BAB IX
WILAYAH DAN TATA RUANG
II.9-1
karena itu penyediaan data dan informasi tentang potensi daerah berdasarkan survai dan
pemetaan yang akurat akan dilakukan dengan lebih optimal, dan dikembangkan menjadi
basis bagi penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah. Rencana Tata Ruang yang konsisten
dan tergambarkan dalam tahapan-tahapan pembangunannya, akan merupakan acuan
kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar
pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya,
upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah dilakukan secara terencana dan terintegrasi
dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Konflik antarsektor dan
antardaerah mengenai pemanfaatan ruang diminimalisasi, didukung dengan keserasian
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang, serta penatagunaan tanah.
Peran aktif pemerintahan daerah menjadi kunci dalam pembangunan daerah. Oleh
karenanya, pada tahun 2012 pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah perlu
dilaksanakan dengan lebih konsisten melalui penataan pembagian urusan pemerintahan
antar tingkatan pemerintahan, peningkatan kapasitas dan profesionalisme aparatur
pemerintah daerah, serta peningkatan kapasitas kemampuan keuangan daerah.
II.9-2
RKP 2012
GAMBAR 9.1
ALUR BERPIKIR PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN
BIDANG WILAYAH DAN TATA RUANG
Fokus Prioritas
Basis Analisis
Survey dan
pemetaan
nasional
Perencanaan
Dasar
Penyelengg
araan
penataan
ruang
Elemen
Pelaksanaan
Pembanguna
n Wilayah
Pembangu
nan
perkotaan
Pembangu
nan
perdesaan
Pengemba
ngan
kawasan
strategis
(Kapet,
KPBPB dan
KEK)
Pengemba
ngan
kawasan
perbatasan
Pembangu
nan daerah
tertinggal
Penanggula
ngan
bencana
dan
pengurang
an risiko
bencana
Reforma
agraria
Proses
Pelaksanaan
Desentralis
asi dan
otonomi
daerah
RKP 2012
Prioritas Bidang
Pembangunan Data dan
Informasi Spasial
Penyelenggaraan Penataan
Ruang
Dampak
Efektivitas dalam
Pemanfaatan Data dan
Informasi
Berkurangnya Konflik
Pemanfaatan Ruang
Pembangunan Perkotaan
1. Terkendalinya
pembangunan Kota
Metropolitan dan
Besar
2. Terpenuhinya standar
pelayanan kota
menengah dan kecil
Pembangunan Perdesaan
1. Terpenuhinya
kebutuhan pelayanan
dasar minimal desa
2. Meningkatnya
kapasitas masyarakat,
aparat desa
Pengembangan Ekonomi
Lokal dan Daerah
Pengembangan Kawasan
Strategis
Pembangunan Daerah
Tertinggal
Penanggulangan Bencana dan
Pengurangan Resiko Bencana
Pengembangan Kawasan
Perbatasan
Pengelolaan Pertanahan
Pemantapan Desentralisasi,
Peningkatan Kualitas
Hubungan Pusat Daerah dan
Antardaerah
Tata Kelola dan Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah
Sasaran
BERKURANGNYA
KESENJANGAN
ANTAR DAERAH,
ANTARA DESAKOTA
Meningkatnya
Keterkaitan Kota-Desa
Percepatan
pembangunan pusat2
pertumbuhan nasional
Berkurangnya jumlah
daerah tertinggal
Berkurangnya risiko
bencana
Berkembangnya kawasan
perbatasan
Menurunnya konflik
dalam pemanfaatan
tanah dan mempercepat
pembangunan
infrastruktur
Peningkatan pelayanan
publik daerah
1. Pelaksanaan
kewenangan
2. Koordiinasi pusatdaerah
II.9-3
Terkait pengembangan kawasan perbatasan, hasil yang dicapai antara lain: (i) peta
foto dan peta garis pulau-pulau kecil terluar sebanyak 48 Nomor Lembar Peta (NLP);
(ii) pemeliharaan 75 Border Sign Post (BSP) batas RI-RDTL; (iii) peta perbatasan RIPNG Skala 1:50.000 sebanyak 37 NLP; (iv) peta daerah provinsi, kabupaten/kota
sebanyak 130 NLP; dan (v) basis data spasial di 100 kab/kota;
2.
Terkait pengurangan risiko kawasan rawan bencana, hasil yang dicapai antara lain:
(i) pengoperasian 46 stasiun tetap Continuous Global Positioning System (CGPS); (ii)
Peta Rupabumi (RBI) skala 1:10.000 Pantai Barat Sumatera sebanyak 54 NLP; (iii)
peralatan stasiun tetap CGPS sebanyak 51 unit; (iv) pengoperasian 90 stasiun pasang
surut laut nasional; (v) pembangunan 24 stasiun pasang surut laut nasional; (vi) peta
multirawan bencana alam; dan (vii) basis data rawan bencana banjir di 12 wilayah;
3.
Terkait tata ruang, hasil yang dicapai antara lain: (i) peta skala 1:50.000 (Papua dan
Kalimantan) dan skala 1:10.000 (Sumatera) sebanyak 191 NLP; (ii) Peta Aeronautical
Chart-International Civil Aviation Organization (AC-ICAO) skala 1: 250.000 sebanyak
8 NLP; (iii) Peta Digital Lingkungan Bandara Indonesia (LBI) sebanyak 2 NLP; (iv)
II.9-4
RKP 2012
Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) skala 1:250.000, 1:50.000, 1:25.000 sebanyak
42 NLP; (v) Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) skala 1:500.000 sebanyak 8 NLP;
(vi) peta resmi untuk zonasi tingkat peringatan dini sebanyak 2 NLP; (vii) pemetaan
neraca dan valuasi ekonomi sumberdaya alam laut sebanyak 8 NLP; (viii) basisdata
tematik SDA darat sebanyak 50 NLP; dan (ix) atlas sumberdaya dan atlas publik serta
basis data atlas.
Perkiraan pencapaian pembangunan data dan informasi spasial tahun 2011 antara lain
adalah:
1.
Terkait pemetaan dasar, perkiraan hasil yang dicapai antara lain: (i) Peta RBI skala
1:10.000 (Sumatera dan selatan Jawa) sebanyak 72 NLP; (ii) Peta RBI skala1:50.000
wilayah gap sebanyak 175 NLP; (iii) Peta RBI skala1:250.000 wilayah gap sebanyak
50 NLP; (vi) Peta LPI skala 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000, dan Peta LLN skala
1:500.000 sebanyak 55 NLP; (v) Peta LBI sebanyak 2 NLP; (vi) Peta AC-ICAO
sebanyak 15 NLP; (vii) peta resmi tingkat peringatan tsunami sebanyak 2 NLP; (viii)
peta batas wilayah negara (joint mapping) koridor perbatasan darat RI-PNG, RIMalaysia skala 1:50.000 sebanyak 12 NLP; dan (ix) pembangunan 40 BSP RI-RDTL;
2.
