Anda di halaman 1dari 42

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Referat

yang berjudul PENCEGAHAN DAN

DETEKSI DINI KARSINOMA SERVIKS ini dapat diselesaikan.


Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Obsetri dan Ginekologi di RSU Dr.Slamet Garut.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.

Dr. H.Rizki Safaat Nurahim, Sp.OG,M.Kes selaku dokter pembimbing.

2.

Para Bidan dan Pegawai di Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.Slamet
Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut.


Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Garut, Mei 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.1
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau
lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yang berisiko tinggi menyebabkan
kanker leher rahim, ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease).
Wanita biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun sampai tigapuluhan, walaupun
kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Sebelum terjadinya kanker
didahului oleh perubahan keadaan yang disebut lesi prakanker atau neoplasia serviks (NIS),
biasanya memakan waktu beberapa tahun sebelum berkembang menjadi kanker. Oleh sebab
itu sebenarnya terdapat kesempatan yang cukup untuk mendeteksi bila terjadi perubahan pada
sel serviks dengan pap smear atau inspeksi visual asam asetat (IVA) serta menanganinya
dengan tepat sebelum menjadi knker serviks.2
Karsinoma leher rahim adalah kanker terbanyak kelima pada wanita di seluruh dunia.
Penyakit ini banyak terdapat pada wanita Amerika Latin, Afrika, dan negara-negara
berkembang lainnya di Asia, termasuk Indonesia. Pada wanita-wanita Suriname keturunan
Jawa, terdapat insidensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan keturunan etnis lainnya.
Karsinoma leher rahim di negara-negara maju menempati urutan keempat setelah kanker
payudara, kolorektum, dan endometrium. Sedangkan di negara-negara sedang berkembang
menempati urutan pertama. Di negara Amerika Serikat, kanker cerviks memiliki Age Specific
Incidence Rate (ASR) yang khas, kurang lebih 20 kasus per 100.000 penduduk wanita per
tahun.3
Mengingat bahwa kanker serviks dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko dan
deteksi dini, pengetahuan tentang penyebab dan faktor risiko dan deteksi dini, pengetahuan
tentang penyebab dan faktor risiko kanker serviks sangatlah penting. Dengan pengetahuan
yang baik diharapkan akan muncul kesadaran wanita untuk menghindari faktor risiko dan
melakukan pemeriksaan secara dini sehingga kanker serviks dapat ditemukan pada stadiu
awal, dapat mengurangi beban sosial ekonomi yang terjadi akibat kanker serviks.2
2

BAB II
KARSINOMA SERVIKS
2.1.

DEFINISI

Gambar 1. Karsinoma serviks


Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara
harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.4
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder
atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior
atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis.
Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara
ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.4
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
3

akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.4
2.2.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of

Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur
60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan
pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 60-69 tahun.5
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras
Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens
dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS> hal
ini karena skrining Pap menjadi lebihpopuler dan lesi serviks pre-invasif lebih sering
dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker
serviks pada 2006.3
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap
tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker
serviks merupakan penyakit kankeryang memiliki jumlah penderita terbanyak di
Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker
serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.3
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2 %
di anatara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium
IIB-IVB, sebanyak 66,4 %. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan
fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus.3
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5
years survival masing-masing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal,
kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR
sebesar 92% untuk kanker total.3
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status
sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan umber daya, keterbatasan sarana dan prasarana,

jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari
penderita.3
2.3.

KLASIFIKASI DAN STAGING


Klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan

histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3)
klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The International
Federation of Gynekology and Obstetrics).6
2.3.1. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
-

CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih


kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada
dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan).
Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).

CIN

2,

perubahan

sel-sel

abnormal

lebih

kurang

tiga

perempatnya,

dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada


perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari
jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).
-

CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk
luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan
carcinoma yang parah ditempat asal.

2.3.2. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks6 :


-

ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata


"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti
tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).

LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan


karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.

HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa
sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.

2.3.3. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis6 :


5

FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:

Tingkat
0

Kriteria
KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.

Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri

Ia

Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan


tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat
dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm
sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.

Ib occ

Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak


sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.

Ib

Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan


invasi ke dalam stroma serviks uteri.

II

Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.

IIa

Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat


tumor.

IIb

Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke


dinding panggul

III

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium


sampai dinding panggul.

IIIa

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke


parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.

