Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


Asuhan keperawatan pada pasien dengan amputansi

Yohanes Septian Indra Putra


4B / 292688

Akademi Keperawatan Panti Rapih


Yogyakarta
2011

AMPUTASI
1. Pengertian
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh
(Brunner, 2000).
2. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena:
a.

Iskemia; karena penyakit reskulanisasi perifer, biasanya pada orang tua


seperti klien dengan aterosklerosis, diabetes melitus.
b.
Trauma amputasi; bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan
kendaraan bermotor, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan
metabolisme seperti Pagets Desease dan kelainan kongenital.
3. Metode Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar tubuh.
Amputasi dilakukan dengan dua metode yaitu:
a.

Metode terbuka (guillotine amputasi)


Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi.

b.

Metode tertutup (flap amputasi)


Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah
yang diamputasi.

4. Tingkatan Amputasi
a.
Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri, hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang melibatkan tangan.
b.

Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas bawah dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin ketidakmampuannya. Adapun amputasi yang
sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu:

1)

Amputasi di bawah lutut (below knee amptation)


Ada dua metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
ischemic limb. Hal ini dibedakan berhubung cara menutup flap yang berbeda.

2)

Amputasi di atas lutut (above knee amputation)


Amputasi jenis ini merupakan yang terbanyak kedua setelah amputasi bawah
lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut hilang, maka harus dipikirkan
yang terbaik yang dapat menyangga berat badan.

5. Komplikasi Amputasi
Tindakan amputasi dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diharapkan.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah:
a.

Hematome; terjadi karena hemostatik yang kurang cermat, hematome


dapat memperlambat penyembuhan dari stamp.
b.
Infeksi; lebih sering terjadi pada penderita dengan penyakit pembuluh
darah perifer, terutama yang disertai penyakit diabetes melitus.
c.
Nekrosis; pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi
konservatif. Bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih
tinggi.
d.
Kontraktur; Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak
stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur
sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak digerakan.
e.
Neuroma; terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong telalu rendah
sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proksimal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
f.
Phantom sentation; hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan
masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan
obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
6. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang protesis yang baik dan berfungsi.
Adapun sekarang dikenal dua cara perawatan pasca amputasi yaitu dengan
menggunakan rigid dressing dan soft dressing.
a.

Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu di kamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
mobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan
memperhatikan jangan sampai menyebabkan kontriksi stump dan memasang
balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan
cara ini bisa mencegah edema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.

b.

Soft dressing.
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang balutan yang
cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verband jaringan sampai
menyebabkan kontriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan

kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak
baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
7. Dampak Terhadap Sistem Tubuh dan Psikososial
a.
Dampak Terhadap Sistem Tubuh
Penyakit yang berhubungan dengan muskuloskeletal dalam perawatan dan
proses penyembuhannya harus dalam keadaan immobilisasi. Demikian juga
dengan amputasi atas indikasi infeksi memerlukan perawatan yang lama, sehingga
seseorang terganggu kemampuan fisiknya dalam rangka melaksanakan aktivitas
sehari-hari berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota tubuh untuk
bergerak. Pada kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap setiap sistem tubuh.
Adapun pengaruhnya meliputi:
1)

Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan kotekolamin dalam darah,
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.

2)

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler keluar ke ruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan edema. Immobilisasi
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hipothalamus posterior untuk
menghambat pengeluran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3)
a)
b)
c)
d)
4)
a)
b)
c)
5)
a)
b)
c)
6)
a)
b)
7)

Sistem muskuloskeletal
Penurunan kekuatan otot
Atropi otot
Kontraktur otot
Osteoporosis
Sistem respirasi
Penurunan kapasitas paru
Penurunan perfusi setempat
Mekanisme batuk tidak efektif
Sistem kardiovaskuler
Peningkatan denyut nadi
Penurunan cardiac reserve
Orthostatik hipotensi
Sistem pencernaan
Anoreksia
Konstipasi
Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis, ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:
a)

Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu


ginjal.
b)
Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembangbiaknya
kuman, hal ini menyebabkan infeksi pada saluran kemih.
8)
Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan, jika hal ini dibiarkan akan menjadi ischemia,
hiperemis.
b.

