Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR


Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria

Kelompok 10
IKM A2 2015
Imraatul Hasni

1511212001

Igel Purnama Sari

1511212002

Qhasmawati Nayli

1511212036

Rafida Meilsa

1511212037

Meisyatul Khadijah 1511212068

Dosen Pengampu: dr. Fauziah Elytha, M.Si

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
membahas tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Epidemiologi
Penyakit Menular. Dengan terselesaikannnya makalah ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada Ibudr. Fauziah Elytha, Msiselaku pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis

menyadari

bahwasanya

kesempurnaan

bukanlah

milik

manusia.Mungkin terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki dalam pembuatan


makalah ini.Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan sebagai bahan
revisi untuk menyempurnakan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan membawa hasanah pengetahuan bagi kita semua.

Padang, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1

Latar Belakang..........................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3

Tujuan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)...............................................2

2.1.1

Etiologi...............................................................................................2

2.1.2

Alur Penularan...................................................................................2

2.1.3

Epidemiologi......................................................................................4

2.1.4

Patogenesis.........................................................................................8

2.1.5

Pencegahan dan Penanggulangan......................................................8

2.2

MALARIA..............................................................................................17

2.2.1

Pengertian Malaria...........................................................................17

3.2.2

Penularan..........................................................................................18

3.2.3

Epidemiologi....................................................................................19

3.2.4

Pencegahan dan Penanggulangan....................................................28

BAB III PENUTUP...............................................................................................31


3.1

Kesimpulan..............................................................................................31

3.2

Saran........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,

yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh arthropoda.Virus ini
termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae.
Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia
Timur khususnya Nusa Tenggara Barat. Salah satu masalah yang dihadapi adalah
kesulitan mendiagnosis secara cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi
Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan
mikroskopis malaria, yang dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan
Mataram, dari 19 laboratorium di NTB yang mengevaluasi menggunakan preparat
positif malaria, hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat membaca preparat
dengan benar. Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada
penderita

yang

diduga

menderita

malaria

merupakan

tantangan

untuk

mendapatkan uji/metode laboratorik yang tepat, cepat, sensitif, mudah dilakukan,


serta ekonomis.
1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana

etiologi, alur penularan, epidemiologi, dan pencegahan penanggulangan penyakit


menular demam berdarah dengue dan malaria.
1.3

Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana etiologi, alur penularan, epidemiologi, dan

pencegahan penanggulangan penyakit menular demam berdarah dengue dan


malaria.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

2.1.1

Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,

yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh arthropoda.Virus ini
termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae.
Ada empat serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotype
DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah.
Infeksi oleh salah satu serotype akan menimbulkan kekebalan terhadap serotype
yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotype yang lain. Keempat jenis virus
tersebut semuanya terdapat di Indonesia.Di daerah endemic DBD, seseorang dapat
terkena infeksi semua serotype virus pada waktu yang bersamaan.
David Bylon (1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia
disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu virus, manusia, dan nyamuk.
Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah
perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan).Nyamuk yang menjadi
vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit
manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya).Menurut
laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke
telur-telurnya.
2.1.2

Alur Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan

manusia.Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan


melalui nyamuk.Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok
arthropod borne diseases.Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus
tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam
kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue
akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan
4

berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam
berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan
berada dalam darah selama satu minggu.
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan
sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh
dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi
semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat
menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya.
Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya.
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus
dengue.12 Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari
pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam
08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan
menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain
(multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi
sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga
nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu
individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi
lebih mudah terjadi
Ciri-ciri nyamuk Aedes agyptiadalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak
mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air
seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, serta tempat minum

burung.
Jarang terbang 100m
Nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang

karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)


Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi.

Penyebaran penyakit DBD di Jawa biasanya terjadi mulai bulan Januari


sampai April dan Mei. Faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
penyakit DBD antara lain :

Imunitas penjamu
Kepadatan populasi nyamuk
Transmisi virus dengue
Virulensi virus
Keadaan geografis setempat

Faktor penyebaran kasus DBD antara lain :

2.1.3

Pertumbuhan penduduk
Urbanisasi yang tidak terkontrol
Transportasi

Epidemiologi
Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik.Di Asia, penyakit

ini sering menyerang di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua negara di Asia
Tenggara. Sejak 1981, virus ini ditemukan di Queensland,Australia. Di sepanjang
pantai timur Afrika, DBD juga ditemukan dalam berbagai serotype. Penyakit ini
juga sering menyebabkan KLB di Amerika Selatan, Amerika Tengah, bahkan
sampai ke Amerika Serikat sampai akhir tahun 1990-an. Endemik dengue di Asia
pertama kali terjadi pada tahun 1779, di Eropa pada tahun 1784, di Amerika
Selatan pada tahun 1835-an, dan di Inggris pada tahun 1922.
Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat
DBD. Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 1999 melaporkan bahwa
kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun yang terserang sebanyak 42% dan
kelompok usia 15-44 tahun yang terserang sebanyak 37%. Data tersebut
didapatkan dari data rawat inap rumah sakit.Rata-rata insidensi penyakit DBD
sebesar 6-27 per 100.000 penduduk.

CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun


masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%, tahun 1971 sebesar 14%, tahun
1980 sebesar 4,8%, dan tahun 1999 masih di atas 2%

Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004


tercatat 17.707 orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian 322 penderita
selama bulan Januari dan Februari. Daerah yang perlu diwaspadai adalah Jakarta,
Bali, dan NTB.

Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael Rossman dan
Richard Kuhn dari Purdue University, Amerika Serikat, melaporkan bahwa
struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus lainnya telah ditemukan.
Permukaan virus ini halus dan selaputnya ditutupi oleh lapisan protein yang
berwarna biru, hijau, dan kuning.Protein amplop tersebut dinamakan protein E
yang berfungsi melindung bahan genetik di dalamnya.

1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang


DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD
lebih banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD
terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena
pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan
dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan
untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi
virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang
sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.

Pada

awal

terjadinya

wabah

di suatu

negara,

distribusi

umur

memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur


kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya
jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat.
Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11

tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat


sejak tahun 1984.
2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat
dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat
yang tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti
tidak sempurna.17 Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus
dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi
virus dengue meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19
per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan
diseluruh propinsi di Indonesia.
Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang
tahun.

3.

Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu


Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320 C) dengan kelembaban
yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk
jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak
sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi
mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

4.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit DBD


Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent
(virus), host (pejamu), dan lingkungan, yaitu :

1) Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup


atau mati yang kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang
efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan
akan menjadi stimuli untuk mengisi dan memudahkan terjadinya

suatu proses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent dalam
penyebaran DBD adalah virus dengue.
2) Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan
terjangkit penyakit DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan
DBD pada manusia yaitu :
Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu

tempat ke tempat yang lainnya.


Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan
penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini

berkaitan dengan pengetahuan.


Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya

penularan penyakit DBD.


Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul
pada tahun 1997 menemukan bahwa proporsi penderita
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6 %.
Hasil serupa juga di peroleh oleh Enny dkk (2003) di Jakarta
pada tahun 2000 sebagian besar penderita adalah perempuan

(58,2%).
3) Lingkungan
Lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :
Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat
perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap


perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan
ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak

ditemukan nyamuk Aedes aegypti.


Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal)
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada
musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang
belum sempat menetas, dalam tempo singkat akan menetas, dan
kelembaban udara juga akan meningkat yang akan berpengaruh
bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana selama musim
hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko
penularan virus lebih besar.
Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan

2.1.4

Patogenesis
Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah

manusia untuk kemudian bereplikasi (memperbanyak diri). Sebagai perlawanan,


tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk kompleks virusantibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Kompleks antigen-antiobodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang
merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses
tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya
ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut
akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit.
Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai
perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah),
saluran pernapasan (mimisan, batuk darah), dan organ vital (jantung, hati, ginjal)
yang sering mengakibatkan kematian.

2.1.5 Pencegahan dan Penanggulangan


Program Pemberantasan
1. Tujuan
a. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD.
b. Mencegah dan menanggulangi KLB
c. Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan
sarang nyamuk (PSN).
2. Sasaran
Sasaran nasional (2000) :
a. Morbiditas di kecamatan endemik DBD <2 per 10.000 penduduk
b. CFR <2,5%
3. Strategi
a. Kewaspadaan dini.
b. Penanggulangan KLB.
c. Peningkatan keterampilan petugas
d. Penyuluhan.
4. Kegiatan
a. Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE), yaitu kegiatan
mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus)
untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius
100 m dari rumah indeks.

10

b. Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari


penderita lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera
dilakukan penanganan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan
kesehatan (UPK) terdekat.
c. Larvasidasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau menaburkan
larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik Aedes.
d. Fogging focus (FF), yaitu kegiatan menyemprot dengan insektisida
(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1
RW per 400 rumah per 1 dukuh.
e. Pemeriksaan jentik rutin (PJR), yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
kader desa wisma PKK, pengurus RT, atau petugas pemantau jentik
(PPJ) paling sedikit satu minggu sekali. Petugas tersebut akan
memantau jentik dalam semua rumah warga yang diatur dengan jadwal
tertentu, hasilnya akan dicatat pada kartu jentik di setiap rumah.
f. Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan
sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan.
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode
spiral (dengan rumah di tengah sebagai pusatnya) atau metode zig-zag.
Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau HI
(house index)
g. Pembentukan kelompok kerja (Pokja) DBD

di semua level

administrasi, mulai dari desa, kecamatan, sampai tingkat pusat.


h. Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)dengan 3M
(menutup dan menguras tempat penampungan air bersih, mengubur
barang bekas, dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi
perkembangbiakan nyamuk) di daerah endemic dan sporadic.
i. Penyuluhan tentang gejala awal penyakit DBD, tindakan pencegahan,
dan rujukan penderita.
5. Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :
a. Pembersihan jentik
Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Larvasidasi
Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
b. Pencegahan gigitan nyamuk
11

Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung

baju)
Penyemprotan

Pencegahan dan Penanggulangan


Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi
sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari).
Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling
efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau
pengendalian vektornya adalah :

Pengendalian Non Kimiawi :


a. Pada Larva / jentik nyamuk:

dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu


pada umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan
air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest
Aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah
dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya
dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk
demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup
dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi
setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat rapat bak
bak penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air
minum, tandon air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam
berdarah (Aedest Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air
yang jernih untuk reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak
berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-larut ini
harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk
bereproduksi.

12

dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan


pada tempat penampungan air

b. Pada Nyamuk Dewasa :

Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk


pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan
sekitar kita.

Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk


yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan
untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja
tersebut sama dengan Electric Raket.

Pengendalian Kimiawi :

a. Pada Larva / jentik nyamuk:


Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang
biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin
atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut
untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan
sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE
dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air
tersebut diminum
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram
ABATE
Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres
berisi 10 gram ABATE.
b. Pada Nyamuk Dewasa :

13

Dilakukan Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan


(Ultra Low Volume) dengan insectisida yang bersifat knock down
mampun menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat.
Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat
hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 1 meter diatas
permukaan lantai bangunan.
Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot
yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti nyamuk yang
memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang akan
mendekat.
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan
nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Lingkungan
Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara
permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk
penimbunan,

pengeringan,

pembuatan

bangunan

(pintu,

tanggul

dan

sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di


Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk 3M
yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat yang
menjadi sarang nyamuk.
2. Manupulasi Lingkungan
Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan
sementara yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti
pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem
pengairan secara berkala di bidang pertanian.
3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Yaitu

kegiatan

yang

bertujuan

mencegah

atau

membatasi

perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini


dilakukan dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk
yang berasal dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan

14

perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap


kontak dengan sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan
air, sampah dan buangan lainnya.
4. Pengendalian Hayati
Yaitu

cara

lain

untuk

pengendalian

non

kimiawi

dengan

memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini


memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi,
dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh
alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan
hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida.
Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika
merupakan bagian suatu pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator,
patogen dan parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu
populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva
nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai
pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis
ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di
persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator
yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik
nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di
beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan
dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara
tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik
nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang
bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis

15

subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia,


Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium,Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada
serangga vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah
cacing Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae
(Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan
untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu
kesehatan lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya,
masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh
serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax merupakan
contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan
nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini
masih terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas,
hanya menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu dan memerlukan
dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
Pencegahan demam berdarah dengue juga dilakukan dengan cara
pengasapan atau fogging bermanfaat membunuh nyamuk Aedes dewasa untuk
mencegah penyebaran demam berdarah. Hingga kini, belum ada vaksin atau
obat antivirus bagi penyakit ini. Tindakan paling efektif untuk menekan
epidemi demam berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan dan sedapat
mungkin menghindari vektor nyamuk pembawa virus dengue. Pengendalian
nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang
tepat, yaitu:

Lingkungan

: Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan

mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan menguras bak


mandi/penampungan

air

sekurang-kurangnya

sekali

seminggu,

mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu


sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kalengkaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah, dan perbaikan
desain rumah.

16

Biologis : Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat


dikontrol dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri

Kimiawi : Pengasapan (fogging) dapat membunuh nyamuk dewasa,


sedangkan pemberian bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air
dapat membunuh jentik-jentik nyamuk. Selain itu dapat juga digunakan
larvasida.Selain itu oleh karena nyamuk Aedes aktif di siang hari beberapa
tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan senyawa
anti nyamuk yang mengandung DEET, pikaridin, atau minyak lemon
eucalyptus, serta gunakan pakaian tertutup untuk dapat melindungi tubuh
dari gigitan nyamuk bila sedang beraktivitas di luar rumah. Selain itu,
segeralah berobat bila muncul gejala-gejala penyakit demam berdarah
sebelum berkembang menjadi semakin parah.

Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari
penyakit demam berdarah, sebagai berikut:

Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga,


dan istirahat yang cukup;

masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan


melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat
menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi
sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur
barang-barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah.
Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang.

Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa,


sedangkan bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus
dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;

Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita


mengalami demam atau panas tinggi

Pencegahan secara massal di lingkungan setempat dengan bekerja sama


dengan RT/RW/Kelurahan dengan PUSKESMAS setempat dilakukan
dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), Fogging, atau memutuskan
mata rantai pembiakan Aedes aegypti dengan Abatisasi.

17

Hindari tidur saat siang hari, Hindari tidur pagi sekitar pukul 06.00 10.00

atau sore pukul 15.00 17.30. Jikalau harus tidur karena cape, baiknya
Juragan tidur memakai lotion anti nyamuk, obat nyamuk elektrik atau
semprot kamar anda dengan obat anti nyamuk terlebih dahulu.
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan
mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air
dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh
melalui infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi
dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika
jumlah platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya
adalah pemberian obat obatan misalnya :
o Parasetamol membantu menurunkan demam
o Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare
o Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres
dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa
tim

medis

menyarankan

kompres

dapat

di

lakukan

dengan

alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum


jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara
medis, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan
intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan
mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air
dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu). Penambahan cairan tubuh
melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah
platelet menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan terhadap
keluhan yang timbul, misalnya :

Paracetamol membantu menurunkan demam

Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare

Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder

18

Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak


syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan
dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan
meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan
secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan
cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.

2.2

MALARIA

2.2.1

Pengertian Malaria
Malaria berasal dari bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau

udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang


mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam
aroma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam chagas, dan demam
kura.
Penyakit Malaria disebabkan oleh parasit malaria yaitu suatu protozoa
darah yang termasuk genus plasmodium yang dibawa oleh nyamuk anopheles.
Ada empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia yaitu
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan
Plasmodium ovale. Masing-masing plasmodium menyebabkan infeksi malaria
yang

berbeda.

Plasmodium

vivax

menyebabkan

malaria

vivax/tertiana,

Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika, Plasmodium


malariae menyebabkan malaria malariae/quartana, dan Plasmodium ovale
menyababkan malaria ovale.
Penderita malaria sering dijumpai di daerah-daerah yang berdekatan
dengan rawa-rawa ataupun yang banyak genangan air, sebaliknya di daerah yang
tidak berawa-rawa jarang sekali ditemukan penderita malaria.
3.2.2

Penularan
Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat,

sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah
manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,

19

dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut. Jenisjenis vektor (perantara) malaria yaitu:

Anopheles sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah pantai.


Anopheles aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan.
Anopheles maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkebunan,
kehutanan dan pegunungan.

Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Penularan secara alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi
vector penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium.Sebagian
besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vector
mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang pajar.
Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada
stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet
di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan
membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoitsporozoit tersebut siap untuk ditularkan.Pada saat menggigit manusia, parasit
malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga
manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2) Penularan tidak alamiah (not natural infection)
a. Malaria bawaan
Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria.
Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.
c. Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium),
burung dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).

20

3.2.3

Epidemiologi
Penyakit malaria dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain

kebanyakan melalui nyamuk. Sebagai vector utama adalah nyamuk Anopheles


spp. Dikenal berates-ratus spesies nyamuk ini, tetapi hanya beberapa spesies saja
yang betul-betul efektif dapat menularkan malaria. Tergantung pada habitat
nyamuk tersbut, maka spesies penular malaria juga berbeda-beda di setiap negara
bahkan di setiap daerah.
Di Indonesia misalnya, spesies yang banyak disebut orang sebagai penular
malaria antara lain adalah Anopheles sundaicus, Anopheles balabasensis,
Anopheles minimus, Anopheles barbirostis, Anopheles punctulatus, Anopheles
farauti, Anopheles karwari. Selain melalui nyamuk, penularan dapat pula melalui
transfusi darah. Darah donor yang menderita malaria dapat menularkan
Plasmodium spp pada resipien secara efektif bila umur darah tersebut di bawah 5
hari dan akan tetap infeksius sampai berumur lebih dari 14 hari bila disimpan
dalam antikoagulan yang mengandung dekstrose. Oleh karena itu untuk mencegah
penularan memang sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah tepi pada donor
terhadap malaria sebelum mereka memberikan darahnya atau menyimpan darah
tersebut lebih lama.