IIIb

Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah


bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

IV

Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan


mukosa rektum dan atau kandung kemih.

IVa

Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi


mukosa rektum dan atau kandung kemih.

Ivb
-

Telah terjadi penyebaran jauh.

Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM6:

Tingkat
T

Kriteria
Tidak ditemukan tumor primer

T1S

Karsinoma pra invasif (KIS)

T1

Karsinoma terbatas pada serviks

T1a

Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik

T1b

Secara klinik jelas karsinoma yang invasif

T2

Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai


dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal

T2a

Ca belum menginfiltrasi parametrium

T2b

Ca telah menginfiltrasi parametrium

T3

Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul


(tidak ada celah bebas)

T4

Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas


sampai diluar panggul

T4a

Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara


histologik

T4b

Ca telah meluas sampai di luar panggul

Nx

Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+


ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.

N0

Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi

N1

Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,


limfografi)

N2

Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor

M0

Tidak ada metastasis berjarak jauh

M1

Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio


arrteri iliaka komunis.

2.4.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

2.4.1. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV).
HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan
manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan
infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital
adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan
dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga
terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.7
-

Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8
open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen
E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait
dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein
L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan
karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E Protein

Perananya

E1

Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2

E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4

Mengikat sitokeratin

E5

Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet derivat


growth factor, p123)

E6

Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7

Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Protein

Peranannya

L1

Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2

Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.7

1) HPV tipe low-risk (resiko rendah).


Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun
kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe
6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
2) HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas.
Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi
(high- risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31,
33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering
dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31,
33, 52 dan 58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering
menyebabkan kanker serviks
2.4.2. Faktor predisposisi8
1) Faktor risiko yang telah dibuktikan
Hubungan Seksual
Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara
seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan
seksual dan risiko penyakit ini.
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak
dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan
risiko terkena kanker serviks karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap
metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia
18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat
pertama berhubungan maupun jumlah partner seksual adalah faktor risiko kuat untuk
terjadinya kanker serviks.
Karakteristik Partner
Sikumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang
hanyadihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan
bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner
yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis
atau partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan
meningkatkan risiko kanker serviks.
Riwayat Ginekologis

Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker


serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang
tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.
Dietilstilbesterol (DES)
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in utero
telah dibuktikan.
Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui
hubungan seksual seperti Human papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus
Tipe 2 (HSV 2).
Human Papilloma Virus (HPV)
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks
sudah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari
kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks.
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi
HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia
ringan atau sedang; serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal.
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering
regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan displasia berat yang jarang regresi
dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus
persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS).
Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi
dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan
hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risikotinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NID dan
sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Oleh
karena itu, yang berperan adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi
virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS
1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi
kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker
invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah
sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif.

10

Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval


antara NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari
infeksi HPV risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang
panjang ini, di samping terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan aktor
imunologi (respon HPV-specific T-cell, presentasi antigen), juga diperlukan untuk
terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen
E6 dan E7 dari HPV berperan dalam ketidakstabilan genetik sehingga terjadi
perubahan fenotipe ganas.
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab
terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG
p53 akan kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG
Rb. Ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi
sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.
Virus Herpes Simpleks
Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2

(HPV-2) belum

didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa
terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks.
DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA
rekombinan. Diperkiran, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari
60% pasien dengan neoplasia intraepitelial serviks (CIN) mempunyai antibodi
terhadap virus.
Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan
kanker serviks. Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan
multipel partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara
langsung.
Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker
serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks
(bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung
(aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan paa perokok) atau melalui efek
imunosupresif dari merokok. Bahkan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat
dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada wanita perokok. Bahkan karsniogenik
11

ini dapat merusak DNA sel epitel skuamoda dan bersama infeksi HPV dapat
mencetuskan transformasi keganasan.
2) Faktor risiko yang diperkirakan
Kontrasepsi Oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan
dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten
dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol
pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukkan beberapa
hubungan dari salah satu studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang
invasif. Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkan deteksi adanya
bias karena peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebih
lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai
kontrasepsi oral.
Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam
faktor risiko kanker serviks.
Etnis dan Faktor Sosial
Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima
kali lebih besr daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin
dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan
Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden
kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini
mungkin mencerminkan pengaruh sosioekonomi.
Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan di fokuskan pada pria yang pasangannya menderita
kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan
(debu, logam bahan kimia, tas, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker
serviks.
2.5.

PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga

membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1,
S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase
12

M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S
(Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana
p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses
proliferasi sel itu sendiri.7

Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak
adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6
mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan
untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu
gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar
terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah.

Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti
deferensiasi sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif
dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor
masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat
>1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau
darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks,
akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut
sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar)
menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat
akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran
limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,
kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara
teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri
mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,6

13

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).

14

CRF

15

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society)
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu
sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang
sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada empat stadium kanker serviks yaitu Stadium satu
kanker masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua kanker meluas di
serviks tetapi tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB
menjalar ke vagina dan rahim), pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding
pinggul dan nodus limpa (IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul,
menghambat saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa),
pada stadium empat kanker menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA:
Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus
limpa panggul, perut, hati, sistem pencernaan, atau paru-paru ).6

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging

16

(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)
2.6. DIAGNOSIS
2.6.1. Gejala dan Tanda
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandai sebagai fluor dengan sedikit darah, perdarahan post koitus atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat
(terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.8
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjut ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri
pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri. 9

2.6.2. Penegakan Diagnosis


Diagnosis kanker serviks dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi
histopatologi dari hasil biopsi lesi sebelum sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut
dilakukan. 9
17

2.7. PENCEGAHAN
Karena pada
umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
merase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam
cara mendeteksi HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type,
dan HPV Profile. Dengan metode-metode tersebut dapat
1.
pencegahan
sekunder
tidak
mencegah
terjadinya
NIS
Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan
di atas. Misalnya: Tidak
diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11, 42,
(CIN),
43 dan 44), danpenggunaan
risiko tinggi (HPVkondom
tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39,
2. terapi lesi prakanker
yang baru
terdeteksi
padadari
pence-satu pasangan,
berhubungan
seksual
dengan
lebih
45, 51, 52, 56 dan 58).12-16
gahan sekunder seringkali menimbulkan morbiditas
(untuk
merokok,HC selalu
menjaga
dinilai lebih
mudah dilakukan dalam
terhadapmencegah
fungsi fertilitaspenularan
pasien, dan infkesi HPV), tidakPemeriksaan
12
program
skrining
karena
mampu
mendeteksi
LSIL, ASCUS
3. pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada
kebersihan,
menjalani
pola
hidup
sehat,
melindungi
tubuh
dari
paparan
bahan
dan
HSIL
secara
lebih
sensitif
dibandingkan
dengan
pemesumber daya manusia dan alat yang kurang.
riksaan
pap
sm
ear,
walaupun
dengan
spesifisitas
yang
lebih
Pencegahan
hanya mungkin
dilakukanlain
dengan
kimia
(untuk primer
mencegah
faktor-faktor
yang memperkuat
munculnya penyakit
rendah. Sensitivitas HC pada NIS I, HSIL dan kanker adalah
deteksi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu.
sebesar 51,5%, 89,3% (85,2-96,5%), dan 100%, berturut-turut,
Identifikasi
terjadinya infeksi HPV risiko tinggi dapat
kanker
ini).
dengan spesifisitas 87,8% (81-95%). 13 Secara keseluruhan
dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan Polypencegahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan,

10
2.7.1. Pencegahan
antara lain: Primer

Vaksinasi

Tabel 1. Pedoman Vaksinasi HPV (Dimodifikasi dari Pedoman Vaksinasi HPV yang Disusun HOGI)
Perjalanan penyakit
kanker serviks invasif

Sel epitel serviks normal, terinfeksi HPV risiko tinggi, berdegenerasi menjadi lesi prakanker kemudian berdegenerasi
menjadi kanker serviks invasif (lihat gambar 2).

Vaksin

Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat.

Pencegahan

Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV 16,18).20
Pap smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan
vaksinasi dan pap smear untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya), karena jangkauan perlindungan
vaksinasi tidak mencapai 100% (89%). 21

J enis vaksin

Bivalen (16, 18) dan quadrivalen (16, 18, 6, 11). HPV 16 dan HPV 18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen),
sedangkan HPV 6 dan 11 merupakan HPV risiko rendah (non-karsinogen). 22

Tujuan vaksinasi

Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi.Lama proteksi
vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan. 23

I ndikasi

Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun).
Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV pada laki-laki. 24

Efektivitas

Pada penelitian fase II proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada yang divaksinasi mencapai 100%
(Protokol 007), dan proteksi 100% dijumpai sampai 2-4 tahun pengamatan (follow up). 17

Proteksi silang
(cross protection)

Vaksin bivalen (HPV tipe 16 dan 18) mempunyai proteksi silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektivitas 94%)
dan HPV tipe 31 (dengan efektivitas 55%). 17

Populasi target

Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi
target tergantung usia awal hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech
29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).

Deteksi HPV

Pemeriksaan pap smear dapat mendiagnosis infeksi HPV secara umum, tidak dapat mendiagnosis infeksi HPV risiko
tinggi. Diagnosis infeksi HPV risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid capture (HC) atau polymerase
chain reaction (PCR). 14 Pemberian vaksin sebaiknya dilakukan pada perempuan yang belum/tidak terinfeksi HPV.
Pemeriksaan skrining infeksi HPV sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan efektivitas vaksinasi HPV.
Pemberian vaksin pada perempuan yang telah terinfeksi HPV ataupun NIS tidak merugikan penderita tetapi
mempunyai efektivitas penangkalan infeksi HPV yang lebih rendah. Vaksinasi HPV dapat diberikan pada penderita
gangguan sistem imun, tetapi efektivitasnya lebih rendah.

Kontraindikasi

Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu
menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Hipersensitivitas.

Cara pemberian

Vaksin diberikan secara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan 0, 1, 6 (dianjurkan pemberian tidak melebihi
waktu 1 tahun)

Efek samping

Nyeri pelvis, nyeri lambing, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan febris.

Yang memberikan
vaksin

Seluruh petugas kesehatan meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis yang mendapat pelatihan pemberian
vaksin HPV.

156

18

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,
vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid
gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis
vaksin:

Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari
infeksi HPV.

Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi
HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat
lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap
infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar
dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV
dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat
intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya
protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus
tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan
proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh
karena itu partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar
limfe dan limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam
proses kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat
protektif terhadap infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis,
yakni Cervarik dan Gardasil :

i. Cervarix
sAdalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh
Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari
HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang
sangat merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam
tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6
masing-masing 0,5 ml

19

ii. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang
diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan
lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc
mengandung 20g protein HPV 6 L1, 40 gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18
L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat.
Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung
timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
-

Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker

Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga


menyebabkan kanker.

2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien

bila vaksin tersebut diberikan sebelum

individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun.

20

Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi
FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun

Dosis dan cara pemberian vaksin:


Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan
bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak
melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada
pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi
respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka
diperlukan pemberian Booster.

Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan

diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot
deltoid)

Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
2.8. Pencegahan sekunder10
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negaranegara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

21

22

Test Pap / Pap Smear


Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik
atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim.
Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat
menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut
laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah
mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat
digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (5188%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)11.
Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear


Syarat:
-

Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20
setelah hari pertama menstruasi.

2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,


spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina

Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum


dilakukan tes Pap smear

23

Indikasi:
-

Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi


umur 21 tahun.

Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan


peralatan liquid-based.

Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.

Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual
yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang
terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:


-

spekulum cocor bebek

spatula ayre

cytobrush

kaca objek

alcohol 95%

Metode pengambilan Pap smear:


-

Beri label nama pada ujung kaca objek

Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.

Lihat adanya abnormalitas serviks

Identifikasi zone transformasi

Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.

Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan


kontak dengan permukaan epithelial.

Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9,
hasil yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan
atasnya ketika instrument dikeluarkan.

24

Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang
spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample,
sementara sample dari cytobrush dikumpulkan.

Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak


dengan seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.

Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan


memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak
sel, pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam
beberapa detik.

Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena


pengeringan dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang
berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit.

25

Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.

Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.

Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
-

Kelas I : sel-sel normal

Kelas II

sel-sel

menunjukkan

kelainan

ringan

yang

menunjukkan kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi


-

Kelas III

: mencurigakan kearah keganasan

Kelas IV

: sangat mencurigakan adanya keganasan

Kelas V

: pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi


-

Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi


sitologi. Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu.
Setelah infeksi diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6
minggu kemudian

Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat


dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),


selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan
diagnosis definitif.

Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang


pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun.
Selanjutnya 2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat
mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam
asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati
secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.12
Program Skrining Oleh WHO :
-

Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun

Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55


tahun

26

Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55
tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)

Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita


usia 25-60 tahun.

Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur


hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.

Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+)


adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

Syarat:
-

Sudah pernah melakukan hubungan seksual

Tidak sedang datang bulan/haid

Tidak sedang hamil

24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
-

IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.

IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak


lainnya (polip serviks).

IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).


Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks
dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis
Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks
in situ).

IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan


temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada
stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

Pelaksanaan IVA
-

Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher


rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil
pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah

27

warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif
lesi atau kelainan pra kanker.
-

Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati

dengan

metode

Krioterapi

atau

gas

dingin

yang

menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih


dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang
hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker
bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan
tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
-

Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat
dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi
putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di
sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau
dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human
papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ
tubuh yang lain.

HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar
dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou
menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes
HPV positif, maka pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah
merupakan indikasi.12
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat
mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik
HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat
genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex
HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV
tanpa mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui
keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa
mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit
digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV . Metode DNA-HPV Micro
28

Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV. Metode Linear


Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe
HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer
Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the
American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US
Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersamasama, sebagai berikut : 1
-

Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah


melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang
lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih
banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV
onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya
setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.

Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama


dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun.
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk
wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau
lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini
sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi
nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan


menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base
method setiap 1-3 tahun.

29

Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan


pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan
diulang 3 tahun kemudian.

Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3


kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

2.9. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang
sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat
bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa
tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain:12
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS
1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR).
Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi
intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat
ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan
terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada
terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

30

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya


2. Terapi NIS dengan destruksi lokal
Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang
mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel
skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 0 0 C. Pada suhu
sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami
nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan
tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan
mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal
dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem
mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.
Elektrokauter memungkinkan

untuk pemusnahan jaringan dengan

kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya


terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas
(sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus
dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat
dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang
dapat ditentukan.

31

CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang
10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis.
3. Terapi NIS dengan eksisi
Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada
serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk
diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput


sampel kecil jaringan serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik


yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker
serviks

32

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil


leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul.
Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba
untuk hamil di kemudian hari

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk


mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

33

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).


Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

3) Terapi Kanker Serviks Invasif


i. Pembedahan
ii. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel
kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium
II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar

34

seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan


dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi,
yaitu :
1. Radiasi

eksternal

sinar berasar

dari

sebuah

mesin

besar

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya


dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 13 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini
bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh
melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina
menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri
ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya

untuk

membunuh

sel

kanker

dan

menghambat

perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis


kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant.

35

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol


penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi
digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase
karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian
kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal /
bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah
cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering
digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah : mitomycin.
pacitaxel, ifosamide.topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama
dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika
operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil;
kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan
hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin
tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran
tumor
4. Untuk

mengurangi

gejala

terkait

kanker

yang

menyebabkan

ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /


kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang
kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
a. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
36

b. Mual dan muntah


Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat
anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
c. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang
diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi
sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat,
buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi
kehilangan cairan.
Bila

susah

BAB

makan-makanan

yang

berserat,

dan

jika

memungkinkan olahraga.
d. Sariawan
e. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga
minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut
patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
f. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada
jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
g. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah,
sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah
penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap
kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi
berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.
Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan:
h. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah
sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa
obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.

37

i. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan
pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
j. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah,
mudah lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
6. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada
peningkatan kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang
mengandung nutrisi, pengontrol sakit (pain control). Manajemen
Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3
tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil
2.10. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
a. Histologi
Para ahli menemukan hubungan adenokarsinoma serviks dengan prognosis
yang lebih buruk daripada karsinoma sel skuamous, khususnya pada pasien
dengan limfonodus positif dan mempunyai interval rekurensi yang lebih
pendek daripada karsinoma sel skuamous. Adenoma maligna, yaitu subtype
adenokarsinoma yang jarang dan berdiferensiasi jelek, diketahui berhubungan
dengan prognosis yang jelek. Pada penelitian ditemukan bahwa hanya 25%
pasien adenoma maligna stadium I dan II yang survive selama 3 tahun.
38

