Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG
Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi
salah satu pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
Budaya sebuah organisasi ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan
baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau
karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat
menyesuaikan kalau dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi
terkenal dan bertahan lama. Yang jadi masalah tidak semua budaya
organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya organisasi
yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat
menyocokkan diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi
organisasi itu tidak mau menyesuaikan budaya nya dengan perkembangan
zaman karena dia merasa paling benar.
Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan
kerja. Memang banyak faktor lain yang menyebabkan anggota tidak
memperoleh kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi merupakan
faktor yang utama.
Meski telah disadari bahwa budaya organisasi bersifat dinamik dan
pluralistic, perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat di-manage
dan dikendalikan masih terjadi. Pandangan pertama yang diwakili oleh
Gagliardi menyatakan bahwa budaya organisasi dapat di-manage dan
dikendalikan. Argumentasi yang digunakan adalah bahwa budaya
organisasi merupakan komponen illusive yang menyatu dalam diri setiap
orang pada dataran yang paling mendasar (alam bawah sadar), sehingga
untuk merubah budaya organisasi membutuhkan pengetahuan yang
mendalam tentang bagaimana alam bawah sadar terbentuk dan berfungsi

serta memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi yang tidak


diinginkan.
Pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dimanage dan dikendalikan. Pandangan ini terpecah menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu pendapat bahwa perubahan budaya organisasi sangat
bergantung kemauan para eksekutif dan pendapat yang mengatakan bahwa
perubahan hanya mungkin dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu,
misalnya kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan
budaya organisasi. Sementara ada pandangan yang lebihmoderat dalam
mensikapi terjadinya perdebatan ini, yaitu pandangan yang tidak
mempertentangkan apakah budaya organisasi dapat di-manage dan
dikendalikan ataukah tidak, tetapi lebih menekankan tentang bagaimana,
kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya organisasi dirubah.
Diantara kondisi lingkungan yang memerlukan perubahan antara lain
terjadinya krisis organisasi, pergantian kepemimpinan dan pembentukan
organisasi baru.
B.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi ?
2. Bagaimana asal muasal budaya organisasi ?
3. Apa saja karakteristik budaya organisasi ?
4. Bagaimanakah menciptakan budaya organisasi yang etis ?

C.

TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian budaya organisasi.
2. Menjelaskan asal muasal budaya organisasi.
3. Mengetahui karakteristik budaya organisasi.
4. Mengetahui bagaimana menciptakan budaya organisasi yang etis.

D.

MANFAAT PENULISAN
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna
sebagai pengembangan konsep mata kuliah Perilaku Keorganisasian
khususnya materi Budaya Organisasi dan secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi :

1. Penulis, sebagai wahana meningkatkan pengetahuan dan konsep keilmuan,


khususnya tentang materi Budaya Organisasi.
2. Pembaca, sebagai media informasi mata kuliah Perilaku Keorganisasian
khususnya mengenai Budaya Organisasi.

E.

METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah metode deskriptif.
Melalui metode ini penulis menguraikan permasalahan yang dibahas
secara explanation atau penjelasan yang komprehensif. Data teoritis dalam
makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka, artinya
penulis mengambil data melalui media pustaka dalam penyusunan
makalah ini dan ditambah referensi dari media internet.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI


Pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi sangat
signifikan. Karena itu menciptakan busaya organisasi yang sifatnya unik
3

untuk setiap organisasi amatlah penting. Untuk itu perlu dipahami apa
budaya organisasi itu.
Budaya organisasi memiliki makna yang luas. Walter R. Freytag
mendefinisikan budaya organisasi sebagai a distint and shared set of
conscious and unconscious assumptions and values that binds
organizational members together and prescribes appropriate patters of
behavior. Freytag menitik beratkan pada asumsi-asumsi dan nilai-nilai
yang disadari atau tidak disadari yang mampu mengikat kepaduan suatu
organisasi. Asumsi dan nilai tersebut menentukan pola perilaku para
anggota di dalam organisasi.
Menurut Robbins Budaya organisasi adalah suatu system makna
bersama yang dianut oelh anggota-anggota yang membedakan organisasi
tersebut dengan yang lain.
Menurut Lathans (1998), budaya organisasi merupakan normanorma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang
berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Sarplin (1995) mendefinisikan
budaya organisasi merupakan suatu system nilai, kepercayaan dan
kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur
system formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
Sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-nilai, norma
perilaku

dan

harapan-harapan

yang

disumbangkan

oleh

anggota

organisasi. Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai- nilai


(value) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi
sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar
aturan berperilaku dalam organisasi.
Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola
dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan
oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar
mengatasi dan menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat
adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup
baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara
4

yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkanaan


dengan masalah-masalah tersebut. Menurut Mondy dan Noe (1996),
budaya organisasi adalah system dari shared values, keyakinan dan
kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar- standar
yang mengarahkan perilaku organisasi dan menentukan arah organisasi
secara keseluruhan. Sedangkan Hodge, Anthony dan Gales (1996)
mendefinisikan budaya organisasi (corporate culture) sebagai konstruksi
dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan
(observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable). Pada level
observable, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti
arsitektur, seragam pola perilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan
seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada level unobservable
budaya organisasi mencakup shared values, norma-norma, asumsi-asumsi,
kepercayaan para anggota organisasi untuk mengelola masalah dan
keadaan-keadaan disekitarnya. Budaya perusahaan juga dianggap sebagai
alat untuk menentukan arah organisasi, megarahkan apa yang boleh
dilakukan,

dan

yang

tidak

boleh

dilakukan,

serta

bagaimana

mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya perusahaan, dan


sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan.
Dari sejumlah pengertian diatas, tampak bahwa budaya organisasi
memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan
efektifitas kinerja organisasi, khususnya kinerja manajemen dan kinerja
ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peran
budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi,
mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan,
bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya
organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan
peluang dari lingkungan internal dan eksternal.
Menurut Susanto, Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang
menjadi pedoman sember daya manusia untuk menghadapi permasalahan

eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga


masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada
dan bagaimana mereka harus bertingkah laku atau berperilaku.
Menurut Gareth R. Jones, Budaya organisasi adalah suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, suatu
system dari makna bersama. Jadi budaya organisasi itu adalah suatu
budaya yang dianut oleh suatu organisasi dan itu menjadi pembeda antara
satu organisasi dengan organisasi yang lain.
Dari semua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma perilaku yang diterima
dan dipahami bersama oleh anggota organisasi sebagai dasar aturan
perilaku di dalam organisasi.

B.

ASAL MUASAL BUDAYA ORGANISASI


Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala
sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat
dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang
telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi
budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar
terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak
memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran
kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan
pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses
penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara: Pertama, pendiri hanya
merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan
dengan

mereka.

Kedua,

pendiri

melakukan

indoktrinasi

dan

menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan.


Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang
mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri. Dengan demikian,
menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila
organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor
6

penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para


pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.

C.

KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI


Adanya budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karna diciptakan
dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu
organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan
diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan
sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam
lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai Ciri khas yang
membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya.
Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan
didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
1. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
2. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
3. Orientasi

orang.

Sejauh

mana

keputusan-keputusan

manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam
organisasi.
4. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim
ketimbang pada indvidu-individu.
5. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai.
Dalam teori diatas dijelaskan bahwa sebuah organisasi dapat
memiliki karakteristik yang terkandung dalam budaya organisasinya.
Sejauh mana organisasi berfokus kepada hasil, dan bukan hanya pada
proses, melihat sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek
hasil pada individu di dalam organisasi itu. Kemudian sejauh mana
kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukannya individuindividu, melihat sejauh mana karyawan itu agresif dan kompetitif,

bukannya santai-santai, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan


dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan, lalu sejauh
mana karyawan berani berinovasi dan menghadapi resiko pekerjaan.
Sampai pada akhirnya sejauh mana karyawan mencermati pekerjaan lebih
presisi dan memfokuskan pada hal-hal yang lebih rinci.
Diperkuat dengan pendapat Robbins dan Judge bahwa Kultur
Organisasi mengacu kepada sebuah system makna bersama yang dianut
oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini, bila diceermati secara lebih seksama,
adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh
organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama
yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat kultur organisasi (Robbins).
1. Innovation and Risk Taking (Inovasi dan pengambilan resiko), mencari
peluang baru, mengambil risiko, bereksperimen, dan tidak merasa
terhambat oleh kebijakan dan praktek-praktek formal.
2. Attention to Detail (Perhatian pada hal-hal detail), dimana pekerja
diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal
detail.
3. Outcome Orientation (Orientasi pada manfaat), dimana menajemen
memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekadar pada teknik dan
proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.
4. People Orientation (Orientasi pada orang), di mana keputusan
manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang
dalam organisasi.
5. Team Orientation (Orientasi pada tim), dimana aktivitas kerja di
organisasi berdasar tim daripada individual.
6. Aggresiveness (Agresivitas), dimana orang cenderung lebih agresif dan
kompetitif daripada easygoing.
7. Stability (Stabilitas), dimana aktivitas organisasional menekankan
pada menjaga status quo sebagai lawan dari perkembangan.
Dari semua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa karakteristik budaya organisasi, yaitu inovasi dan
pengambilan resiko, perhatian pada detail, orientasi hasil, orientasi kepada
para individu, orientasi kepada tim, keagresifan, serta stabilitas.

D.

FAKTOR, UNSUR, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUDAYA


ORGANISASI
1. Faktor Pembentuk Budaya Organisasi
Menurut Krisdarto (2001:53) faktor-faktor yang membentuk budaya
perusahaan yaitu :
a) Observed behavioral regularities when people interact
Yaitu bahasa yang digunakan dalam organisasi, kebiasaan dan
tradisi yang ada, dan ritual para karyawan dalam menghadapi
berbagai macam situasi.
b) Group Norms
Yaitu nilai dan standar baku dalam organisasi.
c) Exposed Values
Yaitu nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi yang ingin dicapai,
misalnyakualitas produk, dan sebagainya.
d) Formal Philosophy
Yaitu kebijakan dan prinsip ideologis yang mengarahkan perilaku
organisasiterhadap karyawan, pelanggan, dan pemegang saham.
e) Rules of the Game
Yaitu aturan-aturan dalam perusahaan (the ropes), hal-hal apa saja
yang harusdipelajari oleh karyawan baru agar dapat diterima di
organisasi tersebut.
f) Climate
Yaitu Perasaan yang secara eksplisit dapat terasa dari keadaan fisik
rganisasi dan interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan
bawahan, juga interaksi dengan pelanggan atau organisasi lain.
g) Embedded Skills
Yaitu kompetensi khusus dari anggota organisasi dalam
menyelesaikantugasnya,dan kemampuan menyalurkan keahliannya
dari satu generasi kegenerasi lainnya.
h) Habits of thinking, mental models, and/or linguistec paradigms
Yaitu adanya suatu kesamaan frame yang mengarahkan pada
persepsi (untuk dapat mengurangi adanya perbedaan persepsi),

pikiran, dan bahasa yang digunakan oleh para karyawan, dan


diajarkan pada karyawan baru padaawal proses sosialisasi.
i) Shared Meanings
Yaitu rasa saling pengertian yang diciptakan sendiri oleh karyawan
dariinteraksi sehari-hari.
j) Root Metaphors or Integrating Symbols
Yaitu ide-ide, perasaan, dan citra organisasi yang dikembangkan
sebagai karakteristik organisasi yang secara sadar ataupun tidak
sadar tercermin dari bangunan, layout ruang kerja, dan materi
artifacts lainnya. Hal ini merefleksikan respon emosional dan
estetika anggota organisasi, disamping kemampuan kognitif atau
kemampuan evaluatif anggota organisasi.
2. Unsur-unsur Pembentukan Budaya Organisasi
a) Lingkungan usaha; lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi
akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut
untuk mencapai kebrhasilan.
b) Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari
suatu organisasi.
c) Panutan/keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau
teladan karyawan lainnya karena keberhasilannya.
d) Upacara-upacara ( rites dan ritual); acara-acara ritual yang
diselenggarakanoleh

perusahaan

dalam

rangka

memberikan

penghargaan pada karyawannya.


e) Network jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan
yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya
perusahaan.
3. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
Eugene McKenna dan Nic Beech (2000:60) membagi budaya
organisasi atau budaya perusahaan atas beberapa komponen pembentuk, yaitu :
a) Filosof, yang menjadi panduan penetapan kebijakan organisasi
baik yang berkenaan dengan karyawan ataupun klien.
b) Nilai-nilai dominan yang dipegang oleh organisasi.
c) Norma-norma yang diterapkan dalam bekerja.