1. Agent
Agent penyebab malaria adalah genus Plasmodia, family Plasmodidae dari
Ordo Coocidiidae. Sampai saaat ini dikenal empat spesies parasit malaria pada
manusia di Indonesia, yaitu :
1. Plasmodium falciparum, penyebab

penyakit

tropika

yang sering

menyebakan malaria berat/malria otak yang fatal, gejala serangannya


timbul berselang setiap dua hari (48 jam) sekali.
2. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertania yang gejala
serangannya timbul berselang setiap tiga hari.
3. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala
serangannya timbul berselang tiap empat hari.
21

4. Plasmodium ovale, jarang ditemui di Indonesia, banyak dijumpai di Afrika


dan Pasifik Barat.
Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis Plasmodium,
infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Yang terbanyak
terdiri dari dua campuran, yaitu Plasmodium falciparum dengan Plasmodium
vivax atau plasmodium malariae. Infeksi campuran biasanya terjadi di daerah
yang angka penularannya tinggi.
Keempat jenis Plasmodium sudah ada di Indonesia saat ini, tetapi yang
paling sering ditemukan dan menimbulkan penyakit adlah Plasmodium falcifarum
dan Plasmodium vivax. Berubung Plasmodium falciparum paling sering
memberikan gejala yang berat sampai menimbulkan kematian, disamping
seringkali resisten terhadap obat malaria, maka perhatian utama harus diberikan
pada spesies ini.
Diketahui bahwa Plasmodium falciparum lebih dering ditemukan di daerah
tropis dan Plasmodium vivax didaerah beriklim sedang dan sub tropis. Hal ini
berhubungan dengan perkembangan dan umur parasit tersebut. Plasmodium
faciparum akan terhambat pertumbuhannya pada suhu di bawah 19 oC dan
umurnya lebih pendek pada suhu di atas 32oC, sedangkan Plasmodium vivax akan
terhambat perkemabngannya pada suhu di bawah 15 oC dan lebih pendek umurnya
pada suhu di atas 32oC..
2. Host
Banyak faktor yang mempengaruhi endemisitas malaria. Suku bagsa
dianggap sebagai salah satu faktor host. Di Afrika pernah dikenal adanya band of
malaria yaitu daerah tropical Afrika yang dihuni oleh sukubangsa Afrika tertentu
yangbanyak menderita malaria. Saat ini diperkirakan bahwa ras atau suku bangsa
mememgag peranan dalam penentuan endeminitas malaria, namun sekarang band
tersebut tidak ada lagi. Selin suku bangsa, imunitas dianggap sebagai faktor
penntu pula. Kepadatan parasit malaria pada bayi ternyata lebih rendah daripada
masa anak-anak.

22

Hal ini disebabkan karena imunitas pada bayi masih diperoleh dari ibunya.
Lambat laun imunitas tadi menurun seiring dengan usia, sehingga pada masa
anak-anak imunitasnya sudah sangat rendah sehingga bila anak tadi terinfeksi
malaria maka dapat dipastikan bahwa kepadatan parasitnya akan tinggi.
Sehubungan dengan imunitas ini, diketahui pula bahwa mereka yang hidup di
daerah endemis memiliki imunitas terhadap malaria, karena seringnya terinfeksi.
Kaum transmigran dan daerah luar Papua, yang dapat dikatan masih hipoendemis,
belum memiliki imunitas, sehingga bila mereka tiba di Papua akan mudah sekali
terserang malaria berat. Sehubungan dengan hal ini dikenal dengan adaya istilah
yang sekarang sudah tidak dipakai lagi yaitu stable aria yaitu daerah dengan
endemitas rendah, karena penduduknyatelah memiliki imunitas dan isilah unstable
malaria yaitu daerah dengan endemisitas yang berubah-ubah
Keadaan lain yang merupakan faktor dari host adalah status sosial,
ekonomi, adat istiadat dan budaya. Masyarakat yang selalu berpindah tempat dan
membuka hutan untuk bercocok tanam akan lebih terinfeksi malaria dibanding
mereka yang tinggal di daerah urban.
1) Nyamuk
Malaria pada umumnya ditulari oleh nyamuk anophelse betina. Nyamuk
ini memiliki kebiasaan menggigit pada waktu antara senja dan subuh. Terbang
nyamukini biasanya hanya 2 3 km dari tepat perlindungannya.
Vektor malaria merupakan faktor utama. Setiap daerah memiliki iklim,
cuaca dan flora serta fauna yang berbeda, hal ini dapat menyebabkan vektor
tertentu saja yang tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain vektor tertentu
memiliki habitat tertentu dan akan lebih suka tinggal di daerah tertentu.
Faktor lainnya adalah lama hidup, jarak terbang dan resistensi terhadap
isektisida. Lama hidup dan jarak terbang setiap spesies nymuk juga berbeda,
makin lama umur nyamuk dan makin jauh jarak terbangnya makin luas mereka
menyebarkan malaria. Maslah resistensi nyamuk terhadap insektisida banyak
menyita waktu untuk mencari cara pemberantasan nyamuk seefektif mungkin
sambil tetap mencegah jangan sampai menimbulkan kontaminasi lingkungan
yang membahayakan

23

2) Kapasitas Vektorial
Dewasa ini pakar malariologi lebih suka menggunakan konsep kapasitas
vektorial yaiutu rerata jumlah orang yang terkena sangkil (efektif) mampu
digigit dan ditulari parasit malaria (sporozoit) oleh seekr nyamuk Anopheles
spesies tertentu persatuan waktu (12 jam-satu mlalm penuh) dari satu orang
manusia sumber penyakit malaria.
Onori dan Grab (1980) membagi faktor-faktor penentu penularan malaria
dalam dua kategori besar, yaitu faktor langsung dan tidak langsung.
Faktor-faktor langsung
Angka menggigit nyamuk

Faktor-faktor utama tidak langsung


pada Curah hujan, kekeringan, pengelolaan

manusia

irigasi yang salah, perubahan perilaku


menggigit/mengisap

Angka pembawa gametosit

manusia
Importasi

penyakit

darah

pada

malaria

lewat

perpindahan penduduk dan migrasi


Lamanya daur sporogenik
Angka mampu hidup harian dari vektor

penduduk non imun


Temperatur udara
Temperatur udara dan kelembaban nisbi

3) Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
Suhu Udara
Pengaruh suatu suhu bebeda bagi setiap spesies. Suhu optimal bagi
kehidupan nyamuk adalah antara 25o 27oC dengan kelembaban 80%.
Suhu daerah yang memimiliki suhu dan kelembaban tersebut
merupaka tempat yang bagus bagi perkembangan nyamuk. Oleh
karena daerah tropis melrupakan daerah yang paling disukai oleh
Anopheles sp. makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin oendek
masa inkubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsiknya
No.

Plasmodium

Masa Inkubasi (hari)

P. Falciparum

9 14 hari (12)

P. vivax

12 -17 (15)

24

P. ovale

16 18 (17)

P. malariae

18 40 (28)

Kelembaban Udara
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk kemungkinan
hidupnya

nyamuk.

Kelembaban

mempengaruhi

kecepatan

berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain dari

nyamuk.
Hujan
Curah hujan merupakan faktor penentu berkaitan dengan timbulnya
perindukan nyamuk. Setiap hujan turun dan menimbulkan genangan
air, maka timbulah keadaan yang menguntungkan nyamuk dengan
memberinya tempat perindukan. Masalah perindukan ini selain
disebabkan oleh curah hujan juga disebabkan oleh ulah manusia
sendiri yang tanpa sengaja membuatkan tempat perindukan bagi
nyamuk.

Penebangan

hutan

dan

jejak-jejak

kaki

di

tanah

menimbulkan tempat perindukan baru bilamana hujan turun.


Angin
Kecepatan matahari pada saat matahari terbit dan terbenam
merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau luar rumah, adalah
salah satu faktor yang menentukan jumlah kontak manusia dengan
nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang

terganutng arah angin.


Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan nyamuk berbeda-beda.
Anopheles sindaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya Anopheles
hyrcarmus sp lebih suka tempat yang terbuka, Anopheles barbirostris

dapat hidup baik ditempat teduh maupun terang.


Arus Air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis atau
mengalir sedikit. Anopheles minimus menyukai tempat perindukan
yang airnya mengalir cukup deras dan Anopheles letifer di tempat
yang airnya terang.

25

b. Lingkungan Kimiawi
Dipengaruhi oleh garam atau kadar garam dari tempat perindukan.
Anopheles sundaicus
Memilih air payau dengan kadar antara 12 18 permilsebagai
breeding palcesnya. Pada kadadr garam 40 permil Anopheles

sundaikus akan menghilang.


Anopheles subpictus
Jenis ini memiliki daya toleransi terhadap gara lebih rendah atau
lebih tinggi dari kadar garam yang ditempati sebagai Breeding
Placesnya.

c. Lingkungan Biologi
Umunya nyamuk memilih tempat yang gelap, teduh berlindung, lembab
untuk berkembang biak. Selain itu adanya kandnag ternak yang dekat atau
menyatu

dengan

rumah

akan

semakin

menambah

tempat

untuk

berkembangbiak.
d. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor sosial kadang-kadang besar sekali pengaruhnya dibanding dengan
faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai
larut malam dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penguunaan kelambu, kawat kasa pada
rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda
sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka
kesakitan malaria. Faktor yang cukup penting pula adalah pandangan
masyarakat disuatu daerah terhadap penyakit malaria dianggap sebagai suatu
kebutuhan untuk diatasi, upaya untuk menyehatkan lingkungan akan
dilaksanankan oleh masyarakat secara spontan.
Endemisitas malaria ditentukan berdasarkan spleen rate pad anak-anaka
dan oarang dewsa. Jika pada suatu daerah spleen rate kurag dari 10%, maka
daerah tersebut dinamakan hipoendemik. Hal ini berarti bahwa transmisi
malaria di daerah tersebut rendah dan imunitas penduduk di daerah tersebut
juga rendah. Daerah mesoendemik ditentukan bila speen rate nya antara 11
50% yang berarti daerah tersebut memiliki transmisi yang agak tinggi, dan
imunitas penduduknya terhadap malaria tidak terlalu tinggi. Pada daerah yang
termasuh hipoendemik dan mesoendemik, wabah ,alaria sering terjadi sebagai

