Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia telah ditetapkan beberapa peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja; antara lain sebagai berikut: Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja; Peraturan Menteri No. PER- 05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan-peraturan tersebut
ditetapkan bertujuan untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya kecelakaan
kerja (Wieke Yuni Christina, 2012).
Kecelakaan dan sakit di tempat kerja dapat membunuh dan memakan lebih
banyak korban jika di bandingkan dengan perang dunia. Riset yang di lakukan
badan dunia ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang
meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun
akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria
yang meninggal dua kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih
mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di
tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit
yang di derita dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (R. Suardi,
2005).
Kecelakaan kerja tidak harus di lihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu
tidaklah terjadi begitu saja. Kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian
perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan
pemerintah untuk meratifikasi konvensi keselamatan international atau melakukan
pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja yang termasuk dalam suatu wadah hygiene
perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes) terkadang terlupakan oleh para
pengusaha. Padahal Keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai tujuan pokok
dalam upaya memajukan dan mengembangkan proses industrialisasi, terutama
dalam mewujudkan kesejahteraan para buruh (R.Suardi, 2005).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang termasuk dalam suatu wadah
hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes) terkadang terlupakan oleh para

pengusaha atau manajemen. Keselamatan dan kesehatan kerja bukan hanya untuk
industry tetapi untuk seluruh pegawai disetiap tempat kerja, begitu juga di sektor
pelayanan kesehatan. Di Indonesia, sampai saat ini belum banyak peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja di laksanakan dirumah sakit. Adanya asumsi
bahwa

tenaga

kerja

dirumah

sakit

dianggap

sudah

tahu

dan

dapat

mempertahankan kesehatan dan melindungi dirinya serta di anggap lebih mudah


melakukan konsultasi dengan dokter dan mendapatkan fasilitas perawatan secara
informal, menjadikan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit
seolah-olah di pinggirkan. Mengingat besarnya paparan dirumah sakit maka
rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan sangat perlu untuk diterapkan
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) untuk memberikan
perlindungan kepada para pegawai (AA Gde Munijaya, 2004).
Keselamatan kerja merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan proyek
konstruksi, dimana keselamatan kerja perlu mendapat perhatian yang sama
dengan kualitas, jadwal dan biaya. Keterlibatan secara aktif dari manajemen
perusahaan sangat penting artinya bagi terciptanya perbuatan dan kondisi
lingkungan yang aman. Program keselamatan kerja (safety work program) perlun
dibuat oleh manajemen perusahaan, serta memiliki komitmen untuk menjalankan
program tersebut demi terciptanya keamanan di lokasi proyek (Hinze, 1997 dalam
Wieke Yuni Christina, 2012).
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat
kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja
dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja,
yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna
Dewi, 2006). Menurut Rizky Argama (2006), program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan
dan penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja
akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan keselamatan kerja dan kesehatan kerja?
2. Bagaimana aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhi
3.
4.
5.
6.
7.

keselamatan dan kesehatan kerja?


Bagaimana manajemen keselamatan dan kesehatan kerja?
Apa saja faktor penyebab penyakit akibat kerja?
Bagaimana sistem pertolongan kecelakaan kerja?
Bagaimana upaya pencegahan disaster dalam kecelakaan kerja?
Bagaimana peran perawat dalam kesehatan kerja?

1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep dasar upaya pencegahan disaster dalam
kecelakaan kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari keselamatan kerja dan keseatan kerja.
b. Mengetahui aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhi
c.
d.
e.
f.
g.

keselamatan dan kesehatan kerja.


Mengetahui manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Mengetahui faktor penyebab penyakit akibat kerja.
Mengetahui system pertolongan kecelakaan kerja.
Mengetahui upaya pencegahan disaster dalam kecelakaan kerja.
Mengetahui peran perawat dalam kesehatan kerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan bagian yang

penting

dalam pelaksanaan

proyek konstruksi, dimana keselamatan kerja perlu mendapat perhatian yang


sama dengan

kualitas,

jadwal

dan

biaya. Keterlibatan secara aktif dari

manajemen perusahaan sangat penting artinya bagi terciptanya perbuatan dan

kondisi lingkungan

yang

aman.