10

d) Aturan main untuk berelasi dengan baik dalam organisasi yang


harus dipelajari oleh anggota baru agar dapat diterima oleh
organisasi.
e) Tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi yang rutin
dilakukan. Perasaan

atau

suasana

yang diciptakan

dalam

organisasi.
Dengan menggali komponen-komponen pembentuk ini, diharapkan
akan memperoleh gambaran global dari budaya organisasi tertentu.
Gambaran ini menjadi dasar organisasi tersebut, bagaimana masalah
deselesaikan didalamnya, dan cara paraanggota diharapkan berperilaku.

E.

FUNGSI BUDAYA ORGANISASI


Beach dalam Aan Komariah (2004:192) menyatakan ada 7 fungsi sbb:
1. Memberikan spesifikasi apa yang utama yang harus dilakukan buat
organisasi,sehingga ada standar pengukuran baik terhadap keberhasilan
ataupun kegagalan;
2. Memberi pedoman bagaimana cara menggunakan resources, dan untuk
apa digunakan;
3. Menetapkan apa yang dapat diharapkan oleh organisasi dari karyawan,
dan sebaliknya;
4. Membuat metode pengawasan perilaku dalam organisasi, mana yang
sah, danmana yang tidak sah, dimana letak kekuasaan dan bagai mana
menggunakan kekuasaan;
5. Menetapkan mana perilaku yang boleh dilakukan dan mana yang tidak,
danmenetapkan hukuman atau penghargaan;
6. Menentukan suatu tatanan bagaimana anggota harus menciptakan
kebersamaan sesame anggota dan bagaimana menghadapi non
anggota, dalamhal berkopetisi, bekerjasama, berlaku sopan,dsb;
7. Memberi petunjuk pada anggota bagaimana memperlakukan
lingkunagneksternal, aggressively, exploitatively, responsibly, or
proactively.
Sedangkan Robbins (1996:253) menyatakan lima fungsi budaya organisasi
yaitu:
1. Membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya
11

2.
3.
4.
5.

Meningkatkan sense of identity anggota


Meningkatkan komitmen bersama
Menciptakan stabilitas sistem sosial
Membuat mekanisme pengendalian yang memadu dan membentuk
sikap dan perilaku karyawan.

Menurut Veithzal Rivai (2005:430), fungsi budaya perusahaan adalah :


1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya
budaya menciptakan perbedaan yang jels antara suatu organisasi
2.
3.
4.
5.

F.

dengan organisasi yang lain.


Budaya memberikan indentitas bagi anggota organisasi.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada
kepentingan individu.
Budaya itu meningkatkan kemantapan sitem social.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan.

SUMBER DAN JENIS-JENIS BUDAYA ORGANISASI


Tosi, Rozzi, Carroll (1994) mengatakan bahwa budaya organisasi
dipengaruhi oleh:
1. Pengaruh eksternal yang luas (broad external influences)
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit
dapat dikendalikan oleh organisasi, seperi lingkungan alam (adanya empat
musim atau iklim tropis saja) dan kejadian-kejadian bersejarah yang
membentuk masyarakat (sejarah raja-raja dengan nilai-nilai feodal).
2. Nilai-nilai masyarakat dan budaya nasional (societal valuesand national
culture)
Yaitu keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat
luas, misalnya kebebasan individu, kolektivisme, kesopansantunan,
kebersihan dan sebagainya.
3. Unsur-unsur khas dari organisasi (Organization specific elements)
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam usaha
mengatasi baik masalah-masalah eksternal maupun masalah-masalah
internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang
berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalahmerupakan dasar bagi
tumbuhnya organisasi.

12

Tori, Rizzo, Carroll (1994) menguraikan 5 tipe budaya organisasi yang


diklasifikasi oleh Kets de Vries dan Miller, yang mereka peroleh dengan
menghubungkan 5 kepribadian neurotik dengan budaya organisasi.
Neurotic Organization
Culture
Charismatic
Paranoid
Avoidant
Politicized
Bureaucratic

Extreme Personality Type

Healthy Organization Culture

Dramatic
Suspicious
Depressive
Detached
Compulsive

Self-sufficient
Trusting
Achievement
Focused
Creative

Berikut uraian dari kelima budaya neurotic, masing-masing budaya yang


sehat.
Charismatic vs Selfsufficient Cultures
Dalam budaya organisasi yang karismatik ada penekanan berlebihan
pada invidualisme, terutama pada tingkat puncak. Para eksekutif memiliki
kebutuhan tinggi untuk dapat dilihat dan diakui oleh pihak di luar
perusahaan. Para manager mengeksploitasi orang lain, kekuasaan terpusat
pada puncak. Eksekutif puncak memiliki kendali ketat dan pada saat
sama tetap menjadi pusat perhatian. Para bawahan yang tertarik bekerja
pada

organisasi

ketergantungan,

macam

ini

memiliki

kebutuhan

tinggi

ingin diarahkan dan mengabaikan kelemahan

akan
dari

pimpinan mereka. Para bawahan memiliki kepercayaan tinggi bahwa


mereka yang memimpin organisasi tidak dapat berbuat salah.
Perusahaann dengan budaya self sufficient menekankan kebebasan
ketidaktergantungan, prakarsa individual dan prestasi. Para anggota
percaya bahwa keberhasilan perusahaan berhubungan dengan bagaimana
berhasilnya individu-individu dalam perusahaan.
Paranoid vs Trusting Cultures

13

Dalam budaya paranoid ada rasa ketidakpercayaan dan kecurigaan yang


kuat. Padabudaya mempercayai (trusting), ketakutan yang tidak realistik
tidak ada.
Avoidant vs Achievement Culture
Ciri dari organisasi dengan budaya menghindari ialah bahwa koalisi
dominan berusaha untuk menghindari perubahan. Mereka pasif dan tidak
bertujuan. Perubahan ditentang, karena dapat mengancam nilai-nilai
organisasi dan struktur kekuasaan sekarang.
Pada budaya capaian (achievement culture), para anggota kelompok
eksekutif puncak menghargai analisis logikal dan proses-proses rasional.
Para manejer mengenali pentingnya kebutuhan untuk berubah dan merasa
pasti (percaya) bahwa perubahan-perubahan dapat dibuat.
Politicized vs Focused cultures
Dalam budaya organisasi yang dipolitikkan tidak ada arah yang jelas.
Pimpinan puncak tidak tegas. Tidak adanya kepemimpinan yang tegas
membuat para manajer pada tingkatan yang lebih rendah berusaha untuk
mempengaruhi arah dari perusahaan. Sering terdapat individu-individu
atau koalisi-koalisi yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan karena
tidak adanya kepemimpinan.
Dalam budaya yang difokuskan para anggota memiliki perspektif yang
sama tentang arah dari organisasi Ini mengalir dari arah yang jelas yang
ditetapkan oleh para eksekutif puncak dan ada keikatan anggota dan
antusiasme terhadap objektif tersebut.
Bureaucratic vs Creative cultures
Budaya birokratik adalah hasil dari kepribadian kompulsif orang-orang
yang kompulsif memiliki kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan
lingkungan mereka berperilaku sangat erat-teliti dan fokus pada detaildetail yang sangat spesifik tapi sering tidak berarti. Pada budaya birokratik

14

perhatiannya lebih terarah pada bagaimana tampaknya daripada bagaimana


kerjanya. Para manajer lebih memperhatikan aturan-aturan untuk bekerja
sama dan bukan pada tujuan dari aturan-aturan tersebut. Ada sistem
kendali yang digunakan untuk memantau perilaku daripada anggotanya.
Pada budaya kreatif para anggotanya lebih berdisiplin diri mereka dapat
bekerja sama dalam satu tim tanpa mengandalkan banyak pada aturanaturan dan prosedur mereka mengetahui tentang pekerjaan anggota lain
dan tentang tugas-tugas yang saling tergantung. Koordinasi antaranggota
merupakan proses yang agak intuitif yang berkembang dari pengalaman
bekerja sama dan dari keberhasilan. Para anggota sadar bahwa kooperasi
adalah dasar dari keberhasilan.

G.

MENCIPTAKAN BUDAYA ORGANISASI YANG ETIS


Isu dan kekuatan suatu kultur mempengaruhi suasana etis sebuah
organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Kultur sebuah organisasi
yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar etika
tinggi adalah kultur yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah
sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga
hasil. Para manajer dalam kultur semacam ini didorong untuk mengambil
resiko dan berani berinovasi, dilarang terlibat dalam persaingan yang tak
terkendali, dan akan memberikan perhatian pada bagaimana tujuan dicapai
dan juga pada tujuan apa yang akan dicapai.
Manajemen yang dapat dilakukan untuk menciptakan kultur yang lebih
etis dapat dilakukan dengan praktik-praktik:
1. Menjadi model peran yang visibel. Karyawan akan melihat perilaku
manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku
yang semestinya mereka ambil. Ketika manajemen senior dianggap
mengambil jalan yang etis, hal ini memberi pesan positif bagi semua
karyawan.
2. Mengkomunikasikan harapan-harapan yang etis. Ambiguitas etika dapat
diminimalkan dengan menciptakan dan mengomunikasikan kode etik

15

organisasi. Kode etik ini harus menyatakan nilai-nilai utama organisasi


dan berbagai aturan etis yang diharapkan akan dipatuhi para karyawan.
3. Memberikan pelatihan etis. Selenggarakan seminar. Lokakarya, dan
program-program pelatihan etis. Gunakan sesi-sesi pelatihan ini untuk
memperkuat standar tuntunan organisasi, menjelaskan praktik-praktik
yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang
mungkin muncul.
4. Secara nyata memberikan penghargaan atas tindakan etis dan beri
hukuman terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinerja terhadap
para manajer harus mencakup evaluasi hal demi hal mengenai
bagaimana keputusan-keputusannya cukup baik menurut kode etik
organisasi. Penilaian harus mencakup sarana yang dipakai untuk
mencapai sasaran dan juga pencapaian tujuan itu sendiri. Orang-orang
yang bertindak etis harus diberi penghargaan yang jelas atas perilaku
mereka. Sama pentingnya, tindakan tidak etis harus diganjar secara
terbuka/nyata.
5. Memberikan mekanisme perlindungan. Organisasi perlu memiliki
mekanisme formal sehingga karyawan dapat mendiskusikan dilemadilema etika dan melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut. Cara ini
bisa

meliputi

pembentukan

konselor

etis,

badan

pengawas

(ombudsmen), atau petugas etika.


H.

PERAN BUDAYA ORGANISASI


Dari pengertian budaya organisasi di atas, tampak bahwa budaya
organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan
meningkatkan efektifitas kinerja organisasi, khususnya kinerja manajemen
dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah
organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola
sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi
masalah dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.

16

BAB III
PEMBAHASAN
A. Studi Kasus
Sejalan dengan makin meningkatnya merger dan akuisisi,
membuktikan bahwa menggabungkan dua budaya organisasi yang berbeda
bukanlah pekerjaan yang mudah. Juga, banyak keuntungan yang
diharapkan dari merger tersebut tidak terealisasi karena budaya organisasi
dan Sumber Daya Manusia yang berbeda. Menurut suatu perkiraan secara
nasional, 70% dari semua kombinasi tidak mencapai sasaran keuangan
yang telah ditetapkan dan hanya 15% mencapai sasaran keuangan mereka.

17

Satu contoh dari industri pelayanan kesehatan mengilustrasikan


permasalahannya. Dua organisasi pelayanan kesehatan yang besar, keduaduanya berpusat di California Selatan, telah terlibat dalam persaingan yang
ketat. Homedco dan Abbey Healthcare Group memutuskan, daripada
meneruskan persaingan, lebih baik mereka memperkuat posisi pasar
mereka dengan penggabungan untuk menciptakan sebuah perusahaan
besar

menjadi

Apria

Healthcare

Group.

Bersama-sama

mereka

merencanakan untuk memperluas pelayanan kesehatan mereka sebagai


pengaruh dari perluasan pelayanan yang telah dikelola.
Tiga tahun kemudian nilai persediaan dari Apria telah merosot
sebesar 25%, dan penghasilan menurun. Sejauh mana kemerosotan Apria
merupakan bukti yang cepat ; ketika usaha mulai mencari perusahaan lain
untuk mengambil alih perusahaan, hanya beberapa pembeli tampak
tertarik. Apa yang terjadi ini terutama karena oleh masalah operasional
yang disebabkan oleh merger. Masalah masalah tersebut tidak dapat
diselesaikan karena konflik internal yang terjadi antara bekas eksekutif dan
tenaga kerja Homedco dan Abbey Healthcare. Puncaknya, BOD, yang
bahkan terpisah dapat menerima keputusan untuk mengganti Timothy
Aitken, yang semula adalah CEO Abbey Healthcare, dengan Jeremy Jones
dari Homedco untuk menjabat sebagai CEO.
Tampak nyata dari semula bahwa kedua perusahaan tersebut
memiliki budaya organisasi yang sangat berbeda. Homedco memiliki
struktur yang lebih formal dengan pembuatan keputusan yang lebih
terpusat, sedangkan Abbey Healthcare pembuatan keputusan bersifat
sangat desentralisasi dan manajer cabang mempunyai wewenang yang
sangat besar. Juga, penggabungan sistem komputer dan penagihan dengan
menggunakan sistem Abbey Healthcare berarti bahwa tenaga kerja yang
berasal dari Homedco harus mendapatkan pelatihan, dimana hal ini tidak
dapat terjadi begitu cepat. Sebagai akibatnya, banyak sekali kesalahan
dalam penagihan yang menimbulkan keluhan dan telepon dari pelanggan
yang tidak puas yang diterima oleh departemen pelayanan pelanggan
Apria.
18

Untuk menghemat biaya dan menghilangkan duplikasi tugas, lebih


kurang 14% dari tenaga kerja pada perusahaan yang digabungkan tersebut
kehilangan pekerjaan. Akan tetapi, jumlah terbesar dari mereka adalah
tenaga kerja yang sebelumnya merupakan tenaga kerja Abbey. Untuk
mereka yang masih tinggal di perusahaan, tampak bahwa kebanyakan
manajer Homedco tidak terpengaruh dibandingkan dengan yang dialami
manajer Abbey Healthcare. Sebagai contoh, hanya ada 6 dari 21 manajer
regional yang sebelumnya mereka bekerja untuk Abbey Healthcare, di
mana dalam hal ini mengakibatkan kebanyakan perwakilan penjualan
Abbey yang mempunyai kinerja yang baik memilih keluar dari
perusahaan. Bahkan perubahan beberapa peraturan dasar Sumber Daya
Manusia telah menimbulkan masalah. Contohnya, ketika peraturan
Sumber Daya Manusia Homedco digunakan di kantor Abbey, kode yang
baru dan prosedur penyimpanan data mengganggu beberapa tenaga kerja
yang

merupakan

tenaga

kerja

Abbey

sebelumnya.

Sehingga

mengakibatkan banyak sekali dari mereka yang meninggalkan perusahaan


pada tahun pertama penggabungan. Karena tingkat konflik yang sangat
hebat menyebabkan tenaga kerja dari satu perusahaan menganggap mereka
yang berasal dari perusahaan lain adalah orang bodoh dan menolak
untuk membalas menelepon kembali tenaga kerja dari perusahaan lain.
Akhirnya, baik Aitken maupun Jones meninggalkan perusahaan, dan tim
eksekutif yang baru berjuang untuk membangun kembali Apria. Bukannya
menjadi merger yang sehat, malahan menciptakan merger dari neraka.
Sayangnya, situasi ini bukanlah hal yang tabu, budaya konflik
serupa juga telah melenyapkan keefektivan merger oleh perusahaan dalam
bidang industri yang lain. Salah satu contoh adalah merger antara dua
lembaga keuangan yaitu Society Corp. dan Key Corporation (Key Corp.).
Sejak merger, perusahaan yang di gabungkan tersebut telah mengalami
pertumbuhan hanya separuh dari pertumbuhan bank yang lain dalam
ukuran perusahaan yang sama dan telah mengurangi tenaga kerja sebanyak
5.000 orang. Pada kasus ini, sama seperti kasus Apria, membuktikan

19

bahwa masalah ketidakharmonisan Sumber Daya Manusia dan budaya


organisasi dapat menghancurkan nilai suatu merger yang tampak logis dari
perspektif bisnis strategi yang luas.

B. Analisis Kasus
Melihat dari masalah yang terjadi di atas, salah satunya adalah
mengenai penggabungan dari 2 budaya organisasi yang berbeda. Masalah
tersebut sering terjadi kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan
penggabungan atau merger perusahaan. Perbedaan 2 budaya menjadi satu
tersebut malah membuat perusahaan memiliki penurunan dalam pasar.
Oleh karena itu, seharusnya perusahaan tersebut harus menciptakan
kembali suatu budaya organisasi yang etis agar perusahaan tersebut dapat
berjalan dengan baik. Hal tersebut harus dimulai dari pimpinan (CEO)
perusahaan tersebut.
Pemimpin seharusnya dapat menjadi model peran yang visible
yang baik, dan tidak memihak kepada perusahaannya terdahulu sebelum di
merger tersebut, pimpinan harus dapat menjadi penengah dan memberikan
peran yang baik di depan para karyawannya, sehinga hal tersebut dapat
memberikan pesan positif bagi semua karyawannya. Kemudian pimpinan
mengkomunikasikan kembali harapan harapan yang etis yaitu berupa kode
etik organisasi. Kode etik tersebut tentu saja harus menyatakan nilai-nilai
utama organisasi dan berbagai aturan yang baru yang dapat dipatuhi oleh
para karyawan.
Pemimpin juga dapat memberikan beberapa pelatihan etis seperti
seminar, loka karya dan yang lain-lain yang nantinya dapat memperkuat
standar tuntutan organisasi, mana yang diperbolehkan dan mana yang
tidak diperbolehkan untuk dilakukan di dalam organisasi. Setelah itu,
pemimpin dapat secara nyata memberikan penghargaaan kepada karyawan
yang menjunjung tinggi kode etik tersebut, dan memberikan hukuman
kepada karyawan yang melanggar, dengan begitu akan membuat karyawan
untuk selalu menjunjung tinggi kode etik dari budaya organisasi tersebut.

20

Terakhir pemimpin dapat mengadakan mekanisme formal di dalam


organisasi yang dapat mengurusi perihal kode etik tersebut. Sehingga
karyawan dapat melaporkan hal-hal yang terjadi dalam perusahaan yang
melanggar kode etik tersebut dan ditindaklanjuti.
Dengan beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh pemimpin
tersebut dalam menciptakan kembali budaya organisasi, dapat membuat
perusahaan tersebut berjalan kembali dengan lancar dan tidak ada lagi
kesalahpahaman yang terjadi diantara kedua perusahaan yang telah di
merger tersebut.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan teori-teori di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma perilaku yang diterima
dan dipahami bersama oleh anggota organisasi sebagai dasar aturan
perilaku di dalam organisasi.
2. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara: Pertama, pendiri hanya
merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan
dengan

mereka.

Kedua,

pendiri

melakukan

indoktrinasi

dan

menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan.

21

Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang


mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri.
3. Terdapat 7 karakteristik dalam organisasi, yaitu: orientasi hasil, orientasi
orang, orientasi tim, keagresifan, kemantapan/stabilitas, inovasi dan
keberanian mengambil resiko, dan perhatian pada hal-hal yang lebi rinci.
4. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin untuk
menciptakan budaya organisasi yang etis, yaitu menjadi model peran yang
visible, mengkomunikasikan harapan-harapan yang etis kepada karyawan,
memberikan pelatihan etis, memberikan penghargaan atas tindakan etis
dan hukuman terhadap tindakan yang tidak etis secara nyata, dan
memberikan mekanisme perlindungan.

B. SARAN
Saran yang penulis berikan dalam kajian budaya organisasi adalah
bahwa budaya dalam organisasi seharusnya dapat dijunjung tinggi dan
dijaga di dalam suatu organisasi. Sebab tanpa adanya budaya organisasi
yang baik, suatu organisasi akan banyak memiliki suatu kesalahpahaman
sehingga kegiatan organisasi tersebut akan berjalan kurang baik.

22

DAFTAR PUSTAKA

Wahjono, Sentot Imam. Perilaku Organisasi. 2009. Graha Ilmu.


http://milikyusry.blogspot.co.id/2013/04/makalah-budaya-organisasi.html
http://jhonmiduk8.blogspot.co.id/2015/08/makalah-budaya-organisasi_55.html
http://www.artikelsiana.com/2015/10/pengertian-budaya-organisasi-fungsi.html
http://pusuy.com/pengertian-ciri-ciri-fungsi-jenis-dan-sumber-budaya-organisasi/
http://abdulfahri.blogspot.co.id/

23

Anda mungkin juga menyukai