TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Flora normal pada tangan
Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa
menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai
flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata,
mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital. Kulit
normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102106 CFU/cm2 (Trampuz &
Widmer, 2004).
Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal
atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme
tetap (resident microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non
patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun
waktu tertentu (jam, hari, atau minggu), berasal dari lingkungan yang
terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit
(mempunyai
patogenisitas
lebih
rendah)
dan
jumlahnya
lebih
sedikit
orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder,
1988).
Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya
dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi
perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti semula. Adanya lemak
dan kulit yang mengeras membuat flora tetap sulit lepas dari kulit meskipun
dengan surgical scrub. Oleh karena itu, dokter ahli bedah diharuskan memakai
sarung tangan, salah satu alasannya adalah karena tidak mungkin menghilangkan
semua flora atau mikroorganisme yang terdapat di kulit. (Jawetz et al. 2005),
Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus
epidermidis dan stafilokokus koagulase negatif lainnya, Corynebacterium dengan
densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004). Flora
tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per gram,
suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Snyder, cit. Snyder, 2001).
Flora anaerobik seperti Propionibacterium acne, tinggal di lapisan kulit lebih
dalam, dalam folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Strohl, et al.,
2001) P. acne menempati bagian kulit yang berminyak. Sedikit populasi jamur
(Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme tetap.
Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke
individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar
mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; Strohl et. al, 2001). Flora
transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan cuci tangan, sedangkan flora
tetap yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan
selalu ada dan bertahan hidup (survive), apalagi tempat tersebut menyediakan
lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba. Berkeringat berlebihan atau
pencucian dan mandi tidak menghilangkan atau mengurangi secara bermakna
jumlah flora tetap. (Synder, 1988).
Menurut penelitian Price (1938), yang ditulis pada WHO guideline on
hand hygiene in health care, menyatakan bahwa bakteri yang dapat diidentifikasi
pada tangan dapat dibagi atas dua kategori, residen atau transien.
Flora residen meliputi mikroorganisme yang menempati bagian bawah selsel superfisial pada stratum corneum dan juga dapat ditemukan pada permukaan
kulit. Spesies dominan yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus epidermidis.
Bakteri residen lain termasuk S. hominis dan jenis staphylococci lainnya,
selanjutnya diikuti oleh bakteri-bakteri coryneform seperti propionibacteria,
corynebacteria, dermobacteria dan micrococci. Jamur yang paling banyak pada
flora normal kulit adalah Pityrosporum sp.
Flora residen pada kulit memiliki 2 fungsi proteksi : antagonis terhadap
mikroorganisme yang merugikan dan kompetisi terhadap nutrisi pada ekosistem.
Secara umum flora residen jarang dikaitkan dengan infeksi, namun dapat
menyebabkan infeksi pada daerah steril tubuh, mata atau kulit yang mengalami
kerusakan. (Price, 1938).
Flora transien adalah mikroorganisme yang secara normal tidak dijumpai
pada permukaan tangan. Flora transien berkoloni, bertahan dan berkembang biak
pada telapak tangan. Biasanya koloni flora transien didapat melalui kontak kulit
dengan kulit yang memiliki koloni flora transien. Kemampuan transmisi dari flora
transien dipengaruhi oleh jenis flora transien, jumlah flora normal pada kulit, dan
tingkat kelembaban kulit. Beberapa contoh flora transien yang dominan adalah S.
aureus, basil gram negatif atau yeast. (Jawet et al, 2005)
2.2. Bakteri
2.2.1. Definisi Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak mempunyai
selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik
berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membrane inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut
nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson
saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi
plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler. (Yulika H, 2009).
Pada
umumnya
tidak
mempunyai
kloroplas,
kecuali
yaitu
Rhizobium
leguminosarum
yang
hidup
Penyubur
tanah.
Nitrosomonas
Contohnya
yang
berperan
adalah
dalam
Nitrosococcus
proses
dan
nitrifikasi
(penyebab
penyakit
TBC),
Vibrio
cholera
(penyebab
tumor
pada
tumbuhan).