Terkait pemetaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH), perkiraan
hasil yang dicapai antara lain: (i) peta SDA dan LH matra darat sebanyak 50 NLP; (ii)
peta SDA dan LH matra laut sebanyak 18 NLP; dan (iii) atlas sumberdaya serta
basisdatanya;
3.
Terkait pembangunan infrastruktur data spasial, perkiraan hasil yang dicapai antara
lain: (i) terbentuknya 6 simpul jaringan provinsi dan 70 simpul jaringan kab/kota;
dan (ii) terawatnya 90 stasiun tetap CGPS dan 95 stasiun pasang surut laut nasional.
RKP 2012
II.9-5
TABEL 9.1
ALUR PIKIR PRIORITAS BIDANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DALAM
RPJMN 2010-2014
Prioritas Bidang
Penyelenggaraan
penataan ruang
Fokus Prioritas
Sasaran
Meningkatnya kualitas
produk rencana tata
ruang
Sinkronisasi program
pembangunan sesuai
dengan rencana tata
ruang
Sinkronnya rencana
tata ruang dengan
rencana pembangunan
adan antar rencana tata
ruang
Dampak
Menurunnya konflik
pemanfaatan ruang
antar sektor dan antar
daerah
Kemajuan yang dicapai pada 2010 antara lain adalah ditetapkannya beberapa
peraturan pelaksanaan amanat UU 26/2007 yaitu PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang dan PP 68 /2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang. Selain peraturan perundang-undangan dalam bentuk PP, UU 26/2007
juga mengamanatkan penyusunan Peraturan Presiden untuk kawasan strategis nasional
(KSN) dan RTR Pulau yang sejalan dengan enam koridor ekonomi prioritas. Pada Tahun
2010 telah diselesaikan Rancangan Akhir Peraturan Presiden untuk disetujui oleh para
menteri anggota Badan Koordiansi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yaitu 4 (empat) RTR
Pulau (Jawa-Bali, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan) serta 5 (lima) RTR KSN (MedanBinjai-Deli
Serdang-Karo
(Mebidangro),
Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar
(Mamminasata), Batam-Bintan-Karimun (BBK), Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan
(Kasaba) dan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita)). Untuk operasionalisasi
RTRWN dalam bentuk perizinan pemanfaatan ruang, UU 26/2007 mengamanatkan
penyusunan dan revisi peraturan daerah rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP)
dan rencana tata ruang kabupaten/kota (RTRWK) yang secara berturutan harus
diselesaikan pada Tahun 2009 dan 2010. Pada Tahun 2010 telah ditetapkan 5 RTRWP, 6
RTRW Kabupaten dan 3 RTRW Kota yang disusun dengan merujuk pada UU 26/2007 dan
PP 26/2008 tentang RTRWN.
Perkiraan pencapaian 2011 antara lain adalah: (i) ditetapkannya RPP Tingkat
Ketelitian Peta RTR, RPP Kriteria dan Tata Cara Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
Pertahanan; (ii) ditetapkannya Raperpres RTR Pulau Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan dan
Sulawesi serta Raperpres RTR KSN Mebidangro, Mamminasata, BBK, Kasaba dan Sarbagita;
(iii) disetujuinya substansi teknis RTR untuk 16 provinsi, 120 kabupaten dan 32 kota yang
telah berakhir masa berlakunya oleh BKPRN (iv) tersusunnya Raperpres RTR Pulau Papua,
RTR Kepulauan Nusa Tenggara, RTR Kepulauan Maluku, Raperpres RTR KSN Danau Toba,
II.9-6
RKP 2012
KSN Borobudur, KSN Merapi, KSN Kawasan Perbatasan Negara Aceh/Sumatera Utara,
Kawasan Perbatasan Negara Papua, Kawasan Perbatasan Negara Nusa Tenggara Timur,
Kawasan Perbatasan Negara Sulawesi Utara, KSN Kapet Sasamba, KSN Manado Bitung, dan
KSN Pare-Pare.
9.1.3. Pertanahan
Pengelolaan pertanahan perlu dilakukan dengan utuh dan terintegrasi sehingga
sejalan dengan amanat UUD 1945 (pasal 33), tanah dapat dimanfaatkan secara berkeadilan
untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.
Ketersediaan peta pertanahan akan meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah,
kepastian lokasi bidang tanah, mengurangi resiko sertifikat ganda, dan juga potensi
sengketa atas tanah sehingga dapat diciptakan iklim investasi yang lebih kondusif melalui
percepatan pembangunan infrastruktur. Tahun 2010 telah dilakukan penyediaan peta
dasar pertanahan seluas 2,1 juta hektar sehingga total ketersediaan peta dasar tersebut
mencapai 11,6 juta hektar, atau sebesar 6,1 persen dari 191,9 juta ha total luas daratan
Indonesia. Pada tahun 2011 penyediaan peta dasar pertanahan ditargetkan mencakup
luasan sebesar 2,8 juta hektar sehingga diharapkan pada akhir tahun 2011 peta
pertanahan akan mencapai 14,4 juta hektar atau sebesar 7,5 persen dari total luas daratan
Indonesia.
Pada tahun 2010 telah dilaksanakan percepatan pendaftaran tanah yang dibiayai
Pemerintah sebanyak 299.857 bidang. Dengan demikian sampai tahun 2010 telah
disertifikasi 39.981.696 bidang atau sekitar 46 persen dari total 86.845.839 bidang tanah
di Indonesia. Sertifikasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses terhadap
sumberdaya produktif, terutama permodalan, untuk kalangan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM), petani, transmigran, dan nelayan. Pada tahun 2011 kegiatan sertifikasi yang
dibiayai pemerintah ditarget mencapai sekitar 781.650 bidang.
Tanah terindikasi terlantar masih cukup luas, pada tahun 2008 tercatat potensi tanah
terindikasi terlantar sebesar 7,3 juta hektar, dan pada tahun 2010 telah dilaksanakan
identifikasi dan penertiban tanah terlantar seluas 111 satuan pekerjaan (SP, 1 SP = 500 ha).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar mengamanatkan pendayagunaan tanah terlantar untuk kepentingan
masyarakat dan negara, serta untuk cadangan negara lainnya. Pendayagunaan tanah
terlantar untuk kepentingan masyarakat dan negara dilakukan melalui reforma agraria dan
program strategis negara. Program strategis negara mencakup pengembangan sektor
pangan dan energi sehingga implementasi PP No. 11 tahun 2010 tersebut diharapkan akan
turut mendukung upaya stabilisasi harga pangan dan energi.
9.1.4. Perkotaan
Perkembangan perkotaan saat ini masih tidak terlepas dari tingginya jumlah
penduduk di perkotaan dan tingginya urbanisasi dari desa ke kota. Berdasarkan Proyeksi
Penduduk Indonesia tahun 2005-2025, persentase penduduk perkotaan pada tahun 2015
akan mencapai 59,3 persen, dan pada tahun 2025 akan mencapai 67,5 persen. Kota-kota
besar dan metropolitan khususnya di Jawa-Bali mempunyai penduduk perkotaan jauh di
RKP 2012
II.9-7
atas rata-rata nasional tersebut. Selain urbanisasi, juga terjadi kesenjangan pembangunan
antara kota-kota metropolitan dan besar, dengan kota-kota menengah dan kecil. Kota-kota
besar dan metropolitan yang jumlahnya 26,8 persen dari total jumlah kota di Indonesia
memberikan kontribusi sebesar 43,34 persen terhadap total PDRB nasional, kota-kota
menengah yang merupakan jenis kota terbanyak (63,4 persen dari total jumlah kota di
Indonesia) memberikan kontribusi hanya sebesar 8,16 persen terhadap total PDRB
nasional, sedangkan kota kecil hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 1,22 persen.
Dari segi nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2008, kota-kota dengan nilai IPM
terendah adalah kota-kota menengah dan kecil sedangkan kota-kota dengan nilai IPM
tertinggi adalah kota-kota besar dan metropolitan.
Isu strategis dalam pembangunan kota-kota besar dan metropolitan adalah belum
memadainya infrastruktur pelayanan publik terutama transportasi, air bersih, drainase,
dan persampahan, belum optimalnya upaya perencanaan dan pengendalian pemanfaatan
ruang khususnya di pinggiran kota, serta belum optimalnya upaya pengelolaan lingkungan,
mitigasi bencana, dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Kota-kota metropolitan
terutama DKI Jakarta dan kota-kota besar di bagian barat dan timur Pulau Jawa sangat
rentan terhadap perubahan iklim karena populasinya yang besar, penggunaan
infrastruktur yang intensif, aktivitas ekonomi tinggi, serta lokasi beberapa kota yang
terdapat di kawasan pinggiran pantai. Pemenuhan sarana prasarana publik perkotaan
tersebut telah diupayakan melalui penetapan standar minimal pelayanan perkotaan
dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2010
tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan. Dukungan terhadap implementasi
penyediaan sarana prasarana publik telah dilaksanakan melalui penyerahan PSU
perumahan dan permukiman di 10 provinsi, peremajaan pusat kegiatan perkotaan di 4
kota besar/metropolitan dan 1 kabupaten yaitu Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Bogor,
Kabupaten Bandung, dan Kota Semarang, penilaian inovasi pemerintah kota dalam
pengelolaan perkotaan melalui penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) Award
Tahun 2010 kepada 15 kabupaten/kota, serta engineering services Jakarta MRT project dan
Bandung Urban Railway Transport Development. Pada tahun 2011 dukungan terhadap
peningkatan penyediaan pelayanan publik diperkirakan dicapai dengan: (i) terlaksananya
fasilitasi dan supervisi penyelenggaraan penyerahan aset Prasarana, Sarana, dan Utilitas
(PSU) dari pengembang ke Pemerintah Daerah di 10 kabupaten/kota; (ii) terlaksananya
fasilitasi penyusunan Peraturan Daerah terkait PSU di 10 kabupaten/kota; serta (iii)
terlaksananya dukungan sarana dan prasarana pada pemukiman tradisional dan
bersejarah di 55 kawasan. Upaya untuk peningkatan penanganan polusi lingkungan,
mitigasi bencana, dan adaptasi perubahan iklim yang diperkirakan dapat dilakukan pada
tahun 2011 adalah (i) terlaksananya fasilitasi penyusunan Peraturan Daerah tentang
pengelolaan sampah di 50 kota; (ii) terlaksananya pembentukan Kelompok Kerja sanitasi
perkotaan di 62 kabupaten/kota; (iii) tersusunnya pedoman terkait percepatan
pembangunan sanitasi perkotaan; (iv) tersusunnya kebijakan tentang standar pengukuran
besaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan; (v) terlaksananya fasilitasi
penyusunan Peraturan Daerah terkait RTH di 4 kota; (vi) terlaksananya dukungan sarana
dan prasarana Ruang terbuka Hijau di 86 kawasan; serta (vii) terlaksananya peningkatan
kualitas pengembangan perkotaan dan kapasitas kelembagaan di 7 kota pusaka/rawan
bencana.
II.9-8
RKP 2012
Selain itu, pengelolaan kawasan metropolitan dan kota-kota besar sangat perlu
menjadi perhatian, mengingat belum optimalnya kerjasama/kelembagaan pengelolaan
antardaerah dalam kawasan metropolitan untuk menangani permasalahan yang bersifat
lintas wilayah. Saat ini terdapat 9 kawasan metropolitan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) yaitu Mebidangro (Medan-Deli Serdang-Binjai-Karo),
Jabodetabekjur
(Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur),
Bandung
Raya,
Kedungsepur (Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-Semarang-Purwodadi), Gerbangkerta
susila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), Sarbagita (DenpasarBadung-Gianyar-Tabanan), Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, Manado-Bitung,
dan Maminasata (Makassar-Sungguminasa-Takalar-Maros). Pada kawasan metropolitan
seperti Mebidangro, Jabodetabekjur, dan Maminasata telah dibentuk Badan Kerjasama
Pembangunan (BKSP), namun peran badan tersebut untuk melakukan koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi pembangunan lintas daerah serta pengendalian dan pengawasan
pemanfaatan ruang di kawasan metropolitan belum optimal. Pada beberapa kota/kawasan
metropolitan lainnya seperti Bandung Raya, Kedungsepur, dan Sarbagita, kerjasama telah
dilakukan dalam pengelolaan pembangunan infrastruktur wilayah metropolitan Bandung
untuk mensinergikan pengelolaan infrastruktur di wilayah Metropolitan Bandung,
kerjasama pemanfaatan air bersih di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal antara
Pemerintah Kabupaten Kendal dan Pemerintah Kota Semarang di kawasan metropolitan
Kedungsepur, serta kerjasama pengelolaan sampah terpadu di kawasan metropolitan
Sarbagita. Sampai tahun 2010, dalam rangka meningkatkan kelembagaan dan kerjasama
antarkota, telah dilaksanakan penyusunan database informasi kawasan perkotaan di 43
kabupaten/kota; fasilitasi kerjasama pembangunan perkotaan bertetangga di 7 (tujuh)
provinsi/kota; penyusunan rancangan Pedoman Pembentukan Lembaga/Badan
Pengelolaan Kawasan Perkotaan, serta fasilitasi penandatanganan kesepakatan kerjasama
untuk jaringan lintas perkotaan. Perkiraan pencapaian tahun 2011 untuk peningkatan
kelembagaan dan kerjasama antarkota adalah (i) tersusunnya pedoman pembentukan
lembaga/badan pengelola kawasan perkotaan; (ii) terlaksananya fasilitasi pembentukan
Badan Kerjasama kawasan metropolitan; (iii) tersusunnya Rencana Objek Kerjasama di
kawasan pinggiran kota; serta (iv) tersusunnya pedoman pembentukan forum koordinasi
pembangunan perkotaan di tingkat provinsi.
Di lain pihak pembangunan kota-kota menengah dan kecil belum optimal, terutama
disebabkan belum terpenuhinya sarana dan prasarana pelayanan perkotaan yang dapat
mendorong pengembangan perekonomian daerah. Keterkaitan kota dan desa yang
seyogyanya dikembangkan melalui peran kota-kota menengah dan kecil terhadap
pembangunan perdesaan juga belum optimal dilakukan. Pengembangan kawasan-kawasan
agropolitan, minapolitan, serta skema pengembangan ekonomi lokal lainnya di perdesaan
yang diarahkan sebagai pusat produksi, pengolahan, dan distribusi komoditi dari wilayah
perdesaan belum sepenuhnya terkait dengan kota-kota menengah dan kecil yang
seharusnya dapat menjadi daerah pemasaran bagi komoditi tersebut. Oleh karenanya
selain sarana prasarana pelayanan publik, diperlukan penyiapan dan pengembangan
sarana prasarana perdagangan dan industri pengolahan di kota-kota menengah dan kecil,
serta penyiapan jalur distribusi dari kawasan-kawasan agropolitan, minapolitan, dan
kawasan pengembangan ekonomi lokal lainnya ke kota-kota menengah dan kecil terdekat.
Investasi untuk pengembangan sarana prasarana perkotaan sekaligus pembangunan
ekonomi di kota-kota menengah telah dilaksanakan melalui Urban Sector Reform
Development Project (USDRP) di 7 kabupaten/kota melalui pembangunan sektor
RKP 2012
II.9-9
RKP 2012
pengaturan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai dengan pasal 68 PP Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa. Sampai dengan tahun 2010, masih ada 116 kabupaten atau 31% dari 374
kabupaten yang belum menerapkan sistem tersebut. Adapun 258 kabupaten atau 69%
telah mengalokasikan dana desa.
Dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat dan sekaligus sebagai upaya
mengurangi kemiskinan di perdesaan, telah dilaksanakan program-program pengentasan
kemiskinan secara nasional yaitu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dan berbagai program penguatan. Kegiatan yang termasuk
dalam program penguatan adalah PNPM Perbatasan, PNPM Generasi yang kegiatannya
dikhususkan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta pendidikan; PNPM
Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) sebagai upaya
mengintegrasikan pengelolaan pembangunan partisipatif pola PNPM-MP ke dalam sistem
reguler (Musrenbang), serta mendorong penyelarasan perencanaan teknokratis, politis
dengan partisipatif; dan PNPM Rencana Strategis Pembangunan Kampung (PNPM-Respek)
yang dilaksanakan di Papua dan Papua Barat untuk mendukung pembangunan di tingkat
kampung dan kelurahan) sesuai dengan potensi masyarakatnya. Pada tahun 2010, melalui
PNPM-MP telah dilakukan rencana pembangunan desa yang patisipatif dan menghasilkan
pembangunan dan perbaikan prasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan
ekonomi yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat miskin perdesaan,
peningkatan usaha kredit mikro melalui dana bergulir, dan peningkatan kapasitas
masyarakat dan pemerintahan lokal di 5.022 desa yang berada di 1.609 kelurahan, 4.071
kecamatan, 322 kabupaten, 32 provinsi. Pada tahun 2011, akan dilaksanakan di 5.022 desa
yang berada di 393 kabupaten, 32 provinsi. Selain itu melalui PNPM-Pengembangan
Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM-PISEW) telah dilakukan perencanaan
partisipatif pada tahun sebelumnya dan pada tahun ke dua dilaksanakan pembangunan
infrastruktur perdesaan di 2.355 desa yang berada di 237 kecamatan, 32 kabupaten, 9
provinsi.
Sebagai bagian dari kluster IV program penanggulangan kemiskinan, telah
diupayakan kegiatan untuk meningkatkan ketersediaan air bersih untuk rakyat melalui
Program Penyediaan Air Minum (PAMSIMAS) dan listrik murah melalui PNPM Lingkungan
Mandiri Perdesaan (PNPMP-LMP). Pada tahun 2008, hanya 42,2 persen rumah tangga di
perdesaan yang terpenuhi kebutuhan air bersihnya. Pada tahun 2011, melalui PAMSIMAS
akan dibangun sarana dan prasarana air minum serta fasilitasi kepada masyarakat di 109
kab/kota. Untuk ketersediaan listrik di perdesaan, pada tahun 2008 hanya 86,9 persen
desa yang dialiri listrik (BPS). Pada tahun 2011 melalui PNPM-LMP akan dikembangkan
mikrohidro power di 78 kecamatan, di 33 kabupaten, di 10 provinsi, serta PLTS di
Kabupaten Tanggamus, Kota Palu, Poso dan Sikka. Terkait penyediaan sarana prasarana
perdesaan di kawasan transmigrasi, pada tahun 2010 telah dilaksanakan (a) pembuatan
rumah transmigran dan jamban keluarga (RTJK) di permukiman transmigrasi sebanyak
3.815 unit di daerah tertinggal dan 1.110 unit di daerah perbatasan; (b) penyediaan
fasilitas umum/fasilitas sosial sebanyak 95 unit di daerah tertinggal dan 16 unit di daerah
perbatasan; (c) penyediaan sarana air bersih dan sanitasi sebanyak 1.126 unit di daerah
tertinggal dan 244 unit di daerah perbatasan. Pada tahun 2011 diperkirakan akan
dibangun Rumah Transmigran dan Jamban Keluarga (RTJK) di permukiman transmigrasi
sebanyak 7.950 unit di daerah tertinggal dan 2.510 unit di daerah perbatasan; fasilitas
umum/fasilitas sosial sebanyak 91 unit di daerah tertinggal dan 62 unit di daerah
RKP 2012
II.9-11
perbatasan; sarana air bersih dan sanitasi sebanyak 2.120 unit di daerah tertinggal dan
1.355 unit di daerah perbatasan. Pada tahun 2010 telah dilakukan penyediaan lahan/tanah
transmigrasi seluas 48.000 Ha dengan 15.360 Ha lahan yang telah disertifikasi di daerah
tertinggal dan seluas 32.000 Ha dengan 10.240 Ha lahan yang telah disertifikasi di daerah
perbatasan. Diperkirakan pada tahun 2011 dapat dilakukan penyediaan lahan seluas
48.000 Ha dengan 16.320 Ha lahan yang telah disertifikasi di daerah tertinggal dan
penyediaan lahan seluas 32.000 Ha dengan 10.880 Ha lahan yang telah disertifikasi di
daerah perbatasan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi perdesaan, telah dilakukan: (a)
pengembangan usaha ekonomi masyarakat melalui peningkatan Usaha Ekonomi Desa
Simpan Pinjam (UED-SP) mandiri, serta lembaga keuangan mikro di 18 desa pada tahun
2010, dan 50 desa untuk tahun 2011; (b) pembangunan dan pengelolaan pasar desa yang
ditingkatkan dari 24.744 pasar desa pada tahun 2009 menjadi 31.124 pasar desa yang
berada di 32 provinsi dengan kondisi permanen pada akhir tahun 2010, sedangkan tahun
2011 di 64 Pasar Desa yang berada di 41 Kabupaten, dan 18 Provinsi.
Untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, berwawasan mitigasi bencana telah
dilakukan melalui berbagai program, diantaranya melalui PNPM-LMP atau Green KDP
dengan penerapan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di
tahun 2010, PNPM-LMP dilaksanakan di 45 kecamatan yang berada di 15 kabupaten di 4
provinsi, dan tahun 2011 di 78 kecamatan yang berada di 33 kabupaten di 10 provinsi.
Perkiraan pencapaian tahun 2011 terkait pengelolaan lingkungan di daerah tertinggal dan
daerah perbatasan yaitu (a) terlaksananya mitigasi lingkungan di 9 permukiman
transmigrasi di daerah tertinggal dan 3 permukiman transmigrasi di daerah perbatasan;
(b) terlaksananya pengembangan Desa Mandiri Energi di 1 permukiman transmigrasi di
daerah tertinggal dan 1 permukiman transmigrasi di daerah perbatasan.
9.1.6. Ekonomi Lokal dan Daerah
Kesenjangan antara desa dan kota dapat dicerminkan dari rasio jumlah tenaga kerja
terhadap total tenaga kerja yang bekerja di sektor primer (pertanian, kehutanan,
perburuan, perikanan, pertambangan dan penggalian) yang mencapai sekitar 40 persen di
tahun 2010, sementara rasio nilai tambah sektor primer tersebut terhadap PDB nasional
hanya berkisar sekitar 25,6 persen di tahun 2009. Kesenjangan antara desa kota juga dapat
dicerminkan dari persentase jumlah penduduk miskin di desa dan kota, dimana jumlah
persentase penduduk miskin di pedesaan mencapai 16,56 persen dari jumlah penduduk di
desa pada tahun 2010, lebih tinggi dari persentase penduduk miskin di kota yang mencapai
sekitar 9,87 persen (BPS,2010). Kesenjangan antardaerah juga dapat ditunjukkan dengan
kontribusi Produk Domestik Bruto (PDRB) per wilayah terhadap PDB nasional, dimana
kontribusi PDRB Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih besar daripada Kawasan Timur
Indonesia (KTI).
Di lain pihak pertumbuhan ekonomi daerah belum dapat memacu daya saing
nasional. Berdasarkan Doing Business Report 2010, kinerja daerah-daerah di Indonesia
dalam memberikan pelayanan kemudahan berusaha masih kurang baik. Berdasarkan The
Global Competitiveness Report 2010-2011, posisi daya saing Indonesia masih rendah
dibandingkan Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand, terutama dalam
II.9-12
RKP 2012
aspek kesiapan teknologi, infrastruktur, efisiensi pasar tenaga kerja, pendidikan tinggi dan
pelatihan, serta kelembagaan.
Dalam rangka peningkatan daya saing, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas dan berkelanjutan, pemerintah menyusun Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2025 melalui 3 strategi utama
yaitu pengembangan koridor ekonomi Indonesia, penguatan konektivitas nasional, dan
penguatan kemampuan Iptek nasional. Beberapa kegiatan telah dilaksanakan dalam
mendukung percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satunya
adalah percepatan perijinan di daerah yang merupakan kegiatan prioritas nasional Iklim
Investasi dan Iklim Usaha melalui penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Hingga
akhir tahun 2010, sudah terdapat 394 daerah yang telah menyelenggarakan PTSP, terdiri
dari 15 provinsi, 292 kabupaten, dan 87 kota. 287 daerah di antaranya yaitu 10 provinsi,
217 kabupaten, dan 60 kota merupakan daerah penyelenggara PTSP yang terkait langsung
dengan pengembangan koridor ekonomi.
TABEL 9.2
DAERAH YANG MENERAPKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) TAHUN
2010
No
Daerah
Nasional
Koridor Ekonomi
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-Nusa Papua
Tenggara
1 Provinsi
15
4
2
0
2
1
1
2 Kabupaten
292
53
62
38
45
15
4
3 Kota
87
17
20
9
11
3
0
Total
394
74
84
47
58
19
5
Sumber: Kementerian Dalam Negeri (2010)
Dalam upaya membangun keterkaitan antara kota dan desa, kebijakan yang ditempuh
antara lain mempercepat pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan sebagai salah
satu pola pengembangan ekonomi lokal dan daerah yang mengintegrasikan kawasan desa
sampai ke pusat-pusat pertumbuhan terdekat. Kegiatan pengembangan kawasan
agropolitan dan minapolitan sampai dengan tahun 2010 telah berhasil membangun 342
kawasan yang terdiri dari 312 kawasan agropolitan dan 30 kawasan minapolitan. Pada
tahun 2011 diperkirakan akan dibangun sebanyak 65 kawasan meliputi 30 kawasan
agropolitan dan 35 kawasan minapolitan.
Upaya mendekatkan wilayah-wilayah produksi terhadap pusat-pusat pertumbuhan,
serta peningkatan konektivitas antara desa dan kota dilakukan melalui pengembangan
kawasan perkotaan baru (sebelumnya disebut Kota Terpadu Mandiri/ KTM). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 yang merupakan Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian. Diharapkan kawasan transmigrasi yang
sudah dibangun dan dikembangkan akan menjadi kawasan perkotaan baru sehingga dapat
menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah. Program ketransmigrasian pada tahun
2010, telah melaksanakan rintisan pembangunan kawasan perkotaan baru di 34 kawasan
di 21 provinsi. Pada tahun 2011 akan dibangun sebanyak 10 kawasan di 8 provinsi.
RKP 2012
II.9-13
RKP 2012
II.9-15
negara yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan batas-batas wilayah negara; (ii)
Menurunnya kegiatan ilegal dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan perbatasan;
(iii) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah
penduduk miskin di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar; (iv) Berfungsinya Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan; dan (v)
Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan. Untuk mencapai sasaran
pembangunan jangka menengah tersebut, arah kebijakan yang ditetapkan yaitu
"Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda
depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan
negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional". Terdapat 5
(lima) fokus prioritas sebagai pengejawantahan arah kebijakan tersebut ke dalam
tingkatan strategi meliputi : (i) Penyelesaian dan penetapan batas wilayah negara; (ii)
Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum; (iii) Peningkatan
pertumbuhan ekonomi; (iv) Peningkatan pelayanan sosial dasar; dan (v) Penguatan
kapasitas kelembagaan dalam rangka pengembangan kawasan perbatasan secara
terintegrasi.
Capaian pengelolaan perbatasan selama tahun 2011 diwarnai oleh perkembangan
signifikan pada isu kelembagaan, yaitu dengan dibentuknya Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) melalui Peraturan Presiden no. 12 Tahun 2011. Pembentukan BNPP
ditujukan untuk mewujudkan manajemen pengelolaan perbatasan negara secara terpadu.
Hal-hal yang telah dicapai selama tahun 2011 meliputi pembentukan lembaga, pengisian
pejabat dan karyawan, penyediaan anggaran, penyediaan kantor dan perlengkapannya,
penataan hubungan antar instansi, penyiapan dokumen pengelolaan perbatasan,
penyiapan SOP, koordinasi awal lintas sektoral, serta pengembangan jejaring kemitraan.
Hingga akhir tahun 2011, BNPP telah menyusun konsepsi dokumen pengelolaan
perbatasan yang akan menjadi acuan bagi seluruh kementerian/lembaga terkait.
Pada tahun 2011, 3 (tiga) dokumen pengelolaan batas wilayah dan kawasan
perbatasan ditargetkan rampun dan akan ditetapkan, serta mulai dikoordinasikan
pelaksanaannya oleh BNPP meliputi:(i) Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan 2011-2025, (ii) Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan 2011-2014, serta (iii) Rencana Aksi Pengelolaan Batas
Wilayah dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011 dan 2012. Hal ini bertujuan agar tercapai
hubungan kerjasama yang lebih erat antar sektor terkait dalam pengelolaan perbatasan
dibawah koordinasi BNPP, penyiapan kelembagaan di daerah, koordinasi pelaksanaan
program berdasarkan Rencana Induk dan Rencana Aksi, serta pelaksanaan berbagai
program lintas sektor di kecamatan prioritas sesuai dengan Rencana Aksi 2011.
9.1.9. Daerah Tertinggal
Pembangunan daerah tertinggal yang berorientasi pada percepatan pembangunan
perekonomian daerah dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, telah dikukuhkan
dalam RPJMN 2010-2014 dengan strategi: (i) Pengembangan ekonomi lokal di daerah
tertinggal; (ii) Penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal; (iii) Peningkatan pelayanan kesehatan
yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal; (iv) Peningkatan pelayanan
II.9-16
RKP 2012
pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal; (v) Peningkatan sarana dan prasarana
infrastruktur daerah tertinggal serta peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan
pusat-pusat pertumbuhan.
Capaian pembangunan daerah tertinggal selama tahun 2010 dan perkiraan tahun
2011, diperkirakan memberikan hasil perbaikan kondisi perekonomian daerah dan
kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal, yang antara lain diindikasikan melalui
fakta dan data yang tersedia, serta data perkiraan yang dapat dicapai pada tahun 2010.
Perkembangan aspek perekonomian daerah menurut indikator rata-rata PDRB Perkapita
pada tahun 2010 diharapkan dapat mencapai Rp.9.377 Ribu, dan rata-rata laju
pertumbuhan PDRB diharapkan meningkat menjadi 6,32 persen pada tahun 2010. Kondisi
rata-rata tingkat kemiskinan di daerah tertinggal diharapkan berkurang hingga mencapai
19,4 pesen pada tahun 2010.
Perkembangan kondisi kualitas sumberdaya manusia menurut indikator rata-rata
IPM di daerah tertinggal, diharapkan dapat meningkat menjadi 69 pada tahun 2010.
Komponen pembentuk IPM berdasarkan Umur Harapan Hidup diharapkan meningkat
menjadi 67,4 tahun pada tahun 2010, rata-rata lama sekolah diharapkan meningkat
menjadi 7,2 tahun pada tahun 2010, sementara angka melek huruf diharapkan meningkat
menjadi 90,9 persen pada tahun 2010.
Perbaikan kondisi perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia di
daerah tertinggal, secara umum dihadapi oleh setiap daerah, walaupun dengan kondisi
percepatan pembangunan yang berbeda. Percepatan pembangunan antardaerah tersebut,
secara umum memiliki kaitan erat dengan dukungan ketersediaan sarana dan prasarana
perekonomian dan sosial dasar, serta kinerja pemerintahan yang baik. Bagi daerah yang
telah memiliki dukungan sarana dan prasarana dan memiliki kinerja pembangunan relatif
konsisten positif, akan berpeluang menjadi bagian dari 50 kabupaten tertinggal yang dapat
terentaskan pada tahun 2014.
Koordinasi dan fasilitasi dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal,
masih perlu terus ditingkatkan efektifitasnya, dengan diikuti peningkatan kontribusi
pelaksanaan program/kegiatan Kementerian/Lembaga, serta perbaikan iklim investasi
swasta di daerah tertinggal. Melalui berbagai upaya percepatan pembangunan tersebut,
diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah, serta
mewujudkan kualitas pembangunan yang inklusif. Melalui RKP 2012 ini, agenda
peningkatan efektifitas koordinasi dan fasilitasi pembangunan daerah tertinggal perlu
menjadi prioritas kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal.
Untuk menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, revitalisasi
Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT) yang
berjangka menengah dan Rencana Aksi Nasional (RAN PPDT) yang berjangka tahunan
masih perlu dilakukan, dengan diikuti revitalisasi Strategi Daerah Percepatan
Pembangunan Daerah Tertingal (STRADA) dan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang berjangka
tahunan. Sementara itu peningkatan efektifitas dari enam instrumen percepatan
pembangunan daerah tertinggal yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal masih perlu terus ditingkatkan, sehingga dapat menjadi stimulan dari
proses percepatan pembangunan daerah tertinggal. Ke-6 instrumen tersebut meliputi
(i) Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT), (ii)
RKP 2012
II.9-17
RKP 2012
rehabilitasi
dan
(ii)
(iii) Terkai dengan pelaksanaan dana transfer ke daerah, maka harus berdasarkan
pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
selanjutnya Pemerintah juga mendorong pelaksanaan program dan kegiatan
sesuai dengan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
RKP 2012
II.9-19
2.
3.
Penataan Daerah
(i)
Saat ini telah tersusun draft Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) sebagai
pedoman pengkajian usulan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), di
samping Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Keduanya mengatur
tentang pertimbangan, syarat, dan proses yang harus dilakukan Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam menyikapi usulan pembentukan daerah otonom baru.
Walaupun tidak direncanakan dalam bentuk Undang-Undang, namun Desartada
perlu mendapat kesepakatan DPR lebih dulu untuk dapat dilaksanakan.
Desartada menjadi pedoman dan standar ideal dalam penataan daerah yang
ditujukan untuk mencapai daerah otonom yang maju dan mandiri.
(ii)
Capaian pada tahun 2010 adalah bahwa dari 100% daerah yang telah dievaluasi
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahnya, sebesar 60% pemerintah
daerah mengalami peningkatan kinerja dalam penyelenggaraan desentralisasi
dan otonomi daerah. Dari hasil Evaluasi Daerah Otonom Baru, diketahui bahwa
dari 57 DOB yang berusia kurang dari 3 tahun di tahun 2010, hanya 13 (tiga
belas) DOB (22,80%) yang menunjukkan perkembangan yang baik.
4.
II.9-20
RKP 2012
9.1.12.
Fokus prioritas tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah diarahkan kepada
peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan DPRD, peningkatan kapasitas
aparatur pemerintah daerah dan anggota DPRD, serta peningkatan kapasitas keuangan
pemerintah daerah, dengan uraian penjelasan sebagai berikut:
1.
Sampai tahun 2010, telah ditetapkan 13 (tiga belas) SPM yang ditetapkan dalam
peraturan menteri terkait sebagaimana termuat dalam Tabel 9.3 di bawah ini.