26

epidemi musiman. Suatu daerah dinamakan hiperendemik jika spleen rate


pada anak-anak di atas 50% dan spleen rate pada orang dewasa cukup tinggi.
Pada daerah seperti ini transmisi malaria terjadi menurut musim dan imunitas
penduduknya tidak cukup untuk melindungi diri mereka terhadap infeksi.

e. Malariometri
Malariometri adalah pengukuran secara quantitatif keadaan malaria di
suatu tempat. Secara epidemiologik endemisitas malaria dibagi menjadi
beberapa tingkatan. Salah satu cara untuk mengukur tingkat endemisitas
malaria di suatu daerah adalah dengan pemeriksaan pembesaran limpa pada
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut untuk menghitung spleen rate.
Spleen rate adalah persentase penduduk yang memiliki pembesaran
limpa dalam suatu masyarakat. Spleen rate ditentukan dengan jalan mengukur
pembesaan limpa menurut cara hackett. Dengan cara ini pembesaran limpa
dibedakan menjadi 6 kategori yaitu kategori 0 sampai kategori 5. Dengan
Spleen rate tersebut maka tingkat endemisitas daerah malaria dapat dibagi
menjadi 4 tingkat :
1. Hipoendemik : Spleen rate tidak melebihi 10%
2. Mesoendemik : Spleen rate antara 11 50%
3. Hiperendemik : Spleen rate di atas 50%. Spleen rate pada dewasa juga
tinggi (>25%)
4. Holoendemik : Spleen rate 75%, tetapi Spleen rate dewasa rendah
Timbulnya endemi musiman dipengaruhi oleh faktor tertentu. Dikenal 4
fase pada endemi musiaman yaitu fase Pre Epidemi, gelombang Epidemi,
Fase Pasca Epidemi dan Masa Interepidemi. Fase pre epidemi adlah fse yang
ditandai

dengan

mulai

meningkatnya

kepadatan

nyamuk.

Dnegn

meningkatnya kepadatan nyamuk, maka dapat diramalkan bahwa jumlah


penderita malaria mulai bertambah pula. Keadaan ini tidak berlangsung lama
dan segera diikuti dengan fase gelombang epidemi.
Gelombang epidemi merupakan fase dimana parasite rate (jumlah kasuu
posotif malaria per 100 penduduk)meningkat. Bila digambarkan sebagai suatu
grafik akan nampak dua puncak. Puncak pertama menggambarkan puncak
27

parasite rate Plasmodium vivax dan puncak kedua menggambarkan puncak


parsite rate plasmodium falciparum. Sebulan setelah peningkstan parasite rate
terlihat peningkatan mortality rate dan sebulan kemudian diikuti dengan
peningkatan spleen rare.
Setelah gelombang epidemi berakhir sampailah pada fase pasca epidemi.
Pada saat ini terjadi penyesuaian diri dari keadaan epidemi menjadi keadaan
endemi. Gambaran endmisitas mulai nampak pada fase ini.
Fase pasca epidemi dilanjutkan dengan fase interepidemi yaitu fase
antara untuk terjadi epidemi berikutnya. Lama fase da gambaran fase ini juga
berbeda-beda tergantung pada tempat dimana epidemi berlangsung.
Pada ermulan musim hujan biasanya hujan belum begitu hebat. Dalam
masa ini mulai banyak genangan air yang kemudian menjadi tempat yang
baik bagi perindukan nyamuk. Nyamuk akan berkembang dengan cepat dan
bertambah banyaknya nyamuk, maka parasite rate akan meningkat pula.
Setelah hujan mmulai sering turun dan makin lebat maka banyak larva
nyamuk yang dihanyutkan oleh air sehingga terjadi penurunan populasi
nyamuk. Arus air yang kuat menyebabkan nyamuk tidak dapat bertelur
dengan baik dan banyak pula bleeding placesnya yang hancur. Pada saat
musim hujan akan berakhir, hujantidak selebat semula demikian juga arus air
hujan tidak sekuat semula. Keadaan ini memungkinkan timbulnya genangangenangan baru sebagai breeding places yang baru, sehingga nyamuk mulai
berkembang biak lagi dengan baik yang berakhir dengan bertambahnya
populasi nyamuk.
Upaya pengawasan malria bertujuan untuk menurukan angka kesakitan
dan kematian malaria sedemikian rupa sehingga tidak lagi menjadi maslah
kesehatan. Oleh karena itu dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a. Dilakukan pengobatan pada penderita dan menghilangkan gametocyte
dari tubuhnya, sebab penderita dengan gametocyte adalah sumber
penularan utama.

