Anda di halaman 1dari 7

BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan adalah salah satu aspek penting dari semua pengalaman pasien
di rumah sakit (Marcason 2012). Rumah sakit dalam hal ini instalasi gizi adalah
bagian yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan makan di rumah sakit,
baik untuk pasien maupun staff.
Kualitas penyelenggaraan makanan pasien merupakan komponen yang
penting dalam manajemen pasien karena berkaitan langsung dengan kepuasan
pasien secara keseluruhan (Sheehan-Smith 2006). Schirg (2007) menambahkan
bahwa kualitas dan pelayanan makanan perlu diperhatikan karena memiliki
dampak terhadap kesehatan dan kesenangan pasien selama dirawat.
Instalasi gizi menghadapi banyak tantangan dalam menjaga kualitas
pelayanan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien antara lain seperti
masalah kepuasan makan dan sisa makanan pasien. Sebuah penelitian di dua
rumah sakit di Swiss oleh Stanga et al. (2003) ditemukan bahwa semakin lama
pasien tinggal di rumah sakit maka semakin besar tingkat ketidakpuasannya
terhadap penyediaan makannya. Hal tersebut diperparah apabila pasien yang
tinggal lama di rumah sakit memiliki kondisi yang buruk. Besar kemungkinan
mereka akan kehilangan nafsu makan serta makanan yang dimakan menjadi
sedikit (Stanga et al. 2003). Barton et al. (2000) menjelaskan bahwa lebih dari
40% makanan di rumah sakit terbuang. Kepuasan makan dan daya terima yang
rendah dapat memperburuk asupan makan pasien dan konsekuensinya asupan
makan menjadi rendah, pasien sulit sembuh dan memperpanjang lama rawat inap
di rumah sakit (Ordoez et al. 2013). Sumber lain menjelaskan bahwa malnutrisi
pada pasien di rumah sakit dapat meningkatkan biaya perawatan dan resiko
kematiannya (Agarwal et al. 2013). Pencegahan malnutrisi itulah yang menjadi
perhatian yang serius instalasi gizi akhir-akhir ini agar dapat memperbaiki kondisi
pasien dan mengurangi biaya perawatan di rumah sakit.

Faktor yang berpengaruh terhadap tingginya jumlah sisa makanan pada


pasien tidak hanya ditentukan dari satu faktor saja. Terdapat sejumlah faktor yang
mempengaruhinya antara lain: peralatan makan, makanan yang memenuhi selera
pasien, pelayanan yang diberikan, biaya makan, mutu makanan, faktor sensori,
proses belajar menyukai/ membenci makanan, situasi sosial, pendapatan, umur,
pengetahuan gizi dan alergi/intoleran terhadap makanan serta jenis penyakit
(Wiboworini 2000; Asfriyentie 2008; Piddock 2010; Borges et al. 2012).
Untuk mengendalikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan
makan dan daya terima serta untuk mencegah malnutrisi pasien di rumah sakit
tersebut perlu adanya sebuah sistem penyelenggaraaan makan yang lebih baik dari
yang sudah ada. Sistem penyelenggaraan makanan di rumah sakit saat ini sudah
sampai pada tahap yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa dekade yang
lalu. Rumah sakit di beberapa negara maju sudah mengembangkan sistem
penyelenggaraan makanan baru yang berbasis room service.
Room service merupakan suatu metode baru yang dapat diterapkan
sebagai

pengganti

penyelenggaraan

makanan

konvensional,

dapat

juga

diaplikasikan pada pasien dengan kondisi-kondisi tertentu seperti kanker pada


anak. Metode ini merupakan metode yang diadopsi dari model layaknya
penyelenggaraan makanan di hotel (Williams et al. 1998; Norton 2008) atau
restauran (Schirg 2007), dimana menu yang disajikan menarik. Pasien juga
memiliki pengalaman yang lebih baik ketika mereka dapat memilih menu yang
mereka sukai seperti di restoran (Vasilion 2004).

Sistem penyelenggaraan

makanan ini dapat mengantarkan makanan apapun yang pasien mau ketika
mereka menginginkannya (Room Service Technologies 2013; Williams et al.
1998).
Sistem Room service ini banyak digunakan oleh instalasi gizi di RS
Amerika (Marcason 2012) dan di negara tersebut sistem penyelenggaraan
makanan tradisional sudah mulai ditinggalkan. Tahun 2011, sebanyak kurang
lebih 40% dari 4.800 rumah sakit anggota Assosiasi Rumah Sakit Amerika telah

menggunakan sistem room service (Severson 2006). Laporan lain dari The
National Society for Healthcare Foodservice Management (HFM) menerangkan
bahwa sebanyak 42 % rumah sakit di Amerika telah mengiplementasikan room
service, 25 % sedang tahap penawaran. HFM adalah organisasi yang memiliki
4.200 anggota rumah sakit independen (Vasilion 2004).
Banyak alasan sistem penyelenggaraan makanan di rumah sakit beralih
menjadi sistem room service. Metode room service ini sudah terbukti
meningkatkan kepuasan (Bernstein et al. 2011; Henroid et al. 2011; Schirg 2007;
Kuperberg et al. 2008), memperbaiki kondisi klinis pasien (Schirg 2007; Henroid
et al. 2011) , memperbaiki asupan makan (Kuperberg et al. 2008), mengurangi
biaya makan (Kuperberg et al. 2008) dan mempercepat kesembuhan (Schirg
2007) serta menurunkan sisa makanan (Kuperberg et al. 2008) . Sebuah survey
menunjukkan bahwa 37% institusi kesehatan mengimplementasikan metode room
service menunjukkan adanya peningkatan skor kepuasan pasien sebanyak 81 %
dari sebelumnya. Selain itu, dari segi finansial mereka terbukti mampu meraup
keuntungan lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional (Aase 2011).
Bahkan

penelitian

lainnya

menyebutkan

pada

menyelanggarakan room service selama setahun

institusi

yang

sudah

kepuasan pasien meningkat

menjadi 92% (Sheehan-Smith 2006).


Di

Indonesia,

model

yang

paling

banyak

digunakan

untuk

menyelenggarakan makanan rumah sakit adalah model konvensional dengan cook


serve

dimana

sistem

konvensional ini

hanya

menguntungkan

pihak

penyelenggara saja dan pasien memiliki keterbatasan untuk memilih menu


makannya (Williams et al. 1998). Sistem Room Service ini masih belum
digunakan sepenuhnya di Indonesia karena masakan yang ada di Indonesia
memiliki banyak variasi sehingga sulit diaplikasikan kedalam sistem Room
Service. Banyaknya variasi ini karena pengaruh sejarah budaya yang kuat dari
budaya Asia dan budaya barat, pengaruh budaya lokal dan pengaruh agama
(Sovyanhadi 2011). Hal ini berbeda dengan Eropa dan Amerika yang cenderung

memiliki karakteristik budaya yang homogen sehingga masakan yang dihasilkan


juga sedikit ragamnya dan mempermudah diaplikasikan ke sistem Room Service.
Penerapan sistem room service tidak harus merubah secara keseluruhan
sistem yang sudah berjalan, namun cukup memodifikasi sistem konvensional yang
lama. Selanjutnya perlu penyesuaian beberapa hal antara lain: sistem pemesanan,
distribusi dan waktu penyelenggaraan. Hal yang menjadi kendala didalam
aplikasinya yaitu apakah sistem room service yang diterapkan di Indonesia
mampu meningkatkan kepuasan makan dan daya terima pasien seperti penelitianpenelitian yang sudah dilakukan di negara lain. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem penyajian makan dengan
metode room service terhadap kepuasan makan dan daya terima pasien.

B. Perumusan Masalah
Apakah ada pengaruh penerapan sistem penyelenggaraan makanan
dengan room service terhadap kepuasan makan dan daya terima pasien ?

C. TujuanPenelitian
1.

Tujuan Umum :
Mengetahui perbedaan kepuasan dan daya terima makan pasien pada

sistem penyelenggaraan makan dengan room service dan sistem konvensional.


2.

Tujuan Khusus :
a. Mengetahui

perbedaan

kepuasan

makan

pasien

pada

sistem

penyelenggaraan makan dengan room service dan konvensional.


b. Mengetahui

perbedaan daya terima makan pasien pada sistem

penyelenggaraan makan dengan room service dan konvensional.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Peneliti
a. Menambah ilmu peneliti dan kemampuan menulis secara terstruktur
terutama untuk karya tulis ilmiah.
b. Memperdalam pengetahuan peneliti mengenai metode penyelenggaraan
makanan pasien di institusi kesehatan.
2. Untuk Institusi/ Rumah Sakit
a. Memberikan informasi dan masukan kepada institusi mengenai metode
pelayanan makan pasien yang paling optimal.
b. Meningkatkan kredibilitas rumah sakit dimata pasien.
3. Untuk Masyarakat
a. Dapat dijadikan dasar illmiah untuk mengkaji lebih jauh tentang perbaikan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
b. Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang gizi pada
khususnya dan ilmu-ilmu lain pada umumnya.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh penyajian makanan dengan metode Room
service sudah ada di beberapa negara tetapi belum ditemukan yang sama di
Indonesia. Beberapa diantaranya penelitian yang serupa yaitu :
1. Pengaruh Penggunaan Menu Pilihan Berdasar Kesukaan Makan terhadap
Tingkat Kepuasan Pasien Paviliun RSUD Dr. Moewardi Surakarta oleh
Budiyanti Wiboworini tahun 2000. Penelitian ini merupakan penelitian
cross sectional dan indepth interview untuk mengetahui kesukaan pasien
& quasi eksperimental dengan rancangan pre-post test with controlled.
Hasil penelitian tersebut adalah dengan menu pilihan tingkat kepuasan
pasien cukup tinggi (>60%), tetapi sisa makanan pokoknya rata-rata masih
cukup banyak (>29%). Selain itu, tidak didapatkan perbedaan tingkat

kepuasan maupun perbedaan persentase sisa makanan yang bermakna


sebelum dan sesudah perlakuan. Persamaan dengan penelitian ini adalah
sama-sama menggunakan pilihan menu didalam aplikasinya. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah desain yang digunakan, subjek, tempat,
waktu, dan variabel daya terima serta metode pemesanan makanan.
2. Room Service Improves Patient Food Intake and Satisfaction with
Hospital Food oleh Ruth Williams, Karen Virtue & Alisa Adkins tahun
1998. Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni. Hasil penelitiannya,
pasien kanker pediatri makan lebih banyak dan lebih puas dengan
menggunakan room service dibandingkan dengan metode konvensional.
Selain itu, room service terbukti menurunkan secara signifikan sisa
makanan dan biaya (operasional). Persamaanya, sama-sama membuktikan
hubungan variabel kepuasan dengan aplikasi room service. Perbedaannya
antara terdapat pada metode, subjek, tempat, salah satu variabel yang
diteliti (asupan pasien) dan sistem konvensional yang dibandingkan
(bukan cook serve).
3. Improving Patient Meal Satisfaction with Room Service Meal Delivery
oleh Veronica McLymont, Sharon Cox & Frederic Stell tahun 2003. Jenis
penelitian ini adalah eksperimental murni. Hasil penelitian ini, setelah
implementasi program, terdapat 88% pasien yang disurvey mengkonsumsi
lebih dari 50%. Persamaanya, sama-sama menggunakan metode room
service didalam aplikasinya, sedangkan perbedaanya yaitu terletak pada
metode, subjek, tempat, variabel daya terima dan sistem konvensional
yang dibandingkan (bukan cook serve).
4. Menu Pilihan Diet Nasi yang Disajikan Berpengaruh Terhadap Tingkat
Kepuasan Pasien VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara oleh Sri Yunanci Van Gobel, Yeni Prawiningdyah, R. Dwi
Budiningsari tahun 2011. Jenis Penelitian ini ialah penelitian cross over.
Hasil penelitian, sisi penampakan warna, bentuk dan porsi makanan pada

pilihan menu signifikan berpengaruh pada kepuasan pasien sedangkan


tekstur tidak berpengaruh. Dari sisi rasa, semua variabel berpengaruh pada
kepuasan

pasien.

Persamaan

penelitian

ini

adalah

sama-sama

menggunakan menu pilihan kepada pasien. Perbedaanya yaitu terdapat


pada sampel, metode serta tidak terdapat variabel daya terima yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai