Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik


di Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk Jakarta Barat

Nama : Katarina Dewi Sartika


Nim : 102013157
Email: katarinadewisartika@gmail.com

Universitas Kristen Krida Wacana


Fakultas Kedokteran Universitas
Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11210
1

BAB I
Pendahuluan
Kamis, 28 Juli 2016, saya berserta kelompok Family Folder FF42 diberi tugas
melakukan kunjungan ke Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk Jakarta Barat, kunjungan
dilanjutkan ke rumah pasien dan didampingi oleh petugas puskesmas. Makalah ini dibuat
dengan tujuan mengkaji dan membahas penyakit paru obstruktif kronik pada masyarakat dan
kaedah tatalaksana terhadap penyakit tersebut dengan berbasiskan pendekatan kedokteran
keluarga. Kedokteran keluarga adalah dokter praktek umum yang dalam prakteknya melayani
pasien menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Kompetensi dokter keluarga
tercermin dalam profile the five stars doctor.
Family Folder merupakan dokumen lengkap suatu keluarga terutama dalam
hubungannya dengan derajat kesehatan. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor
utama menurut Blum, keempat faktor tersebut adalah genetik, pelayanan kesehatan, perilaku
manusia, dan lingkungan. Factor genetik: Paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan
perorangan atau masyarakat dibanding ketiga faktor yang lainnya. Faktor pelayanan
kesehatan: Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan
yang berkualitas akan berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat. Faktor perilaku: di
negara berkembang faktor ini paling besar pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan atau
masalah kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan: Lingkungan yang terkendali akibat sikap
hidup dan perilaku masyarakat yang baik akan menekan berkembangnya masalah kesehatan.

1.1 Latar Belakang


Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terdapat
pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat disebabkan oleh
sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa terjadi pada mukosanya
akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik; dapat juga terjadi
kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos. Berbagai kelainan di luar saluran
napas yang dapat menimbulkan obstruksi adalah penekanan oleh tumor paru, pembesaran
kelenjar dan tumor mediastinum.1,2
Dua penyakit paru obstruktif yang sering menjadi masalah dalam penatalaksanaannya
adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Asma bronkial
didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang ditandai oleh hipersensitivitas trakeobronkial
terhadap berbagai rangsangan. Penyakit paru obstruktif kronik adalah kelainan yang ditandai
2

oleh uji arus ekspirasi yang abnormal dan tidak mengalami perubahan secara nyata pada
observasi selama beberapa bulan. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara lambat,
dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan
usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini dapat ditegakkan, bahkan sebelum
gejala dan keluhan muncul sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah. Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yaitu
kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi
udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik. Hal ini membuat PPOK
menjadi salah satu penyakit yang menjadi tantangan di masa yang akan datang. 1,2
1.2 Tujuan
Dengan melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien, diharapkan kita dapat
-

melakukan analisa kasus PPOK dengan pendekatan keluarga, yakni:


Meningkatkan kesadaran pasien dan keluarganya mengenai pentingnya kesehatan.
Memantau perkembangan penyakit pasien serta kepatuhan pasien menjalani terapi.
Memberikan penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan
pasien.

Mampu memberitahu masyarakat luas hal-hal yang berkaitan dengan PPOK.

Menciptakan komunitas masyarakat yang sehat dan bebas dari penyakit.


1.3 Sasaran
Pasien beserta anggota keluarganya.

BAB II
Laporan Kasus Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas

: Kelurahan Kebon Jeruk

Tanggal kunjungan

: Kamis, 28 Juli 2016

I.

Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan

: Taslim
: 52 tahun
: Laki-laki
: Buruh bangunan
3

II.
III.
IV.

Pendidikan
Alamat
Telepon

:: Jl. Asem RT 001/RW 012 No. 34 C


: 087774090975

Keluhan Utama
Batuk sejak 1 minggu lalu
Keluhan Tambahan
Sesak dan perut kembung
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk dan sesak mulai timbul sejak 2 tahun lalu. Gejala memberat saat malam
hari. Batuk pada malam hari sampai terbangun. Saat makan gorengan batuk
bertambah parah. Warna dahak putih-kuning. Sudah berobat ke dokter dan
diberikan obat pereda sesak dan obat maag. Setelah minum obat gejala sesak
berkurang dan rasa kembung berkurang. Sudah dianjurkan oleh dokter untuk

V.

rontgen paru dan cek sputum namun pasien menolak.


Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah pingsan saat bekerja

VI.

Riwayat Kebiasaan Sosial


Olahraga : jarang
Pola jajan : sering makan di warteg
Pola makan : 3x/hari (kadang makan di rumah kadang diluar)
Pola rekreasi : jarang
Merokok : 1 bungkus/hari
Alkohol : Perlindungan diri : tidak menggunakan masker saat bekerja jadi buruh bangunan

VII.

Hubungan Psikologis dengan Keluarga


Cukup, karena sering menelpon anak & istri di kampung dan jika ada rejeki
pulang ke kampung di Kuningan, Jawa Barat.

VIII. Aktifitas Sosial


Kurang, karena pasien jarang ikut kerja bakti lingkungan dan pengajian di masjid.
IX.

Kegiatan Kerohanian
Cukup, karena pasien taat sholat 5 waktu tapi pasien jarang ikut pengajian di
masjid karena malu.

X.

Riwayat Biologis Keluarga


Keadaan kesehatan sekarang

: Tidak Baik, pasien diduga menderita PPOK


4

XI.

Kebersihan perorangan
Penyakit yang sedang diderita

: Baik, pasien mandi 2x/hari, ganti baju 1x/hari


: Bu Absah menderita hipertensi

Penyakit keturunan
Penyakit kronis/menular
Kecacatan anggota keluarga
Pola makan
Pola istirahat
Jumlah anggota keluarga

dan kolesterol
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Baik, makan 3 kali sehari secara teratur
: Baik, tidur jam 21.00 bangun jam 4.30
: 14 orang

Psikologis Keluarga
Kebiasaan buruk
Pengambilan keputusan
Ketergantungan obat
Tempat mencari pelayanan kesehatan
Pola rekreasi

: Merokok (Pak Basio)


: Bapak
: Tidak ada
: Dokter Aceh (dekat kampung rawa)
: Kurang, jarang pergi karena lebih suka
menghabiskan waktu berkumpul di
rumah bersama keluarga

XII.

Keadaan Rumah /lingkungan :


Jenis bangunan
Lantai rumah
Luas rumah
Penerangan

: Permanen
: Keramik
: 5 m x 14 m
: Sedang, karena lampu 1 (besar) di ruang tamu

dan warnanya kuning.


: Sedang, karena masih ada kotoran burung di

Kebersihan

sekitar sangkar, barang-barang di lemari


berdebu, di kolong bak cuci piring banyak

Ventilasi

nyamuk.
: Kurang, karena ventilasinya ada beberapa tapi

Dapur

ukurannya kecil yaitu 20x20cm.


: Ada, kebersihannya kurang karena di sekitar

Jamban keluarga

kompor ada minyak-minyak


: Ada, kebersihannya baik karena lantai dan

Sumber air minum


Sumber pencemaran air
Pemanfaatan pekarangan
Sistem pembuangan air limbah
Tempat pembuangan sampah

dindingnya bersih
: Air isi ulang
: Tidak ada
: Tidak ada
: Ada
: Ada
5

Sanitasi lingkungan

: Sedang, got cukup bersih namun ada beberapa


sampah berserakan di jalan

XIII. Spiritual Keluarga :


Ketaatan beribadah
Keyakinan tentang kesehatan

: Baik, sholat 5 waktu dan rajin mengaji


: Cukup, jika sakit berobat ke dokter

XIV. Keadaan Sosial Keluarga


Tingkat pendidikan
Hubungan antar anggota keluarga

: Rendah
: Sedang, ada masalah kecil seperti
gossip jika ada keluarga yang punya

Hubungan dengan orang lain

barang baru
: Kurang, jarang bersosialisasi dengan

Kegiatan organisasi sosial

tetangga
: Kurang, jarang ikut kegiatan

Keadaan ekonomi

lingkungan
: Kurang, di jakarta numpang di rumah
saudara, anaknya tidak semua tamat
sekolah

XV.

Kultural Keluarga
Adat yang berpengaruh
Lain lain

: Tidak ada
: Tidak ada

XVI. Daftar Anggota Keluarga


Keluarga di Kuningan
No

Nama

Tn. Taslim

Ny. Yeyet

Hub
dgn KK

Umur

Pendidikan

KK

52 th

Pekerjaan
Buruh
bangunan

Agama

Keadaan
kesehatan

Keadaan

Islam

Tidak baik

Imunisasi

KB

Ket

Cukup

Tidak ingat

gizi

Istri

50 th

SMP

IRT

Islam

Baik

Tidak ingat

Supriarti
Ny. Supriani

Anak

31 th

SMP

Islam

Baik

Tidak ingat

Tn. Agus

Anak

30 th

SMP

IRT
Buruh

Islam

Baik

Tidak ingat

Tn. Anton

Anak

20 th

SMP

bangunan
-

Islam

Baik

Lengkap

Tn. Rio

Anak

17 th

SMP

Islam

Baik

Lengkap

Nn. Belqis

Anak

16 th

SMA

Islam

Baik

Lengkap

N. Ria

Anak

14 th

SMP

Islam

Baik

Lengkap

Keluarga di Jakarta
6

Hub

Pendi-

Keadaan
kesehatan

Keadaan

Islam

Baik

Nama

Tn. Basio

KK

55 th

Ny. Absah

Istri

52 th

SMP

IRT-kader

Islam

Ny. Riska

Anak

22 th

SMP

IRT

Islam

Baik
Baik

40 th

SMP

Islam

22 th

SMA

26 th

SMA

Tn.
Muhammad

Tn. Hepian

Tn.
Sugianto

dgn KK

Umur

dikan

Pekerjaan

Agama

No

Adik
Ny.
Absah
Anak
Tn.
Muham

Buruh
bangunan

Buruh
bangunan

Imunisasi

KB

Ket

Cukup

Tidak ingat

Cukup

Tidak ingat

Lengkap

Baik

Tidak ingat

Islam

Baik

Islam

Baik

Tidak

gizi

mad
Suami
Ny.
Riska

XVII. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum

: Tampak sakit ringan.

Kesadaran

: Compos mentis.

TTV

: HR: 82x/menit , RR : 19x/menit, Suhu 36,4 oC,


TD 140/100mmHg

Pemeriksaan paru

: ronki basah kasar di kedua lapang paru

Pemeriksaan abdomen : nyeri tekan epigastrium, bising usus meningkat

XVIII. Pemeriksaan Penunjang yang dianjurkan

Pemeriksaan laboratorium darah

Cek sputum

Spirometri

Rontgen paru

XIX. Diagnosis Penyakit


7

Biologi : PPOK
Psikologi : Sosial : -

XX.

Penatalaksanaan Penyakit dan Edukasi


a. Health Promotion
Penyuluhan tentang bahaya merokok, penjelasan mengenai penyakit PPOK,
faktor risiko dan cara pencegahan.
b. Spesific Protection
PHBS, rumah sehat, memakai alat perlindungan diri saat bekerja (masker,
helm kepala, sarung tangan).
c. Early Diagnosis and Prompt Treatment
Memeriksaan diri ke petugas kesehatan (dokter), melakukan pemeriksaan
fisik dan penunjang (laboratorium darah, spirometri, cek sputum, rontgen
paru), pengobatan medikamentosa :
-

Memberikan bronkodilator. Bronkodilator utama yang sering digunakan


adalah: 2-agonis, antikolinergik (Ipratropium bromida) dan xantin
(teofilin dan aminofilin). Obat tadi dapat diberi monoterapi atau
kombinasi. Pemberian secara inhalasi (MDI) lebih menguntungkan
daripada oral atau parenteral karena efeknya cepat pada organ paru dan
efek sampingnya minimal. Pemberian secara MDI lebih disarankan
daripada pemberian cara nebulizer. Obat dapat diberi sebanyak 4-6
kali/hari, 2-4 hirup/kali. Bronkodilator kerja cepat (fenoterol, salbutamol,
terbutalin) lebih menguntungkan daripada yang kerja lambat (salmeterol,
formeterol), karena efek bronkodilatornya sudah dimulai dalam beberapa
menit dan efek puncaknya terjadi setelah 15-20 menit dan berakhir setelah
4-5 jam. Bila tidak segera memberikan perbaikan, bisa ditambah dengan
pemakaian anti kolinergik sampai dengan perbaikan gejala.3
8

Kortikosteroid. Jika FEV1 < 50% prediksi, dapat diberikan 30-40 mg


prednison oral per hari selama 10-14 hari bersamaan dengan pemberian
bronkodilator. 3

Antibiotik. Diberikan jika ada peningkatan sesak napas, peningkatan


jumlah sputum, dan peningkatan kekentalan/purulensi sputum. Dapat
diberikan Doksisiklin 100 mg, 2x per hari selama 3-14 hari. 3

Terapi tambahan. Dapat diberikan mukolitik untuk mengurangi produksi


sputum, diuretik kalau ada edema, latihan fisioterapi dada. 3

d. Disability Limitation
Minum obat teratur, rajin kontrol ke dokter, berhenti merokok, menghindari
polusi udara baik asap rokok maupun debu.
e. Rehabilitation
Olahraga teratur, istirahat yang cukup, fisioterapi, cukupi kebutuhan nutrisi
dengan pola makan sehat.

