Anda di halaman 1dari 27

Manfaat Minyak Sawit bagi

Perekonomian Indonesia

Laporan World Growth


Februari 2011

Memberantas Kemiskinan melalui Penciptaan Kekayaan


Kelapa sawit menyediakan jalan keluar dari kemiskinan bagi negara berkembang dan
rakyat miskin. Mengembangkan pertanian yang efisien dan berkelanjutan seperti
perkebunan kelapa sawit berarti menyediakan sarana bagi pemilik perkebunan besar
maupun kecil untuk meningkatkan standar hidup mereka.
Pengembangan Berkelanjutan
Pengembangan pertanian kelapa sawit dan pertumbuhan industri sawit secara
berkelanjutan di negara berkembang dapat dan akan tercapai melalui konsultasi dan
kerja sama dengan kalangan industri, petani, kelompok pelobi, dan masyarakat yang
lebih luas.
Iklim dan Lingkungan
Kelapa sawit adalah sumber makanan dan bahan bakar yang memberikan hasil tinggi
dan sangat efisien. Perkebunan kelapa sawit adalah cara efektif untuk memproduksi
alternatif bahan bakar fosil dan menangkap karbon dari atmosfer.
Peluang dan Kesejahteraan
Negara berkembang harus diberi kesempatan untuk menanam dan mengembangkan
tanpa diganggu oleh campur tangan politik dari kelompok pembela lingkungan atau
negara maju. Sangatlah penting bahwa negara berkembang diberi peluang yang sama
dengan yang pernah dinikmati negara maju.
Hak atas Kekayaan
Perkebunan kelapa sawit yang efisien dan permintaan minyak sawit yang terus
meningkat memberikan peluang lebih besar bagi para pemilik lahan sempit untuk
mencari nafkah dari lahannya sendiri, mempertahankan kepemilikannya dan
mendukung hak mereka atas kekayaan dan kesejahteraan

2 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

ISI
Isi
Ringkasan Eksekutif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.

Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

2.

Pentingnya Minyak Sawit bagi


Perekonomian Dunia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

Kontribusi Kelapa Sawit bagi


Perekonomian Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
Kelapa Sawit dan Pembangunan
Pedesaan di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
Imbal Hasil dari Produksi Kelapa Sawit . . . . . . 14

Kecenderungan Produksi dan


Perdagangan Minyak Sawit Dunia . . . . . . . . . . . 7
Kecenderungan Konsumsi Minyak
Sawit Dunia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

4. Prospek Masa Depan Kelapa Sawit . . . . . . . . . . 15


Prospek Permintaan Minyak Sawit Dunia . . . 15
Produksi dan Peluang Minyak Sawit Dunia . . . 15

Kecenderungan Konsumsi Minyak


Nabati di Dunia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
3.

Kendala Utama dan Peluang Sektor


Kelapa Sawit Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

Pentingnya Minyak Sawit bagi Perekonomian


Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

Kontribusi Sektor Pertanian bagi


Perekonomian Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

Lampiran
Produksi Sawit dan Kemiskinan Per Provinsi . . . . 26

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 3

Ringkasan Eksekutif

RINGKASAN EKSEKUTIF

LSM lingkungan memperjuangkan agenda tanpa


konversi dalam upaya menghentikan konversi lahan
hutan untuk pertanian, termasuk perkebunan kelapa
sawit. Agenda ini telah meluas hingga mencapai operasi
pemerintah dan organisasi internasional.
Pada Mei 2010, Indonesia dan Norwegia menandatangani Letter of Intent yang menjadi kerangka kerja
Indonesia untuk menerima sumbangan keuangan dari
Pemerintah Norwegia dengan imbalan pelaksanaan
kebijakan pengurangan emisi, termasuk penangguhan
semua konsesi baru untuk konversi gambut dan hutan
alam selama dua tahun.
Pada Juli 2010, Bank Dunia mengusulkan kerangka kerja
bagi keterlibatannya dalam sektor kelapa sawit, atas
permintaan LSM lingkungan untuk memperketat
kebijakan persyaratan dukungan keuangan Kelompok
itu bagi proyek Kelapa Sawit. Versi kerangka kerja yang
telah direvisi diterbitkan pada Januari 2011 untuk
dijadikan pegangan.
Pembatasan konversi kawasan hutan akan berdampak
negatif pada pertumbuhan ekonomi dan keamanan
pangan di Indonesia, dan berdampak langsung terhadap
penduduk miskin. Karena inilah, negara berkembang
menolak untuk memasukkan tanpa konversi dalam
pendekatan kehutanan dan REDD dalam Konferensi PBB
tentang Perubahan Iklim di Cancun pada Desember 2010.

Pembatasan konversi kawasan hutan akan


berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan
keamanan pangan di Indonesia, dan berdampak
langsung terhadap penduduk miskin.
Manfaat Kelapa Sawit bagi Perekonomian
Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan
perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan di
Indonesia. Kelapa sawit merupakan produk pertanian
paling sukses kedua di Indonesia setelah padi, dan
merupakan ekspor pertanian terbesar. Industri ini
menjadi sarana meraih nafkah dan perkembangan
ekonomi bagi sejumlah besar masyarakat miskin di

4 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

pedesaan Indonesia. Industri kelapa sawit Indonesia


diperkirakan akan terus berkembang pesat dalam
jangka menengah; tetapi, daya saingnya akan terpukul
oleh agenda antiminyak sawit.
Pasar minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan
pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir dengan
produksi minyak sawit saat ini diperkirakan lebih dari
45 juta ton. Indonesia merupakan salah satu produsen
dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, dengan
produksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit per tahun.
Pertanian dan Kemiskinan di Daerah
Meskipun hanya menyumbang sekitar 14 persen PDB,
pertanian menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari
41 persen penduduk Indonesia dan menjadi mata
pencarian sekitar dua pertiga rumah tangga pedesaan.
Industri kelapa sawit merupakan kontributor yang
signifikan bagi pendapatan masyarakat pedesaan di
Indonesia. Pada 2008, lebih dari 41 persen perkebunan
kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil, menghasilkan 6,6
juta ton minyak sawit.
Dengan lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal
di daerah pedesaandan lebih dari 20 persen di
antaranya hidup di bawah garis kemiskinanindustri
kelapa sawit menyediakan sarana pengentasan
kemiskinan yang tidak terbandingi. Pembatasan
konversi hutan untuk pertanian atau kelapa sawit
menutup peluang peningkatan standar hidup dan
manfaat ekonomi yang cukup prospektif bagi warga
pedesaan, membenamkan mereka ke standar
kehidupan yang kian rendah.
Pertumbuhan Industri Masa Depan
Karena permintaan dunia akan minyak sawit diperkirakan akan semakin meningkat di masa depan,
minyak sawit menawarkan prospek ekonomi yang
paling menjanjikan bagi Indonesia. Produksi minyak
sawit dunia diperkirakan meningkat 32 persen menjadi
hampir 60 juta ton menjelang 2020.
Pembatasan konversi hutan untuk perkebunan kelapa
sawit Indonesia akan mengurangi ketersediaan lahan
subur dan menghambat ekspansi industri ini. Kebijakan
pemerintah harus bertujuan meningkatkan produktivitas, bukan menerapkan kebijakan LSM yang
antipertumbuhan.

Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit


terbesar di dunia dan industri ini merupakan sektor
ekspor pertanian yang paling tinggi nilainya selama
dasawarsa terakhir.
Industri minyak sawit merupakan kontributor penting
dalam produksi di Indonesia. Pada 2008, Indonesia
memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit.
Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan
daerah, sebagai sumber daya penting untuk
pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian
dan pemrosesan selanjutnya. Produksi minyak sawit
menjadi jenis pendapatan yang dapat diandalkan oleh
banyak penduduk miskin pedesaan di Indonesia.
Menurut satu sumber, sektor produksi kelapa sawit di
Indonesia dapat menyediakan lapangan kerja bagi lebih
dari 6 juta orang dan mengentaskan mereka dari
kemiskinan. Lebih dari 6,6 juta ton minyak sawit
dihasilkan oleh petani kecil yang memiliki lebih dari 41
persen dari total perkebunan kelapa sawit. Pada 2006,
didapati sekitar 1,7-2 juta orang bekerja di industri
kelapa sawit.
Industri kelapa sawit Indonesia baru-baru ini mendapat
kecaman dari sejumlah LSM yang berkampanye
menentang industri ini karena dianggap bertanggung
jawab atas penggundulan hutan, emisi karbon, dan
hilangnya keragaman hayati. Akibatnya, muncul keluhan
yang meluas bahwa industri minyak sawit tidak
berkelanjutan serta usul untuk menghentikan atau
membatasi semua konversi lahan hutan di masa depan.

moratorium itu, karena perkembangan ekonomi


memerlukan konversi lahan dalam tingkat tertentu.
Laporan ini disusun sebagai penilaian independen
tentang manfaat industri minyak sawit bagi perekonomian, untuk menjadi bahan pertimbangan bagi
pejabat dan pembuat kebijakan. Laporan ini menelaah
kinerja industri saat ini dan mempertimbangkan
prospek pertumbuhannya di masa depan. Komponen
utamanya meliputi:
Kecenderungan saat ini dan proyeksi permintaan
minyak dunia di masa depan;
Kontribusi pertanian dan kelapa sawit bagi
perekonomian Indonesia;
Kontribusi kelapa sawit terhadap pembangunan
pedesaan; dan
Kendala utama dan peluang industri kelapa sawit
Indonesia

Laporan ini disusun sebagai penilaian independen


tentang manfaat industri minyak sawit bagi
perekonomian, untuk menjadi bahan pertimbangan
bagi pejabat dan pembuat kebijakan.