28

b. Melakukan kontrol nyamuk yang menyebarkan malaria, dalam hal ini


biasa dilakukan pengontrolan teradap larva nyamuk dan nyamuk
dewasa.
c. Melindungi penduduk dengan kelambu, pemasangan kawat kasa di
rumah, pemakaian reppellent, pemberian chemoprophylaxis dan obatobat chemosuppressive
d. Memberi promosi kesehatan pada masyarakat

3.2.4

Pencegahan dan Penanggulangan


Pencegahan Malaria
a. Menghindari gigitan nyamuk, Tidur memakai kelambu, menggunakan
obat nyamuk, memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa
pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari rumah, kurangi
berada di luar rumah pada malam hari.
b. Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria,
minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah
keluar dari lokasi endemis malaria.
c. Membersihkan lingkungan, Menimbun genangan air, membersihkan
lumut,

gotong

royong

membersihkan

lingkungan

sekitar,

mencegahnya dengan kentongan.


d. Menebar kan pemakan jentik, Menekan kepadatan nyamuk dengan
menebarkan ikan pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila
merah, gupi, mujair dan lain-lain.
e. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering
atau pengeringan sawah secara berkala.
Obat-obatan bisa diminum untuk mencegah malaria selama melakukan
perjalanan ke daerah malaria.Obat ini mulai diminum 1 minggu sebelum
perjalanan dilakukan, dilanjutkan selama tinggal di daerah malaria dan 1 bulan
setelah meninggalkan daerah malaria.Obat yang paling sering digunakan adalah
klorokuin.Tetapi banyak daerah yang memiliki spesies Plasmodium falciparum
yang sudah resisten terhadap obat ini.Obat lainnya yang bisa digunakan adalah

29

meflokuin dan doksisiklin. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak


dibawah usia 8 tahun dan wanita hamil.
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria:
1. Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100%
efektif
2. Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk
3. Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai
influenza
4. Diagnosis dan pengobatan dini sangat penting, terutama pada malaria
falciparum, yang bisa berakibat fatal pada lebih dari 20% penderita.

Penanggulangan dan Pengobatan Malaria


Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit
terhadap klorokuin.Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit
yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara
intravena.Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin, karena
itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin.
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta
mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal
adalah yang memenuhi syarat:
a. Membunuh semua stadium dan jenis parasit
b. Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
c. Toksisitas dan efek samping sedikit
d. Mudah cara pemberiannya
e. Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan
teknis. Hambatan operasioanal itu adalah:
a. Produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik,
bahkan obat palsu.
b. Distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di
puskesmas.

30

c. Kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis


standar yang telah ditetapkan.
d. Kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang
dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi
terhadap obat.
Untuk pengobatan malaria, beberapa jenis obat yang dikenal umum
adalah:
a. Obat standar: klorokuin dan primakuin.
b. Obat alternatif: Kina dan Sp (Sulfadoksin + Pirimetamin).
c. Obat penunjang: Vitamin B Complex, Vitamin C dan SF (Sulfas Ferrosus).
d. Obat malaria berat: Kina HCL 25% injeksi (1 ampul 2 cc).
e. Obat standar dan Klorokuin injeksi (1 ampul 2 cc) sebagai obat alternatif.
Program Penanggulangan
1. Menemukan dan mengobati penderita
2. Melakukan mass fever survey (MFS) terutama konfirmasi
3. Mengendalikan vektor
4. Memetakan lingkungan dan breeding place
5. Melakukan surveilans migrasi (bila mobilitasnya tinggi)
6. Melakukan survei entomologi
7. Memberi penyuluhan kepada masyarakat
Penanggulangan malaria di Indonesia dapat dibagi atas beberapa periode, yaitu :
b. Periode sampai tahun 1952 => pemberantasan malaria tanpa menggunakan
insektisida
c. Periode 1952 1959 => pemberantasan malaria dengan menggunakan
insektisida
d. Periode 1959 1968 => pembasmian malaria
Periode 1986 sampai sekarang => Pemberantasan malaria

31

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,

yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh arthropoda.Virus ini
termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae.
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam,
menggigil, anemia dan splenomegali.
3.2

Saran
Disarankan kepada penulis selanjutnya agar dapat membahas dan

menjelaskan lebih rinci dan menambah sumber dari buku-buku yang terpercaya.

DAFTAR PUSTAKA

Kunoli, Firdaus J. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular.


Sucipto, Cecep Dani. 2014. Manual Lengkap Malaria. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Surontou, Yohanna. 2014. Ilmu Malaria Klinik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai