhir ini tampak kerancuan itu mulai dapat dipecahkan. Oleh
karena tampak ada kecenderungan bahwa bentuk pemerintahan atau istilah lainnya sistem
pemerintahan telah memperoleh penegasan klasifikasinya, yakni sistem pemerintahan
10
negara di dunia. Misalnya, bisa dinyatakan bahwa negara Inggris merupakan Negara Kerajaan
Kesatuan Parlementer, Indonesia merupakan Negara Republik Kesatuan Presidentil, dan India
merupakan Negara Republik Serikat Parlementer.
Daftar Pustaka
Bhakti, Ikrar Nusa dan Sihbudi, Riza. (2002). Kontroversi Negara Federal: Mencari
Bentuk Negara Ideal Indonesia Masa Depan. Bandung: Mizan.
Budihardjo, Mirriam, ed. (1984). Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta:
Sinar Harapan.
Cholisin. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial UNY.
Naning, Ramdlon. (1982). Aneka Asas Ilmu Negara. Surabaya: Bina Ilmu.
Prodjodikoro, Wirjono. (1981). Asas-asas Ilmu Negara dan Politik. Bandung: Eresco.
Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan) jika tidak
republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk genus sedangkan
Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya.
Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya Allgemene
staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan kemauan negara itu
terdapat dua kemungkinan:
1. Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau secara
alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan
seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi.
2. Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja dibuat
menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu
dewan maka bentuk negaranya adalah republik.
Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Menurut Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan jiwa
manusia, yaitu sebagai berikut.
1. Aristokrasi yang berada di puncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh aristokrat
(cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi menjadi:
2. Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan
kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:
3. Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan
milik partikulir maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan
lahirlah:
4. Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah
mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarkhi.
5. Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenangwenang.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya menurut bentuk yang
ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai berikut.
1. Bentuk ideal Monarkhi bentuk pemerosatan Tirani/Diktator.
2. Bentuk ideal Aristokrasi bentuk pemrosotanya Oligarkhi/Plutokrasi.
13
perlengkapan (organ) yang berbeda satu sama lain berdasar tugas dan fungsi masing-masing
(pembagian secara horizontal) maupun dalam satu bagian dibagi menjadi organ yang lebih tinggi
dan rendah (pembagian secara vertikal).
Perbedaan Monarkhi dan Republik lebih jelasnya dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Kerajaan atau Monarkhi, ialah negara yang dikepali oleh seorang Raja dan bersifat turuntemurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain Raja, kepala negara suatu Monarkhi
dapat berupa Kaisar atau Syah (kaisar Kerajaan Jepang, Syah Iran dan sebagainya).
(Contoh Monarkhi Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, Muang Thai).
2. Republik: (berasal dari bahasa Latin: Res Publica = kepentingan umum), ialah negara
dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Seorang Presiden sebagai Kepala Negara
yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu (Amerika Serikat 4
tahun Indonesia 5 tahun). Biasanya Presiden dapat dipilih kembali setelah habis masa
jabatannya.
3.
Beberapa sistem Monarkhi, yaitu sebagai berikut.
1. Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan
mutlak). Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak
raja adalah kehendak rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L'Etat cest moi
(Negara adalah saya).
2. Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu
Konstitusi (UUD). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi
dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi.
3. Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat suatu Parlemen (DPR),
terhadap dewan di mana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan
bertanggung jawab sepenuhnya.
Dalam sistem parlementer, raja selaku kepala negara itu merupakan lambang kesatuan negara,
yang tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dipertanggungjawabkan (The King can do no
wrong), yang bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintah adalah Menteri baik bersamasama untuk seluruhnya maupun seseorang untuk bidangnya sendiri (sistem pertanggungjawaban
menteri: tanggung jawab politik, pidana dan keuangan).
Seperti halnya dengan Monarkhi maka Republik itupun mempunyai sistem-sistem:
1. Republik mutlak (absolut),
15
2. Republik Konstitusional,
3. Republik Parlementer.
Ke dalam pengertian bentuk pemerintah termasuk juga diktatur. Diktatur adalah negara yang
diperintah oleh seorang diktator dengan kekuasaan mutlak. Diktator memperoleh kekuasaan yang
tak terbatas itu bukan karena hak turun-temurun (raja) melainkan karena revolusi yang
dipimpinnya. Ia memerintah selama ia dapat mempertahankan dirinya.
Inggris yang merupakan Negara Kesatuan (Unitary State) dan juga Kerajaan (United Kingdom)
ini tampak bahwa jabatan Perdana Menteri sangat kuat, sekarang bagaimanakah kedudukan
Parlemen. Parlemen terdiri dari dua kamar (bicameral), yaitu sebagai berikut.
1. House of Commons (diketuai Perdana Menteri).
2. House of Lord (merupakan warisan).
Saat ini partai-partai yang memperebutkan kekuatan di Parlemen adalah Partai Konservatif dan
Partai Buruh (yang berasal dari paham liberalisme kemudian berubah menjadi paham sosialisme).
Kedudukan Parlemen dikatakan kuat karena selain diisi oleh orang-orang dari partai yang
menang dalam Pemilihan Umum, bukankah PM berasal dari kalangan mereka yang memerintah
selama kekuasaan masih diberikan padanya. Namun, begitu oposisi dibiarkan subur bertambah
hingga demokrasi dapat berjalan lancar. Cara seperti ini banyak dicontoh negara-negara lain
terutama bekas jajahannya. Cara atau sistem pemerintahan yang memperlihatkan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat (Parliament Sovereignty) ini membuat Inggris dikenal sebagai
Induknya Parlemen (Mother of Parliament).
Dalam hal Pemerintahan Daerah, bukan Inggris yang mencontoh Amerika Serikat, tetapi Amerika
Serikatlah yang meniru Inggris, yaitu sampai pada tingkat tertentu didesentralisasikan, dengan
kekuasaan di tangan Council yang dipilih oleh rakyat di daerah masing-masing. Inggris adalah
negara penjajah nomor satu di dunia, yaitu jauh di atas Portugis, Spanyol, Belanda dan Perancis.
Bahkan separuh dunia ini pernah dijajah oleh Inggris. Mengapa Inggris harus menjajah? Berbagai
alasan penyebabnya, di antaranya karena alasan ekonomi, politik, sosial budaya.
Dalam proses perjalanan kepartaian di Amerika Serikat sudah menjadi kebiasaan bahwa:
1. Partai yang kalah dalam pemilu harus segera menyusun program lanjutan dan berusaha
mendapatkan dukungan pressure group.
2. Tiap-tiap partai politik meningkatkan kepercayaan masyarakat, atas dasar kepribadian
masing-masing partai.
3. Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tujuan partai politik adalah untuk
16
kesejahteraan umum.
4. Meng-sinkronnisasi-kan kepentingan-kepentingan yang bertentangan.
5. Merupakan golongan profesional sebagai pembuat undang-undang.
Dalam pemisahan kekuasaan berusaha untuk betul-betul seperti kehendak Montesquieu, yaitu
dengan tegas dipisahkan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sehingga menjadi
"check and balance" yang betul-betul sempurna antara lembaga-lembaga kekuasaan tersebut
(cheking power with power).
Legislatif di Amerika Serikat adalah becameral (dua kamar), yaitu sebagai berikut.
1) Senate
Yaitu sama jumlah wakil (senator) dalam setiap negara bagian, yaitu dua orang senator.
2) House of Representative
Yaitu tergantung jumlah penduduk pada negara-negara bagian, 30.000 orang mempunyai 1
wakil, tetapi batas seluruhnya harus 435 orang (peraturan sejak 1910).
Ada dua macam kabinet ekstra parlementer dalam sejarah ketatanegaraan Belanda dan Indonesia.
1. Zaken kabinet, yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu
program yang terbatas.
2. National Kabinet (Kabinet Nasional), yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya
diambil dari berbagai golongan masyarakat. Kabinet macam ini biasanya dibentuk dalam
keadaan krisis di mana komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan nasional.
Daftar Pustaka
C.S.T Kansil dan Christine. (2001). Ilmu Negara. Jakarta: Pradnya Paramita.
Kusnardi dan Bintan Saragih. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kranenburg dan B. Sabarroedin. (1981). Ilmu Negara Umum. Jakarta: Pradnya Paramita.
17
bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses
politik maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara
rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain.
2. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian partai politik, seperti dikemukakan oleh Mac Iver,
R.H. Soltan, dan Sigmund Newman. Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa partai
politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Adapun tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusionil untuk
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
3. Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu sebagai berikut.
1. Dilihat dari segi jumlah dan fungsi anggotanya, terdiri dari berikut ini.
1. Partai massa, yaitu partai yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan
jumlah anggota.
2. Partai kader, yaitu partai yang mementingkan loyalitas dan kedisiplinan anggotaanggotanya.
2. Dilihat dari segi sifat dan orientasinya, terdiri dari berikut ini.
1. Partai lindungan, yaitu partai yang lebih mementingkan dukungan dan kesetiaan
anggotanya terutama dalam pemilu.
2. Partai asas atau ideologi, yaitu partai yang program-programnya atas dasar
ideologi tertentu.
4. Sistem kepartaian dapat dibedakan menjadi berikut ini.
a Sistem satu partai
Isilah sistem satu partai ini dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya
partai dalam suatu negara maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan di
antara beberapa partai lainnya.
b Sistem dwi partai
Pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan adanya dua partai atau adanya beberapa
partai, tetapi dengan peranan dominan dari dua partai.
c Sistem multipartai.
Pola multipartai dianggap lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik daripada
pola dwi partai.
5. Fungsi partai politik ada bermacam-macam, yaitu sebagai berikut.
19
3. Selanjutnya Lembaga Perwakilan lebih lanjut diatur dalam UUD 1945 diatur dalam pasal-pasal
tersendiri, namun fungsi, peran, dan kedudukan DPR melalui UUD 1945 telah dilakukan
beberapa perubahan dan penyempurnaan meliputi empat tahap (amandemen). Secara umum
perubahan dan penyempurnaan tersebut lebih mengedepankan peranan fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat.
Daftar Pustaka
20
Budiyanto. (2000). Dasar-dasar Ilmu Tata Negara untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
Kansil, CST. (2001). Ilmu Negara (Umum dan Indonesia). Jakarta: Pradnya Paramita.
Kansil dan CST Christine. (2001). Ilmu Negara. Jakarta: Pradnya Paramita.
Kusnardi dan Saragih B. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kusnardi, M. dan Saragih B. (1998). Ilmu Negara. Jakarta: Mega Media Pratama.
21
22
Isdmaun. (1972). Pancaila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Bandung: CV.
Remaja.
23
Kartodirdjo dkk, Sartono. (1976). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Lembaga Soekarno-Hatta. (1986). Sejarah Lahirnya UUD 1945 dan Pancasila. Jakarta:
Inti Idayu Press.
Moerdiono, dkk. (1995). Cita Negara Persatuan Indonesia. Penyunting Soeprapto, dkk.
Jakarta: Inti Idayu Press.
Notonagoro. (1955). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: CV. Pantjuran Tujuh.
Notosusanto, Nugroho. (1981). Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara. Jakarta: Balai
Pustaka.
Soemantri, Sri. (1986). Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945. Bandung:
Alumni
24