Anda di halaman 1dari 10

Congenital Disease Sensorineural Hearing Loss

Ummu Hanani Athirah binti Mohd Kamaludin


102012507
hananikamaludin@gmail.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Skenario
Seorang ibu melahirkan bayi laki-laki, lahir spontan, langsung menangis, APGAR scope 9,
BB 3 kg, PB 40 cm. riwayat kehamilan teratur ke doktor kandungan, usia kehamilan 3 bulan,
ibu mengalami German measles.

Pendahuluan
Pembentukan struktur telinga pada janin berkembang dari tiga bagian yang jelas berbeda
yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Perkembangan telinga dapat ditemukan
pada janin berumur kurang lebih 22 hari yaitu penebalam plakoda telinga yang kemudian
membentuk gelembung telinga. Seterusnya, gelembung telinga ini membentuk unsur ventral
dan dorsal. Unsur ventral itu terdiri dari sacculus dan ductus cochlearis sedangkan unsur
dorsal itu adalah utriculus, canalis semisircularis dan ductus endolymphaticus. Pada minggu
ke-6, sacculus akan membentuk suatu kantong keluar yang dikenali sebagai ductus cochlearis
yang akan menembus mesenkim secara spiral sehingga pada minggu ke-8, spiral ini genap
membentuk 2,5 putaran. Pada minggu ke-10, simpai tulang rawan akan mengalami
vakuolisasi dan membentuk dua ruangan yaitu scala vestibuli dan scala tympani. Sel-sel
epitel ductus cochlearis akan membentuk dua buah rigi yaitu limbus spiralis dan rigi luar
akan membentuk sel-sel rambut yang berperan sebagai sel-sel sensoris untuk sistem
pendengaran.
Pada minggu ke-6 juga, canalis semisirkularis juga sudah membentuk kantong-kantong pipih
yang masih melekat satu sama lain. Selanjutnya, membrannya akan menghilang dan
terbentuklah tiga buah canalis semisircularis dan ampulla. Sel-sel di dalam ampulla akan
membentuk crista ampullaris yang berperan dalam memelihara keseimbangan. Cavum
timpani pula berasal dari kantong faring pertama yang kemudian akan membentuk cavum
timpani primitif pada bagian distal dan tuba auditiva dan tuba Eustachii pada bagian
proksimal. Tulang-tulang pendengaran pula sudah mulai tampak pada trimester yang pertama
namun, tulang-tulang ini masih tertanam di dalam mesenkim hingga bulan ke-8.
Liang telinga luar berkembang pada awal bulan ke-3 apabila sel-sel epitel pada dasar liang
berproliferasi dan membentuk sumbat meatus. Dalam bulan ke-7, sumbat ini akan
menghilang dan epitel yang melapisi lantai liang ini akan membentuk gendang telinga tetap.
Kadang-kadang, sumbat meatus ini tetap ada sehingga menyebabkan tuli bawaan. Kelainan
daun telinga adalah paling sering terjadi karena penyatuan tonjol-tonjol daun telinga yang

berasal dari 6 buah proliferasi mesenkim adalah proses yang paling rumit. Tuli kongenital
yang dihubungkan dengan keadaan tuna rungu dan tuna wicara dapat disebabkan oleh
perkembangan abnormal labirin membranosa dan labirin tulang, di samping oleh cacat
tulang-tulang pendengaran serta membran timpani. Virus Rubella dapat mempengaruhi janin
pada minggu ke-7 atau ke-8 dan dapat menyebabkan kerusakan hebat pada organ Corti.
Selain itu, poliomielitis, eritroblastosis fetalis, diabetes, hipotiroidisme dan toksoplasmosis
juga dapat menyebabkan tuli bawaan.1

Annamnesis
Anamnesis dilakukan pada ibu.
Identitas: Ditanyakan identitas ibu maupun suami: Nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat lengkap.
Riwayat Kehamilan
Anak keberapa? Ada masalah tidak dengan kehamilan yang lalu?
Riwayat persalinan
Spontan/buatan? Aterm/Premature? Kapan? Lahir dimana? Ditolong siapa? Ada masalah saat
persalinan?
Anak
Jenis kelamin? BB? Hidup/mati? Kalau meninggal kenapa? Sehat? Adakah kecacatan?
Pemberian ASI? Bagaimana kondisinya sekarang?
Riwayat penyakit sekarang
Apakah ibu sekarang dalam kondisi sakit? Keluhan? Adakah penyakit sistemik lain yang
mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan (penyakit jantung, paru, ginjal, hati,
diabetes mellitus)? Apakah ibu dalam masa pengobatan?
Riwayat penyakit yang lalu
Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan
(penyakit jantung, paru, ginjal, hati, diabetes mellitus), riwayat alergi makanan / obat tertentu
dan sebagainya. Ada/tidaknya riwayat operasi umum / lainnya maupun operasi kandungan
(miomektomi, sectio cesarea dan sebagainya).
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit sistemik, metabolik, cacat bawaan,? Penyakit keturunan +/- (DM, kelainan
genetik), penyakit menular +/- (TBC)
Kebiasaan yang mengganggu kesehatan
Apakah ibu mempunyai kebiasaan merokok, minum jamu atau minum minuman beralkohol,
minum obat-obatan.