Dampak Terhadap Psikososial


Hilangnya salah satu anggota gerak dalam sistem muskuloskeletal, sangat
berpengaruh terhadap kondisi psiko sosial pasien. Gangguan mobilisasi dan
kenyamanan dapat mempengaruhi status emosional, fungsi sosial dan fungsi
pekerjaan serta fungsi seksual.
Gangguan body image, persepsi klien selalu dihubungkan dengan kondisi
tubuhnya seperti hilangnya salah satu anggota tubuhnya. Hilangnya anggota tubuh
berpengaruh terhadap pekerjaan, kemampuan beraktivitas, rekreasi dan klien
mungkin berfikir tidak dapat berhubungan dengan orang lain lebih lama, bila
orang lain tidak menerima perubahan tubuhnya.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Amputansi


1. Pengkajian
a.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi:
1) Biodata klien dan penanggung jawab
2) Keluhan utama
3) Riwayat kesehatan
a)
Riwayat kesehatan sekarang
b)
Riwayat kesehatan dahulu
c)
Riwayat kesehatan keluarga
4) Pemeriksaan fisik
Melakukan pengkajian melalui pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
a)

Keadaan umum
Klien dengan amputasi perlu dilihat keadaan umumnya yang meliputi
penampilan, postur tubuh, kesadran dan gaya bicara, biasanya klien
mengalami kelemahan, kebersihan diri kurang, bentuk tubuh kurus akibat
penurunan berat badan, dan kesadaran.

b)

Sistem muskuloskeletal
Pengkajian meliputi derajat ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala
sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang
dikeluhkan klien saat bergerak, toleransi, klien saat bergerak dan observasi
adanya luka pada otot akibat amputasi terbuka. Selain ROM, tonus dan
kekuatan otot harus dikaji.

c)

Sistem pernafasan
Mengkaji ada atau tidaknya sekret pada lubang hidung, kesimetrisan
gerakan dada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas apakah bersih atau ada
ronchi dan frekuensi nafas.

d)

Sistem kardiovaskuler
Mengkaji mulai dari warna conjungtiva, warna bibir, ada tidaknya
peninggian vena jugularis, bunyi jantung pada daerah dada dan
pengukuran tekanan darah, dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut
nadi. Tekanan darah dan denyut nadi diukur untuk mengethui ada atau

tidaknya orthostatik hipotensi terutama waktu melakukan perubahan posisi


dari tidur ke posisi duduk atau berdiri. Pada daerah perifer perlu dilihat ada
tidaknya edema dan warna pucat atau sianosis.

e)

Sistem pencernaan
Perlu dikaji meliputi keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, nafsu makan,
peristaltik usus dan BAB.

f)

Sistem persarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi saraf kranial, fungsi sensorik dan motorik
serta fungsi refleks. Sistem persarafan pada klien yang diamputasi pada
anggota gerak dan immobilisasi biasanya masih normal, kecuali ada
penyakit-penyakit lain atau ada benturan kepala yang menyertainya.

g)

Sistem integument
Perlu dikaji keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi
tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan. Klien
immobilisasi perlu dikaji secara seksama keadaan kulitnya terutama pada
daerah yang menonjol dan penekanan karena resiko terjadinya dekubitus
lebih besar jika posisi klien tidak berubah. Rambut dikaji mengenai
distribusi, kebersihan dan ada tidaknya kerontokan. Untuk kuku dikaji
bentuk, warna dan kebersihannya.

5) Pola aktivitas sehari-hari


Pengkajian pola aktivitas sehari-hari meliputi nutrisi (frekuensi makan, jenis
makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum, eliminasi yang meliputi
BAB (frekuensi, wana, konsistensi) dan BAK (frekuensi banyaknya urine
yang keluar setiap hari dan warna urine), personal hygiene (frekuensi mandi,
mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian).
6) Data psikososial
Pada klien amputasi, aspek psikososial yang perlu dikaji dalam mengenai
konsep diri (identitas diri, body image, ideal diri, harga diri dan peran) dan
hubungan atau interaksi klien baik dengan anggota keluarga maupun dengan
lingkungan dimana ia berada.
7) Data spiritual
Klien dengan immobilitas akibat amputasi perlu dikaji tentang agama dan
peribadatannya, keyakinan-keyakinan, harapan serta semangat yang
terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakitnya.
8) Data penunjang
Pada klien dengan kasus amputasi tidak ada test khusus tentang pemeriksaan
laboratorium.

b.