Pada Mei 2010, Pemerintah Indonesia menyiratkan


akan ada moratorium dua tahun dalam pemberian
konsesi baru untuk pembukaan hutan alam dan lahan
gambut, berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani
dengan Pemerintah Norwegia, yang bertujuan
mengurangi gas rumah kaca. Sebagai imbalan atas
kesepakatan tersebut, Norwegia setuju berinvestasi
satu miliar dolar dalam proyek pelestarian hutan di
Indonesia. Setahun sebelumnya, pemerintah Indonesia
mengumumkan akan menggandakan produksi minyak
sawitnya menjadi 40 juta ton sebelum tahun 2020.
Keberhasilan pertumbuhan industri minyak sawit
Indonesia akan sangat terpengaruh oleh pembatasan
konversi lahan di samping kampanye negatif terhadap
industri tersebut. Pencapaian target pemerintah
Indonesia untuk melipatgandakan produksi minyak
kelapa sawit juga akan sangat terpengaruh oleh

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 5

1. PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

2. PENTINGNYA MINYAK SAWIT BAGI


PEREKONOMIAN DUNIA

2. Pentingnya Minyak Sawit bagi


Perekonomian Dunia
Minyak sawit adalah minyak nabati yang berasal dari
buah kelapa sawit, digunakan baik untuk konsumsi
makanan maupun nonmakanan. Total produksi minyak
sawit dunia diperkirakan lebih dari 45 juta ton, dengan
Indonesia dan Malaysia sebagai produsen dan eksportir
utama dunia. Importir utama di antaranya India, Cina,
dan Uni Eropa.
Industri minyak sawit mengalami pertumbuhan pesat
dalam beberapa dasawarsa terakhir, dan menjadi
kontributor penting dalam pasar minyak nabati dunia.
Permintaan akan minyak sawit terus meningkat dalam
beberapa tahun terakhir seiring dengan banyaknya
negara maju yang beralih dari penggunaan lemak-trans
ke alternatif yang lebih sehat. Minyak sawit sering
digunakan sebagai pengganti lemak-trans karena

Gambar 2.1

Mexico

merupakan salah satu lemak nabati sangat jenuh yang


berbentuk semi-padat pada suhu kamar, dan relatif
murah.
Perdagangan minyak sawit dunia meningkat secara
signifikan karena kenaikan permintaan dunia. Namun,
ada juga keprihatinan masyarakat tentang dampak
minyak sawit pada penggundulan hutan, emisi karbon,
dan hilangnya keragaman hayati. Imbal hasil yang tinggi
mendorong penanaman modal di industri minyak sawit
Indonesia, dan pertumbuhan industri yang ditimbulkannya berkontribusi secara signifikan bagi perkembangan ekonomi pedesaan dan pengentasan
kemiskinan. Namun, meski permintaan di masa depan
diperkirakan akan meningkat, pembatasan penggunaan
lahan (seperti moratorium dua-tahun baru-baru ini
untuk konsesi baru pembukaan hutan alam dan lahan
gambut di Indonesia) dapat menghambat perkembangan industri ini, karena pertumbuhan industri ini
memerlukan konversi lahan dalam tingkat tertentu.

Budidaya Minyak Sawit di 43 Negara Produsen Minyak Sawit Pada 2006

China

Honduras
Ivory Coast
Ghana
Togo
Senegal & Gambia
Benin
Venezuela
Guinea Bissau
Suriname
Guinea
Sierra Leone
Liberia
Sao Tome &
Principe
Equatorial Guinea
Brazil
Gabon
Congo
Angola

Colombia
Dominican
Republic
Guatemala
Nicaragua
Costa Rica
Panama
Ecuador
Peru

Nigeria
Thailand
Cameroon
Central African Republic
Democratic Republic of Congo
Burundi

Indonesia
Soloman
Islands
> 1 million ha
100,000 to 1 million ha
10,000 to 100,000 ha
< 10,000 ha

Sumber: Koh and Wilcove 2008

6 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

Papua New
Guinea

Tanzania

Madagascar
Paraguay

Philippines
Malaysia

Somalia

Gambar 2.2

Produksi Minyak Sawit Dunia, 1989-2007

45
tonnes (millions)
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1989

1991
World

1993
Malaysia

1995

1997
Indonesia

1999
Other

2001
Africa

2003

2005

2007

South East Asia (other)

Catatan: Bagian Lain Dunia mencakup semua negara selain negara yang dicantumkan, termasuk negara-negara Asia Tenggara
Sumber: FAO (2010)

Kecenderungan Produksi dan


Perdagangan Minyak Sawit Dunia

Imbal hasil yang tinggi mendorong penanaman modal


di industri minyak sawit Indonesia, dan pertumbuhan

Kelapa sawit yang berasal dari Afrika diperkenalkan ke


Malaysia dan Indonesia pada masa penjajahan. Budidaya
tanaman ini kini terkonsentrasi di daerah tropis
Amerika, Afrika, dan Asia Tenggara, khususnya Indonesia
dan Malaysia, yang kondisi iklimnya sangat cocok untuk
pertumbuhan kelapa sawit. Negara produsen minyak
sawit utama yang lain adalah Nigeria, Thailand,
Kolombia, Ekuador, dan negara Afrika yang lain.
Total produksi minyak sawit dunia meningkat hampir
tiga kali lipat selama 3 dasawarsa terakhir hingga 2009.1
Pada 2009/10, total produksi minyak sawit diperkirakan 45,1 juta ton2, dengan Indonesia dan Malaysia
mencapai lebih dari 85 persen total dunia. Indonesia
dan Malaysia masing-masing memproduksi lebih dari
18 juta ton minyak sawit.
Total perdagangan minyak sawit dan minyak inti sawit
mencapai lebih dari 35 juta ton, impor dan ekspor.
Eksportir utama minyak sawit adalah Indonesia dan
Malaysia yang masing-masing mengekspor 15,7 dan

1
2
3

industri yang ditimbulkannya berkontribusi secara


signifikan bagi perkembangan ekonomi pedesaan dan
pengentasan kemiskinan.
15,1 juta ton. Negara pengimpor utama adalah India,
Cina, dan Uni Eropa, yang masing-masing mengimpor
6,7 juta, 6,3 juta, dan 4,6 juta ton.3
Kecenderungan Konsumsi Minyak Sawit Dunia
Sekitar 80 persen produksi minyak sawit dunia
digunakan untuk makanan, termasuk minyak goreng,
dalam margarin, mi, makanan panggang, dll. Selain itu,
minyak sawit digunakan sebagai bahan dalam produk
nonmakanan, termasuk produksi bahan bakar hayati,
sabun, detergen dan surfaktan, kosmetik, obat-obatan,
serta beraneka ragam produk rumah tangga dan

FAO (2010)
FARPI (2010)
FAO (2010)

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 7

industri yang lain. Pada 2009, dunia mengonsumsi


sekitar 6,5 kilogram minyak sawit per kapita setiap
tahun.4 Minyak sawit dan minyak inti sawit, baik dalam
produk makanan maupun nonmakanan, tumbuh secara
signifikan. Menjelang 2020, konsumsi minyak sawit
dunia diperkirakan tumbuh sampai hampir 60 juta ton.
Permintaan minyak sawit di dunia juga meningkat, dan
cenderung terus meningkat, karena negara berkembang
beralih dari lemak-trans buatan ke alternatif yang lebih
sehat. Lemak-trans sering digunakan untuk
menggantikan lemak padat alami dan lemak cair dalam
produksi makanan komersial, khususnya makanan
cepat saji dan industri camilan dan makanan panggang.
Lemak-trans artifisial dan sintesis dibuat oleh industri
makanan olahan dengan menghidrogenasi-sebagian
lemak nabati tak-jenuh. Belum lama ini, negara maju
mengakui risiko kesehatan yang ditimbulkan lemaktrans, dan mulai membatasi penggunaannya. Negara
seperti Demark, Swiss, dan beberapa county A.S. telah
melarang penggunaan lemak-trans di restoran dan
waralaba makanan cepat saji. Negara lain seperti
Inggris, Kanada, dan Brasil telah menerapkan kebijakan
yang bertujuan mengurangi penggunaan lemak-trans,
termasuk kewajiban mencantumkan lemak-trans di
label makanan. Untuk menggantikan lemak-trans,
permintaan minyak sawit meningkat. Selain merupakan

Investasi untuk memperbesar kapasitas


pengolahan biodiesel semakin meningkat;
Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah
mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan
industri biodiesel dan menargetkan alokasi 6 juta
ton minyak sawit untuk industri itu setiap tahun.

4
5
6
7
8
9

FARPI (2010)
Sheil et al (2009)
Sheil et al (2009)
OECD-FAO (2009)
Thoenes (2006)
Sheil et al (2009)

8 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

sumber lemak tak-jenuh yang sehat, minyak sawit tidak


berbau dan tidak berasa, serta tidak memerlukan
hidrogenasi untuk mencapai keadaan padat. Sifat-sifat
ini menjadikan minyak sawit ideal untuk margarin,
makanan panggang, dan makanan kemasan,
menjadikannya pesaing kuat bagi minyak nabati yang
dibuat dari kacang kedelai dan canola yang memerlukan
hidrogenasi untuk mencapai keadaan padat. Selain itu,
minyak sawit tahan panas tinggi, sehingga bermanfaat
dalam industri makanan goreng dan makanan cepat saji.
Kontribusi minyak sawit yang meningkat dalam industri
bahan bakar hayati juga memicu permintaan lain.
Namun, permintaan ini relatif rendah jika dibandingkan
dengan sumber lain, karena saat ini tak sampai 5 persen
produksi biodiesel dunia yang menggunakan minyak
sawit.5 Sekitar 95 persen konsumsi energi dunia berasal
dari bahan bakar fosil; menjelang 2030 konsumsi energi
diperkirakan naik 50 persen lagi.6 Banyak negara
menetapkan target untuk melepaskan diri dari
ketergantungan pada bahan bakar fosil, dengan
menggunakan lebih banyak energi terbarukan, guna
mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu sumber
energi terbarukan yang tumbuh secara signifikan
selama dasawarsa terakhir adalah bahan bakar hayati.
Minyak sawit digunakan secara luas sebagai bahan baku
produksi biodiesel. Meskipun tergantung pada kebijakan pemerintah, peningkatan penggunaan bahan
bakar hayati ini diperkirakan memicu peningkatan
permintaan minyak sawit. OECD memperkirakan penggunaan minyak nabati dunia dalam produksi biodiesel
akan meningkat lebih dari dua kali lipat antara 2006-08
hingga 2018.7 Minyak sawit adalah minyak nabati yang
paling murah untuk memproduksi biodiesel.8 Banyak
negara saat ini mengadopsi kebijakan yang mendorong
penggunaan bahan bakar hayati. Jika aturan pencampuran bahan bakar hayati tersebut diberlakukan,
diperlukan tambahan empat juta hektare perkebunan
kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan Uni Eropa
saja. Tambahan sejuta hektare lagi mungkin diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan Cina, menjadikan produksi
bahan bakar hayati semakin menarik.9

Gambar 2.3

Konsumsi Minyak Nabati Dunia, 1980-2009

Minyak Nabati

1980

1990

Jumlah

Minyak Kedelai

13,4

Minyak Sawit

4,5

Minyak Canola
Minyak Bunga Matahari

2000
Jumlah
%

2009
Jumlah
%

Jumlah

33,7

16,1

26,5

25,6

27,7

35,9

27,0

11,3

11,0

18,1

21,9

23,7

45,1

34,0

3,5

8,8

8,2

13,5

14,5

15,7

21,5

16,2

5,0

12,6

7,9

12,9

9,7

10,5

13,0

9,8

Minyak Inti Sawit

0,6

1,5

1,5

2,5

2,7

2,9

5,2

3,9

Minyak Nabati Lain

12,8

32,1

16,1

26,5

18,1

19,6

12,0

9,0

Total Minyak Nabati

39,8

60,8

92,5

132,8

Catatan: Jumlah dalam juta ton


Sumber: Oil World (2010), dalam Hai Teoh (2010)

Investasi untuk memperbesar kapasitas pengolahan


biodiesel semakin meningkat; Pemerintah Indonesia dan
Malaysia telah mengeluarkan kebijakan untuk
mengembangkan industri biodiesel dan menargetkan
alokasi 6 juta ton minyak sawit untuk industri itu setiap
tahun.10 Perusahaan penyulingan minyak di Finlandia
(Neste Oil) telah membangun pabrik biodiesel terbesar
di dunia di Singapura,11 sementara produsen utama
lainnya (Sime Darby Berhad) memiliki kapasitas
pengolahan tahunan 200.000 ton biodiesel di Belanda.12
Namun, dalam beberapa kasus, penetrasi minyak sawit
dalam pasar bahan bakar hayati terganggu oleh tindakan
bantuan pemerintah. Sebagai contoh, penggunaan
minyak sawit terhalang oleh kebijakan proteksi Uni
Eropa yang menentang impor minyak sawit untuk digunakan sebagai bahan bakar hayati. Pada 2008, Parlemen
Eropa mengeluarkan instruksi yang membatasi
penggunaan bahan bakar hayati berbahan baku minyak
sawit, karena pertimbangan lingkungan dan sosial. Ini
akan berdampak langsung pada permintaan minyak
sawit dunia karena Uni Eropa merupakan konsumen
bahan bakar hayati terbesar di dunia.

Kecenderungan Konsumsi Minyak Nabati Dunia


Selama lebih dari 3 dasawarsa, terjadi pertumbuhan
pesat dalam konsumsi minyak nabati dunia. Konsumsi
antara 1980 dan 2008 meningkat lebih dari tiga kali
lipat, dari 40 juta ton menjadi lebih dari 130 juta ton.
Selain itu, terjadi pergeseran besar pangsa pasar relatif
berbagai macam minyak nabati. Pada 1980, pangsa
pasar minyak kelapa sawit 11 persen; minyak nabati
utama di pasar dunia adalah minyak kedelai,
mencakup kira-kira sepertiga konsumsi total. Sejak
itu, pangsa pasar minyak kedelai terus menurun, dan
minyak sawit menjadi minyak nabati utama yang
dikonsumsi. Dalam waktu 30 tahun, konsumsi minyak
sawit meningkat sepuluh kali lipat dari 4,5 menjadi 45
juta ton (termasuk pertumbuhan 100 persen dalam
dasawarsa terakhir) dan sekarang mencakup 34 persen
pasar dunia. Pada 2009, meskipun konsumsi minyak
kedelai naik 22,5 juta ton, pangsa pasarnya turun
menjadi 27 persen. Pangsa pasar minyak canola 16
persen dan minyak bunga matahari 10 persen.

10 Thoenes (2006)
11 Neste Oil (2007)
12 Darby Sime

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 9

3. PENTINGNYA MINYAK SAWIT BAGI


PEREKONOMIAN INDONESIA

3. Pentingnya Minyak Sawit bagi


Perekonomian Indonesia

0,57 persen menjadi lebih dari 271 juta menjelang


2030.13

PDB Indonesia diperkirakan $510,77 miliar pada


2008, sehingga Indonesia termasuk negara
berpenghasilan menengah ke bawah. Dalam
dasawarsa terakhir, pertumbuhan PDB rata-rata 5
persen (6,0 persen pada 2008) dan pertumbuhan
penduduk rata-rata 1,2 persen. PDB per kapita juga
tumbuh secara ajek. Penduduk Indonesia diperkirakan
terus tumbuh dengan angka pertumbuhan tahunan

Komposisi struktur ekonomi Indonesia berubah


banyak dalam waktu empat dasawarsa terakhir.
Seperti kebanyakan negara di kawasan ini, terjadi
peralihan dari ekonomi pertanian yang tadinya
menonjol menjadi sektor industri dan jasa. Dewasa ini,
produksi Indonesia terutama didominasi oleh sektor
industri, yang berkontribusi sedikit di atas 48 persen
dalam kegiatan perekonomian total, termasuk migas
yang berkontribusi lebih dari 10 persen PDB.14 Sektor
jasa berkontribusi 38 persen, sementara sektor
pertanian 14 persen.15

Dewasa ini, produksi Indonesia terutama


didominasi oleh sektor industri, yang

Kontribusi Sektor Pertanian


bagi Perekonomian Indonesia

berkontribusi sedikit di atas 48 persen dalam


kegiatan perekonomian total, termasuk migas yang
berkontribusi lebih dari 10 persen PDB.

Gambar 3.1

Produk pertanian utama Indonesia mencakup beras,


minyak sawit, daging ayam, kelapa, dan karet, dengan
ekspor utama minyak sawit, karet, minyak inti sawit,
cokelat, dan kopi. Kontribusi sektor pertanian dalam

Struktur Ekonomi Indonesia, 1960-2005

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1960

1965

1970

1975

Services

Sumber: Bank Dunia (2010)

13 Data PBB (2010)


14 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010)b
15 OECD (2010)

10 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

1980
Industry

1985

1990

1995
Agriculture

2000

2005

Gambar 3.2

Pangsa Komoditas Produksi Pertanian Indonesia, 2009

Rice Paddy
Palm Oil
Chicken Meat
Coconuts
Natural Rubber
Other

Sumber: FAO (2010)b

PDB terus menurun selama 20 tahun terakhir. Pada


2008, sektor pertanian berkontribusi 14,4 persen
dalam PDB (bandingkan dengan sekitar 22,5 persen
pada 1988 dan 18,1 persen pada 1998).
Kontribusi Kelapa Sawit
bagi Perekonomian Indonesia
Minyak sawit adalah produk pertanian kedua terbesar
Indonesia; pada 2008, Indonesia menghasilkan lebih
dari 18 juta ton minyak sawit. Selama dasawarsa yang
lalu, minyak sawit merupakan ekspor pertanian
Indonesia yang paling penting. Pada 2008, Indonesia
mengekspor lebih dari $14,5 juta dalam bentuk produk yang berkaitan dengan sawit.16 Industri minyak
sawit Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam
beberapa tahun belakangan ini, kira-kira 1,3 juta ha
lahan baru dijadikan perkebunan kelapa sawit sejak
2005, sehingga mencapai hampir 5 juta ha pada 2007
(mencakup 10,3 persen dari 48,1 juta ha lahan
pertanian)17. Perluasan luar biasa ini terjadi karena
imbal hasil tinggi yang dipicu oleh permintaan yang
semakin besar. Kebun kelapa sawit Indonesia yang
luas berada di Sumatra, mencakup lebih dari 75 persen

total areal kelapa sawit matang dan 80 persen total


produksi minyak sawit.18 Provinsi produksi utama di
Indonesia adalah Riau, Sumatra Utara, Sumatra
Selatan, Jambi, dan Sumatra Barat.
Pada 2008, sekitar 49 persen perkebunan kelapa sawit
dimiliki swasta, 41 persen dimiliki petani kecil, dan
sisanya yang 10 persen dimiliki pemerintah.
Perkebunan swasta adalah penghasil minyak sawit
terbesar di Indonesia, menghasilkan lebih dari 9,4 juta
ton berdasarkan perhitungan pada 2008. Pada tahun
yang sama, perkebunan petani kecil menghasilkan 6,7

Selama dasawarsa yang lalu, minyak sawit


merupakan ekspor pertanian Indonesia yang
paling penting. Pada 2008, Indonesia mengekspor
lebih dari $14,5 juta dalam bentuk produk yang
berkaitan dengan sawit.

16 Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia (2008), GAPKI (2009), statistik beragam menurut sumbernya, statistik tidak resmi dari FAO
(2010) memperkirakan produksi pada 2008 di atas 16,9 juta ton.
17 Sebagaimana yang diukur oleh FAO (2010)
18 USDA (2009)

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 11

Gambar 3.3

Areal Utama Kebun Kelapa Sawit di Malaysia dan Indonesia

BRUNEI

Nanggroe
Aceh
Darussalam

MALAYSIA
Riau
West
Sumatra

SINGAPORE

Jambi

Sabah

Serawak
West
Kalimantan
West
Papua

Central
Kalimantan
South
Kalimantan

Papua

INDONESIA

Bali

TIMOR LESTE
AUSTRALIA

Sumber: Sheil, D. et al (2009), hlm. 4

juta ton, dan perkebunan pemerintah menghasilkan


2,2 juta ton.
Kelapa Sawit dan Pembangunan
Pedesaan di Indonesia
Kemiskinan di Indonesia pada umumnya terdapat di
pedesaan. Pada 2009, dari 32,5 juta orang Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, 20,6
juta di antaranya tinggal di daerah pedesaan.
Persentase penduduk miskin di daerah pedesaan
Indonesia jauh melampaui persentase penduduk
miskin di perkotaan, dengan lebih dari 17,3 persen
penduduk desa hidup di bawah garis kemiskinan, jika
dibandingkan dengan 10,7 persen di daerah
perkotaan.19 Angka kemiskinan umum ini tidak

Pertumbuhan industri minyak sawit yang signifikan


menyebabkan minyak sawit menjadi komponen
kegiatan ekonomi di sejumlah negara di wilayah ini.
19
20
21
22

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010)


IFAD, diakses September 2010
ADB (2006), hlm. 3
Sumatro dan Suryahadi (2004) dalam ADB(2006)

12 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

termasuk jutaan orang yang hidup sedikit di atas garis


kemiskinan.20 Dana Internasional untuk Pembangunan
Pertanian (IFAD) mendapati bahwa penduduk
termiskin di daerah pedesaan pada umumnya buruh
tani, dan luas lahan milik petani kecil tidak sampai 0,5
hektare.
Lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di
daerah pedesaan. Pada 2002, pertanian meliputi dua
pertiga lapangan kerja di pedesaan dan mencakup
hampir separuh pendapatan rumah tangga pedesaan
(upah dan pendapatan dari pertanian)21. Sebuah kajian
pada 2004 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB
pertanian di Indonesia berperan besar dalam
menurunkan angka kemiskinan, terutama di daerah
pedesaan. Tepatnya, pertumbuhan tahunan 1 persen
ternyata menurunkan kemiskinan total sebesar 1,9
persen (kemiskinan perkotaan sebesar 1,1 persen, dan
kemiskinan pedesaan sebesar 2,9 persen)22. World
growth (2009) mencatat bahwa selama dasawarsa
terakhir, perluasan industri khususnya minyak sawit
merupakan sumber yang signifikan dalam
penurunan angka kemiskinan melalui budidaya
pertanian dan pemrosesan selanjutnya.

Gambar 3.4

Produksi, Areal Lahan, dan Hasil Menurut Jenis Perkebunan, 2002-2008

25

4
hectares/tonnes (millions)

20

15
yield

2
10
1

5
0
2002

0
2003

2004

2005

2006

2007

2008

Production (Other)

Mature Land Area (Other)

Yield (Other)

Production (Smallholders)

Mature Land Area (Smallholders)

Yield (Smallholders)

Catatan: Hasil dihitung sebagai total produksi areal perkebunan kelapa sawit matang. Lainnya adalah total produksi yang lebih kecil daripada produksi petani kecil.
Sumber: perhitungan World Growth dari Statistik Komisi Sawit Indonesia

Pertumbuhan industri minyak sawit yang signifikan


menyebabkan minyak sawit menjadi komponen kegiatan
ekonomi di sejumlah negara di wilayah ini. Di wilayah
tertentu, kelapa sawit merupakan tanaman yang dominan
dan berperan besar dalam pembangunan ekonomi. Pada
dasawarsa terakhir, areal perkebunan kelapa sawit terus
bertambah luas, rata-rata 13 persen di Kalimantan dan 8
persen di Sulawesi.23 Penanaman dan panen kelapa sawit
bersifat padat karya, sehingga industri ini berperan cukup
besar dalam penyediaan lapangan kerja di banyak
wilayah. Goenadi (2008) memperkirakan industri kelapa
sawit di Indonesia mungkin dapat menyediakan lapangan
kerja bagi lebih dari 6 juta jiwa dan mengentaskan
mereka dari kemiskinan.24 Manfaat lain bagi pekerja
industri kelapa sawit mencakup pendapatan pasti, akses
ke perawatan kesehatan dan pendidikan.25 Industri kelapa
sawit memberikan pendapatan berkelanjutan bagi
banyak penduduk miskin di pedesaan; dan areal
pengembangan kelapa sawit utama seperti Sumatera dan
Riau juga memiliki persentase penduduk miskin yang
besar. Lampiran 1 mengikhtisarkan statistik produksi
kelapa sawit dan kemiskinan untuk sejumlah provinsi
utama di Indonesia.

23
24
25
26

Goenadi (2008) memperkirakan industri kelapa


sawit di Indonesia mungkin dapat menyediakan
lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta jiwa dan
mengentaskan mereka dari kemiskinan.
Kontribusi Kelapa Sawit bagi
Perekonomian Lokal dan Petani Kecil
Kelapa sawit menyediakan lapangan kerja untuk
banyak petani kecil, dengan lebih dari 6,7 juta ton
kelapa sawit dihasilkan oleh petani kecil pada 2008.
Pada 2006, sekitar 1,7 hingga 2 juta orang bekerja di
industri kelapa sawit.26 Pada 2008, Komisi Minyak
Sawit Indonesia mendapati bahwa lebih dari 41 persen
total perkebunan kelapa sawit dimiliki petani kecil,
dan 49 persen dimiliki swasta sisanya yang 10 persen
dimiliki pemerintah. Industri kelapa sawit berperan
besar dalam pendapatan penduduk pedesaan,
terutama petani kecil. Pada 1997, pendapatan rata-rata

USDA (2009)
Goenadi (2008), hlm 3.
Sheil, D. et al (2009)
Zen et al (2006) dan Sheil, D. et al (2009)

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 13

petani kecil kelapa sawit tujuh kali pendapatan petani


yang mengandalkan hidup dari tanaman pangan.27

matahari, dan canola yang masing-masing menghasilkan 0,37, 0,5, dan 0,75 ton.28 Varietas kelapa sawit
modern berhasil tinggi, dalam cuaca ideal dan
pengelolaan yang baik, mampu menghasilkan 5 ton
minyak sawit per hektare per tahun.29

Dalam hal penggunaan lahan, kelapa sawit


memberikan hasil tertinggi per unit luas jika
dibandingkan dengan benih minyak nabati lainnya.

Peranan penting industri kelapa sawit bagi


pembangunan pedesaan sudah dimaklumi, baik oleh
Pemerintah Indonesia maupun sektor swasta.
Misalnya, Pemerintah Indonesia pernah melaksanakan serangkaian program perbaikan sosialekonomi yang diperuntukkan bagi petani kecil kelapa
sawit. Sebelum 2001, penggunaan lahan inti kelapa
sawit disarankan untuk meningkatkan pendapatan
lebih dari 500.000 orang petani. Zen et al (2006) juga
mengemukakan adanya sejumlah prakarsa oleh
perusahaan kelapa sawit komersial yang dimaksudkan
untuk memperbaiki status sosial-ekonomi sejumlah
besar penduduk pedesaan. Misalnya, pada 1996,
sebuah perusahaan di Sumatra membagikan masingmasing tiga ekor sapi kepada 500 keluarga karyawan
untuk melahap limbah minyak kelapa sawit dan
bungkil inti sawit. Pada 2003, jumlah sapi sudah
berlipat dua, areal panen per karyawan meningkat dari
10 menjadi 15 hektare, dan pendapatan karyawan
meningkat secara proporsional. Prakarsa komersial
lainnya meliputi areal kelapa sawit dan lahan inti
masyarakat.
Imbal Hasil dari Produksi Kelapa Sawit
Dalam hal penggunaan lahan, kelapa sawit memberikan hasil tertinggi per unit luas jika dibandingkan
dengan benih minyak nabati lainnya. Minyak yang
rata-rata dihasilkan dari 1 ha kebun kelapa sawit
adalah 4,09 ton, dibandingkan dengan kedelai, bunga

27
28
29
30
31
32
33

Hardter et al (1997), hlm 99


Sustainable Development Project (2010) dan Oil World (2010)
FAO (2002)
Komisi Minyak Sawit Indonesia (2008)
World Growth (2009), hlm 13 dan 14.
Komisi Minyak Sawit Indonesia (2008), hlm 25
Greig-Gran M (2008)

14 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

Di masa lalu, perkebunan rakyat kurang produktif


dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit
lainnya. Pada 2008, produksi petani kecil diperkirakan
3,04 ton/ha dibandingkan dengan 3,7 ton/ha di
perkebunan pemerintah dan perkebunan swasta.30
World Growth (2009) mengemukakan petani kecil di
Indonesia berpotensi besar meningkatkan hasil kebun
di lahan yang sudah ada dengan menggunakan pupuk
dan stok genetis baru.31
Goenadi (2008) mengemukakan bahwa, karena iklim
tanam di Indonesia, hasil minyak sawit mungkin dapat
mencapai 6-7 ton per hektare. Namun, pada 2008,
Indonesia hanya menghasilkan rata-rata 3-4 ton
kelapa sawit per hektare.32 Dengan meningkatkan
hasil produksi kelapa sawit, Indonesia berpotensi
meningkatkan produksi tanpa harus melakukan
konversi lahan tambahan.
Imbal hasil penggunaan lahan kelapa sawit cukup
signifikan jika dibandingkan dengan bentuk
penggunaan lahan lainnya. Pada 2007, laporan yang
disusun untuk Stern Review memperkirakan imbal
hasil dari penggunaan lahan kelapa sawit berkisar dari
$960/ha hingga $3340/ha. Ini dibandingkan dengan
panen karet, beras bera, singkong, dan kayu yang
masing-masing menghasilkan $72/ha, $28/ha, $19/ha,
dan $1099/ha. Tepatnya, imbal hasil penggunaan
lahan untuk kelapa sawit diperkirakan mencakup:
$960/ha untuk petani independen berhasilrendah;
$960/ha untuk petani independen berhasil-tinggi;
$2100/ha untuk petani bersubsidi; dan
$3340/ha untuk petani berskala besar.33

Prospek Permintaan Minyak Sawit Dunia


Peningkatan imbal hasil akibat permintaan minyak
nabati yang tinggi secara global diperkirakan akan
meningkatkan penanaman modal di industri minyak
sawit, yang menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan
dalam jangka menengah, karena konsumsi dunia
diperkirakan meningkat lebih dari 30 persen pada
dasawarsa mendatang.34 Menjelang 2020, konsumsi
dunia dan produksi minyak sawit diperkirakan sudah
meningkat menjadi hampir 60 juta ton.
Sifat-sifat menyehatkan dan daya saing harga minyak
sawit, dibarengi potensi perannya dalam energi
terbarukan, diperkirakan ikut menyebabkan
pertumbuhan lebih dari 30 persen pada dasawarsa
mendatang. Selama ini pertumbuhan industri minyak
sawit disebabkan oleh keunggulan biaya produksi
dalam budidaya kelapa sawit. Kelapa sawit adalah
tanaman pohon yang sangat produktif jika
dibandingkan dengan biji minyak nabati hasil
minyaknya 5 hingga 9 kali lebih tinggi daripada hasil
yang dicapai oleh kedelai, canola, dan bunga matahari.
Biaya minyak sawit lebih unggul karena harga lahan
yang rendah serta masukan energi yang rendah.
Di saat negara maju beralih dari lemak-trans ke
alternatif yang lebih sehat, permintaan minyak sawit
juga akan cenderung meningkat, relatif terhadap para
pesaingnya. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak
negara maju mengurangi dan melarang lemak-trans

Gambar 4.1

sehingga banyak pabrik makanan mengganti lemaktrans dengan minyak sawit. Selain daya saing dari segi
biaya, minyak sawit kaya akan lemak-mono-tak-jenuh
yang dipandang bermanfaat menurunkan risiko
penyakit jantung.35
Selain peningkatan total dalam keseluruhan konsumsi,
konsumsi minyak sawit per kapita pun terus
meningkat di beberapa negara maju besar akibat
pertumbuhan pendapatan yang mantap. Minyak sawit
memetik keuntungan dari perkembangan ini karena
energinya yang relatif tinggi per gram makanan. Pada
2009-10, Cina dan India membukukan lebih dari 40
persen impor neto dalam perdagangan dunia.
Pertumbuhan ekonomi di kedua negara ini di masa
mendatang akan meningkatkan permintaan minyak
nabati impor.
Produksi dan Peluang Minyak Sawit Dunia
Sebelum 2010, FAPRI memperkirakan bahwa
Indonesia akan menghasilkan hampir 30 juta ton
minyak sawit, termasuk mengekspor hampir 23 juta
ton. Pertumbuhan ini akan dicapai melalui
peningkatan hasil dan konversi lahan lebih lanjut.
Malaysia tampaknya memiliki peluang terbatas untuk
perluasan melalui konversi lahan karena pembatasan
penetapan peruntukan lahan. Ketersediaan lahan yang
terbatas diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan produksi minyak sawit, terutama di
Semenanjung Malaysia dan Sabah.
Peningkatan hasil dari areal pembudidayaan yang

Proyeksi Pasokan Minyak Sawit Dunia dan Penggunaannya

2009/2010
(ribu ton)

2019/2020
(ribu ton)

% perubahan

44.330

58.639

32%

Produksi

45.132

59.264

31%

Perdagangan

30.760

41.649

35%

Konsumsi

Sumber: FAPRI 2010

34 OECD-FAO (2009)
35 Malaysian Palm Oil Council (2008)

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 15

4. PROSPEK MASA DEPAN KELAPA SAWIT

4. Prospek Masa Depan Kelapa Sawit

Gambar 4.2

Proyeksi Pasokan Minyak Sawit dan Penggunaannya

45
tonnes (millions)
40
35
30
25
20
15
0
2010

2011

2012

PRODUCTION
CONSUMPTION
TRADE

2013

2014
World

2015

2016

2017

Indonesia

2018

2019

2020

Malaysia

Sumber: FAPRI 2010

sudah ada merupakan cara lain untuk memperbesar


keluaran. Namun, ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa peningkatan hasil perkebunan di
Indonesia dan Malaysia mulai melambat.36 Biaya
untuk membuka perkebunan baru juga meningkat
karena tuntutan lingkungan. Jika kecenderungan ini
terus berlanjut dan kendala penggunaan lahan
menjadi semakin ketat, ada peluang untuk munculnya
pemasok baru. FAPRI memperkirakan produksi
minyak sawit Malaysia akan meningkat 26,5 persen
menjadi 23,4 juta ton sebelum 2020, lebih sedikit
daripada perkiraan produksi Indonesia sebesar 28,5
juta ton. Prospek yang baik tentang permintaan
minyak sawit dapat memacu investasi industri di
negara lain, termasuk Nigeria dan Thailand yang
masing-masing menghasilkan sekitar 1,3 juta ton pada
2008.37 Sejumlah laporan baru-baru ini menunjukkan
bahwa sejumlah perusahaan Cina sedang bernegosiasi
untuk mendapatkan lahan di Republik Demokrasi
Kongo dan Zambia untuk perkebunan kelapa sawit.38
Ada juga laporan tentang investor yang menyimak
pertumbuhan perkebunan di Afrika Barat dan
perusahaan Malaysia yang menyimak peluang
pengembangan di Brasil.39

36
37
38
39

Thoenes (2006)
FAO (2010)
Economist (2009)
Reuters (2010)

16 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

Kendala Utama dan Peluang


Sektor Kelapa Sawit Indonesia
Kendala Lingkungan
Meningkatnya produksi kelapa sawit dunia, terutama
di Malaysia dan Indonesia telah mengundang
perhatian sejumlah LSM besar, termasuk Greenpeace,
WWF, dan Friends of the Earth. Pada mulanya
tentangan utama terhadap kelapa sawit adalah soal
penggundulan hutan, sementara keprihatinan
belakangan ini menyangkut dampak perluasan kebun
kelapa sawit pada menyusutnya keragaman hayati
(termasuk habitat orang utan) dan emisi CO2. Klaim
utama kampanye lingkungan yang menentang
industri kelapa sawit adalah bahwa penggundulan
hutan, terutama konversi lahan hutan menjadi kebun
kelapa sawit, merupakan penyebab utama emisi CO2.
Budidaya kelapa sawit di lahan gambut dan
perubahan secara tidak langsung tata-guna lahan
sering disebut-sebut sebagai ancaman utama
terhadap perubahan iklim. Namun, terdapat
ketidakpastian dan perdebatan sengit tentang data
dan model yang digunakan untuk mendukung klaim

tersebut.40 Penyebab utama penggundulan hutan


adalah pertumbuhan kota, pertanian subsisten,
perumahan, dan pengumpulan kayu bakar.41

absolut. Gambar 4.3 memperlihatkan total kawasan


hutan dan laju perubahan kawasan hutan dari tahun
ke tahun di Indonesia sejak 1990.

Ada perdebatan sengit tentang seberapa parah


penggundulan hutan di Indonesia, terutama akibat
beragamnya tafsiran tentang istilah itu dan informasi
yang tidak memadai. Dalam waktu sepuluh tahun
hingga 2010, FAO memperkirakan bahwa areal hutan
di Indonesia menyusut 5 persen, dari 99,4 juta hektare
menjadi 94,4 juta hektare.42 Laju penyusutan ini
berkurang dari dasawarsa sebelumnya, ketika areal
hutan menyusut 1,75 persen per tahun dari 118,5 juta
hektare menjadi 99,4 juta hektare. Pada dasawarsa
yang lalu, meskipun perubahan persentase tahun per
tahun (yoy) dalam kawasan hutan meningkat (karena
basis hutan yang relatif semakin kecil setiap tahun),
penyusutan kawasan hutan lebih kecil dalam angka

Data spesifik tentang peranan kelapa sawit dalam


penggundulan hutan memang terbatas, dan perkiraan
juga sangat beragam. Statistik tentang peranan kelapa
sawit dalam penggundulan hutan mengasumsikan
bahwa semua pertumbuhan areal kelapa sawit
diakibatkan oleh konversi lahan hutan menjadi kebun
kelapa sawit, menghitung peranan industri ini dalam
penggundulan hutan dengan menganggap bahwa
perubahan areal kelapa sawit sama dengan tingkat
penggundulan hutan, dalam kurun waktu tertentu.
Hal ini memberikan citra menyesatkan tentang
peranan kelapa sawit dalam penggundulan hutan,
mengingat sebagian perluasan dilakukan pada lahan
kritis.43

Gambar 4.3

Kawasan Hutan Indonesia, 1990-2010

140
hectares (millions)
120
100
80
60
40
20
0
1990

1992
Forest Area

1994

1996

1998

2000

Annual Change (level)

2002

2004

2006

2008

2010

Annual Change (precentage)

Catatan: Angka 2009 didasarkan pada titik setengah jalan antara angka 2008 dan 2010.
Sumber: FAO (2010)

40 World Growth (2010) menyatakan bahwa banyak di antara klaim ini memiliki sedikit atau tanpa bukti kuat, dan hanya mengandalkan
pernyataan absolut dan seruan tanpa dasar yang dirancang mengundang simpati konsumen di negara maju. Hanya terdapat data terbatas
tentang luas hutan dan areal kebun kelapa sawit di Indonesia. Tidak ada definisi baku tentang apa yang disebut lahan hutan gundul di
Indonesia dan perkiraan laju penggundulan hutan sering didasarkan pada ilmu yang sangat lemah, sehingga tentu saja statistik yang tersedia
pun sangat berbeda-beda. Perhitungan terkini tentang penyerapan karbon dan penggundulan hutan pada umumnya didasarkan pada
pencitraan satelit yang hanya memperhitungkan sampel kawasan yang luas dan perkiraannya sering berlebihan dan sudah usang.
41 FAO (2010)
42 FAO (2010)c
43 Sejumlah perusahaan besar di Indonesia, termasuk APP dan APRIL, telah berupaya meningkatkan keberlanjutan kegiatan mereka
dengan menyetujui untuk melakukan beberapa kegiatan berkelanjutan, seperti komitmen untuk melindungi Hutan dengan Nilai
Konservasi Tinggi, dll.

Gambar 4.4

Tata guna lahan di Indonesia, 1990-2005

1990
(ribu ha)

1995
(ribu ha)

2000
(ribu ha)

2005
(ribu ha)

673

1.190

2.014

3.690

517

824

1.676

Buah sawit*
Perubahan
Lahan Pertanian

45.083

Perubahan
Lahan Hutan

118.545

Perubahan

42.187

44.777

48.446

-2.896

2.590

3.669

108.977

99.409

97.857

-9.568

-9.568

-1.552

*Areal panen, angka ini berbeda dengan angka Komisi Sawit Indonesia yang mengukur total areal perkebunan kelapa sawit seluas 5,95 juta ha pada 2005 dan
7,02 juta ha pada 2008.
Sumber: FA0 (2010)

Pada 2008, kontribusi relatif emisi CO2 global dari


penggundulan hutan dan penyusutan hutan
diperkirakan sekitar 12 persen.44 Pada 2006, Indonesia
melepaskan 1,5 ton kubik CO2 per kapita, lebih rendah
daripada rata-rata Asia Timur dan Pasifik serta negara
berpenghasilan menengah bawah, dan jauh lebih
rendah daripada Inggris dan Amerika Serikat yang
masing-masing melepaskan 9,3 ton kubik dan 19,3 ton
kubik.45 Meskipun terdapat kampanye yang menentang
industri kelapa sawit, produksi minyak sawit lebih
berkelanjutan daripada minyak nabati lainnya.
Produksi minyak sawit menggunakan energi jauh lebih
sedikit, menggunakan lahan lebih sedikit, dan
menghasilkan lebih banyak minyak per hektare
dibandingkan dengan biji minyak lain, memiliki jejak
karbon yang lebih kecil, dan merupakan penyerap
karbon yang efektif.46 Dampak penggundulan hutan
pada menyusutnya keragaman hayati, terutama
menyusutnya habitat orang utan juga merupakan
keprihatinan yang lazim dikemukakan. Tekanan
terhadap keragaman hayati berasal dari berbagai
sumber,
antara
lain
kemiskinan,
kegiatan
pertanian/kehutanan, lembaga, dan teknologi.
Penyusutan habitat tidak semata-mata akibat konversi
lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit. Antara 2000
dan 2007, penggunaan lahan kelapa sawit meningkat

44
45
46
47
48

G.R. van der Werf (2009)


Bank Dunia (2010)
World Growth (2009)
World Growth (2010)
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia (2010)

18 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

2,9 juta hektare dibandingkan dengan penggunaan


lahan untuk keperluan lain yang meningkat 9,4 juta
hektare. Habitat orang utan juga dilestarikan melalui
suaka margasatwa di Indonesia yang telah ditetapkan
dan mematuhi sejumlah undang-undang. Lebih dari
23 persen Indonesia dicadangkan untuk pelestarian
hutan, termasuk 42 persen di Aceh dan 40 persen di
Kalimantan.47
Kendala Ketersediaan Lahan
Terbatasnya ketersediaan lahan untuk dikonversi
menjadi kebun kelapa sawit merupakan tantangan
berat bagi pertumbuhan industri kelapa sawit
Indonesia, mengingat diperlukannya konversi lahan
menjadi kebun kelapa sawit dalam tingkat tertentu
agar pertumbuhan industri ini dapat berlanjut.
Sejumlah LSM memprakarsai kampanye menentang
industri kelapa sawit dan konversi hutan hujan
Indonesia menjadi kebun kelapa sawit. Akibatnya,
Pemerintah Indonesia meluncurkan serangkaian
program untuk menangani penggundulan hutan
yang paling signifikan adalah penangguhan 2 tahun
dalam pemberian konsesi baru untuk membuka
hutan.48 Pada Mei 2010, pemerintah Indonesia
menandatangani kesepakatan dengan pemerintah

Norwegia untuk memberlakukan penangguhan dua


tahun yang dimaksudkan untuk mengurangi gas
rumah kaca; sebagai imbalannya Norwegia akan
menginvestasikan $1 miliar dalam proyek pelestarian
hutan di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga
memperkenalkan sejumlah program penggundulan
hutan dengan dukungan keuangan dari sejumlah
negara berkembang. Misalnya, program REDD
(Reducing Emissions from Deforestation and
Degradation) PBB menyumbangkan lebih dari $5,6
juta kepada Indonesia antara 2009 dan 2011 untuk
mengurangi penggundulan hutan.49

setara dengan 11 persen total lahan.51


Pembatasan pemerintah mengenai konversi lahan
hutan menjadi kebun kelapa sawit akan menyebabkan
Indonesia semakin perlu memanfaatkan jenis lahan

Terbatasnya ketersediaan lahan untuk dikonversi


menjadi kebun kelapa sawit merupakan tantangan
berat bagi pertumbuhan industri kelapa sawit

Kesuksesan pertumbuhan industri kelapa sawit


Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh pembatasan
konversi lahan menjadi kebun kelapa sawit, karena
pembangunan ekonomi memerlukan konversi lahan
dalam tingkat tertentu.

Indonesia, mengingat diperlukannya konversi

Konversi Lahan Kritis

berlanjut.

Pada Mei 2010, untuk mengurangi penggundulan


hutan, Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit
di lahan kritis, alih-alih terus mengonversi hutan atau
lahan gambut. Para pejabat Indonesia mengemukakan
bahwa industri kelapa sawit masih dapat diperluas
dengan mengakuisisi enam juta hektare lahan kritis.50
Areal kelapa sawit saat ini 7 juta hektare. Namun,
keberhasilan penggunaan lahan kritis bergantung
pada parahnya kerusakan.
Saat ini belum ada definisi resmi tentang lahan kritis;
tetapi, kerusakan lahan biasanya menyiratkan
merosotnya kemampuan produksi lahan. Perkiraan
luas areal yang terpengaruh oleh kerusakan sangat
beragam. FAO memperkirakan lahan kritis di
Indonesia pada umumnya akibat erosi air dan angin
yang disebabkan oleh penggundulan hutan dan
kerusakan kimiawi. Kira-kira 38 persen (71 juta
hektare) lahan Indonesia terkena dampak kerusakan
(32 persen lahan rusak parah dan 6 persen rusak
sangat parah); 30 persen di antaranya rusak karena
ulah manusia yang melakukan kegiatan pertanian,

lahan menjadi kebun kelapa sawit dalam tingkat


tertentu agar pertumbuhan industri ini dapat

yang lain, termasuk lahan kritis. Namun, keberhasilan


produksi kelapa sawit di lahan kritis sangat bergantung
pada kualitas lahan yang tersedia. Saat ini belum ada
metodologi umum serta data ruang yang akurat dan
mutakhir, untuk mengidentifikasi areal kerusakan yang
masih layak bagi areal perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan.52 Sebagai bagian dari kesepakatan 2010
antara Indonesia dan Norwegia, pemerintah Indonesia
setuju mendirikan pangkalan data lahan kritis, yang
menyediakan informasi yang diperlukan guna mengenali areal lahan yang layak bagi kegiatan ekonomi,
termasuk perkebunan kelapa sawit.53
Hak Tanah dan Kerusakan Lahan
Penggunaan lahan kritis untuk perkebunan kelapa
sawit bergantung pada parahnya kerusakan dan
kualitas lahan yang tersedia. Degradasi terjadi karena
pembukaan lahan, penggembalaan berlebihan, praktik
pertanian yang buruk, kegiatan pertanian yang
berlebihan, pengelolaan tanah yang buruk, dan

49 REDD-PBB (2010)
50 Reuters (2010)c
51 FAO/AGL (2010), dalam Global Assessment of Human Induced Soil Degradation (GALSOD) 1980 memperkirakan 16,53 persen luas
lahan (31,4 juta hektare) di Indonesia terkena dampak kerusakan.
52 World Resources Institute (2010)
53 Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia (2010)

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 19

Gambar 4.5

Target

Status

Prakarsa kebijakan

2% pada 2008, 5% sebelum 2013

Sudah dilaksanakan

Insentif pajak, mandat

2% sebelum 2010

Menunjukkan niat

Tidak Ada

15% bahan bakar hayati sebelum 2020

Tidak ada kebijakan nyata

Usul dukungan pajak

Sudah dilaksanakan

Subsidi, insentif pajak

Brasil
Kanada
Cina
Uni Eropa

Target Bahan Bakar Hayati dan Biodiesel Sejumlah Negara

5,75% sebelum 2010, 10% sebelum 2020

India
Indonesia
Jepang

Menyiapkan undang-undang
2-5% sebelum 2010

Sudah diusulkan

5% pada 2009 Menyiapkan undang-undang

Korea

5%

Sudah dilaksanakan

Malaysia

5%

Sudah diusulkan

Filipina
Thailand

Mandat

1% pada 2007, 2% sebelum 2009


10% sebelum 2012

A.S. 28,4 miliar liter bahan bakar hayati sebelum 2012

Sudah dilaksanakan Keringanan pajak, mandat masa depan


Sudah dilaksanakan

Kredit pajak, mandat negara bagian

Catatan: Kecuali jika dinyatakan lain dalam tabel, angka menunjukkan persentase campuran biodiesel, misalnya 5% = 5% campuran biodiesel.
Sumber: Sheil et al (2009)

pelestarian yang tidak memadai. Untuk mengurangi


parahnya kerusakan lahan, para pengguna lahan
memerlukan insentif untuk mengelola dan melestarikan lahan dengan baik.
Tata guna lahan di Indonesia pada umumnya
ditetapkan menurut hak sementara untuk
pembudidayaan, pembukaan, dan sebagainya.54 Sejak
desentralisasi, hak untuk pembudidayaan dan
pembukaan lahan diterbitkan oleh berbagai tingkat
pemerintahan. Desentralisasi kewenangan pengelolaan
sumber daya hutan menimbulkan kebingungan serta
tidak adanya tanggung jawab pengelolaan lahan. Djogo
dan Syaf (2003) mengemukakan bahwa desentralisasi
kewenangan untuk mengelola hutan, di samping
undang-undang yang membebankan tanggung jawab
pelestarian dan pemulihan hutan kepada pemerintah
pusat menyebabkan para pejabat pemerintah daerah
bersikap mendua dalam hal rehabilitasi dan pelestarian
hutan. Juga terdapat benturan wewenang antara
berbagai lembaga seperti Dinas Taman Nasional dan

54 Colchester et al (2006)
55 Djogo dan Syaf (2003)
56 Hatcher (2009)

20 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

dinas kehutanan tingkat provinsi dan kabupaten.


Perbedaan antara peta rencana tata ruang yang disusun
oleh pemerintah provinsi dan kabupaten kadangkadang menyebabkan konversi lahan tanpa izin yang
didukung oleh pemda tingkat dua tanpa persetujuan
pemerintah provinsi ataupun pusat.55 Hak kepemilikan
lahan yang terbatas atau tidak pasti merupakan sebab
utama perubahan tata guna lahan yang mengarah pada
penggundulan dan perusakan hutan.56 Penyewa yang
tidak memiliki hak kepemilikan lahan yang pasti boleh
dikatakan tidak memiliki insentif untuk memelihara
dan melindungi lahan mereka jika dibandingkan
dengan mereka yang memiliki hak guna yang pasti.
Pemantapan hak kepemilikan lahan dan hak guna
lahan diperlukan untuk memberikan insentif kepada
pengguna lahan untuk berinvestasi guna perbaikan
lahan. Insentif kepada pengguna lahan untuk
memelihara dan memulihkan lahan sehingga
parahnya kerusakan dapat dikurangi dan lahan pulih
kembali memerlukan hak atas lahan dan proses
akuntabilitas yang efektif, pasti, dan transparan.

Menghilangkan Kesenjangan Produktivitas

Industri Biodiesel Indonesia

Tantangan berat yang dihadapi industri kelapa sawit


adalah besarnya kesenjangan produktivitas antara
hasil sebenarnya dan hasil yang dapat dicapai oleh
perkebunan kelapa sawit. Di Indonesia, hasil kelapa
sawit rata-rata 3-4 ton/ha, namun sejumlah pihak
memperkirakan bahwa potensi hasilnya bisa mencapai
8,6 ton/ha.57 Sinar matahari yang hampir selalu ada
sepanjang tahun, curah hujan yang tinggi, lahan yang
kaya zat vulkanik, serta pemahaman yang baik tentang
pengelolaan kelapa sawit menguntungkan Indonesia
dalam menghasilkan produk pertanian dan kelapa
sawit.58 Goenadi (2008) mengemukakan bahwa
paduan semua sumber daya di atas dengan bibit
kelapa sawit baru jenis unggul serta bibit yang tersedia
sekarang, potensi produksi tahunan dari segi genetik
bisa mencapai sekitar 6-7 ton kelapa sawit per hektare.
Namun, pada kenyataannya rata-rata hasil yang
diperoleh hanya mencapai setengahnya saja. Pada
2008, Komisi Sawit Indonesia mengukur bahwa hasil
kelapa sawit rata-rata 3-4 ton per hektare. Perlu ada
upaya
sungguh-sungguh
untuk
mengurangi
kesenjangan ini, dan Goenadi mengusulkan agar
upaya tersebut mencakup persiapan lahan secara
bertahap, pengelolaan kebun secara rutin, dan
penggunaan teknologi baru. Peningkatan produktivitas, terutama pada petani kecil, merupakan
tantangan terbesar. Hasil perkebunan petani kecil juga
amat beragam, mungkin karena perbedaan cara
bertani dan usaha, bukan potensi tanaman dari segi
genetik.59 Peningkatan produktivitas petani sawit
dapat meningkatkan keuntungan sektor ini tanpa
perlu banyak menambah perluasan lahan atau biaya
produksi. Peningkatan produksi 20 persen dapat
menghasilkan tambahan 3,7 juta ton sawit di
Indonesia, setara dengan hasil panen 1,07 juta hektare
saat ini.60 Tantangan utama lainnya untuk produktivitas sektor kelapa sawit Indonesia, terutama di
Kalimantan, adalah lahan yang kurang subur, musim
kemarau tahunan, dan potensi pertikaian soal lahan.61

Meskipun minyak sawit saat ini tidak sampai 5 persen


dari produksi biodiesel dunia, permintaan cenderung
meningkat mengingat banyak negara mengadopsi
kebijakan yang mendorong penggunaan bahan bakar
hayati.62 Meskipun pangsa pasarnya masih kecil,
minyak sawit sering digunakan sebagai bahan baku
dalam produksi biodiesel, dan karena bahan baku
merupakan unsur biaya yang besar dalam produksi,
industri biodiesel merupakan pilihan bagus bagi
Indonesia. Banyak negara menetapkan target untuk
mengubah ketergantungan pada bahan bakar fosil
dengan menggunakan lebih banyak energi terbarukan,
termasuk bahan bakar hayati, untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca, dan ini meningkatkan permintaan
bahan bakar alternatif secara global. Permintaan yang
meningkat dan berlimpahnya tenaga kerja di
Indonesia serta status sebagai penghasil minyak dan
minyak bumi dunia, menempatkan Indonesia pada
posisi yang relatif bagus untuk memproduksi biodiesel.
Pemerintah Indonesia sudah bertekad bulat untuk
mengembangkan bahan bakar hayati, termasuk
menyusun strategi terpadu untuk melaksanakan
program bahan bakar hayati.63 Sementara itu, negara
seperti Uni Eropa, Cina, A.S. dan lain-lain menetapkan target pencampuran bahan bakar untuk biodiesel
berkisar dari 2 persen di Filipina hingga 10 persen di
Uni Eropa sebelum 2020.

57
58
59
60
61
62
63

Meskipun minyak sawit saat ini tidak sampai 5


persen dari produksi biodiesel dunia, permintaan
cenderung meningkat mengingat banyak negara
mengadopsi kebijakan yang mendorong
penggunaan bahan bakar hayati.

Henson (1990)
Goenadi (2008), hlm. 2
Hai Teoh (2010)
dihitung dari data Komisi Sawit Indonesia
Perba et al (2006)
Sheil et al (2009)
Bio-fuel Indonesia (2010)

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 21

Daftar Pustaka
Ansari, F., Bhartata, A., Hudata, A., Kurniawan, P.M., dan Rianda E., (2007) Indonesian Tropical Deforestation: APRIL and
APP case studies, Erasmus Universiteit Rotterdam.

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank (1995), Project Completion Report, dapat diakses di:
http://www.adb.org/Documents/PCRs/INO/18110-INO-PCR.pdf, diakses pada September 2010
Asian Development Bank (2006), Indonesia: Strategic Vision for Agriculture and Rural Development.
Bio-fuel Indonesia (2010), dapat diakses di: http://www.bio-fuelindonesia.com, diakses September 2010
Cheng Hai Teoh (2010), Key Sustainability Issues in the palm oil sector, dapat diakses di:
http://www.ifc.org/ifcext/agriconsultation.nsf/AttachmentsByTitle/Discussion+Paper/$FILE/Discussion+Paper_
FINAL.pdf, diakses September 2010
Darby, Sime (tanpa tanggal), isi situs web, tersedia di http://www.simedarbyplantation.com/Bio-diesel_-_Overseas.aspx,
diakses September 2010
Djago, T. dan Syaf, R. (2003), Decentralization without Accountability: Power and Authority over Local Forest Governance
in Indonesia, tersedia di: http://www.cifor.cgiar.org/acm/download/pub/djogo-EWC.pdf, diakses September 2010
Economist (2009), The scramble for land in Africa and Asia, 21 Mei, tersedia di:
http://www.economist.com/PrinterFriendly.cfm?story_id=13692889&source=login_payBarrier
Uni Eropa (2003), The Directive on the Promotion of the use of bio-fuels and other renewable fuels for transport
(2003/30/EC), diakses di: http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:32009L0028:EN:NOT
Food and Agricultural Policy Research Institute (2010), U.S. and World Agricultural Outlook, FARPI, Iowa. Tersedia di:
http://www.fapri.iastate.edu/outlook/2010/, diakses September 2010
Food and Agricultural Policy Research (2010)b, Food and agricultural commodities production statistics: Indonesia and
Production Indices: Indonesia, dapat diakses di: http://faostat.fao.org, diakses September 2010.
Food and Agricultural Policy Research (2010)c, Global Forest Resources Assessment 2010: Country Report Indonesia, The
Forest Resources Assessment Programme.
Food and Agricultural Policy Research (2005), National Soil Degradation Maps, dapat diakses di: http://www.fao.org/landandwater/agll/glasod/glasodmaps.jsp?country=IDN&search=Display+map+! Diakses September 2010.
Food and Agricultural Policy Research Unit (2001), Contract Farming: Partnerships for Growth, Chapter 3: Types of
Contract Farming, dapat diakses di: http://www.fao.org/docrep/004/y0937e/y0937e05.htm, diakses September 2010
Food and Agriculture Organisation of the United Nations (FAO), (2002), Small-Scale Palm Oil Processing in africa, Chapter
3, FAO Agricultural Services Bulletin 148, dapat diakses di: http://www.fao.org/DOCREP/005/y4355e/y4355e03.htm,
diakses September 2010
Food and Agriculture Organisation of the United Nations (FAO), (2010), Global Forest Resources Assessment 2010, dapat
diakses di: http://www.fao.org/forestry/fra/fra2010/en/, diakses September 2010
FAOSTAT (2010), http://faostat.fao.org/site/291/default.aspx, diakses September 2010

22 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

FAO TradeSTAT (2010), http://faostat.fao.org/site/342/default.aspx, diakses September 2010


FAO ProdSTAT (2010), http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx, diakses September 2010
Food and Agriculture Organisation of the United Nations Land and Water Development Department (FAO/AGL), (2010),
TERRASTAT, dapat diakses di:
http://www.fao.org/ag/agl/agll/terrastat/wsrout.asp?wsreport=4&region=1&search=Display+statistics+!, diakses September
2010
GAPKI (2009), Build Indonesia with Palm Oil, dalam majalah InfoSARWIT.
Greig-Gran M. (2008), The Cost of Avoiding Deforestation: Update of the Report Prepared for the Stern Review of the
Economics of Climate Change, International Institute for Environment and Development.
G.R. van der Werf, et al. (2009), CO2 emissions from forest loss, Nature Geoscience, hlm. 737-738
Goenadi (2008), Perspective on Indonesian Palm Oil Production, Makalah yang disampaikan pada Rapat 2008 Musim Semi
International Food & Agricultural Trade Policy Council, 12 Mei 2008, Bogor, Indonesia
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia (2010), Letter of Intent between the Government of the Kingdom of
Norway and the Government of the Republic of Indonesia on Cooperating on reducing greenhouse gas emissions from
deforestation and forest degradation, dapat diakses di: http://www.redd-monitor.org/wordpress/wpcontent/uploads/2010/05/Norway-Indonesia-LoI.pdf, diakses September 2010.
Hardter, R., Chow, W. Y., dan Hock, O. S. (1997), Intensive plantation cropping, a source of sustainable food and energy
production in the tropical rain forest areas in Southeast Asia, Forest Ecology and Management, Vol. 91, No. 1, hlm. 93-102.
Hatcher, J. (2009), Securing Tenure Rights and Reducing Emissions from Deforestation and Degradation, Social
Development Papers: Social dimensions of climate change, Paper No.120/December 2009
Independent Evaluation Group (2001), Nucleus Estates and Smallholders Projects in Indonesia, dapat diakses di:
http://lnweb90.worldbank.org/oed/oeddoclib.nsf/DocUNIDViewForJavaSearch/95d104dd2107d21d852567f5005d8461?Op
enDocument&Click= diakses September 2010.
Komisi Sawit Indonesia (2008), Indonesian Palm Oil Statistics 2008, Kementerian Pertanian Indonesia, Jakarta.
International Fund for Agricultural Development (IFAD), Rural Poverty in Indonesia, dapat diakses di:
http://www.ruralpovertyportal.org/web/guest/country/home/tags/indonesia , diakses September 2010.
Malaysian Palm Oil Council (2008), Facts on Fats, Global Oils & Fats Business Magazine, Vol. 5, Issue No. 3
Neste Oil (2007), Neste Oil to build a NExBTL Renewable Diesel plant in Singapore, Siaran Pers, tersedia di:
http://www.nesteoil.com/default.asp?path=1;41;540;1259;1261;7440;9494
Sheil, D. et al (2009), The impacts and opportunities of oil palm in Southeast Asia, CIFOR, Occasional Paper No. 51
OECD-FAO (2009), Agricultural Outlook 2009, dapat diakses di: www.agri-outlook.org
OECD (2010), Country Statistical Profiles 2010: Indonesia, tersedia di: http://stats.oecd.org/Index.aspx
Oil world (2008), Oil World Annual 2010, Hamburg

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 23

Perba et al (2006), Yield Potential of Oil Palm in Indonesia: A Country report, disampaikan pada International Seminar on
Yield Potential in Oil Palm II, dapat diakses di: http://isopb.org/?kit=links&menuid=6, diakses September 2010.
Reuters (2010), Wilmar aims to grow sugar business in Indonesia, Brasil, 6 Juli, tersedia di: http://www.reuters.com/article/idUSSGE6650ES20100706
Reuters (2010)b, Q+A-Indonesia issues draft rules on forest clearing, 6 Juli, tersedia di:
http://af.reuters.com/article/energyOilNews/idAFJAK26185620100706?pageNumber=2&virtualBrandChannel=0
Reuters (2010)c, Indonesia says it wont revoke existing forestry licenses, tersedia di:
http://www.alertnet.org/thenews/newsdesk/SGE65109U.htm, diakses September 2010.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010), Number and Percentage of Poor People, Poverty Line, Poverty Gap Index,
Poverty Severity Index by Province,
http://dds.bps.go.id/eng/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=3, diakses September 2010.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010), Gross Regional Domestic Product at Current Market Prices by Provinces,
http://dds.bps.go.id/eng/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=52&notab=1, diakses September 2010.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010)b, Gross Domestic Product at Current Market Prices by Industrial Origin,
dapat diakses di: http://dds.bps.go.id/eng/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=11&notab=1
Sustainable Development Project (2010), Submission to the World Banks Framework for Engagement in the Palm Oil
Sector, dapat diakses di: http://sustainabledev.org/wp-content/uploads/2010/08/100823-SUBMISSION-World-Bank-andPalm-Oil.pdf
Thoenes, P. (2006), Bio-fuels and Commodity Markets Palm Oil Focus 1, FAO Commodities and Trade Division, Roma
Perserikatan Bangsa-Bangsa (2010), UN Data a world of Information dapat diakses di: http://data.un.org/, diakses
September 2010
United Nations collaborative program on Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation in developing
countries (UN-REDD), (2010), dapat diakses di: http://www.un-redd.org/AboutREDD/tabid/582/Default.aspx, diakses
September 2010.
United States Department of Agriculture (2009), Indonesia: Palm oil production growth to continue, dapat diakses di:
http://www.pecad.fas.usda.gov/highlights/2009/03/Indonesia/, diakses September 2010.
Wicke, B. et al (2008), Drivers of land use change and the role of palm oil production in Indonesia and Malaysia: Overview
of past developments and future projections, Copernicus Institute, Universiteit Utrecht
Bank Dunia (2010), Agriculture & Rural Development Data, http://data.worldbank.org/topic/agriculture-and-rural-development, diakses September 2010
Bank Dunia (2010), Country Data: Indonesia, tersedia di: http://data.worldbank.org/country/indonesia, diakses September
2010
World Growth (2009), Conversion: The Immutable Link Between Forestry and Development, Arlington, VA, tersedia di:
http://www.worldgrowth.org/assets/files/WG_Forestry_Conversion_Report.pdf

24 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

World Growth (2010), Caught Red Handed, dapat diakses di:


http://www.worldgrowth.org/assets/files/WG_Green_Paper_Caught_Red_Handed_5_10.pdf
World Growth (2009), Palm Oil The Sustainable Oil, Arlington, VA, tersedia di:
http://www.worldgrowth.org/assets/files/Palm_Oil.pdf
World Resources Institute (2010), Degraded Land, Sustainable Palm Oil, and Indonesias Future, dapat diakses di:
http://www.wri.org/stories/2010/07/degraded-land-sustainable-palm-oil-and-indonesias-future, diakses September 2010.
Zen, Z., Barlow, C., dan Gondowarsito, R. (2006), Oil palm in Indonesian socio-economic improvement: a review of options,
Industry Economic Journal, Vol. 6, hlm. 18-29

Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia 25

Lampiran: Produksi Sawit dan Kemiskinan Per Provinsi


Tabel berikut ini mengikhtisarkan statistik produksi kelapa sawit untuk lima provinsi penghasil sawit tertinggi di
Indonesia (Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, dan Sumatra Barat) dan lima provinsi penghasil sawit
terendah (Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Lampung, dan Bengkulu).

LAMPIRAN

Tabel 1
Name

Produksi Sawit dan Kemiskinan di Indonesia Per Provinsi, 2007


PDB Regional
(triliun rupiah)

Pop*
%
(juta) Miskin

Indeks
Keparahan

Swasta

Petani
Kecil

0,67

2.131.450

2.054.854

335.245 4.521.549

1.022.472

1.025.005 3.712.052

Riau

210,0

4,45

12,9

Sumatra Utara

181,8

12,99

13,63

0,51 1.664.575

Sumatra Selatan

Pemerintah

Total

109,9

7,45

18,43

0,83

855.521

759.034

140.346

1.754.901

Jambi

32,1

3,09

7,81

0,32

434.899

709.242

133.531

1.277.672

Sumatra Barat

59,8

4,85

13,01

0,52

548.316

326.580

40.998

915.894

Papua Barat

10,4

0,76

48,84

7,29

15.915

25.366

32.087

73.368

Sulawesi Tenggara

18,0

2,23

25,84

1,52

10.274

10.274

Sulawesi Tengah

19,3

2,63

24,97

1,6

97.077

8.180

9.173

114.430

Lampung

49,1

7,60

23,7

1,12

149.262

162.590

36.376

348.228

Bengkulu

11,4

1,71

21,66

0,92

208.923

217.022

8.072

434.017

Indonesia

3.950

237,56

17,35

tidak tersedia 9.263.089

6.358.388

Catatan: * Perhitungan sensus 2010


Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010) dan Komisi Sawit Indonesia (2008).

26 Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

2.174.897 17.796.374

PO Box 3693
Arlington, VA 22203-3693
(866) 467-7200
www.worldgrowth.org

Anda mungkin juga menyukai