Pemeriksaan Fisik
APGAR Score
Skor diberi bagi setiap tanda pada minit pertama dan minit kelima selepas kelahiran. Jika
terdapat masalah dengan bayi skor tambahan ini diberi pada minit ke 10. Skor 7-10 dianggap
normal, manakala 4-7 mungkin memerlukan beberapa langkah resusitatif dan bayi dengan
apgars 3 dan ke bawah memerlukan bantuan pernafasan segera.
Tabel 1: APGAR Score2

Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Bayi


Skrining gangguan pendengaran pada bayi diprioritaskan pada bayi dan anak yang
mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran. Joint Committee on Infant
Hearing (2000) menetapkan pedoman registrasi resiko tinggi terhadap ketulian seperti
berikut:
Untuk bayi 0-28 hari
1. Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir.
2. Infeksi masa hamil: Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis
(TORCHS).
3. Kelainan kraniofasial termasuk kelainan pada pinna dan liang telinga.
4. Berat badan lahir <1500 g.
5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar.
6. Obat ototoksik
7. Meningitis bakterialis
8. Nilai APGAR 0-4 pada minit pertama; 0-6 pada menit ke 5.
9. Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU.

10. Sindroma yang berhubungan dengan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak
lahir.
Untuk bayi 29 hari 2 tahun.
1. Kecurigaan orang tua tentang gangguan pendengaran, keterlambatan bicara,
berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.
2. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa anakanak.
3. Keadaan yang berhubungan dengan sindrom tertentu yang diketahui mempunyai
hubungan dengan tuli sensorineural, konduksi atau gangguan fungsi tuba Eustachius
4. Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasuk
meningitis bakterialis
5. Infeksi intrauterin seperti TORCHS.
6. Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus, terutama hiperbilirubinemia yang
memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutukan ventilator serta
kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).
7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran progresif seperti
Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.
8. Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter syndrome, dan kelainan neuropati
sensomotorik misalnya Friederichs ataxia, Charrot Marie Tooth Syndrome.
9. Trauma kapitis
10. Otitis media yang berulang dan menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3
bulan.
Pemeriksaan Penunjang
Otoacoustic Emission (OAE)3,4
Tujuan utama OAE adalah untuk menentukan status koklea, khususnya fungsi sel rambut.
Maklumat ini boleh digunakan untuk ujian skrining terutamanya pada neonatus atau bayi.
Maklumat ini boleh diperolehi daripada pesakit yang sedang tidur atau pengsan kerana
tidak memerlukan tindak balas daripada pasien.
Suara yang terdetedeksi oleh koklea akan dikirim ke batang otak melalui saraf
pendengaran. Sebahagian energi bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan

kembali ke liang telinga. Produk sampingan ini dikenali dengan emisi otoakustik
(otoacoustic emission).
Terdapat 2 jenis OAE yaitu Spontaneous Otoacoustic Emissions (SPOAE) dan Evoked
Otoacoustic Emissions (EOAE). SPOAE adalah mekanisme aktif koklea tanpa harus
diberikan stimulus. Manakala EAOE hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik
dan dibedakan menjadi Transient Evoked OAE (TEOAE) dan Distortion Product OAE
(DPOAE).
Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan probe yang telah dikalibrasi
mengikut ukuran liang telinga pasien. Kesemua nilai OAE akan dikoreksi dengan noise
yang terjadi selama pemeriksaan. Oleh itu bayi tersebut haruslah dapat dikawal supaya
mengeluarkan suara yang minimal dan tenang.

Gambar 1: Pemeriksaan OAE.


Diunduh Dari: http://www.raphaspeechandhearing.com/images/upload/otoport.jpg
Spontaneous Otoacoustic Emission
Secara umum, SOAEs terjadi hanya 40-50% dari individu yang memiliki pendengaran
normal. Pada neonatus dengan pendengaran normal, rentang sekitar 25-80% memiliki
SOAEs. SOAEs umumnya tidak ditemukan pada individu dengan ambang pendengaran
buruk dari 30 dB HL. Oleh karena itu, respon SOAEs biasanya dianggap sebagai petanda
baik kesehatan koklea, tetapi tidak semestinya dengan tiadanya SOAEs berarti ada kelainan.

Transient Otoacoustic Emissions


Di klinik, TOAEs biasanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi, untuk memvalidasi
ambang pendengaran perilaku atau elektropsikologi, dan untuk menilai fungsi koklea relatif
terhadap lokasi lesi. Secara umum, kehadiran TOAE di frekuensi tertentu menunjukkan
bahwa sensitivitas koklea di daerah tersebut kira-kira 20-40 dB HL atau lebih baik.
Distortion Product Otoacoustic Emissions
Tergantung pada metodologi yang digunakan, DPOAEs sering dapat direkam pada individu
dengan gangguan pendengaran ringan sampai sedang yang tidak mempunyai TOAEs; namun,
akurasi DPOAEs dalam memperkirakan sensitivitas pendengaran yang sebenarnya tidak
sepenuhnya difahami.
Automated Auditory Brainstem Response5
AABR adalah pengukuran elektropsikologi yang digunakan untuk menilai fungsi
pendengaran dari saraf kedelapan melalui batang otak pendengaran. Pengukuran AABR
umumnya diperoleh dengan menempatkan elektroda pada dahi, di mastoid, dan pada leher.
Stimulus berupa klik (biasanya ditetapkan pada 35 dB dan dikirimkan ke telinga bayi melalui
earphone yang juga berperan untuk meredam bunyi bising sekitar. Kebanyakan sistem AABR
membandingkan gelombang yang dihasilkan bayi dengan template yang didapatkan dari data
ABR bayi normal. Kebanyakan sistem yang tersedia dapat digunakan sebagai alat skrining
yang efektif pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Metode AABR menghasilkan keputusan
lulus atau gagal tanpa memerlukan interpretasi, dan tes dapat dilakukan di walaupun dalam
sekitar yang bising.

Gambar 2: Pemeriksaan AABR.


Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/836646-overview#aw2aab6b7
Working Diagnosis (Diagnosis Kerja)
Congenital Disease Sensorineural Hearing Loss
Etiologi : Rubella6
Virus Rubella adalah virus RNA berantai tunggal dari keluarga Togaviridae. Meskipun
infeksi Togaviruses biasanya melalui vektor, virus Rubella ditularkan melalui droplet
pernapasan. Manusia merupakan hospes alaminya. Infeksi Rubella, umumnya dikenal sebagai
campak Jerman, biasanya menghasilkan manifestasi ringan dengan exanthem pada orang
dewasa dan anak-anak; Namun, rubella menghasilkan konsekuensi serius pada pasien hamil,
di antaranya infeksi janin dapat menyebabkan anomali serius.
Patofisiologi6
Virus Rubella ditularkan melalui droplet pernapasan. Setelah mukosa mulut atau nasofaring
terinfeksi, replikasi virus terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan jaringan limfoid
nasofaring. Virus ini kemudian menyebar ke kelenjar getah bening regional dan hematogen
ke tempat yang jauh. Infeksi janin diyakini terjadi sebagai akibat dari viremia maternal.
Mekanisme bagaimana infeksi rubella janin menyebabkan teratogenesis belum ditentukan
sepenuhnya, tetapi sitopatologi di jaringan janin terinfeksi menunjukkan nekrosis, apoptosis,

atau keduanya, serta penghambatan pembelahan sel-sel prekursor yang terlibat dalam
organogenesis.
Gejala Klinis6
Bayi dengan rubella bawaan biasanya lahir pada waktunya, tetapi sering dengan tubuh kecil
untuk usia kehamilan. Sequela yang paling umum adalah gangguan pendengaran. Selain
daripada itu dapat juga berupa

kelainan jantung, katarak, berat lahir rendah,

hepatosplenomegali, dan mikrosefali. Trias yang meliputi tuli, katarak, dan penyakit jantung
kongenital merupakan sindrom klasik kelainan kongenital akibat infeksi rubella.
Manifestasi klinis dari Congenital Rubella Syndrome, CRS bervariasi sampai batas tertentu
tergantung pada waktu infeksi janin. Dalam sebuah penelitian prospektif pada wanita hamil
dengan infeksi rubella pada trimester tertentu, berbagai macam kelainan (termasuk penyakit
jantung bawaan dan tuli) diamati pada sembilan bayi yang terinfeksi sebelum minggu ke-11.
Tiga puluh lima persen dari bayi (9 dari 26) terinfeksi antara kehamilan 13 dan 16 minggu
memiliki tuli saja. Katarak biasanya terjadi sekunder terhadap infeksi maternal rubella terjadi
sebelum hari 60 dari kehamilan; penyakit jantung ditemukan hampir secara eksklusif saat
Infeksi maternal adalah sebelum hari ke-80 (yaitu, trimester pertama).
Epidemiologi7
Gangguan ketulian bawaan dapat dibagi kepada dua faktor yaitu faktor genetik dan bukan
genetik. Faktor bukan genetik seperti infeksi Rubella dapat mencapai sekitar 25% dari
gangguan pendengaran bawaan. Faktor genetik (keturunan) diduga menyebabkan lebih dari
50% dari semua gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran akibat faktor genetik dapat
hadir pada saat lahir atau berkembang di kemudian hari.
Penatalaksanaan8
Alat bantu dengar sangat berguna untuk proses habilitasi. Tujuan dari amplifikasi adalah
untuk mengambil keuntungan dari setiap sisa kemampuan pasien untuk mendengar. Alat
bantu dengar biasanya dapat dilaksanakan dengan sukses pada usia 6 minggu.
Manajemen operasi pada kelainan telinga luar dan tengah dapat direkomendasikan dalam
kasus gangguan pendengaran yang bilateral. Pertimbangkan implantasi koklea untuk pasien

yang tidak menunjukkan manfaat yang signifikan dari alat bantu dengar yang konvensional.
Pemakaian alat bantu dengar atau implantasi koklea ini sebaiknya dimulai pada usia awal
karena hal ini dapat mempengaruhi proses pembelajaran anak dalam berbicara dan
berkomunikasi. Sekiranya anak dapat berkomunikasi sama seperti anak seusianya, hal ini
dapat membantu dalam tumbuh kembang dan meningkatkan IQ dan EQ anak tersebut.
Pencegahan6
Tidak ada terapi antivirus yang efektif terhadap infeksi rubella bawaan, langkah yang paling
berguna adalah untuk memastikan bahwa wanita yang sedang hamil terhindar dari infeksi
Rubella. Vaksin virus rubella yang dilemahkan aman dan efektif, meskipun durasi imunitas
tidak pasti. Vaksin ini dianjurkan untuk anak-anak di usia 12 sampai 15 bulan dan pada 4
sampai 5 tahun. Hal ini juga dianjurkan bagi wanita usia subur dimana hasil kedua tes
hemaglutinasi inhibisi antibodi dan tes kehamilan negatif. Vaksinasi tidak dianjurkan selama
kehamilan karena berbahaya untuk janin.
Prognosis6
Konsekuensi dari infeksi rubella janin mungkin tidak jelas pada saat lahir. Dalam salah satu
penelitian terhadap 123 bayi dengan rubella bawaan didokumentasikan, 85% dari kasus yang
tidak terdiagnosis sampai setelah keluar dari rumah sakit. Gangguan komunikasi, cacat
pendengaran, keterbelakangan mental atau motorik, dan mikrosefal dapat ditemukan pada
anak usia 1 sampai 3 tahun.
Kesimpulan
Gangguan pendengaran bawaan boleh mengakibatkan kecacatan yang permanen pada anak
tersebut jadi langkah pencegahan harus diambil agar jumlah kejadiannya dapat dikurangkan.
Program imunisasi pada anak-anak harus dilaksanakan dengan sempurna meliputi seluruh
penduduk di sesuatu tempat. Selain itu perempuan dalam usia subur juga harus diedukasikan
supaya menerima vaksin Rubella atau MMR untuk menghindar terjadinya komplikasi pada
kandungan mereka pada masa mereka sudah berumah tangga.
Daftar Pustaka

1. Stanley NG, Joy VB. Auditory development in the fetus and infant. Dec 2008: 8 (4):
187-93. Diunduh dari http://www.nainr.com/article/S1527-3369%2808%29001347/abstract. 21/03/2015.
2. APGAR Score. http://www.childbirth.org/articles/apgar.html. 21/03/2015.
3. Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Basbirudin J, Restuti RD et all, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam Cetakan
ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; h36.
4. Otoacoustic emission. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/835943overview#aw2aab6b5. 21/03/2015.
5. Auditory

brainstem

response

audiometry.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/836277-overview#aw2aab6b5. 21/03/2015.
6. Viral infection of the fetus and newborn; Rubella. In: Gleason CA, Devaskar SU.
Averys diseases of the newborn. 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
7. Hearing loss at birth. Diunduh dari http://www.asha.org/public/hearing/CongenitalHearing-Loss/. 21/03/2015.
8. Genetic sensorineural hearing loss treatment and management. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/855875-treatment#a1128. 21/03/2015.

Anda mungkin juga menyukai