Diagnosa Keperawatan
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatannya adalah:

1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.


2) Gangguan konsep diri; body image berhubungan dengan perubahan
penampilan fisik.
3) Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan otot.
4) Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka.
2. Perencanaan Keperawatan
a.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
1)
Tujuan
Kebutuhan mobilisasi fisik terpenuhi, dengan kriteria:

Klien dapat menggerakan anggota tubuhnya yang lain (yang masih ada)

Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.

ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara

Klien dapat melakukan ambulasi.

2)

Intervensi
Intervensi
a.

Kaji ketidakmampuan
bergerak
klien
yang
diakibatkan oleh prosedur
pengobatan
dan
catat
persepsi klien terhadap
ambulasi.

b.

Latih klien untuk


menggerakan anggota badan
yang masih ada.

c.

Tingkatkan

Rasional
a.

Dengan
mengetahui
derajat
ketidakmampuan
bergerak klien dan persepsi
klien terhadap immobilisasi
akan dapat menentukan
aktivitas mana saja yang
perlu dilakukan.
b.
Pergerakan
dapat
meningkatkan aliran darah
ke otot dan tulang untuk
memperbaiki tonus otot,
memelihara
pergerakan
sendi
dan
mencegah
kontraktur, atropi.
c.
Untuk
menambah
pengetahuan klien sehingga
klien termotivasi untuk
mandiri dalam ambulasi.

Intervensi
pengetahuan klien tenang
prosthetic.

b.

d.

Tingkatkan ambulasi
klien seperti mengajarkan
menggunakan
crutcher,
tongkat dan kursi roda.

e.

Ganti posisi klien


setiap 3-4 jam secara
periodik.

f.

Bantu klien mengganti


posisi dari tidur ke duduk
dan turun dari tempat tidur.

Rasional
d.

Dengan
ambulasi
demikian
klien
dapat
mengenal
dan
menggunakan alat-alat yang
perlu digunakan oleh klien,
dan juga untuk memenuhi
aktivitas klien.
e.
Pergantian posisi tiap
3-4 jam dapat mencegah
terjadinya kontraktur.
f.
Membantu klien untuk
meningkatkan kemampuan
dalam duduk dan turun dari
tempat tidur.

Gangguan konsep diri; body image berhubungan dengan perubahan


penampilan fisik.
1) Tujuan
Klien dapat menerima keadaan fisiknya, dengan kriteria:

Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya

Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.

2) Intervensi
Intervensi
a.

b.

Motivasi klien untuk


mengekspresikan
pengalaman
kehilangan
suatu benda.

Kaji respon verbal dan


nonverbal
yang
mempengaruhi amputasi.
c.
Motivasi klien agar

Rasional
a.

Ekspresi pengalaman
kehilangan
dapat
mengetahui persepsi dan
koping
klien
saat
kehilangan.
b.
Untuk
mengetahui
pada tahap apa persepsi
klien sekarang.
c.
Klien
akan

Intervensi

Rasional

menjelaskan
perasaannya
berkaitan dngan perubahan
gambaran diri atau harga
diri.
d.
Ikut sertakan keluarga
dalam memberikan support
pada klien.

mengungkapkan
perasaannya sehingga dapat
dilihat
ada
tidaknya
prubahan gambaran diri dan
harga diri.
d.
Support
sistem
keluarga akan memberikan
dorongan
pada
klien
sehingga
membantu
peningkatan harga diri
klien.
e.
Tujauan yang realistik
dapat
memberikan
kepercayaan diri klien
sehingga
memberikan
kekuatan untuk mencapai
tujuan tersebut.

e.

c.

Bantu klien untuk


menentukan tujuan yang
realistik
setahap
demi
setahap.

Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan otot.
1)
Tujuan:
Nyeri berkurang atau hilang, dengan kriteria:
-

Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan


Klien menyatakan nyerinya berkurang
Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
Intervensi:
Intervensi
Rasional

a.

Tinggikan
stump

2)

b.

posisi

Evaluasi derajat nyeri,


catat lokasi, karasteristik
dan intensitasnya, catat
perubahan tana-tanda vital
dan emosi.
c.
Berikan
teknik

a.