TABEL 9.3
SPM YANG TELAH DITETAPKAN
No
SPM
Peraturan Menteri
1.
2.
1.
2.
1.
1.
1.
1.
1.
RKP 2012
II.9-21
No
SPM
Peraturan Menteri
Keluarga Sejahtera Di Kabupaten/Kota
1.
1.
1.
1.
2.
Pada tahun 2010 telah disusun draft standar/panduan untuk penetapan jumlah
pegawai di daerah yang efisien; serta penyusunan dokumen terkait pengelolaan
PNS di daerah yang meliputi sistem rekrutmen, pendidikan, penempatan,
promosi, dan mutasi PNS di daerah;
(ii)
Pada tahun 2011 telah disusun Grand Strategy Penyelenggaraan Diklat yang
diharapkan mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasikan pendidikan
lanjutan (S1, S2 dan S3) dan pelatihan substantif sesuai dengan kebutuhan
daerah, khususnya dalam pemberian pelayananan terhadap Standar Pelayanan
Minimal (SPM), urusan pemerintah dan pembangunan daerah, serta manajemen
keuangan daerah;
II.9-22
Jumlah alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami peningkatan pada tahun
2011 dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2010 total alokasi DAK mencapai
Rp 20,304 triliun sedangkan pada tahun 2011 meningkat 24,27 persen menjadi
sebesar Rp 25,233 triliun. Bidang yang mendapatkan alokasi DAK juga
mengalami peningkatan dari 14 bidang pada tahun 2010 menjadi 19 bidang
pada tahun 2011. Penyerapan penggunaan DAK tahun 2010 adalah sebesar
RKP 2012
II.9-23
II.9-24
RKP 2012
9.2.1.4. Perkotaan
Tantangan pembangunan perkotaan ke depan adalah:
1.
Kota-kota, khususnya kota besar dan metropolitan, perlu meningkatkan daya saing di
tingkat internasional, karena persaingan global saat ini menuntut kota agar mampu
berperan sebagai tempat beraktivitas yang kompetitif dan bertaraf internasional,
dimana sangat dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur, kapasitas sumber daya
manusia dan kelembagaannya.
2.
3.
2.
3.
4.
5.
6.
9.2.1.5. Perdesaan
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan adalah sinergi pusat
daerah dan koordinasi pembangunan antar sektor serta antara sektor dengan daerah yang
berkaitan dengan pembangunan perdesaan.
RKP 2012
II.9-25
2.
3.
4.
5.
Belum optimalnya penyediaan berbagai informasi dan teknologi tepat guna yang
dibutuhkan masyarakat dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat
perdesaan.
Belum optimalnya kapasitas tata kelola ekonomi daerah, mencakup : (i) Dukungan
peraturan dan perundangan yang mendorong percepatan pengembangan ekonomi
daerah dan peningkatan daya saing ekonomi daerah yang belum optimal, dan
(ii) Peran dan fungsi kelembagaan pengelolaan ekonomi daerah dalam perizinan
usaha masih lemah.
2.
II.9-26
RKP 2012
3.
4.
5.
masih lemahnya aspek kelembagaan dan pengelolaan kawasan baik ditingkat pusat
maupun daerah yang mampu mengawal sinergisitas kontribusi penganggaran lintas
sektor.
2.
3.
4.
II.9-27
2.
3.
Belum optimalnya upaya fasilitasi dalam pengelolaan batas wilayah dan kawasan
perbatasan terutama untuk memenuhi kebutuhan penanganan permasalahan di
kecamatan perbatasan yang sangat bervariasi sesuai karakteristiknya masing-masing
Belum optimalnya koordinasi lintas sektor dan koordinasi antar pemerintah pusat
dan daerah dalam pengarusutamaan percepatan pembangunan daerah tertinggal.
2.
II.9-28
RKP 2012
2.
Dengan memperhatikan ancaman bencana yang masih akan terus terjadi maka
kapasitas tanggap darurat yang meliputi penanganan korban bencana, penanganan
pengungsi, pemenuhan kebutuhan logistik dan peralatan masih perlu untuk
ditingkatkan dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas.
3.
4.
Koordinasi
Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
dalam
pelaksanaan
program/kegiatan, komitmen alokasi anggaran, serta tata kelola dan manajemen aset.
2.
3.
2.
Penataan Daerah, mencakup: (i) masih terdapat banyak usulan pembentukan Daerah
Otonom Baru (DOB); (ii) belum disahkannya Grand Design/Desain Besar Penataan
Daerah (Desartada) dalam bentuk peraturan perundang-undangan sehingga belum
dapat diimplementasikan; dan (iii) masih banyak Daerah Otonom Baru (DOB) yang
berkinerja belum baik.
3.
Peningkatan Kerja Sama Daerah. Kerja sama antar daerah di Indonesia sudah mulai
berjalan, tetapi masih terdapat permasalahan berupa masih banyak daerah yang
RKP 2012
II.9-29
2.
3.
II.9-30
RKP 2012
9.2.2. Sasaran
9.2.2.1. Data dan Informasi Spasial
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, sasaran prioritas bidang data dan
informasi spasial yang akan dicapai pada tahun 2012 adalah: (i) meningkatnya koordinasi
kegiatan survei dan pemetaan nasional; (ii) meningkatnya kuantitas dan kualitas data dan
informasi spasial, dengan memprioritaskan pada tersedianya data spasial untuk
mendukung percepatan penyusunan RDTR sebagian Kabupaten/Kota di wilayah koridor
ekonomi Indonesia, serta untuk wilayah prioritas pembangunan nasional lainnya (KEK dan
KAPET); (iii) meningkatnya akses terhadap data dan informasi spasial; dan (iv)
meningkatnya kuantitas dan kuantitas sumberdaya manusia di bidang survei dan
pemetaan.
9.2.2.2. Penataan Ruang
Sasaran yang akan dicapai oleh Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang
pada Tahun 2012 adalah: (i) penyelesaian materi teknis peraturan perundangan amanat
UU 26/2007; (ii) penyerasian peraturan pelaksanaan UU 26/2007 dengan UU sektoral
terkait untuk memudahkan implementasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah; (iii)
persetujuan substansi teknis untuk RTRW kabupaten dan kota yang belum mengacu pada
PP 26/2008; (iv) penguatan kelembagaan penataan ruang; dan (v) penyerasian rencana
pembangunan dengan RTR.
9.2.2.3. Pertanahan
Dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan pertanahan agar lebih
berkontribusi dalam pembangunan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat banyak,
sasaran yang perlu dicapai pada tahun 2012 adalah: (i) peningkatan penyediaan peta
pertanahan sekitar 2,5 juta hektar; (ii) percepatan sertifikasi (legalisasi) aset tanah
sebanyak 759.000 bidang; (iii) inventarisasi dan identifikasi tanah terlantar seluas 446
satuan pekerjaan (SP, 1 SP=500 hektar).
9.2.2.4. Perkotaan
Sasaran pembangunan perkotaan pada tahun 2012 adalah tersusunnya kebijakan
pembangunan perkotaan yang dapat menjadi pedoman dan acuan bagi penyelenggaraan
pembangunan perkotaan oleh pemerintah pusat, sektor maupun pemerintah daerah; serta
terlaksananya upaya-upaya pengurangan kesenjangan pembangunan antara kota
metropolitan, besar, menengah melalui:
1.
RKP 2012
II.9-31
9.2.2.5. Perdesaan
Sasaran yang akan dicapai tahun 2012 adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
II.9-32
RKP 2012
2.
3.
4.
5.
RKP 2012
II.9-33
Tercapainya kemajuan yang signifikan dalam upaya penyelesaian segmen batas darat
dan laut antara RI dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Timor Leste, Vietnam, dan
Palau
2.
3.
4.
5.
dasar, dengan
2.
3.
2.
3.
II.9-34
RKP 2012
4.
5.
2.
3.
Peningkatan Kerja Sama Daerah, mencakup: (i) Meningkatnya jumlah daerah yang
melaksanakan kerja sama daerah dalam bidang ekonomi, prasarana, dan pelayanan
publik; (ii) Meningkatnya daerah yang menerima manfaat dari kerja sama daerah
dalam bidang ekonomi, prasarana, dan pelayanan publik.
4.
II.9-35
yang ditandai dengan terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efisien dan
efektif, meningkatnya efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah,
aparatur pemerintah daerah dan anggota DPRD yang profesional, terlaksananya standar
pelayanan minimal, serta ditetapkannya dan dilaksanakannya peraturan daerah yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan uraian sebagai berikut:
1.
2.
3.
RKP 2012
Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila), RTR KSN Kawasan PangandaranKalipuncang-Segara Anakan-Nusakambangan (Pacangsanak), RTR KSN Candi Prambanan,
RTR KSN Fasilitas Uji Terbang Roket dan Pengamat Dirgantara Pamengpeuk, RTR KSN
Taman Nasional Kerinci Seblat, RTR KSN Kawasan Toraja dan sekitarnya, RTR KSN KAPET
Khatulistiwa, RTR KSN KAPET Batulicin, RTR KSN Taman Nasional Komodo, RTR KSN
Tanjung Puting, RTR KSN Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat, dan
RTR KSN Kawasan Timika; (ii) penyerasiannya peraturan pelaksanaan UU 26/2007 dengan
peraturan pelaksanaan UU sektoral terkait; (iii) persetujuan substansi teknis RTRW untuk
184 kabupaten dan 52 kota; (iv) penguatan kelembagaan penataan ruang, salah satunya
melalui pelatihan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS); (v) penyerasian sasaran dan
indikator rencana pembangunan (RKP, RPJMD dan RKPD) dengan indikasi program lima
tahunan dalam RTRWN, RTR Pulau, RTRWP dan RTRWK dan (vi) penyiapan rencana
pengembangan kawasan yang termasuk dalam 6 koridor pengembangan ekonomi.
9.3.3. Pengelolaan Pertanahan
Arah kebijakan prioritas bidang pertanahan adalah meningkatkan efektivitas
pengelolaan pertanahan program dukungan manajeman dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya melalui strategi:
1.
2.
3.
2.
RKP 2012
II.9-37
3.
4.
5.
1.
2.
II.9-38
RKP 2012
Menguatkan kapasitas, peran, dan tata kelola pemerintahan desa dan kelurahan.
Meningkatkan kualitas dasar sumber daya manusia perdesaan, termasuk peningkatan
pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan dasar dan kesehatan dasar.
Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan.
Meningkatkan ekonomi perdesaan, termasuk membangun kerjasama antar desa.
Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan, termasuk
peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, dan
prasarana pendukung kegiatan ekonomi desa.
Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat perdesaan.
Meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana.
Meningkatkan tata kelola ekonomi daerah, dilakukan dengan: (i) Menyusun rencana
tata ruang dan masterplan kegiatan kawasan yang berpotensi menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi daerah yang baru, dan (ii) Meningkatkan peran dan fungsi
kelembagaan usaha ekonomi daerah dalam perizinan usaha.
2.
3.
4.
RKP 2012
II.9-39
II.9-40
RKP 2012
2.
3.
4.
5.
RKP 2012
II.9-41
a.
b.
c.
3.
b.
b.
b.
II.9-42
RKP 2012
dan Kehidupan Beragama pada Bab II, dalam rangka percepatan pembangunan
daerah tertinggal.
5.
9.3.10.
Untuk mencapai sasaran pengurangan risiko bencana, arah kebijakan yang akan
ditempuh meliputi penguatan kapasitas penanggulangan bencana daerah, mendorong
keterlibatan dan partisipasi lembaga-lembaga non-pemerintah dan masyarakat dalam
upaya penanggulangan bencana, peningkatan sumber daya penanganan kedaruratan dan
bantuan, serta percepatan pemulihan wilayah yang terkena dampak bencana. Melalui arah
kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan bagi peningkatan kinerja
penanggulangan bencana serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap risiko
bencana dan peningkatan pemahaman pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.
Pelaksanaan Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias melalui tiga
agenda utama, yaitu: (i) Penuntasan Sasaran Kesinambungan Rekonstruksi; (ii) Dukungan
Fungsionalisasi terhadap aset-aset hasil Rehabilitasi dan Rekonstruksi, serta (iii)
Dukungan Operasional dan Pemeliharaan aset-aset hasil Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
9.3.11.
2.
RKP 2012
II.9-43
daerah otonom baru agar dapat memberikan pelayanan publik berkualitas dan
mendorong peningkatan daya saing daerah secara mandiri.
3.
Peningkatan Kerja Sama Daerah, mencakup: (i) Memfasilitasi kerja sama daerah yang
diusulkan agar jumlah daerah yang berminat melaksanakan kerja sama meningkat;
(ii) Meningkatkan kerja sama antar daerah, termasuk di dalamnya kerja sama antar
pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan koridor ekonomi yang terdiri
dari berbagai lintas wilayah administrasi; (iii) Meningkatkan kualitas proses
pemutakhiran dan pemantauan jumlah daerah yang sudah melakukan kerjasama
daerah; (iv) Mendiseminasikan pembelajaran atau keberhasilan berbagai bentuk
kerja sama daerah yang telah ada ke daerah lain.
4.
9.3.12.
Untuk mencapai sasaran peningkatan tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah
tahun 2012, arah kebijakan peningkatan kapasitas pemerintahan daerah adalah
membentuk pemerintah daerah yang mampu memberikan pelayanan publik yang
berkualitas, mendorong terbentuknya organisasi perangkat daerah yang efisien dan efektif,
serta memiliki kemampuan keuangan yang tinggi dan akuntabel sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik. Seluruh program dan kegiatan yang
terdapat dalam prioritas bidang peningkatan kapasitas pemerintah daerah (kapasitas
kelembagaan, kapasitas aparatur dan kapasitas keuangan), diharapkan mampu
mendukung tercapainya sasaran pembangunan dalam Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Hal tersebut dilaksanakan
dengan:
1.
2.
II.9-44
RKP 2012
RKP 2012
II.9-45