XXI. Prognosis
Penyakit

: Dubia ad malam
PPOK bersifat progresif

dan

akan

terus

memburuk

hingga

mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk


prognosis adalah obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat
rendah), kapasitas beraktivitas yang rendah, pendeknya napas, berat
badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti gagal paru/cor
pulmonale, kebiasaan merokok

Keluarga

yang belum dihentikan, dan

eksaserbasi akut yang sering terjadi.


: Dubia ad bonam
Kemungkinan tertular tidak terlalu besar asalkan keluarga tidak
merokok, ruang lingkungan rumah yang baik dan status gizi dari
keluarga juga baik. Keluarga perlu diberi edukasi untuk memperbaiki

ventilasi rumah, menjaga kebersihan perorangan, lingkungan, dan

Masyarakat

makan-makanan bergizi.
: Dubia ad bonam
Kemungkinan penularan ke orang lain juga tidak besar, asalkan
lingkungan sekitar tidak tercemar udaranya, tidak merokok, kesehatan
gizi dan status imun dari masyarakat juga baik. Karena PPOK
merupakan hipertrofi dari otot saluran paru-paru penyakit ini tidak
menular.

XXII. Resume
Dari hasil kunjungan family folder pada tanggal 28 Juli 2016 didapatkan bahwa
pasien diduga menderita PPOK. Pasien sering mengeluh batuk dan sesak terutama saat
malam hari. Pasien sudah merasakan keluhan tersebut selama 2 tahun namun hilang timbul.
Pasien sudah berobat ke dokter dekat rumah tapi belum pernah melakukan uji diagnostik
untuk penyakitnya. Obat yang diberikan oleh dokter dekat rumah tidak dikonsumsi sampai
habis dan sekarang sakit pasien kambuh lagi. Pasien adalah perokok sejak usia 17 tahun, ia
merokok 1 bungkus/hari. Pekerjaan pasien adalah buruh bangunan, saat bekerja ia terpapar
polusi debu dari tempat bekerja. Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok dan memakai
masker saat bekerja guna mengurangi polusi asap dan debu yang dihirup pasien. Selain itu
pasien dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter untuk melakukan uji diagnostik seperti
pemeriksaan laboratorium darah, cek sputum, spirometri dan rontgen paru. Keluarga pasien
harus menjaga kebersihan rumah dan kebersihan diri masing-masing anggota keluarga agar
rumah tidak menjadi sumber penularan penyakit. Pencahayaan dan ventilasi rumah juga harus
diperbaiki agar tercipta rumah yang sehat. Keluarga pasien dan pasien juga harus menganut
perilaku hidup yang bersih dan sehat agar terhindar dari penyakit-penyakit, terutama perilaku
merokok di dalam rumah harus dihentikan agar anggota keluarganya tidak menjadi perokok
pasif dan terhindar dari kemungkinan terkena penyakit paru.

BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

adalah penyakit obstruksi jalan napas

karena bronkitis kronik atau emfisema. Gejala utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah
sesak napas memberat saat aktivitas, batuk dan produksi sputum. Gejalanya bersifat progresif
10

lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernapasan yang menetap atau sedikit
reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernapasan reversibel pada asma. Bronchitis kronik,
emfisema, dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada
hubungan etiologi dan sekuensial antara bronchitis kronik dan emfisema, tetapi tampaknya
tak ada hubungan antara kedua penyakit itu dengan asma.3

3.2 Epidemiologi
PPOK dapat menjadi masalah karena menyebabkan kecacatan pernafasan yang
berlangsung lama, sehingga penderita tidak dapat bekerja lagi dan akhirnya hidupnya sangat
tergantung dari orang lain. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di
samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. Akhirakhir ini PPOK semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka
mortalitas yang terus meningkat. Data di Indonesia PPOK merupakan penyakit paru no. 2
setelah tuberkulosis yang datang ke rumah sakit, karena itu pada saat ini yang penting adalah
menemukan kasus ini dalam keadaan dini sehingga hasil pengobatan dan prognosis menjadi
lebih baik. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai
angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal
selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk
penyakit ini mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.3-5
3.3 Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel
yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil
kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel
yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan
komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya
tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.4,5

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 15 %
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan
11

dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruktif pada
anak.

Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin,
yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.

Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif
yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : polusi tempat kerja (bahan kimia, zat
iritan, gas beracun), Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan dan Polusi di luar
ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan merupakan faktor risiko
independen untuk PPOK.

Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak-kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK pada saat
dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan
dalam terjadinya PPOK.

Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada lakilaki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu
sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk
terkena PPOK dibandingkan perokok pria.

Status sosioekonomi dan status nutrisi

Asma

Usia >40 tahun

3.4 Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah
merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada selsel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
12

Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. Obstruksi
saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada
saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada
pasien PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag
(lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran
nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada
penderita asma.5

Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran napas
dan paru seperti yang terlihat

pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini

menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu


mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis
menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat progresif. 4,5

3.5 Gejala Klinis


Tanda-tanda PPOK : batuk, produksi sputum berlebihan, dispnea, obstruksi saluran
napas yang progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV1 80%, perbaikan pada tes
provokasi setelah pemberian bronkodilator < 12%. Dispnea progresif saat olahraga; dispnea
nocturnal paroksismal; edema kaki atau perut kembung (cor pulmonale); batuk produktif;
mengi.5
3.6 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk penting dalam menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu laboratorium rutin, foto
thorax, uji faal paru, analisa gas darah, kultur sputum, uji coba kortikosteroid dan EKG).4,5
13

Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti terlihat pada tabel.
Gejala

Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas

Sesak

Persisten (menetap sepanjang hari)


Pasien mengeluh berupa Perlu usaha untuk bernapas

Batuk kronik
Batuk kronik berdahak
Riwayat terpajan faktor

Berat,sukar bernapas, terengah engah


Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan PPOK

Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap dapur


resiko
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini ada pada
individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis pasti tetapi
keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.
Spirometri dilakukan untuk memastikan diagnosis PPOK.
3.7 Penatalaksanaan3-6
Tujuan Penatalaksanaan PPOK secara umum meliputi:
Mencegah progresivitas penyakit,
Mengurangi gejala,
Meningkatkan toleransi latihan,
Mencegah dan mengobati komplikasi,
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang,
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat,
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru,
Meningkatkan kualitas hidup penderita,
Menurunkan angka kematian.

14

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :


- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya,
- Menghindari faktor pencetus,
- Vaksinasi Influenza,
- Rehabilitasi paru,
- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat
antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (antikolinergik kerja
lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat
PPOK,
- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen,
- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial).

3.8 Komplikasi4,5

Cor Pulmonal
Cor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh
yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan
kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.

Eksaserbasi akut PPOK


Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala PPOK.
Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut tahun, sering
menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan bahkan kematian.

Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah
paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana sel-sel
15

darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi paru, arteri
paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui pembuluh darah.

Pneumotoraks
Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru dan
dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-paru, yang
memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-paru,
menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang memiliki
PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur paru-paru
mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis lubang.

Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan
produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang
diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah kecil.
Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh mencoba
untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.

Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak oksigen
yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan pernapasan
dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau pneumonia.

Malnutrisi
Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu, yang
merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk menyelesaikan
makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda dan gejala bisa
bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Gejala umum berupa
kelelahan, pusing, penurunan berat badan, dan kelemahan sistem imun.

3.9 Pencegahan5
a) Berhenti Merokok
16

Menghentikan kebiasaan merokok pada pasien PPOK sebenarnya merupakan usaha yang
mudah dan ekonomis dalam rangka mengurangi progesivitas penyakit. Bila pasien dapat
berhenti merokok maka progresivitas penurunan FEV1-nya dapat diperkecil.
b) Mengindari polusi udara luar dan ruangan
Polusi udara dapat membuat PPOK buruk. Ini dapat meningkatkan risiko terjadinya flareup, atau eksaserbasi PPOK. Ada beberapa hal yang dapat anda lakukan :
cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi.
memakai masker polusi udara untuk meminimalkan paparan anda.
memiliki ventilasi yang baik di rumah
menjauhkan karpet kering dan dibersihkan secara rutin untuk membantu pengendalian
debu.
c) Melindungi dari bahaya kerja
Jika pekerjaan anda menghadapkan anda pada asap kimia atau debu, gunakan peralatan
keselamatan seperti masker untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang anda hirup.
3.10 Edukasi5
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,
- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,
- Mencapai aktivitas optimal,
- Meningkatkan kualitas hidup.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
- Pengetahuan dasar tentang PPOK,
17

- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya,


- Cara pencegahan perburukan penyakit,
- Menghindari pencetus (berhenti merokok),
- Penyesuaian aktivitas.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
- Berhenti merokok.
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
karena ini merupakan usaha yang mudah dan ekonomis dalam rangka mengurangi
progesivitas penyakit.
- Pengunaan obat obatan

Macam obat dan jenisnya,

Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebulizer)

Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja)

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

- Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan,

Berapa dosisnya,

- Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah,

Sputum bertambah,

Sputum berubah warna,

- Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi,


- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.
18

3.11 Upaya Kesehatan Puskesmas6-8


Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang
keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
3.12 Upaya Kesehatan Wajib6-8
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan
oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut
adalah:
1.

Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan


untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan
oleh seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh

2.

selama anamnesis dan pemeriksaan.


Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan
untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan

3.

penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).


Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di
Puskesmas yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia
Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi

4.

dan balita.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan tidak menular yaitu
program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan

5.

penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta).10


Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di
puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya
sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk

6.

pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat.10


Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan
gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi,
penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat
19

Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih,


Peningkatan

Survailans

Gizi,

dan

Perberdayaan

Usaha

Perbaikan

Gizi

Keluarga/Masyarakat.
3.13 Dokter Keluarga7
Kedokteran keluarga adalah dokter praktek umum yang dalam prakteknya melayani
pasien menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.Kompetensi dokter keluarga
tercermin dalam profile the five stars doctor.
Pelayanan kedokteran yang menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga meliputi:
komprehensif (pelayanan kedokteran yang menyeluruh/integral yaitu meliputi usaha
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dengan mengutamakan pencegahan, kontinyu
(dalam proses dan waktu), kolaboratif dan koordinatif dengan pasien dalam menentukan
keputusan untuk kepentingan pasien, berdasarkan evidence based medicine misalnya dengan
cara mengikuti seminar/pendidikan kedokteran berkelanjutan. Pasien yang dilayani adalah
peribadi/perorangan seutuhnya (bio-psiko-sosial) yang unik (berbeda satu dengan lainnya)
serta harus dipandang sebagai satu kesatuandengan keluarganya dalam segala aspek
(keturunan, ideology, politik, ekonomi, social, budaya,agama, keamanan dan lingkungannya).
Pelayanan dokter keluarga menunjang setiap orang sadar,mau dan mampu hidup sehat dalam
arti sejahtera jasmani, rohani dan sosial yang memungkinkan setiap orang bekerja produktif
secara sosial dan ekonomi (UU no. 23/92 tentang kesehatan). Seorang dokter berkompetensi
dengan profil yang direkomendasikan WHO yaitu five starsdoctor yang dijabarkan sebagai
berikut:11

Health provider: Memberikan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan pasien


sebagaimanusia yang utuh (holistic) baik individu, maupun sebagai bagian integral
keluarga danmasyarakat, layanan berkualitas, menyeluruh, berkesinambungan dan

layanan secara perseorangan jangka panjang dan hubungan saling percaya.


Decision maker: Mampu membuat keputusan secara ilmiah berkaitan dengan
pemeriksaan, pengobatan, dan penggunaan teknologi tepat guna sesuai dengan
harapan pasien, etis, pertimbangan cost effective dan adanya kemungkinan layanan

yang terbaik.
Communicator: Mampu menjelaskan dan memberikan nasehat untuk berperilaku
sehat dengan cara yang efektif sehingga kelompok atau individu dapat meningkatkan
dan melindungi kesehatan mereka.
20

Community leader: Sebagai orang yang dipercaya oleh masyarakat ditempat


bekerjanya, dan dapat mempersatukan kebutuhan-kebutuhan akan kesehatan baik
pada perseorangan maupun kelompok, melakukan sesuatu dengan mengatasnamakan

masyarakat.
Manager: Dapat bekerja sacara harmonis dengan individu dan organisasi baik di
dalam maupun diluar system kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan pasien
secara individu dan masyarakat, menggunakan data-data kesehatan secara tepat.
Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kedokteran menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai latar belakang
pasien yang menjadi tanggungannya. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan
seperti itu diperlukan adanya kunjungan rumah (home visit). Manfaat yang
didapatkan dari kunjungan ke rumah pasien antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien.
2. Meningkatkan hubungan dokter pasien.
3. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasienManfaat
kunjungan ke puskesmas dan bertemu sendiri dengan pasien adalah agar
mahasiswadapat menerapkan atau mengaplikasikan sendiri praktek pendekatan
kedokteran keluarga.

3.14 Kriteria Rumah Sehat8


Menurut Winslow dan APHA
Permukiman sehat dirumuskan sebagai suatu tempat untuk tinggal secara permanen.
Berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai
tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis,
psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.
Rumusan yang dikeluarkan oleh American Public Health Association (APHA), syarat
rumah sehat harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis. Antara lain, pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis. Antara lain, privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah, yaitu
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
21

terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan


penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan,
konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat
penghuninya jatuh tergelincir.
Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

829/Menkes/SK/VII/1999
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut:
a. Bahan bahan bangunan Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain:

Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;

Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;

Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;

Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.

b. Komponen dan penataan ruangan

Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;

Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan;

Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;

Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;

Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya; Dapur harus memiliki sarana
pembuangan asap.

c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan
mata.
d. Kualitas udara

Suhu udara nyaman, antara 18 30oC;

Kelembaban udara, antara 40 70 %;


22

Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;

Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;

Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;

Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.

e. Ventilasi Luas
Lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air

Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter per orang
setiap hari;

Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum
menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.

h. Pembuangan Limbah

Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;

Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.

i. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang
tidur.

BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Penyakit PPOK adalah salah satu penyakit yang banyak di derita oleh perokok.
Penyebab kematian terbanyak disebabkan oleh eksaserbasi akut PPOK. Penegakan diagnosis
PPOK ditentukan dari pemeriksaan fisik dan penunjang. Dalam proses penatalaksanaan kasus
PPOK sangat dibutuhkan bantuan dari semua pihak, termasuk ibu ibu, dokter, para medis
dan kader kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya merokok,
menciptakan lingkungan bebas asap dan debu, serta menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat dapat membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas PPOK.
4.2 Saran
23

Bagi Anggota Keluarga : Untuk mencegah terjadinya penyakit PPOK, diharapkan


anggota keluarga dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien seperti
kebiasaan membuka jendela untuk mengurangi kelembaban udara, membuat ventilasi
yang cukup agar sirkulasi udara di dalam rumah baik, berhenti merokok di dalam
rumah dan menggunakan alat perlindungan diri seperti masker untuk menghindari
paparan asap dan debu.

Bagi Masyarakat: Sebagai tindakan pencegahan, diharapkan masyarakat bisa bekerja


sama menciptakan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (tidak merokok di

dalam ruangan, kebiasaan membuka jendela pada pagi dan siang hari)
Bagi Instansi Terkait: Diharapkan program kesehatan dilaksanakan seperti kegiatan
penyuluhan mengenai PHBS, syarat rumah sehat dan bahaya rokok kepada
masyarakat sehingga angka kejadian penyakit PPOK mengalami penurunan.

24

25

26

27

28

Daftar Pustaka
1. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem
pernapasan Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Stiati S, ed.
Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5(III). Jakarta: Interna Publishing;2009.h.2189-95.
2. Suyono YJ. Bronkitis kronis dan PPOK. Dalam : Buku saku ilmu penyakit paru. Edisi
2. Jakarta : EGC; 2012.hlm 206-32
3. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3.
Edisi 5. Jakarta : EGC; 2009. Hml 2225-7
4. Sundaru H. Wheezing. Dalam : Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Pitoyo CW. Lima
puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.hal 202-12
5. Maranatha D. Penyakit paru obstruktif kronik. Dalam : Wibisono MJ, Winariani,
Hariadi S. Buku ajar ilmu penyakit paru.Cetakan 2. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair; 2010.hml 37-9
6. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat: keputusan
menteri kesehatan RI nomor 128/menkes/sk/II/2004. Jakarta: Bakti Husada;2004.h.531.
7. Boelen C. Frontline doctors of tomorrow. World Health; 1994, 47:45.
8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal, Jakarta:
Departemen Kesehatan.

29

Anda mungkin juga menyukai