(Mayo
2.3. Stafilokokus
Stafilokokus adalah sel sferis garam-positif, biasanya tersusun dalam
kelompok seperti anggur yang tidak teratur. Stafilokukus tumbuh dengan mudah
di berbagai medium dan aktif secara metabolik, melakukan fermentasi karbohidrat
dan menghasilkan pigmen yang bervariasai dari putih hingga kuning tua.
Beberapa tipe stafilokukos merupakan flora normal kulit dan membran mukosa
manusia, tipe lainnya dapat menimbulkan supurasi, membentuk abses, berbagai
infeksi piogenik, dan bahkan septikemia yang fatal. (Jawetz, 2008)
Genus stafilokokus sedikitnya memiliki 30 spesies. Tiga spesies utama
yang memiliki kepentingan klinis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus aureus bersifat
koagulase-positif, yang membedakannya dari spesies lainnya. S.aureus adalah
patogen utama pada manusia. (Jawetz, 2008)
Staphylococcus koagulasi negatif adalah flora normal manusia dan
kadand-kadang menyebabkan infeksi, seringkali berkaitan dengan implantasi alatalat, terutama pada pasien yang sangat muda, tua, dan dengan fungsi imun yang
terganggu. Sekitar 75% infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus koagulase
negatif ini akibat S epidermidis, infeksi yang disebabkan oleh staphylococcus
ligdunensis, staphylococcus warneri, staphylococcus hominis, dan spesies lainnya
lebih jarang terjadi. (Jawetz, 2008)
2.3.1. Morfologi dan identifikasi
A. Ciri khas organisme
Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1 tersusun
dalam kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad,
dan bentuk rantai juga terlihat di biakan cairan. Kokus yang muda
memberikan pewarnaan gram-positif yang kuat, akibat penuaan, banyak
sel menjadi gram negatif. Stafilokokus tidak mortil dan tidak membentuk
spora. Bila dipengaruhi obat-obat seperti penisilin, stafilokokus lisis.
B. Biakan
Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium
bakteriologik dalam lingkungan aerobik atau mikroaerofilik. Organisme
ini paling cepat berkembang pada suhu 370C tetapi suhu terbaik untuk
menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (25-250C). Koloni pada
medium padat berbentuk bulat, halus, meninggi, dan berkilau. S aureus
biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hinghga kuning atau
kecoklatan. Koloni S epidermis biasanya berwarna abu-abu hingga putih
pada isolasi pertama, banyak koloni hanya menghasilkan pigmen setelah
inkubasi lama. (Jawetz, 2008)
2.3.2.Patogenesis
Stafilokokus, terutama S epidermidis, merupakan flora normal pada kulit,
saluran napas, dan saluran cerna manusia. S aureus ditemukan dalam hidung pada
20-50% manusia. Stafilokokus juga sering ditemukan di pakaian, seorai, dan
benda-benda lainnya di lingkungan manusia.
Kemampuan patogenik S aureus terteuntu merupakan gabungan efek
faktor extraseluler dan toksin serta sifat invasif strain tersebut. Salah satu akhir
spektrum penyakit oleh stapilokokus adalah keracunan makanan, yang sematamata akibat konsumsi makanan yang mengandung enterotoksin, sedangkan
bentuk akhir lainnya adalah bakterimia stafilokokus dan abses yang tersebar di
semua organ. (Jawetz, 2008)
S aureus yang patogen dan invasif menghasilkan koagulase dan cenderung
menghasilkan pigmen kuning dan bersifat hemolitik. Stafilokokus yang
nonpatogen dan tidak invasif seperti S epidermidis bersifat koagulase negatif dan
cenderung nonhemolitik. (Jawetz, 2008)
2.3.3. Epidemiologi
Stafilokokus adalah parasit manusia yang dapat ditemukan dimana-mana.
Sumber utama infeksi adalah lesi terbuka, barang-barang yang terkontaminasi lesi
tersebut, serta saliran napas dan kulit manusia. Penyebaran infeksi melalui kontak
langsung dianggap sangat penting dirumah sakit, karena sebagian besar staf atau
pasien membawa stafilokokus yang resisten terhadap antibiotik di dalam hidung
atau kulitnya. Walaupun kebersihan, higien, dan manajemen aseptik pada lesi
dapat mengendalikan penyebaran stapilokokus dari lesi, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan untuk mencegah penyebaran stafilokokus secara luas.
(Jawet, 2008)
2.4. Mencuci tangan
2.4.1. Definisi
Mencuci tangan adalah perlakuan kepada tangan menggunakan air yang
bertujuan untuk mengurangi flora transien tanpa mempengaruhi flora residen pada
kulit. Penggunaan sabun dan/atau deterjen yang mengandung agen antiseptik
dapat digunakan untuk membantu efektifitas mencuci tangan. (Madappa, 2012)
2.4.2. Persiapan mencuci tangan
Dalam mencuci tangan, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi efektifitas mencuci tangan dalam mengurangi jumlah bakteri.
faktor-faktor yang berpengaruh diantaranya adalah air dan sabun. (Madappa,
2012)
2.4.3. Jenis - Jenis Penyakit
Menurut Dr. Handrawan Nadesul ada sekitar 20 jenis penyakit yang bisa
hinggap di tubuh akibat tidak mencuci tangan dengan baik dan benar. Beberapa
penyakit yang dapat disebabkan karena kurang pedulinya terhadap kegiatan cuci
tangan pakai sabun, diantaranya :
1. Diare
Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum
untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30
penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat
mengurangi angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare
seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat
sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia
seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab
diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini
membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan
yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan
mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau
terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat kefektifan
mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka penderita diare
dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah : Mencuci tangan
dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%),
pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang
diolah (11%).
2. Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA)
ISPA adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita.
Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran
pernafasan ini dengan dua langkah:
1. Dengan melepaskan patogen-patogen pernafasan yang terdapat pada
tangan dan permukaan telapak tangan.
2. Dengan menghilangkan pathogen (kuman penyakit) lainnya
(terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare
namun juga gejala penyakit pernafasan lainnya. Bukti-bukti telah
ditemukan
bahwa
praktek-praktek
menjaga
kesehatan
dan
proses
cuci
tangan,
tidak
mungkin
menghilangkan
tidak bernyawa. Di antara zat antiseptik yang umm digunakan di antaranya adalah
alkohol, iodum, hidrogen peroksida, dan asam boraks. Kekuatan masing-masing
zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki kekuatan yang sangat
tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme.
(Ansari et al, 1989)
Pembersih tangan atau
inovatif yang berupa cairan antiseptik pencuci tangan tanpa bilas yang tidak
berbusa, digunakan untuk membunuh bakteri yang telah terakumulasi di tangan
tanpa harus dibilas dengan air. Antiseptik tidak dimaksudkan untuk masuk ke
dalam jaringan tubuh, melainkan hanya bekerja di permukaan tubuh saja, seperti
halnya untuk pemakaian di kulit tangan kita.Dalam pembuatan pembersih tangan
ini digunakan alkohol (etanol) dari ampas kelapa, karena alkohol mempunyai
potensi sebagai antiseptik yang cukup optimal pada kadar 70%. (Ansari et al,
1989)
Hand sanitizer adalah cairan dengan berbagai kandungan yang sangat
cepat membunuh mikroorganisme yang ada di kulit tangan. Hand sanitizer
banyak digunakan karena alasan kepraktisan, mudah dibawa dan cepat digunakan
tanpa perlu menggunakan air. Hand sanitizer digunakan ketika dalam keadaan
darurat di mana kita tidak bisa menemukan air. Kelebihan ini diutarakan menurut
US FDA (Food and Drug Administration) dapat membunuh kuman dalam waktu
kurang lebih 30 detik. (Ansari et al, 1989)
Hand sanitizer memiliki berbagai macam zat yang terkandung. Secara
umum mengandung alkohol 60-90%. Menurut CDC (Center for Disease Contro)
hand sanitizer terbagi menjadi dua yaitu mengandung alkohol dan tidak
mengandung alkohol Hand sanitizer dengan kandungan alkohol antara 60-95%
memiliki efek anti mikroba yang baik dibandingkan tanpa kandungan alkohol