Program keselamatan kerja (safety work

program) perlu dibuat oleh manajemen perusahaan, serta memiliki komitmen


untuk menjalankan program tersebut demi terciptanya keamanan di lokasi
proyek (Hinze, 1997 dalam Wieke Yuni Christina, 2012).
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa
budaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat terbentuk dari beberapa faktor
dominan, yaitu sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Komitmen top management


Peraturan dan prosedur K3
Komunikasi
Kompetensi pekerja
Keterlibatan pekerja
Lingkungan kerja (Wieke Yuni Christina, 2012)

Keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan


situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan
prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja (Rika Ampuh
Hadiguna, 2009). Prabu Mangkunegara (2001) mendefinisikan kesehatan
kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit
yang disebabkan lingkungan kerja.pemerintah memberikan jaminan kepada
karyawan dengan menyusun Undangundang Tentang Kecelakaan Tahun 1947
Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian
disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan
kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti
tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan
(Heidjrachman Ranupandojo dan Suad

Husnan,

2002).

penjelasan

Indonesia

Nomor

Undang-undang

Republik

Lalu,

menurut

3 Tahun 1992,

menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan
ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan
kesejahteraan demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya
dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam
masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar
dapat tercapai kesejahteraan bersama (Kusuma, Ibrahim Jati) .
Menurut Sumamur (1981), tujuan keselamatan kerja adalah:

1. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya.
3. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
5. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
7. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan
agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik,
mental maupun sosial (Lalu Husni, 2005). Selain itu, kesehatan kerja
menunjuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum
dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh (Malthis
dan Jackson,

2002).

Sedangkan

menurut

Prabu

Mangkunegara

(2001)

pengertian kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental,
emosi atau rasa sakit yang disebakan lingkungan kerja. Kesehatan dalam ruang
lingkup keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-undang Pokok Kesehatan RI No.
9

Tahun

1960,

Bab

Pasal

2,

keadaan

sehat

diartikan

sebagai

kesempurnaan yang meliputi keadaan jasmani, rohani dan kemasyarakatan,


dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahankelemahan lainnya.
Menurut Veithzal Rivai (2003) pemantauan kesehatan kerja dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Mengurangi timbulnya penyakit.
Pada umumnya perusahaan sulit mengembangkan strategi untuk
mengurangi timbulnya
akibat

antara

penyakit-penyakit,

lingkungan

karena

hubungan

sebab-

fisik dengan penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan pekerjaan sering kabur. Padahal, penyakit-penyakit


yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih merugikan, baik bagi
perusahaan maupun pekerja.
2. Penyimpanan catatan tentang lingkungan kerja.

Mewajibkan

perusahaan

untuk

setidak-tidaknya

melakukan

pemeriksaan terhadap kadar bahan kimia yang terdapat dalam lingkungan


pekerjaan dan menyimpan catatan mengenai informasi yang terinci
tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan informasi tentang
penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang aman dan
pengaruh berbahaya bahan-bahan tersebut.
3. Memantau kontak langsung.
Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan adalah dengan membebaskan tempat kerja
dari bahan-bahan kimia atau

racun.

Satu

pendekatan

alternatifnya

adalah dengan memantau dan membatasi kontak langsung terhadap zatzat berbahaya.
4. Penyaringan genetik.
Penyaringan genetik adalah pendekatan untuk mengendalikan penyakitpenyakit yang paling ekstrem, sehingga sangat kontroversial. Dengan
menggunakan uji genetik untuk menyaring
rentan

terhadap

penyakit-penyakit

individu-individu

yang

tertentu, perusahaan dapat

mengurangi kemungkinan untuk menghadapi klaim kompensasi dan


masalah-masalah yang terkait dengan hal itu. Penyakit kerja adalah
kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh kerentanan terhadap
faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini meliputi
penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan,
pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau
pengantar

yang

berbahaya

(Dessler,

2007).

Masalah

kesehatan

karyawan sangat beragam dan kadang tidak tampak. Penyakit ini


dapat berkisar mulai dari penyakit ringan seperti flu, hingga penyakit
yang

serius

yang

berkaitan

dengan

pekerjaannya (Malthis

dan

Jackson, 2002). Schuler dan Jackson (1999) menjelaskan bahwa


dalam

jangka panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja

dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati, paru-paru, otak dan ginjal;
penyakit paru-paru putih, cokelat, dan hitam; leukimia; bronkitis;
emphysema dan lymphoma; anemia plastik dan kerusakan sistem

saraf pusat; dan kelainankelainan reproduksi (misal kemandulan,


kerusakan genetic, keguguran dan cacat pada waktu lahir).
2.2 Aspek-aspek dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Menurut Anoraga (2005) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) meliputi:
a. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan
dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut
kondisi kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
b. Alat kerja dan bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang,
alat-alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam
melakukan kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahanbahan utama yang akan dijadikan barang.
c. Cara melakukan pekerjaan
Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan
yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang
biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas
pekerjaan, misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan
pelindung diri secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan
peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan mesin.
Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:
a. Beban kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan.
b. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja
d. Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik,
maupun psikososial.
2.3 Manfaat Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem


yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel
di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di
tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan
kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan
di tempat kerja (Rijuna Dewi, 2006). Menurut Rizky Argama (2006),
program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalahsuatu sistem program
yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan
(preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja
dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat
melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka
perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlahhari kerja yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi
dan ras kepemilikan.
6.

Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra

perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
Menurut

Robiana

Modjo

(2007),

manfaat

penerapan

program

keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:


1. Pengurangan Absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program
keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan
angka risiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja,

sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan sakit
akibat kerja pun juga semakin berkurang.
2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan. Karyawan yang bekerja pada
perusahaan

yang benar-benar

memperhatikan

kesehatan

dan

keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera


atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula
kemungkinan klaim pengobatan/ kesehatan dari mereka.
3. Pengurangan Turnover Pekerja. Perusahaan yang menerapkan program
K3 mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa manajemen
menghargai

dan

memperhatikan kesejahteraan

mereka,

sehingga

menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan tidak


ingin keluar dari pekerjaannya.
4. Peningkatan Produktivitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyu Sulistyarini (2006) di CV. Sahabat klaten menunjukkan bahwa
baiksecara individual maupun bersamasama program keselamatan dan
kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja.
Malthis dan Jackson (2002) menyebutkan, manfaat program keselamatan dan
kesehatan
kerja yang terkelola dengan baik adalah:
1. Penurunan biaya premi asuransi,
2. Menghemat biaya litigasi,
3. Lebih sedikitnya uang yang dibayarkan kepada pekerja untuk waktu
kerja mereka yang hilang,
4. Biaya yang lebih rendah untuk melatih pekerja baru.
5. Menurunnya lembur,
6. Meningkatnya produktivitas.
2.4 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen sebagai satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak
tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi
perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Manajemen
seharusnya menyadari (Silalahi, 1995) :
a. Adanya biaya pencegahan
b. Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan
c. Antara biaya pencegahan dan kerugian akibat kecelakaan terdapat selisih
yang sukar ditetapkan

d. Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan, dan proses.


e. Manusia merupakan faktor dominan dalam setiap kecelakaan.
2.5 Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi
sebab penyakit akibat kerja, antara lain (Notoatmodjo, 2007):
a. Golongan fisik, seperti:
1) Suara, yang bisa menyebabkan pekak/tuli.
2) Radiasi sinar-sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit susunan
darah dan kelainan kulit.
3) Suhu, apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat
cramps, atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu-suhu yang rendah dapat
menimbulkan frostbite, trenchfoot, dan hypothermia.
4) Tekanan tinggi dapat menyebabkan caisson disease.
5) Penerangan lampu yang kurang baik misalnya dapat menyebabkan
kelainan pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan
terjadinya kecelakaan.
b. Golongan kimia (chemis), yaitu:
1) Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya silicosis,
asbestosis, dan lainnya.
2) Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau
keracunan.
3) Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S.
4) Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan lainnya
yang dapat menimbulkan keracunan.
c. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax, brucella, AIDS,
dan lainnya.
d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh keselahan-kesalahan konstruksi
mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu
pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik,
bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh
pekerja.
e. Golongan mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja
yang

tidak baik, atau keadaan pekerjaan yang monoton yang

menyebabkan kebosanan.
Sedangkan upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja ada bermacammacam, yakni:

a. Substitusi,
b. Ventilasi umum,
c. Ventilasi keluar setempat,
d. Isolasi,
e. Pakaian pelindung,
f. Pemeriksaan kesehatan,
g. penerangan, dan
h. pendidikan kesehatan.
2.6 Kecelakaan Kerja dan Sistem Pertolongan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki
dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik
waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu
proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).
Penyebab kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua:
1. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak
melakukan

tindakan

penyelamatan.

Contohnya,

pakaian

kerja,

penggunaan peralatan pelindung diri, falsafah perusahaan, dan lain-lain.


2. Kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan kerja yang
tidak

aman. Contohnya,

kebisingan,

getaran,

penerangan,

sirkulasi

udara,

temperatur,

penggunaan indikator warna, tanda peringatan,

sistem upah, jadwal kerja, dan lain-lain (Rika Ampuh Hadiguna, 2009).
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun
Undang-undang Tentang

Kecelakaan

Tahun

1947

Nomor

33,

yang

dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan


Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun
1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti
penting keselamatan kerja di dalam perusahaan (Heidjrachman Ranupandojo dan
Suad Husnan, 2002). Lalu, menurut penjelasan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya
apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas
pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi
terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi,
bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi

para karyawan juga harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai
kesejahteraan bersama.
Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat
keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3
adalah :
a.
b.
c.
d.

Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadiankejadian lain yang berbahaya.


e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
radiasi, suara dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
i.
i.
j.
k.
l.

maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.


Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara

dan proses kerjanya.


m. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
n. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan
dan penyimpanan barang.
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86
ayat 1 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap
pekerja/ buruh berhak untuk memperoleh perlindungan atas:
1. Keselamatan dan kesehatan kerja
2. Moral dan kesusilaan

3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta


nilai-nilai agama (Lalu Husni, 2005).
Sistem pertolongan kecelakaan kerja merupakan suatu rangkaian kegiatan
dalam suatu sistem management dan kebijakan perusahaan tentang tahapan
tentang tahapan pertolongan, perawatan rehabilitasi medis dalam menangani
korban akibat kecelakaan kerja atau keadaan darurat medis di lingkungan tempat
kerja (Iriyanto, 2010).
Prosedur pertolongan kecelakaan kerja di tujukan untuk membuat alur
penanganan jika terjadi kecelakaan kerja. Prosedur ini berisi tentang mekanisme
penanganan, kinerja tim tanggap darurat dalam kondisi darurat serta alur
kegiatan jika terjadi kecelakaan kerja (Iriyanto, 2010).
Mekanisme Pertolongan Kecelakaan Kerja menjelaskan tentang urutan jika
terjadi kecelakaan di tempat kerja mulai dari korban mengalami kecelakaan
sampai pada korban di beri pertolongan lanjutan.
a. Fasilitas Kecelakaan Kerja
Pada kondisi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja,
perusahaan

diwajibkan

menyediakan

fasilitas

untuk

menunjang

petugasparamedis untuk melakukan pertolongan kecelakaan kerja.


Fasilitas yang dimaksud berupa obat P3K, Shelter, Pos P3K, dan
Rumah Sakit Rujukan perusahaan.
b. Penanggung Jawab
Jika terjadi kecelakaan di tempat kerja, tim yang mempunyai
peranan penting adalah satgas medis dan satgas evakuasi serta
dibantu satgas lain. Penanggung jawab unit kerja bertanggung jawab
dengan pelaporan kecelakaan tersebut kepada pimpinan yang terkait
tentang penanganan yang telah dilakukan oleh satgas medis dan halhal yang terkait dengan pelaporan.
c. Perawatan Rehabilitasi
Perawatan rehabilitasi diperlukan untuk menjamin karyawan dalam
penanganan kecelakaan yang dialami di tempat kerja. Karyawan yang
mengalami kecelakaan kerja berhak mendapat pelayanan kesehatan sampai

tuntas hingga karyawan tersebut dapat kembali seperi semula ke tempat


karyawanbekerja.
d. Penanganan Darurat Medis
Jika

terjadi

kecelakaan

di

tempat

kerja,

petugas

medis

bertanggung jawab untuk melakukan pertolongan kepada korban dengan


melakukan observasi jenis luka yang diderita, lalu melakukan penanganan
sampai pada tahapan yang diperlukan. Penanganan kecelakaan kerja
ini ditujukan agar korban tidak mengalami cidera yang lebih parah
dan segera mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat (Pedoman
Praktis K3LH, 2009).
2.7 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di Rumah Sakit
Pemeliharaan Kesehatan Petugas Rumah Sakit
Kesegaran jasmani dan rohani merupakan faktor penunjang
untuk meningkatkan produktifitas seseorang dalm bekerja. Kesegaran
tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus dipelihara selama
bekerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja. Kesegaran jasmani
dan rohani bukan saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi
merupakan gambaran adanya keserasian penyesuaian seseorang dengan
pekerjaannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman,
pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki.Berdasarkan Buku Pedoman
Penyelenggaraan
Bencana

di

RS

Keselamatan
PKU

Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan

Muhammadiyah Yogyakarta

Tahun

2005

pemeliharaan kesehatan petugas Rumah sakit tidak ada penjelasan. Buku


pedoman

lebih

menjelaskan

kepada

upaya

pencegahan

dan

penanggulangan kebakaran tetapi rumah sakit khususnya Instalasi


Gawat

Darurat

telah

menerapkan

pemeliharaan

terhadap

petugasnya.Berdasarkan hasil penelitian mengenai program pemeliharaan


kesehatan petugas Rumah sakit sejauh ini sudah dilaksanakan dengan baik
oleh para petugas seperti halnya telah diuraikan bahwa sudah ada
jaminan kesehatan terhadap para petugas dari rumah sakit tersebut,
dan sudah dilakukan screening kesehatan tiap tahun untuk seluruh petugas
Rumah sakit tersebut secara baik.

Pemeliharaan

kesehatan

petugas

rumah sakit

adalah upaya

untuk menjaga petugas rumah sakit agar tetap dalam kondisi yang
terkontrol

kesehatannya.

Tujuan

dari

pelaksanaan pemeliharaan

kesehatan ini agar petugas rumah sakit dapat bekerja dengan baik.
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pemakaian alat pelindung diri adalah ketentuan yang harus
digunakan sebagai pelindung saat bekerja. Setiap petugas petugas rumah
sakit diwajibkan mengenakan alat pelindung diri saat melakukan
pekerjaan.

Tujuan

pemakaian

alat

pelindung

diri

adalah

untuk

melindungi petugas dari bahaya penularan penyakit dan kontak langsung


atau terpapar dengan pasien yang sedang diperiksa. Penggunaan alat
pelindung diri di Rumah sakit sudah cukup baik.
Penggunaan alat pelindung diri yang merupakan kewajiban bagi
setiap petugas terutama di Rumah sakit belum digunakan secara baik
dikarenakan kesadaran petugas masing-masing belum cukup baik untuk
digunakan pada waktu pekerjaan kecuali pada waktu-waktu tertentu saja
atau dalam keadaan darurat saja.
Berdasarkan Buku Pedoman

Penyelenggaraan

Keselamatan

Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit PKU


Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2005 penggunaan alat pelindung diri
diwajibkan untuk seluruh karyawan rumah sakit khususnya di Instalasi
Gawat Darurat sebelum memulai melakukan pekerjaan. Alat pelindung
diri yang ada di Rumah sakit seperti masker, kacamata, schout,
handscoon,

baju

kerja,

easy

move

wajib digunakan

pada

saat

melakukan pemeriksaan terhadap pasien. Di Instalasi Gawat Darurat


penggunaan alat pelindung diri hanya dilakukan untuk pemeriksaan
yang

beresiko

seperti

pemeriksaan

pasien

yang

terpapar

HIV,

sedangkan untuk pemeriksaan yang ringan tidak digunakan. Balai K3


(2008), juga menjelaskan bahwa alat pelindung diri (APD) adalah
seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi
bahaya atau kecelakaan kerja yang terjadi. APD juga dipakai sebagai

upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja

apabila

usaha

rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan


baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung
diri

di Rumah sakit sudah dilaksanakan tetapi belum maksimal atau

kurang disiplin digunakan pada


Ketidakdisiplinan

waktu

petugas Rumah sakit

melakukan pekerjaan.

terhadap

penggunaan

alat

pelindung diri disebabkan karena faktor kebiasaan petugasnya masingmasing. Penggunaan alat pelindung diri sudah baik digunakan.
Berdasarkan Buku Pedoman Penyelenggaraan Keselamatan Kerja,
Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana
Muhammadiyah

Yogyakarta

Tahun

di

Rumah

2005, seharusnya

Sakit

PKU

mewajibkan

semua karyawan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk


memakai APD sesuai dengan kebutuhan unit kerjanya masingmasing
sebelum memulai pekerjaan. Di Rumah sakit sendiri penggunaan alat
pelindung diri seharusnya digunakan pada waktu melakukan tindakan
atau pada pemeriksaan darurat tetapi hal ini selalu diabaikan oleh para
petugas (faktor kebiasaan). Hal ini nantinya akan menyebabkan
kemungkinan terjadinya bahaya penyakit akibat kerja atau kecelakaan
kerja.
Pencegahan Bahaya atau Kecelakaan Kerja
Pencegahan Bahaya atau Kecelakaan KerjaPencegahan

bahaya

atau kecelakaan kerja adalah keamanan petugas Rumah sakit terhadap


bahaya kecelakaan fisik yang terjadi selama pemeriksaan dan selama
melakukan pekerjaan. Semua petugas wajib mengikuti prosedur atau
pedoman yang telah ditetapkan.Berdasarkan hasil penelitian, upaya
pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja yang terjadi di Rumah sakit
antara lain :
a) Tersedianya alat pemadam kebakaran.
b) Pelatihan penaggulangan bahaya kebakaran.
c) Bed-bed pasien dilengkapi dengan pengaman.
d) Pemeriksaan kesehatan secara berkala.

e) Pemantauan aspek-aspek lingungan kerja seperti pengecekan


suhu, kelembaban, pencahayaan ruangan, kebersihan ruanganruangan (toilet, tempat cuci alat-alat).
Berdasarkan

Buku

Pedoman

Penyelenggaraan

Keselamatan

Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit


PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2005 lebih menjelaskan
tentang upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
tetapi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta khususnya Rumah
sakit

sudah

melaksanakan

dengan baik mengenai pencegahan

bahaya atau kecelakaan kerja seperti pembersihan alat secara rutin


sudah baik karena di Rumah sakit juga para petugasnya sudah
mendapatkan pelatihan tentang penanggulangan bahaya kebakaran
dan juga sudah tersedianya alat pemadam kebakaran sehingga
berdasarkan
semuanya

hasil

penelitian

terhadap

sudah melakukan upaya

petugas

Rumah sakit

pencegahan bahaya

dan

kecelakaan kerja dengan cukup baik.


Pencegahan

bahaya

atau

kecelakaan

kerja

adalah

upaya

perlindungan diri dari bahaya infeksi dan kecelakaan kerja


akibat dari pekerjaan itu sendiri. Setiap petugas pasti pernah
mengalami kecelakaan kerja baik kecelakaan yang ringan ataupun
yang besar.

Pemeriksaan Kesehatan Berkala


Berdasarkan Buku Pedoman

Penyelenggaraan

Keselamatan

Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana di RS PKU Muhammadiyah


Yogyakarta Tahun 2005 pemeriksaan kesehatan karyawan pada waktuwaktu tertentu terhadap karyawan yang dilakukan oleh dokter, meliputi
pemeriksaan kesehatan sebelum

bekerja,

pemeriksaan

kesehatan

berkala, pemeriksaan kesehatan khusus dan pemeriksaan kesehatan


penyakit umum. Untuk pemeriksaaan kesehatan berkala dilaksanakan

setahun

sekali

yang

dilakukan

oleh

TIM

K3 Rumah

Sakit,

pemeriksaan di Rumah sakit meliputi ronsen paru, rekam jantung, dan


tes darah lengkap. Secara umum pelaksanaan pemeriksaan kesehatan
berkala di
Pedoman

Instalasi Gawat

Darurat sudah sesuai dengan

Penyelenggaraan Keselamatan

Kewaspadaan

Bencana

di

Rumah

Kerja,

Buku

Kebakaran,

Sakit PKU

dan

Muhammadiyah

Yogyakarta Tahun 2005. Pemeriksaan disesuaikan menurut keperluan


guna

menilai

kondisi

kesehatan

dan

dibandingkan

dengan hasil

pemeriksaan kesehatan sebelumnya untuk mengetahui sejauh mana


pekerjaan mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja.
Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan
rutin yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja
yang dilakukan oleh dokter
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Buku Pedoman Penyelenggaraan
Kerja,

Kebakaran,

dan

Kewaspadaan

Bencana

Keselamatan
di

RS

PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2005 tidak ada penjelasan mengenai


pelatihan K3. Dalam buku pedoman dijelaskan lebih kepada upaya
pencegahan

dan

penanggulangan

kebakaran, tetapi rumah sakit

mengadakan pelatihan K3 setiap satu tahun sekali. Pelatihan dilakukan


pada

unit kerja yang

beresiko

termasuk Rumah sakit. Petugas

diberikan pelatihan setiap satu tahun sekali. Materi yang di dapatkan


dalam pelatihan seperti pelatihan penanggulangan kebakaran, skill
gawat

darurat,

PPGD

(penanggulangan

gawat

darurat).Pelatihan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah sakit belum sesuai


dengan

Buku

Pedoman

Penyelenggaraan

Keselamatan

Kerja,

Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana di RS PKU Muhammadiyah


Yogyakarta Tahun 2005 karena dalam buku pedoman tersebut tidak
dijelaskan tentang materi pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
tetapi

jika dilihat dari pelaksanaan, pelatihan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja yang diadakan dirumah sakit terhadap petugas sudah


dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan pelatihan

K3

pada

petugas

diharapakan dapat menjadi bekal yang cukup didalam menanganai


setiap bahaya atau kecelakaan kerja yang terjadi.
Program pelatihan K3 dilaksanakan oleh bagian pemeliharaan
dan bagian diklat. Program ini merupakan upaya untuk mengantisipasi
setiap kecelakaan kerja dan bahaya yang sering terjadi di Rumah Sakit
khususnya dibagian Rumah sakit, materi yang disampaikan juga sangat
bervariasi (Winami, Puji. 2011).
2.8 Peran Perawat dalam Kesehatan Kerja
Tugas-Tugas Perawat Kesehatan di Perusahaan
1.
2.
3.
4.
5.

Pengawasan terhadap lingkungan pekerja.


Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan.
Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja.
Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja.
Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di

rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah.


6. Ikut menyelenggarakan pendidikan hygiene perusahaan dan kesehatan
kerja terhadap pekerja.
7. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.
8. Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan
keluarga pekerja.
9. Membantu usaha penyelidikan kesehatan kerja.
10. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan hiperkes.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia,dapat diambil kesimpulan bahwa
bebagai masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf
kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Mereka adalah tenaga kerja lepas
harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian
besar adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia
jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Menurut Anoraga (2005) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) meliputi, Lingkungan kerja, Alat kerja dan bahan dan Cara

melakukan pekerjaan . sedangkan Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor


yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain, Beban
kerja, Kapasitas kerja, Lingkungan kerja , Lingkungan kerja yang berupa faktor
fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun psikososial.
3.2 Saran
Pencegahan keselamatan kerja perlu di sosialisasikan pada tiap anggota di
lingkungan kerja tersebut. Sosialisasi tentang bencana yang berpotensi terjadi di
lingkungan kerja tersebut dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk
perawat. Dalam penulisan makalah selanjutnya semoga makalah ini bisa menjadi
acuan bagi penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sugeng Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.
Semarang : Badan Penerbit UNDIP.
Anoraga, Pandji. 2005. Manajemen Bisnis cetakan ketiga. Jakarta: Rineka Cipta.
Dessler, Gary. 2007. Manajemen Personalia. Jakarta: Erlangga.
Hinze, J. W. 1997. Construction Safety. Prentice- Hall, Inc, New Jersey
Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan. 2002. Manajemen Personalia.
Yogyakarta: BPFE-UGM.
Lalu Husni. 2005. Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Malthis, Robert L. dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.
Prabu Mangkunegara. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rahayuningsih, Puji Winarni, Widodo Hariyono. 2011. Penerapan Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Mk3) Di Instalasi Gawat Darurat
Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Universitas
Ahmad Dahlan Vol. 5, No. 1, 1 67.
Rijuna Dewi. 2006. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan pada PT. Ecogreen Oleochemicals Medan Plant.
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan.
Rizky Argama. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Komponen
Jamsostek. Makalah Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta.
Salawati, Liza. Nasyaruddin Herry Taufik Dan Andi Putra. 2014. Analisis
Tindakan

Keselamatan

Dan

Kesehatan

Kerja

Perawat

Dalam

Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Icu Rsud Dr. Zainoel Abidin


Banda Aceh .Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 14 Nomor 3.
Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :
PPM.
Sumamur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung.
Veithzal Rivai. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Winami, Puji. 2011. Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(MK3) di IGD. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Winami, Puji. 2011. Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(MK3) di IGD. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Yuni Christina, Wieke, dkk. 2012. Pengaruh Budaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) terhadap Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Rekayasa Sipil
Volume 6. Bali.

Yuni Christina, Wieke, dkk. 2012. Pengaruh Budaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) terhadap Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Rekayasa Sipil
Volume 6. Bali.

Anda mungkin juga menyukai