b. Diferensiasi dan Grade Histopatologi


Kepentingan prognosis dari diferensiasi kanker serviks sampai saat ini masih
diperdebatkan. Demikian pula sampai saat ini tidak ditemukan hubungan
prognostic dengan grade kanker serviks. Bichel dkk., (1985) memakai system
grading malignancy (MGS) untuk meneliti 275 biopsi karsinoma sel skuamous
invasive. System ini berdasarkan 8 parameter, di mana tiap grade dibagi atas 3
poin (table 2). Angka survival pada pasien dengan indeks MGS <- 14 adalah
lebih baik daripada indeks MGS > 14 (p=0,001). Tidak ditemukan hubungan
antara skor MGS dengan stadium klinik pasien.
c. Reaksi Stromal
Seperti grading histologic, reaksi stroma pada kanker serviks mula-mula
diperiksa untuk mengetahui radiosensitivitas tumor. Para ahli menemukan
bahwa reaksi stroma merupakan factor prognosis yang baik. Dilaporkan
bahwa pasien dengan tumor yang mempunyai infiltrate limfosit padat dan
uniform mempunyai prognosis yang lebih baik. Metastasis tumor hanya
ditemukan pada pasien yang hanya mempunyai infiltrate sel eosinophil pada
tumornya.
d. Umur penderita
Telah banyak penelitian menemukan bahwa insidens kanker serviks pada usia
muda makin menigkat dan tumor terlihat lebih agresif. Pada analisis
retrospektif terhadap 2628 pasien, ditemukan bahwa insidens dan derajat
keganasan lebih tinggi pada kelompok usia muda.
Selain itu, pada tiap penelitian ditemukan bahwa wanita muda mempunyai
risiko metastasis limfonodus yang lebih besar. Insidens metastasis limfonodus
pelvis pada wanita muda meningkat dari 23% menjadi 40% selama periode 34
tahun (p=0,02), meskipun limfadenektomi yang makin banyak dilakukan juga
mempengaruhi angka ini.
Stadium

Penyebaran kanker serviks

Tahun
100

Karsinoma insitu

Terbatas pada uterus

85

II

Menyerang luar uterus tetapi

60

meluas ke dinding pelvis

39

% Harapan Hidup 5

III

Meluas ke dinding pelvis dan atau

33

sepertiga bawah vagina atau


IV

hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung

kemih atau rektum atau meluas


keluar pelvis sebenarnya
Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul
gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan
radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, et al.: GLOBOCAN 2012, Cancer Incidence
and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11. Lyon, France: International
Agency

for

Research

on

Cancer,

2013.

Available

at

http://globocan.iarc.fr/default.aspx accessed Mei 2nd 2014.


2. Sulistiowati, Eva, Anna M., Pengetahuan Tentang Faktor Risiko,Perilaku dan
Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Pada
Wanita Di kecamata Bogor Tengah, Kota Bogor.2014
3. Rasjidi I,Epidemiologi kanker serviks. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita
Harapan, Tangerang.2009
4. Andridjono, Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks,
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Majalah Kedokteran,Jakarta. 2007
5. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Badan Registrasi Kanker
IAPI, Yayasan kanker di Indonesia. 2012.
6. Mochtarom M. Data registrasi Kanker Ginekologik. Bagian Obstetri dan
Ginekologi. RSUPN/FKUI. Jakarta. IARC, Globocan 2012.
7. National Cancer Institute. General Information for Cervical Cancer. Available at :
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/pa
ge1 last update : April 21, 2015. Last accessed Mei 3th 2015.
8. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma of the
vulva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8,
2014. [PUBMED Abstract].
9. National Cancer Institute. Stage Information About Cervical Cancer. Available
at

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/pa
ge3#figure_420_e last update : April 21, 2015. Last accessed Mei 3th 2015.
10. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. Atlanta. American Cancer
Society.

41

11. Wikjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009. p. 380-387.
12. Debbie Saslow, Carolyn D. Runowicz, Diane Solomon, et al. American Cancer
Society Guideline for the Early Detection of Cervical Neoplasia and Cancer. CA
Cancer J Clin. 2002;52;342-362.
13. Medline
Plus.
Pap

Smear.

Available

at

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003911.htm Accesed Mei 5th


2015.
14. American Cancer Society. New Screening Guidlines for Cervical Cancer. 2012.
Available at : http://www.cancer.org/cancer/news/new-screening-guidelines-forcervical-cancer Accesed Mei 5th 2015.
15. Apgar S. Barbara, Brotzman L. Gregory, Spitzer Mark. Colposcopy: Principle
and

42

practice: An integrated textbook and atlas. 2nd edition. 2008. P.34-8.

Anda mungkin juga menyukai