Posisi stump lebih


tinggi akan meningkatkan
aliran
balik
vena
mengurangi edema dan
nyeri.
b.
Merupakan intervensi
monitoring yang efektif.
Tingkat
kegelisahan
mempengaruhi
persepsi
reaksi nyeri.
c.
Distraksi
untuk
mengalihkan
perhatian
klien terhadap nyeri karena

Intervensi

Rasional

penanganan stress seperti


relaksasi, latihan nafas
dalam, atau masase dan
distraksi

d.

d.

Kolaboasi
analgetik.

pemberian

perhatian klien dialihkan


pada hal-hal lain, teknik
relaksasi akan mengurangi
ketergantungan pada otot
yang menurunkan rangsang
nyeri pada saraf-saraf nyeri.
d.
Analgetik
dapat
meningkatkan
ambang
nyeri pada pusat nyeri di
otak
atau
dapat
membloking rangsang nyeri
sehingga tidak sampai ke
susunan saraf pusat.

Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan


kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
1) Tujuan
Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri, dengan kriteria:

Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau

Kuku pendek dan bersih

Rambut bersih dan rapi

Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapi

Klien mengatakan merasa nyaman.

2) Intervensi
Intervensi
a.

Bantu klien dalam hal


mandi dan gosok gigi
dengan cara mendekatkan
alat-alat
mandi,
dan
menyediakan
air
dipinggirnya jika klien
mampu.
b.
Bantu klien dalam
mencuci rambut dan potong
kuku.

Rasional
a.

Dengan menyediakan
air dan mendekatkan alatalat mandi maka akan
mendorong
kemandirian
klien dalam hal perawatan
dan melakukan aktivitas.
b.
Dengan
membantu
klien
dalam
mencuci
rambut dan memotng kuku
maka kebersihan rambut

Intervensi

Rasional
dan kuku terpenuhi.
Dengan merapihkan
rambut dan mengganti
pakaian setiap hari maka
mening-katkan harga diri
klien.
d.
Dengan membersihkan
dan merapihkan lingkungan
akan membuat nyaman
klien.
c.

c.

Anjurkan klien untuk


senantiasa
merapihkan
rambut
dan
mengganti
pakaiannya setiap hari
d.
Bersihkan
dan
rapihkan lingkungan di
sekitar klien.
e.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka.


1) Tujuan:
Infeksi tidak terjadi, dengan kriteria:
-

Luka bersih, keringdan tidak kemerahan serta tidak bengkak


Tanda-tanda vital normal
Nilai leukosit normal (5.000 10.000/mm3)

2) Intervensi:
Intervensi

Rasional

a.

Observasi
keadaan luka.

b.

Gunakan
teknik aseptik dan antiseptik
dalam melakukan setiap
tindakan perawatan.

c.

Ganti

balutan

a.

Untuk
memonitor bila ada tandatanda infeksi sehingga akan
cepat ditanggulangi.
b.
Teknik aseptik
dan
antiseptik
untuk
mencegah
pertumbuhan
atau membunuh kuman
sehingga
infeksi
tidak
terjadi.
c.
Mengganti
balutan untuk menjaga agar
luka tetap bersih dan
dengan
menggunakan
peralatan yang steril agar

Intervensi
dua kali sehari dengan alat
yang steril.

d.

Monitor LED

e.

Monitor tanda-

Rasional
luka tidak terkontaminasi
oleh kuman dari luar.
d.
Monitor LED
untuk mengetahui adanya
leukositosis
yang
merupakan
tanda-tanda
infeksi.
e.
Peningkatan
suhu tubuh, denyut nadi,
frekuensi dan penurunan
tekanan darah merupakan
salah satu tanda-tanda
terjadinya infeksi.

tanda vital

3. Implementasi Keperawatan
Kegiatan pada tahapan ini meliputi pelaksanaan perencanaan keperawatan.
Perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya berdasarkan ilmu
keperawatan dan ilmu lain yang terkait secara terintegrasi.

4. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut, pengumpulan data obyektif
dan data subyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah dicapai
atau belum, masalah apa yang sudah dipecahkan dan apa yang perlu dikaji direncanakan,
dilaksanakan dan dinilai kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner. (2000). Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Price, Sylvia. A. (1995). Patofisiologi: Konsef Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai