Anda di halaman 1dari 47

BAB IX

BIDANG WILAYAH DAN TATA RUANG

BAB IX
WILAYAH DAN TATA RUANG

9.1. Kondisi Umum


Secara nasional, pembangunan daerah di tahun 2012 masih dihadapkan pada
permasalahan utama yaitu masih tingginya kesenjangan antarwilayah, yaitu antara JawaBali dan luar Jawa-Bali, antara wilayah barat dan timur Indonesia, antara pusat-pusat
pertumbuhan utama dan antara kota-kota besar dan metropolitan dengan wilayah
perdesaan. Kesenjangan yang dimaksud terutama kesenjangan perkembangan ekonomi
dan kesejahteraan sosial. Masih cukup besarnya jumlah penduduk miskin dan
pengangguran dan belum optimalnya pembangunan di daerah-daerah tertinggal,
perbatasan, pulau-pulau terluar, dan perdesaan di satu sisi, serta masih lebih besarnya
akumulasi investasi di wilayah-wilayah Jawa-Bali dan sebagian Sumatera, menggambarkan
besarnya kesenjangan tersebut. Pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya alam dan
sosial budaya yang melimpah belum optimal dilakukan, sementara upaya pengembangan
kawasan-kawasan strategis yang dapat menyebarkan pertumbuhan ekonomi bagi wilayah
sekitarnya dan pembangunan ekonomi lokal dan daerah belum memberikan peran yang
signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Upaya-upaya penguatan terhadap
sinkronisasi dan sinergi antarsektor, antarpelaku, dan antara pusat dan daerah perlu
dilakukan untuk mencapai sasaran pengurangan kesenjangan antarwilayah tersebut.
Dalam upaya mengoptimalkan pengembangan sumber daya untuk peningkatan
pertumbuhan perekonomian, prioritas kegiatan pembangunan kewilayahan dan tata ruang
yang dilakukan pada tahun 2012 adalah pengembangan wilayah yang terfokus pada
kawasan-kawasan strategis yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET),
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK), termasuk kawasan metropolitan terutama di luar Jawa dan Bali untuk
mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya dalam mendukung peningkatan daya
saing kawasan dan produk unggulan daerah sehingga dapat berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan yang dapat menggerakkan pertumbuhan wilayah sekitarnya, yang memiliki
daya saing nasional dan global sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui penciptaan lapangan pekerjaan. Dalam rangka mendukung hal-hal
tersebut di atas, pemerintah menetapkan dan merencanakan pembangunan terhadap 6
(enam) koridor ekonomi yang menjadi prioritas utama untuk meningkatkan percepatan
pembangunan dan menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan di seluruh wilayah Indonesia,
dengan mengintegrasikan pendekatan regional dan sektoral ke dalam pembangunan.
Sementara itu, upaya pengurangan kesenjangan juga difokuskan pada pengurangan
kemiskinan dan peningkatan keberdayaan masyarakat melalui percepatan dan perluasan
pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal, perbatasan, pulau-pulau terluar, perdesaan,
dan kawasan-kawasan rawan bencana agar dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat dan
mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Upaya pengurangan
kesenjangan antarwilayah tersebut akan diselenggarakan dengan memperhatikan potensi
dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan laut di setiap wilayah, serta
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan. Oleh
RKP 2012

II.9-1

karena itu penyediaan data dan informasi tentang potensi daerah berdasarkan survai dan
pemetaan yang akurat akan dilakukan dengan lebih optimal, dan dikembangkan menjadi
basis bagi penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah. Rencana Tata Ruang yang konsisten
dan tergambarkan dalam tahapan-tahapan pembangunannya, akan merupakan acuan
kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar
pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya,
upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah dilakukan secara terencana dan terintegrasi
dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Konflik antarsektor dan
antardaerah mengenai pemanfaatan ruang diminimalisasi, didukung dengan keserasian
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang, serta penatagunaan tanah.
Peran aktif pemerintahan daerah menjadi kunci dalam pembangunan daerah. Oleh
karenanya, pada tahun 2012 pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah perlu
dilaksanakan dengan lebih konsisten melalui penataan pembagian urusan pemerintahan
antar tingkatan pemerintahan, peningkatan kapasitas dan profesionalisme aparatur
pemerintah daerah, serta peningkatan kapasitas kemampuan keuangan daerah.

II.9-2

RKP 2012

GAMBAR 9.1
ALUR BERPIKIR PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN
BIDANG WILAYAH DAN TATA RUANG
Fokus Prioritas

Basis Analisis
Survey dan
pemetaan
nasional
Perencanaan
Dasar
Penyelengg
araan
penataan
ruang
Elemen
Pelaksanaan
Pembanguna
n Wilayah
Pembangu
nan
perkotaan
Pembangu
nan
perdesaan
Pengemba
ngan
kawasan
strategis
(Kapet,
KPBPB dan
KEK)
Pengemba
ngan
kawasan
perbatasan
Pembangu
nan daerah
tertinggal
Penanggula
ngan
bencana
dan
pengurang
an risiko
bencana
Reforma
agraria
Proses
Pelaksanaan
Desentralis
asi dan
otonomi
daerah

RKP 2012

Peningkatan koordinasi kegiatan survei dan


pemetaan nasional
Peningkatan kualitas dan kuantitas data dan
informasi spasial
Peningkatan ketersediaan regulasi lengkap dan
komprehensif
Penyelesaian peraturan perundangan sesuai
amanat undang-undang penataan ruang
Peningkatan kualitas produk rencana tata ruang
Sinkronisasi program pembangunan sesuai
dengan rencana tata ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang
Penyiapan kebijakan pembangunan perkotaan,
Penguatan kelembagaan dan kerjasama
antarkota
Peningkatan penanganan polusi lingkungan dan
mitigasi bencana dalam pengelolaan perkotaan
Penyediakan pelayanan publik untuk
peningkatan daya saing pada tingkat
internasional di kota-kota metropolitan dan
besar dan penyediaan sarana dan prasarana,
terutama sistem transportasi perkotaan dan
infrastruktur jalan.
Peningkatan investasi dan pembangunan
ekonomi di perkotaan melalui peningkatan
keterkaitan dengan kawasan agropolitan dan
minapolitan dan fasilitasi kepada Pemerintah
Daerah dalam penyusunan kebijakan tentang
pengelolaan pasar tradisional.
Penyediaan pelayanan publik untuk mendukung
pengembangan ekonomi lokal,
Peningkatan pemenuhan pangan masyarakat
desa.
Peningkatan daya saing ekonomi perdesaan,
kualitas dan ketersediaan sarana prasarana
perdesaan, serta penataan ruang perdesaan
Pengembangan fungsi kelembagaan perdesaan,
tata kelola kepemerintahan desa, penguatan
modal sosial dan budaya masyarakat perdesaan,
peningkatan kualitas dasar sumber daya manusia
perdesaan
Peningkatan pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang
seimbang, berkelanjutan dan berwawasan
mitigasi bencana
Peningkatan tata kelola ekonomi daerah,
Peningkatan kapasitas SDM dan fasilitasi
pengembangan ekonomi daerah
Peningkatan kerjasama dalam pengembangan
ekonomi lokal dan daerah
Peningkatan akses terhadap sarana dan
prasarana ekonomi daerah
Percepatan Pengembangan Kawasan Strategis
Pembangunan Daerah Tertinggal
Pengurangan Resiko Bencana
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Peningkatan penyediaan peta pertanahan
Penertiban tanah terindikasi terlantar
Penataan pembagian urusan pemerintahan antar
tingkat pemerintahan
Penataan daerah otonom baru
Peningkatan kapasitas daerah otonom baru
Peningkatan kerjasama daerah
Pengawasan dan evaluasi kinerja Pemerintah
Daerah
Peningkatan kapasitas kelembagaan Pemerintah
Daerah dan DPRD
Peningkatan kapasitas aparatur Pemerintah
Daerah dan anggota DPRD
Peningkatan kapasitas keuangan Pemerintah
Daerah

Prioritas Bidang
Pembangunan Data dan
Informasi Spasial

Penyelenggaraan Penataan
Ruang

Dampak
Efektivitas dalam
Pemanfaatan Data dan
Informasi

Berkurangnya Konflik
Pemanfaatan Ruang

Pembangunan Perkotaan

1. Terkendalinya
pembangunan Kota
Metropolitan dan
Besar
2. Terpenuhinya standar
pelayanan kota
menengah dan kecil

Pembangunan Perdesaan

1. Terpenuhinya
kebutuhan pelayanan
dasar minimal desa
2. Meningkatnya
kapasitas masyarakat,
aparat desa

Pengembangan Ekonomi
Lokal dan Daerah

Pengembangan Kawasan
Strategis
Pembangunan Daerah
Tertinggal
Penanggulangan Bencana dan
Pengurangan Resiko Bencana
Pengembangan Kawasan
Perbatasan
Pengelolaan Pertanahan

Pemantapan Desentralisasi,
Peningkatan Kualitas
Hubungan Pusat Daerah dan
Antardaerah
Tata Kelola dan Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah

Sasaran

BERKURANGNYA
KESENJANGAN
ANTAR DAERAH,
ANTARA DESAKOTA

Meningkatnya
Keterkaitan Kota-Desa
Percepatan
pembangunan pusat2
pertumbuhan nasional
Berkurangnya jumlah
daerah tertinggal
Berkurangnya risiko
bencana
Berkembangnya kawasan
perbatasan
Menurunnya konflik
dalam pemanfaatan
tanah dan mempercepat
pembangunan
infrastruktur
Peningkatan pelayanan
publik daerah
1. Pelaksanaan
kewenangan
2. Koordiinasi pusatdaerah

II.9-3

9.1.1. Data dan Informasi Spasial


Data dan informasi spasial berperan penting sebagai basis analisis dalam
perencanaan pembangunan nasional. Dalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) diamanatkan bahwa perencanaan
pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Data dan informasi dimaksud adalah baik yang mencakup data
dalam bentuk kuantitatif, kualitatif, maupun gambar visual (images), termasuk di
dalamnya data dan informasi spasial.
Saat ini, hampir semua lembaga baik di pusat maupun di daerah telah memahami
pentingnya data dan informasi spasial. Namun di sisi lain, kurangnya koordinasi antar
lembaga penghasil data spasial, terbatasnya akses terhadap data dan informasi spasial,
serta kurangnya sumberdaya manusia di bidang survei dan pemetaan, masih menjadi
permasalahan dalam perencanaan pembangunan nasional. Pengesahan Undang-undang
Informasi Geospasial diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan
data dan informasi geospasial nasional melalui peningkatan koordinasi, kemudahan
distribusi, serta penguatan sumber daya manusia.
Konsep percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia yang pada saat ini
dikembangkan melalui pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia yaitu koridor
(i) Sumatera bagian Timur-- Barat Laut Jawa; (ii) Jawa bagian Utara; (iii) Kalimantan; (iv)
Sulawesi; (v) Jawa bagian Timur Bali Nusa Tenggara; dan (vi) Papua, memerlukan
tersedianya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai basis percepatan pembangunan
wilayah koridor. Untuk menyusun RDTR Kabupaten/Kota di wilayah koridor, dibutuhkan
data spasial yang rinci dengan tingkat ketelitian data spasial minimal skala 1:5.000. Sampai
saat ini ketersediaan data spasial dengan skala tersebut masih sangat terbatas sehingga
dibutuhkan suatu terobosan melalui upaya percepatan penyediaannya untuk seluruh
Kabupaten/Kota di wilayah koridor ekonomi Indonesia.
Sampai dengan tahun 2010, telah tersedia data dan informasi spasial yang dihasilkan
oleh beberapa instansi pusat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan nasional, antara
lain:
1.

Terkait pengembangan kawasan perbatasan, hasil yang dicapai antara lain: (i) peta
foto dan peta garis pulau-pulau kecil terluar sebanyak 48 Nomor Lembar Peta (NLP);
(ii) pemeliharaan 75 Border Sign Post (BSP) batas RI-RDTL; (iii) peta perbatasan RIPNG Skala 1:50.000 sebanyak 37 NLP; (iv) peta daerah provinsi, kabupaten/kota
sebanyak 130 NLP; dan (v) basis data spasial di 100 kab/kota;

2.

Terkait pengurangan risiko kawasan rawan bencana, hasil yang dicapai antara lain:
(i) pengoperasian 46 stasiun tetap Continuous Global Positioning System (CGPS); (ii)
Peta Rupabumi (RBI) skala 1:10.000 Pantai Barat Sumatera sebanyak 54 NLP; (iii)
peralatan stasiun tetap CGPS sebanyak 51 unit; (iv) pengoperasian 90 stasiun pasang
surut laut nasional; (v) pembangunan 24 stasiun pasang surut laut nasional; (vi) peta
multirawan bencana alam; dan (vii) basis data rawan bencana banjir di 12 wilayah;

3.

Terkait tata ruang, hasil yang dicapai antara lain: (i) peta skala 1:50.000 (Papua dan
Kalimantan) dan skala 1:10.000 (Sumatera) sebanyak 191 NLP; (ii) Peta Aeronautical
Chart-International Civil Aviation Organization (AC-ICAO) skala 1: 250.000 sebanyak
8 NLP; (iii) Peta Digital Lingkungan Bandara Indonesia (LBI) sebanyak 2 NLP; (iv)

II.9-4

RKP 2012

Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) skala 1:250.000, 1:50.000, 1:25.000 sebanyak
42 NLP; (v) Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) skala 1:500.000 sebanyak 8 NLP;
(vi) peta resmi untuk zonasi tingkat peringatan dini sebanyak 2 NLP; (vii) pemetaan
neraca dan valuasi ekonomi sumberdaya alam laut sebanyak 8 NLP; (viii) basisdata
tematik SDA darat sebanyak 50 NLP; dan (ix) atlas sumberdaya dan atlas publik serta
basis data atlas.
Perkiraan pencapaian pembangunan data dan informasi spasial tahun 2011 antara lain
adalah:
1.

Terkait pemetaan dasar, perkiraan hasil yang dicapai antara lain: (i) Peta RBI skala
1:10.000 (Sumatera dan selatan Jawa) sebanyak 72 NLP; (ii) Peta RBI skala1:50.000
wilayah gap sebanyak 175 NLP; (iii) Peta RBI skala1:250.000 wilayah gap sebanyak
50 NLP; (vi) Peta LPI skala 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000, dan Peta LLN skala
1:500.000 sebanyak 55 NLP; (v) Peta LBI sebanyak 2 NLP; (vi) Peta AC-ICAO
sebanyak 15 NLP; (vii) peta resmi tingkat peringatan tsunami sebanyak 2 NLP; (viii)
peta batas wilayah negara (joint mapping) koridor perbatasan darat RI-PNG, RIMalaysia skala 1:50.000 sebanyak 12 NLP; dan (ix) pembangunan 40 BSP RI-RDTL;

2.

Terkait pemetaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH), perkiraan
hasil yang dicapai antara lain: (i) peta SDA dan LH matra darat sebanyak 50 NLP; (ii)
peta SDA dan LH matra laut sebanyak 18 NLP; dan (iii) atlas sumberdaya serta
basisdatanya;

3.

Terkait pembangunan infrastruktur data spasial, perkiraan hasil yang dicapai antara
lain: (i) terbentuknya 6 simpul jaringan provinsi dan 70 simpul jaringan kab/kota;
dan (ii) terawatnya 90 stasiun tetap CGPS dan 95 stasiun pasang surut laut nasional.

9.1.2. Penataan Ruang


Fokus Prioritas untuk Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang
diamanatkan oleh RPJMN 2010-2014 adalah: (i) penyelesaian peraturan perundangan
sesuai amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang; (ii) peningkatan kualitas produk
rencana tata ruang (RTR); (iii) sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan RTR;
dan (iv) peningkatan kesesuaian pemanfaatan lahan dengan RTR. Dampak pelaksanaan
kegiatan di dalam Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah menurunnya
konflik pemanfaatan ruang antar sektor dan daerah. Keterkaitan antara prioritas bidang,
fokus prioritas, sasaran dan dampak dapat dilihat pada Tabel 9.1.

RKP 2012

II.9-5

TABEL 9.1
ALUR PIKIR PRIORITAS BIDANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DALAM
RPJMN 2010-2014
Prioritas Bidang
Penyelenggaraan
penataan ruang

Fokus Prioritas

Sasaran

Penyelesaian peraturan Tersedianya aturan


perundangan sesuai
perundangan sesuai
amanat Undang-undang Amanat UU 26/2007
Penataan Ruang
Peningkatan kualitas
produk rencana tata
ruang

Meningkatnya kualitas
produk rencana tata
ruang

Sinkronisasi program
pembangunan sesuai
dengan rencana tata
ruang

Sinkronnya rencana
tata ruang dengan
rencana pembangunan
adan antar rencana tata
ruang

Dampak
Menurunnya konflik
pemanfaatan ruang
antar sektor dan antar
daerah

Peningkatan kesesuaian Meningkatnya efisiensi


pemanfaatan lahan
dan efektivitas program
dengan rencana tata
pemanfaatan ruang
ruang

Kemajuan yang dicapai pada 2010 antara lain adalah ditetapkannya beberapa
peraturan pelaksanaan amanat UU 26/2007 yaitu PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang dan PP 68 /2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang. Selain peraturan perundang-undangan dalam bentuk PP, UU 26/2007
juga mengamanatkan penyusunan Peraturan Presiden untuk kawasan strategis nasional
(KSN) dan RTR Pulau yang sejalan dengan enam koridor ekonomi prioritas. Pada Tahun
2010 telah diselesaikan Rancangan Akhir Peraturan Presiden untuk disetujui oleh para
menteri anggota Badan Koordiansi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yaitu 4 (empat) RTR
Pulau (Jawa-Bali, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan) serta 5 (lima) RTR KSN (MedanBinjai-Deli
Serdang-Karo
(Mebidangro),
Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar
(Mamminasata), Batam-Bintan-Karimun (BBK), Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan
(Kasaba) dan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita)). Untuk operasionalisasi
RTRWN dalam bentuk perizinan pemanfaatan ruang, UU 26/2007 mengamanatkan
penyusunan dan revisi peraturan daerah rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP)
dan rencana tata ruang kabupaten/kota (RTRWK) yang secara berturutan harus
diselesaikan pada Tahun 2009 dan 2010. Pada Tahun 2010 telah ditetapkan 5 RTRWP, 6
RTRW Kabupaten dan 3 RTRW Kota yang disusun dengan merujuk pada UU 26/2007 dan
PP 26/2008 tentang RTRWN.
Perkiraan pencapaian 2011 antara lain adalah: (i) ditetapkannya RPP Tingkat
Ketelitian Peta RTR, RPP Kriteria dan Tata Cara Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
Pertahanan; (ii) ditetapkannya Raperpres RTR Pulau Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan dan
Sulawesi serta Raperpres RTR KSN Mebidangro, Mamminasata, BBK, Kasaba dan Sarbagita;
(iii) disetujuinya substansi teknis RTR untuk 16 provinsi, 120 kabupaten dan 32 kota yang
telah berakhir masa berlakunya oleh BKPRN (iv) tersusunnya Raperpres RTR Pulau Papua,
RTR Kepulauan Nusa Tenggara, RTR Kepulauan Maluku, Raperpres RTR KSN Danau Toba,
II.9-6

RKP 2012

KSN Borobudur, KSN Merapi, KSN Kawasan Perbatasan Negara Aceh/Sumatera Utara,
Kawasan Perbatasan Negara Papua, Kawasan Perbatasan Negara Nusa Tenggara Timur,
Kawasan Perbatasan Negara Sulawesi Utara, KSN Kapet Sasamba, KSN Manado Bitung, dan
KSN Pare-Pare.
9.1.3. Pertanahan
Pengelolaan pertanahan perlu dilakukan dengan utuh dan terintegrasi sehingga
sejalan dengan amanat UUD 1945 (pasal 33), tanah dapat dimanfaatkan secara berkeadilan
untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.
Ketersediaan peta pertanahan akan meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah,
kepastian lokasi bidang tanah, mengurangi resiko sertifikat ganda, dan juga potensi
sengketa atas tanah sehingga dapat diciptakan iklim investasi yang lebih kondusif melalui
percepatan pembangunan infrastruktur. Tahun 2010 telah dilakukan penyediaan peta
dasar pertanahan seluas 2,1 juta hektar sehingga total ketersediaan peta dasar tersebut
mencapai 11,6 juta hektar, atau sebesar 6,1 persen dari 191,9 juta ha total luas daratan
Indonesia. Pada tahun 2011 penyediaan peta dasar pertanahan ditargetkan mencakup
luasan sebesar 2,8 juta hektar sehingga diharapkan pada akhir tahun 2011 peta
pertanahan akan mencapai 14,4 juta hektar atau sebesar 7,5 persen dari total luas daratan
Indonesia.
Pada tahun 2010 telah dilaksanakan percepatan pendaftaran tanah yang dibiayai
Pemerintah sebanyak 299.857 bidang. Dengan demikian sampai tahun 2010 telah
disertifikasi 39.981.696 bidang atau sekitar 46 persen dari total 86.845.839 bidang tanah
di Indonesia. Sertifikasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses terhadap
sumberdaya produktif, terutama permodalan, untuk kalangan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM), petani, transmigran, dan nelayan. Pada tahun 2011 kegiatan sertifikasi yang
dibiayai pemerintah ditarget mencapai sekitar 781.650 bidang.
Tanah terindikasi terlantar masih cukup luas, pada tahun 2008 tercatat potensi tanah
terindikasi terlantar sebesar 7,3 juta hektar, dan pada tahun 2010 telah dilaksanakan
identifikasi dan penertiban tanah terlantar seluas 111 satuan pekerjaan (SP, 1 SP = 500 ha).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar mengamanatkan pendayagunaan tanah terlantar untuk kepentingan
masyarakat dan negara, serta untuk cadangan negara lainnya. Pendayagunaan tanah
terlantar untuk kepentingan masyarakat dan negara dilakukan melalui reforma agraria dan
program strategis negara. Program strategis negara mencakup pengembangan sektor
pangan dan energi sehingga implementasi PP No. 11 tahun 2010 tersebut diharapkan akan
turut mendukung upaya stabilisasi harga pangan dan energi.
9.1.4. Perkotaan
Perkembangan perkotaan saat ini masih tidak terlepas dari tingginya jumlah
penduduk di perkotaan dan tingginya urbanisasi dari desa ke kota. Berdasarkan Proyeksi
Penduduk Indonesia tahun 2005-2025, persentase penduduk perkotaan pada tahun 2015
akan mencapai 59,3 persen, dan pada tahun 2025 akan mencapai 67,5 persen. Kota-kota
besar dan metropolitan khususnya di Jawa-Bali mempunyai penduduk perkotaan jauh di
RKP 2012

II.9-7

atas rata-rata nasional tersebut. Selain urbanisasi, juga terjadi kesenjangan pembangunan
antara kota-kota metropolitan dan besar, dengan kota-kota menengah dan kecil. Kota-kota
besar dan metropolitan yang jumlahnya 26,8 persen dari total jumlah kota di Indonesia
memberikan kontribusi sebesar 43,34 persen terhadap total PDRB nasional, kota-kota
menengah yang merupakan jenis kota terbanyak (63,4 persen dari total jumlah kota di
Indonesia) memberikan kontribusi hanya sebesar 8,16 persen terhadap total PDRB
nasional, sedangkan kota kecil hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 1,22 persen.
Dari segi nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2008, kota-kota dengan nilai IPM
terendah adalah kota-kota menengah dan kecil sedangkan kota-kota dengan nilai IPM
tertinggi adalah kota-kota besar dan metropolitan.
Isu strategis dalam pembangunan kota-kota besar dan metropolitan adalah belum
memadainya infrastruktur pelayanan publik terutama transportasi, air bersih, drainase,
dan persampahan, belum optimalnya upaya perencanaan dan pengendalian pemanfaatan
ruang khususnya di pinggiran kota, serta belum optimalnya upaya pengelolaan lingkungan,
mitigasi bencana, dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Kota-kota metropolitan
terutama DKI Jakarta dan kota-kota besar di bagian barat dan timur Pulau Jawa sangat
rentan terhadap perubahan iklim karena populasinya yang besar, penggunaan
infrastruktur yang intensif, aktivitas ekonomi tinggi, serta lokasi beberapa kota yang
terdapat di kawasan pinggiran pantai. Pemenuhan sarana prasarana publik perkotaan
tersebut telah diupayakan melalui penetapan standar minimal pelayanan perkotaan
dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2010
tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan. Dukungan terhadap implementasi
penyediaan sarana prasarana publik telah dilaksanakan melalui penyerahan PSU
perumahan dan permukiman di 10 provinsi, peremajaan pusat kegiatan perkotaan di 4
kota besar/metropolitan dan 1 kabupaten yaitu Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Bogor,
Kabupaten Bandung, dan Kota Semarang, penilaian inovasi pemerintah kota dalam
pengelolaan perkotaan melalui penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) Award
Tahun 2010 kepada 15 kabupaten/kota, serta engineering services Jakarta MRT project dan
Bandung Urban Railway Transport Development. Pada tahun 2011 dukungan terhadap
peningkatan penyediaan pelayanan publik diperkirakan dicapai dengan: (i) terlaksananya
fasilitasi dan supervisi penyelenggaraan penyerahan aset Prasarana, Sarana, dan Utilitas
(PSU) dari pengembang ke Pemerintah Daerah di 10 kabupaten/kota; (ii) terlaksananya
fasilitasi penyusunan Peraturan Daerah terkait PSU di 10 kabupaten/kota; serta (iii)
terlaksananya dukungan sarana dan prasarana pada pemukiman tradisional dan
bersejarah di 55 kawasan. Upaya untuk peningkatan penanganan polusi lingkungan,
mitigasi bencana, dan adaptasi perubahan iklim yang diperkirakan dapat dilakukan pada
tahun 2011 adalah (i) terlaksananya fasilitasi penyusunan Peraturan Daerah tentang
pengelolaan sampah di 50 kota; (ii) terlaksananya pembentukan Kelompok Kerja sanitasi
perkotaan di 62 kabupaten/kota; (iii) tersusunnya pedoman terkait percepatan
pembangunan sanitasi perkotaan; (iv) tersusunnya kebijakan tentang standar pengukuran
besaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan; (v) terlaksananya fasilitasi
penyusunan Peraturan Daerah terkait RTH di 4 kota; (vi) terlaksananya dukungan sarana
dan prasarana Ruang terbuka Hijau di 86 kawasan; serta (vii) terlaksananya peningkatan
kualitas pengembangan perkotaan dan kapasitas kelembagaan di 7 kota pusaka/rawan
bencana.

II.9-8

RKP 2012

Selain itu, pengelolaan kawasan metropolitan dan kota-kota besar sangat perlu
menjadi perhatian, mengingat belum optimalnya kerjasama/kelembagaan pengelolaan
antardaerah dalam kawasan metropolitan untuk menangani permasalahan yang bersifat
lintas wilayah. Saat ini terdapat 9 kawasan metropolitan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) yaitu Mebidangro (Medan-Deli Serdang-Binjai-Karo),
Jabodetabekjur
(Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur),
Bandung
Raya,
Kedungsepur (Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-Semarang-Purwodadi), Gerbangkerta
susila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), Sarbagita (DenpasarBadung-Gianyar-Tabanan), Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, Manado-Bitung,
dan Maminasata (Makassar-Sungguminasa-Takalar-Maros). Pada kawasan metropolitan
seperti Mebidangro, Jabodetabekjur, dan Maminasata telah dibentuk Badan Kerjasama
Pembangunan (BKSP), namun peran badan tersebut untuk melakukan koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi pembangunan lintas daerah serta pengendalian dan pengawasan
pemanfaatan ruang di kawasan metropolitan belum optimal. Pada beberapa kota/kawasan
metropolitan lainnya seperti Bandung Raya, Kedungsepur, dan Sarbagita, kerjasama telah
dilakukan dalam pengelolaan pembangunan infrastruktur wilayah metropolitan Bandung
untuk mensinergikan pengelolaan infrastruktur di wilayah Metropolitan Bandung,
kerjasama pemanfaatan air bersih di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal antara
Pemerintah Kabupaten Kendal dan Pemerintah Kota Semarang di kawasan metropolitan
Kedungsepur, serta kerjasama pengelolaan sampah terpadu di kawasan metropolitan
Sarbagita. Sampai tahun 2010, dalam rangka meningkatkan kelembagaan dan kerjasama
antarkota, telah dilaksanakan penyusunan database informasi kawasan perkotaan di 43
kabupaten/kota; fasilitasi kerjasama pembangunan perkotaan bertetangga di 7 (tujuh)
provinsi/kota; penyusunan rancangan Pedoman Pembentukan Lembaga/Badan
Pengelolaan Kawasan Perkotaan, serta fasilitasi penandatanganan kesepakatan kerjasama
untuk jaringan lintas perkotaan. Perkiraan pencapaian tahun 2011 untuk peningkatan
kelembagaan dan kerjasama antarkota adalah (i) tersusunnya pedoman pembentukan
lembaga/badan pengelola kawasan perkotaan; (ii) terlaksananya fasilitasi pembentukan
Badan Kerjasama kawasan metropolitan; (iii) tersusunnya Rencana Objek Kerjasama di
kawasan pinggiran kota; serta (iv) tersusunnya pedoman pembentukan forum koordinasi
pembangunan perkotaan di tingkat provinsi.
Di lain pihak pembangunan kota-kota menengah dan kecil belum optimal, terutama
disebabkan belum terpenuhinya sarana dan prasarana pelayanan perkotaan yang dapat
mendorong pengembangan perekonomian daerah. Keterkaitan kota dan desa yang
seyogyanya dikembangkan melalui peran kota-kota menengah dan kecil terhadap
pembangunan perdesaan juga belum optimal dilakukan. Pengembangan kawasan-kawasan
agropolitan, minapolitan, serta skema pengembangan ekonomi lokal lainnya di perdesaan
yang diarahkan sebagai pusat produksi, pengolahan, dan distribusi komoditi dari wilayah
perdesaan belum sepenuhnya terkait dengan kota-kota menengah dan kecil yang
seharusnya dapat menjadi daerah pemasaran bagi komoditi tersebut. Oleh karenanya
selain sarana prasarana pelayanan publik, diperlukan penyiapan dan pengembangan
sarana prasarana perdagangan dan industri pengolahan di kota-kota menengah dan kecil,
serta penyiapan jalur distribusi dari kawasan-kawasan agropolitan, minapolitan, dan
kawasan pengembangan ekonomi lokal lainnya ke kota-kota menengah dan kecil terdekat.
Investasi untuk pengembangan sarana prasarana perkotaan sekaligus pembangunan
ekonomi di kota-kota menengah telah dilaksanakan melalui Urban Sector Reform
Development Project (USDRP) di 7 kabupaten/kota melalui pembangunan sektor
RKP 2012

II.9-9

perkotaan dan fasilitasi reformasi dasar dalam pembangunan infrastruktur perkotaan,


serta melalui pendampingan penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah
(RPIJM) Kabupaten/Kota di 33 provinsi. Perkiraan pencapaian tahun 2011 untuk
peningkatan investasi dan pembangunan ekonomi di perkotaan adalah (i) tersusunnya
kebijakan tentang pengelolaan pasar tradisional; (ii) tersusunnya pedoman penataan
kelembagaan ekonomi perkotaan; serta (iii) terlaksananya Urban Sector Reform
Development Project (USDRP) di 10 kabupaten/kota melalui pembangunan sektor
perkotaan dan fasilitasi reformasi dasar dalam pembangunan infrastruktur perkotaan.
9.1.5. Perdesaan
Kawasan perdesaan dengan luas kurang lebih 80% dari keseluruhan wilayah
Indonesia, dihuni oleh 135 juta jiwa atau 57 persen dari jumlah seluruh penduduk
Indonesia (2009). Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di perdesaan, kurangnya
lapangan pekerjaan formal, serta rendahnya tingkat upah pekerja di perdesaan memicu
urbanisasi dari desa ke kota, sehingga diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk
yang tinggal di perdesaan hanya 43,95 %. Secara administratif banyaknya desa dari tahun
ke tahun selalu berubah seiring terjadinya pemekaran atau perubahan status dari desa ke
kelurahan. Jumlah desa dan kelurahan telah meningkat dari 65.198 desa dan 7.878
kelurahan pada tahun 2007 menjadi 67.172 desa dan 8.072 kelurahan pada tahun 2010.
Pembangunan perdesaan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat perdesaan yang 16,56 persen masih dalam kondisi miskin
(tahun 2010) dan masih belum memadainya ketersediaan berbagai sarana dan prasarana
dasar. Peningkatan pelayanan dasar ini menjadi perhatian utama disamping meningkatkan
keberdayaan masyarakat baik secara sosial maupun ekonomi. Dalam pelaksanaannya,
pembangunan perdesaan memerlukan keterlibatan berbagai sektor dan kepedulian yang
besar dari pemerintah daerah.
Dalam upaya meningkatkan perhatian dan keberpihakan kepada pembangunan
perdesaan serta efektivitas pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa, sampai awal
tahun 2011 telah dilakukan proses harmonisasi Rancangan Undang-undang (RUU) tentang
Desa di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhukham). Undang-Undang tentang Desa
tersebut diharapkan juga menjadi peraturan perundangan induk pembangunan perdesaan
yang komprehensif, lintas sektor, terpadu, dan holistik serta dapat menjadi rujukan
perundangan bagi pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah di perdesaan. Secara
bertahap diharapkan masyarakat perdesaan memiliki kemampuan untuk membangun
secara mandiri, mampu menjadi penggerak roda pembangunan perdesaan, memberikan
bargaining position bagi desa, serta memberikan kejelasan kewenangan pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat dalam memihak kepentingan
masyarakat perdesaan.
Upaya peningkatan efektifitas pelayanan administrasi pemerintahan desa kepada
masyarakat telah diupayakan dengan telah diterbitkannya PP Nomor 45 Tahun 2007
tentang Persyaratan dan Tata Cara Desa menjadi PNS (pegawai negeri sipil) sebagai
pelaksanaan UU 32 tahun 2004. Pengangkatan sekretaris desa menjadi PNS telah dimulai
sejak 2007 dan telah diselesaikan secara keseluruhan pada tahun 2010 dengan total
43.208 sekretaris desa yang telah diangkat menjadi PNS. Dalam rangka meningkatkan
kapasitas pendanaan desa untuk pembangunan desa, telah dilakukan penataan desa dan
II.9-10

RKP 2012

pengaturan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai dengan pasal 68 PP Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa. Sampai dengan tahun 2010, masih ada 116 kabupaten atau 31% dari 374
kabupaten yang belum menerapkan sistem tersebut. Adapun 258 kabupaten atau 69%
telah mengalokasikan dana desa.
Dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat dan sekaligus sebagai upaya
mengurangi kemiskinan di perdesaan, telah dilaksanakan program-program pengentasan
kemiskinan secara nasional yaitu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dan berbagai program penguatan. Kegiatan yang termasuk
dalam program penguatan adalah PNPM Perbatasan, PNPM Generasi yang kegiatannya
dikhususkan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta pendidikan; PNPM
Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) sebagai upaya
mengintegrasikan pengelolaan pembangunan partisipatif pola PNPM-MP ke dalam sistem
reguler (Musrenbang), serta mendorong penyelarasan perencanaan teknokratis, politis
dengan partisipatif; dan PNPM Rencana Strategis Pembangunan Kampung (PNPM-Respek)
yang dilaksanakan di Papua dan Papua Barat untuk mendukung pembangunan di tingkat
kampung dan kelurahan) sesuai dengan potensi masyarakatnya. Pada tahun 2010, melalui
PNPM-MP telah dilakukan rencana pembangunan desa yang patisipatif dan menghasilkan
pembangunan dan perbaikan prasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan
ekonomi yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat miskin perdesaan,
peningkatan usaha kredit mikro melalui dana bergulir, dan peningkatan kapasitas
masyarakat dan pemerintahan lokal di 5.022 desa yang berada di 1.609 kelurahan, 4.071
kecamatan, 322 kabupaten, 32 provinsi. Pada tahun 2011, akan dilaksanakan di 5.022 desa
yang berada di 393 kabupaten, 32 provinsi. Selain itu melalui PNPM-Pengembangan
Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM-PISEW) telah dilakukan perencanaan
partisipatif pada tahun sebelumnya dan pada tahun ke dua dilaksanakan pembangunan
infrastruktur perdesaan di 2.355 desa yang berada di 237 kecamatan, 32 kabupaten, 9
provinsi.
Sebagai bagian dari kluster IV program penanggulangan kemiskinan, telah
diupayakan kegiatan untuk meningkatkan ketersediaan air bersih untuk rakyat melalui
Program Penyediaan Air Minum (PAMSIMAS) dan listrik murah melalui PNPM Lingkungan
Mandiri Perdesaan (PNPMP-LMP). Pada tahun 2008, hanya 42,2 persen rumah tangga di
perdesaan yang terpenuhi kebutuhan air bersihnya. Pada tahun 2011, melalui PAMSIMAS
akan dibangun sarana dan prasarana air minum serta fasilitasi kepada masyarakat di 109
kab/kota. Untuk ketersediaan listrik di perdesaan, pada tahun 2008 hanya 86,9 persen
desa yang dialiri listrik (BPS). Pada tahun 2011 melalui PNPM-LMP akan dikembangkan
mikrohidro power di 78 kecamatan, di 33 kabupaten, di 10 provinsi, serta PLTS di
Kabupaten Tanggamus, Kota Palu, Poso dan Sikka. Terkait penyediaan sarana prasarana
perdesaan di kawasan transmigrasi, pada tahun 2010 telah dilaksanakan (a) pembuatan
rumah transmigran dan jamban keluarga (RTJK) di permukiman transmigrasi sebanyak
3.815 unit di daerah tertinggal dan 1.110 unit di daerah perbatasan; (b) penyediaan
fasilitas umum/fasilitas sosial sebanyak 95 unit di daerah tertinggal dan 16 unit di daerah
perbatasan; (c) penyediaan sarana air bersih dan sanitasi sebanyak 1.126 unit di daerah
tertinggal dan 244 unit di daerah perbatasan. Pada tahun 2011 diperkirakan akan
dibangun Rumah Transmigran dan Jamban Keluarga (RTJK) di permukiman transmigrasi
sebanyak 7.950 unit di daerah tertinggal dan 2.510 unit di daerah perbatasan; fasilitas
umum/fasilitas sosial sebanyak 91 unit di daerah tertinggal dan 62 unit di daerah
RKP 2012

II.9-11

perbatasan; sarana air bersih dan sanitasi sebanyak 2.120 unit di daerah tertinggal dan
1.355 unit di daerah perbatasan. Pada tahun 2010 telah dilakukan penyediaan lahan/tanah
transmigrasi seluas 48.000 Ha dengan 15.360 Ha lahan yang telah disertifikasi di daerah
tertinggal dan seluas 32.000 Ha dengan 10.240 Ha lahan yang telah disertifikasi di daerah
perbatasan. Diperkirakan pada tahun 2011 dapat dilakukan penyediaan lahan seluas
48.000 Ha dengan 16.320 Ha lahan yang telah disertifikasi di daerah tertinggal dan
penyediaan lahan seluas 32.000 Ha dengan 10.880 Ha lahan yang telah disertifikasi di
daerah perbatasan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi perdesaan, telah dilakukan: (a)
pengembangan usaha ekonomi masyarakat melalui peningkatan Usaha Ekonomi Desa
Simpan Pinjam (UED-SP) mandiri, serta lembaga keuangan mikro di 18 desa pada tahun
2010, dan 50 desa untuk tahun 2011; (b) pembangunan dan pengelolaan pasar desa yang
ditingkatkan dari 24.744 pasar desa pada tahun 2009 menjadi 31.124 pasar desa yang
berada di 32 provinsi dengan kondisi permanen pada akhir tahun 2010, sedangkan tahun
2011 di 64 Pasar Desa yang berada di 41 Kabupaten, dan 18 Provinsi.
Untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, berwawasan mitigasi bencana telah
dilakukan melalui berbagai program, diantaranya melalui PNPM-LMP atau Green KDP
dengan penerapan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di
tahun 2010, PNPM-LMP dilaksanakan di 45 kecamatan yang berada di 15 kabupaten di 4
provinsi, dan tahun 2011 di 78 kecamatan yang berada di 33 kabupaten di 10 provinsi.
Perkiraan pencapaian tahun 2011 terkait pengelolaan lingkungan di daerah tertinggal dan
daerah perbatasan yaitu (a) terlaksananya mitigasi lingkungan di 9 permukiman
transmigrasi di daerah tertinggal dan 3 permukiman transmigrasi di daerah perbatasan;
(b) terlaksananya pengembangan Desa Mandiri Energi di 1 permukiman transmigrasi di
daerah tertinggal dan 1 permukiman transmigrasi di daerah perbatasan.
9.1.6. Ekonomi Lokal dan Daerah
Kesenjangan antara desa dan kota dapat dicerminkan dari rasio jumlah tenaga kerja
terhadap total tenaga kerja yang bekerja di sektor primer (pertanian, kehutanan,
perburuan, perikanan, pertambangan dan penggalian) yang mencapai sekitar 40 persen di
tahun 2010, sementara rasio nilai tambah sektor primer tersebut terhadap PDB nasional
hanya berkisar sekitar 25,6 persen di tahun 2009. Kesenjangan antara desa kota juga dapat
dicerminkan dari persentase jumlah penduduk miskin di desa dan kota, dimana jumlah
persentase penduduk miskin di pedesaan mencapai 16,56 persen dari jumlah penduduk di
desa pada tahun 2010, lebih tinggi dari persentase penduduk miskin di kota yang mencapai
sekitar 9,87 persen (BPS,2010). Kesenjangan antardaerah juga dapat ditunjukkan dengan
kontribusi Produk Domestik Bruto (PDRB) per wilayah terhadap PDB nasional, dimana
kontribusi PDRB Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih besar daripada Kawasan Timur
Indonesia (KTI).
Di lain pihak pertumbuhan ekonomi daerah belum dapat memacu daya saing
nasional. Berdasarkan Doing Business Report 2010, kinerja daerah-daerah di Indonesia
dalam memberikan pelayanan kemudahan berusaha masih kurang baik. Berdasarkan The
Global Competitiveness Report 2010-2011, posisi daya saing Indonesia masih rendah
dibandingkan Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand, terutama dalam
II.9-12

RKP 2012

aspek kesiapan teknologi, infrastruktur, efisiensi pasar tenaga kerja, pendidikan tinggi dan
pelatihan, serta kelembagaan.
Dalam rangka peningkatan daya saing, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas dan berkelanjutan, pemerintah menyusun Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2025 melalui 3 strategi utama
yaitu pengembangan koridor ekonomi Indonesia, penguatan konektivitas nasional, dan
penguatan kemampuan Iptek nasional. Beberapa kegiatan telah dilaksanakan dalam
mendukung percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satunya
adalah percepatan perijinan di daerah yang merupakan kegiatan prioritas nasional Iklim
Investasi dan Iklim Usaha melalui penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Hingga
akhir tahun 2010, sudah terdapat 394 daerah yang telah menyelenggarakan PTSP, terdiri
dari 15 provinsi, 292 kabupaten, dan 87 kota. 287 daerah di antaranya yaitu 10 provinsi,
217 kabupaten, dan 60 kota merupakan daerah penyelenggara PTSP yang terkait langsung
dengan pengembangan koridor ekonomi.
TABEL 9.2
DAERAH YANG MENERAPKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) TAHUN
2010
No

Daerah

Nasional

Koridor Ekonomi
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-Nusa Papua
Tenggara
1 Provinsi
15
4
2
0
2
1
1
2 Kabupaten
292
53
62
38
45
15
4
3 Kota
87
17
20
9
11
3
0
Total
394
74
84
47
58
19
5
Sumber: Kementerian Dalam Negeri (2010)

Dalam upaya membangun keterkaitan antara kota dan desa, kebijakan yang ditempuh
antara lain mempercepat pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan sebagai salah
satu pola pengembangan ekonomi lokal dan daerah yang mengintegrasikan kawasan desa
sampai ke pusat-pusat pertumbuhan terdekat. Kegiatan pengembangan kawasan
agropolitan dan minapolitan sampai dengan tahun 2010 telah berhasil membangun 342
kawasan yang terdiri dari 312 kawasan agropolitan dan 30 kawasan minapolitan. Pada
tahun 2011 diperkirakan akan dibangun sebanyak 65 kawasan meliputi 30 kawasan
agropolitan dan 35 kawasan minapolitan.
Upaya mendekatkan wilayah-wilayah produksi terhadap pusat-pusat pertumbuhan,
serta peningkatan konektivitas antara desa dan kota dilakukan melalui pengembangan
kawasan perkotaan baru (sebelumnya disebut Kota Terpadu Mandiri/ KTM). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 yang merupakan Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian. Diharapkan kawasan transmigrasi yang
sudah dibangun dan dikembangkan akan menjadi kawasan perkotaan baru sehingga dapat
menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah. Program ketransmigrasian pada tahun
2010, telah melaksanakan rintisan pembangunan kawasan perkotaan baru di 34 kawasan
di 21 provinsi. Pada tahun 2011 akan dibangun sebanyak 10 kawasan di 8 provinsi.

RKP 2012

II.9-13

Dalam upaya mendorong percepatan pengembangan ekonomi lokal daerah, telah


dilakukan Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan pengembangan produk unggulan daerah.
Pada tahun 2010 volume kerja sama antar daerah telah meningkat sebanyak 10 persen dan
persentase daerah penerima manfaat dari kerja sama tersebut sebesar 50 persen. Pada
tahun 2011 diharapkan ada peningkatan jumlah daerah yang melakukan kerja sama dan
manfaat yang dirasakan, masing-masing sebesar 15 persen dan 60 persen. Terkait
pengembangan produk unggulan, pada tahun 2009 telah diterbitkan Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor : 500/1404/V/Bangda tentang Pedoman Umum Pengembangan
Produk Unggulan Daerah Berbasis Klaster. Pada tahun 2010 telah dilakukan seleksi daerah
percontohan pengembangan produk unggulan dengan pendekatan klaster dan One Village
One Product (OVOP). Selanjutnya, pada tahun 2011 akan dilaksanakan fasilitasi
pengembangan produk unggulan di daerah-daerah tersebut, dimana 3 daerah di antaranya
merupakan daerah yang mendukung pengembangan koridor ekonomi, yaitu Kota
Denpasar berbasis produk unggulan spa di Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara,
Kabupaten Lombok Barat berbasis produk unggulan gerabah di Koridor Ekonomi BaliNusa Tenggara dan Kabupaten Wakatobi berbasis produk unggulan rumput laut di Koridor
Ekonomi Sulawesi.
Dalam rangka meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar pemangku kepentingan
pengembangan ekonomi lokal dan daerah di tingkat nasional. Pada tahun 2010 telah
dibentuk Tim Koordinasi Strategis Pengembangan Ekonomi Daerah (TKPED) bekerjasama
dengan Forum Pemangku Kepentingan Non Pemerintah (FPNP). Melalui Fasilitasi
Pendukung Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (FPPELD), TKPED dan FPNP akan
memfasilitasi daerah dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah melalui programprogram Kementerian/ Lembaga terkait, antara lain agropolitan, minapolitan, Kota
Terpadu Mandiri (KTM), dan kluster UKM.
9.1.7. Kawasan Strategis
Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagai upaya memacu pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan dalam rangka pengurangan ketimpangan pembangunan antar
wilayah serta mendorong pertumbuhan ekonomi diselenggarakan melalui Pengembangan
Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (KPBPB), serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Selama ini, pengembangan dan pengusahaan Kawasan lebih bersifat parsial dan
kurang mendapat dukungan program serta penganggaran lintas sektor. Kebijakan KAPET
yang dilahirkan lebih dini untuk pemerataan pembangunan justru kurang mendapat
dukungan sektor, bahkan kebijakan untuk merevitalisasi KAPET melalui penyusunan
rancangan peraturan presiden belum juga rampung penelaahannya di instansi berwenang.
Sementara itu, KPBPB Batam sebagai kawasan industri pionir yang dikembangkan oleh
pemerintah masih menunjukan kinerja yang cukup baik, meskipun fokus penerimaan
PDRB bergeser dari sektor industri ke sektor jasa dan perdagangan. Kondisi serupa juga
dialami oleh KPBPB Sabang berdasarkan observasi kontribusi PDRB antarsektor pada
periode 2005/2008. Namun demikian, selain masih membutuhkan kontribusi lintas sektor,
kinerja KPBPB Sabang dan KAPET masih perlu terus ditingkatkan, terutama terkait dengan
peningkatan daya saing kawasan melalui penyediaan infrastruktur pendukung aktivitas
ekonomi dan pengelolaan produk unggulan.
II.9-14

RKP 2012

Perhatian pemerintah dalam pengembangan kawasan strategis masih perlu


ditingkatkan lagi, karena upaya selama ini masih belum memberikan dampak yang
signifikan bagi terciptanya pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET) dan pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (KPBPB) masih mengalami hambatan struktural dimana keterbatasan
dan minimnya kemajuan penyediaan infrastruktur menjadi hambatan utama. Sedangkan
KPBPB Batam yang dinilai sudah lebih maju, pada awal pengembangannya telah didukung
dengan pola otorita yang memberikan kewenangan dan pendanaan penuh untuk
penyediaan infrastruktur penunjang kawasannya. Sementara Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) masih fokus pada tataran regulasi. Kebijakan baru pemerintah melalui Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (P3PI) mendorong diperlukan kebijakan
yang menjaga sinergi ketiga kawasan strategis tersebut ke dalam mainstream Koridor
Ekonomi.
Capaian kegiatan pengembangan kawasan strategis pada Tahun 2011 yang
diperkirakan berdasarkan kinerja triwulan pertama adalah 50%, diantaranya, sebagai
penjabaran pelaksanaan UU 39/2009 tentang KEK, yakni telah terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Ekonomi Khusus, dan terbitnya
Keputusan Menteri Koordinator bidang Perekonomian No. Kep-10/M.EKON/03/2011 yang
merevisi keputusan sebelumnya mengenai Tim Pelaksana Dewan Nasional Kawasan
Ekonomi Khusus, selanjutnya terbangunnya beberapa infrastruktur pendukung untuk
mendukung KPBPB Sabang, serta diharapkan pada triwulan berikutnya terdapat
peningkatan koordinasi yang tercermin melalui kontribusi penganggaran lintas sektor dan
teridentifikasinya 3 lokasi KEK hingga tahun 2011, serta secara umum meningkatnya laju
PDRB dan investasi di kawasan strategis.
Berdasarkan capaian Tahun 2011 tersebut, diketahui masih terdapat sejumlah
kendala, terutama minimnya infrastruktur pendukung KAPET dan KPBPB, rendahnya
koordinasi lintas sektor dan daerah dalam mengembangkan kawasan, terutama terkait
dalam kontribusi anggaran dalam penyediaan infrastruktur dasar dan ekonomi serta
tersedianya moda transportasi dan jalan penghubung. Hal tersebut pada akhirnya
menyebabkan stagnansi pengembangan kawasan yang sedianya berperan sebagai pusatpusat pertumbuhan ekonomi bagi daerah hinterland-nya.
9.1.8. Kawasan Perbatasan
Kawasan perbatasan memiliki nilai strategis bagi kedaulatan negara, pertahanan,
dan keamanan nasional. Sesuai dengan arahan pembangunan jangka panjang nasional,
upaya pengelolaan pembangunan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah
kebijakan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam (inward looking), yaitu
memandang kawasan perbatasan semata-mata sebagai wilayah pertahanan dan keamanan,
menjadi berorientasi ke luar (outward looking) yaitu dengan juga memanfaatkan kawasan
perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas perdagangan dan ekonomi dengan negara
tetangga. Pendekatan pembangunan yang digunakan selain dengan pendekatan keamanan
juga dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan dan lingkungan.
Sebagai perwujudan arahan pembangunan jangka panjang nasional tersebut, RPJMN
tahap kedua telah menetapkan 5 (lima) sasaran pengelolaan batas wilayah dan kawasan
perbatasan negara pada periode 2010-2014 yaitu : (i) Terwujudnya kedaulatan wilayah
RKP 2012

II.9-15

negara yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan batas-batas wilayah negara; (ii)
Menurunnya kegiatan ilegal dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan perbatasan;
(iii) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah
penduduk miskin di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar; (iv) Berfungsinya Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan; dan (v)
Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan. Untuk mencapai sasaran
pembangunan jangka menengah tersebut, arah kebijakan yang ditetapkan yaitu
"Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda
depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan
negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional". Terdapat 5
(lima) fokus prioritas sebagai pengejawantahan arah kebijakan tersebut ke dalam
tingkatan strategi meliputi : (i) Penyelesaian dan penetapan batas wilayah negara; (ii)
Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum; (iii) Peningkatan
pertumbuhan ekonomi; (iv) Peningkatan pelayanan sosial dasar; dan (v) Penguatan
kapasitas kelembagaan dalam rangka pengembangan kawasan perbatasan secara
terintegrasi.
Capaian pengelolaan perbatasan selama tahun 2011 diwarnai oleh perkembangan
signifikan pada isu kelembagaan, yaitu dengan dibentuknya Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) melalui Peraturan Presiden no. 12 Tahun 2011. Pembentukan BNPP
ditujukan untuk mewujudkan manajemen pengelolaan perbatasan negara secara terpadu.
Hal-hal yang telah dicapai selama tahun 2011 meliputi pembentukan lembaga, pengisian
pejabat dan karyawan, penyediaan anggaran, penyediaan kantor dan perlengkapannya,
penataan hubungan antar instansi, penyiapan dokumen pengelolaan perbatasan,
penyiapan SOP, koordinasi awal lintas sektoral, serta pengembangan jejaring kemitraan.
Hingga akhir tahun 2011, BNPP telah menyusun konsepsi dokumen pengelolaan
perbatasan yang akan menjadi acuan bagi seluruh kementerian/lembaga terkait.
Pada tahun 2011, 3 (tiga) dokumen pengelolaan batas wilayah dan kawasan
perbatasan ditargetkan rampun dan akan ditetapkan, serta mulai dikoordinasikan
pelaksanaannya oleh BNPP meliputi:(i) Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan 2011-2025, (ii) Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan 2011-2014, serta (iii) Rencana Aksi Pengelolaan Batas
Wilayah dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011 dan 2012. Hal ini bertujuan agar tercapai
hubungan kerjasama yang lebih erat antar sektor terkait dalam pengelolaan perbatasan
dibawah koordinasi BNPP, penyiapan kelembagaan di daerah, koordinasi pelaksanaan
program berdasarkan Rencana Induk dan Rencana Aksi, serta pelaksanaan berbagai
program lintas sektor di kecamatan prioritas sesuai dengan Rencana Aksi 2011.
9.1.9. Daerah Tertinggal
Pembangunan daerah tertinggal yang berorientasi pada percepatan pembangunan
perekonomian daerah dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, telah dikukuhkan
dalam RPJMN 2010-2014 dengan strategi: (i) Pengembangan ekonomi lokal di daerah
tertinggal; (ii) Penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal; (iii) Peningkatan pelayanan kesehatan
yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal; (iv) Peningkatan pelayanan
II.9-16

RKP 2012

pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal; (v) Peningkatan sarana dan prasarana
infrastruktur daerah tertinggal serta peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan
pusat-pusat pertumbuhan.
Capaian pembangunan daerah tertinggal selama tahun 2010 dan perkiraan tahun
2011, diperkirakan memberikan hasil perbaikan kondisi perekonomian daerah dan
kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal, yang antara lain diindikasikan melalui
fakta dan data yang tersedia, serta data perkiraan yang dapat dicapai pada tahun 2010.
Perkembangan aspek perekonomian daerah menurut indikator rata-rata PDRB Perkapita
pada tahun 2010 diharapkan dapat mencapai Rp.9.377 Ribu, dan rata-rata laju
pertumbuhan PDRB diharapkan meningkat menjadi 6,32 persen pada tahun 2010. Kondisi
rata-rata tingkat kemiskinan di daerah tertinggal diharapkan berkurang hingga mencapai
19,4 pesen pada tahun 2010.
Perkembangan kondisi kualitas sumberdaya manusia menurut indikator rata-rata
IPM di daerah tertinggal, diharapkan dapat meningkat menjadi 69 pada tahun 2010.
Komponen pembentuk IPM berdasarkan Umur Harapan Hidup diharapkan meningkat
menjadi 67,4 tahun pada tahun 2010, rata-rata lama sekolah diharapkan meningkat
menjadi 7,2 tahun pada tahun 2010, sementara angka melek huruf diharapkan meningkat
menjadi 90,9 persen pada tahun 2010.
Perbaikan kondisi perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia di
daerah tertinggal, secara umum dihadapi oleh setiap daerah, walaupun dengan kondisi
percepatan pembangunan yang berbeda. Percepatan pembangunan antardaerah tersebut,
secara umum memiliki kaitan erat dengan dukungan ketersediaan sarana dan prasarana
perekonomian dan sosial dasar, serta kinerja pemerintahan yang baik. Bagi daerah yang
telah memiliki dukungan sarana dan prasarana dan memiliki kinerja pembangunan relatif
konsisten positif, akan berpeluang menjadi bagian dari 50 kabupaten tertinggal yang dapat
terentaskan pada tahun 2014.
Koordinasi dan fasilitasi dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal,
masih perlu terus ditingkatkan efektifitasnya, dengan diikuti peningkatan kontribusi
pelaksanaan program/kegiatan Kementerian/Lembaga, serta perbaikan iklim investasi
swasta di daerah tertinggal. Melalui berbagai upaya percepatan pembangunan tersebut,
diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah, serta
mewujudkan kualitas pembangunan yang inklusif. Melalui RKP 2012 ini, agenda
peningkatan efektifitas koordinasi dan fasilitasi pembangunan daerah tertinggal perlu
menjadi prioritas kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal.
Untuk menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, revitalisasi
Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT) yang
berjangka menengah dan Rencana Aksi Nasional (RAN PPDT) yang berjangka tahunan
masih perlu dilakukan, dengan diikuti revitalisasi Strategi Daerah Percepatan
Pembangunan Daerah Tertingal (STRADA) dan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang berjangka
tahunan. Sementara itu peningkatan efektifitas dari enam instrumen percepatan
pembangunan daerah tertinggal yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal masih perlu terus ditingkatkan, sehingga dapat menjadi stimulan dari
proses percepatan pembangunan daerah tertinggal. Ke-6 instrumen tersebut meliputi
(i) Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT), (ii)
RKP 2012

II.9-17

Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT), (iii) Percepatan


Pembangunan Infrastruktur Perdesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT), (iv) Percepatan
Pembangunan Wilayah Perbatasan (P2WP), (v) Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi
Daerah Tertinggal (P2SEDT), dan (vi) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Khusus (P2DTK).
9.1.10.

Kawasan Rawan Bencana

Pada tahun 2010 upaya penanggulangan bencana diarahkan kepada peningkatan


kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana melalui peningkatan kapasitas kelembagaan
penanggulangan bencana di daerah dengan telah dibentuknya Badan Penanggulangan
Bencana Daerah di 33 Provinsi dan 351 Kabupaten/Kota. Sedangkan terkait dengan
kejadian bencana banjir bandang Wasior, gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai,
serta kejadian bencana Merapi telah dilaksanakan kegiatan tanggap darurat serta
penanganan korban bencana melalui penyediaan hunian sementara yang masih terus
berlangsung sampai dengan awal tahun 2011.
GAMBAR 9.2
ALUR PIKIR PEMBANGUNAN BIDANG PENGELOLAAN BENCANA

Terkait dengan kegiatan kesinambungan rekonstruksi pasca bencana di Provinsi


Aceh dan Kepulauan Nias pada tahun 2010 terdapat beberapa kemajuan yang telah
berhasil dicapai. Pada umumnya bersumber dari PHLN yang telah tertuang didalam
Peraturan Gubernur Aceh No. 13 Tahun 2010 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.
43 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi tahun 2010 2012.
Masih terdapat beberapa permasalahan khususnya untuk pengalokasian pendanaan yang
bersumber dari APBN Murni dan APBD Provinsi serta Kabupaten/Kota sehingga tidak
semua tujuan dan target bisa dicapai pada tahun pertama. Perlu menjadi perhatian
bersama bahwa pada dua tahun terakhir di tahun 2011 dan tahun 2012 mendatang, semua
II.9-18

RKP 2012

program/kegiatan yang disusun untuk menyelesaikan sasaran


rekonstruksi di Aceh dan Nias ditargetkan untuk bisa dituntaskan.

rehabilitasi

dan

Selanjutnya, perkiraan pencapaian pada tahun 2011 adalah terbentuknya


kelembagaan penanggulangan bencana di 33 Provinsi dan seluruh kabupaten/kota dengan
tingkat kerawanan yang tinggi. Sedangkan terkait dengan penanganan pasca bencana
adalah dimulainya pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana banjir
bandang Wasior, diselesaikannya pembangunan hunian sementara pasca bencana gempa
bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai dan pasca erupsi Merapi, serta melanjutkan
penanganan tanggap darurat akibat banjir lahar dingin Merapi yang diperkirakan masih
akan berlangsung sepanjang tahun 2011.
9.1.11.

Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah

Terkait dengan desentralisasi, hubungan pusat daerah dan antardaerah maka


terdapat isu-isu penting yang perlu diperhatikan yaitu tentang penataan pembagian urusan
pemerintahan antar tingkat pemerintahan, penataan daerah, peningkatan kerjasama
daerah, serta pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah daerah.
1.

Penataan Pembagian Urusan Pemerintahan antar Tingkat Pemerintahan


(i)

Proses revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


masih berlangsung dimana materi dari undang-undang tersebut akan dipecah
menjadi 3 (tiga) undang-undang, yaitu: Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah, dan UndangUndang tentang Desa. Seiring dengan proses revisi dan penyusunan undangundang tersebut, pelaksanaan pemerintahan dilaksanakan dengan berdasarkan
undang-undang yang masih berlaku;

(ii)

Terkait dengan penguatan peran gubernur, maka telah diterbitkan Peraturan


Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di
Wilayah Provinsi. Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas program dan
kegiatan kementerian/lembaga di daerah dan meningkatkan peran gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat, telah ditetapkan juga Surat Edaran Bersama
(SEB) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan
Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No 0442/M.PPN/11/2010; SE696/MK 2010; 120/4693/SJ tentang Peningkatan Efektivitas Penyelenggaraan
Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga di Daerah serta Peningkatan
Peran Aktif Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat;

(iii) Terkai dengan pelaksanaan dana transfer ke daerah, maka harus berdasarkan
pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
selanjutnya Pemerintah juga mendorong pelaksanaan program dan kegiatan
sesuai dengan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

RKP 2012

II.9-19

2.

3.

Penataan Daerah
(i)

Saat ini telah tersusun draft Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) sebagai
pedoman pengkajian usulan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), di
samping Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Keduanya mengatur
tentang pertimbangan, syarat, dan proses yang harus dilakukan Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam menyikapi usulan pembentukan daerah otonom baru.
Walaupun tidak direncanakan dalam bentuk Undang-Undang, namun Desartada
perlu mendapat kesepakatan DPR lebih dulu untuk dapat dilaksanakan.
Desartada menjadi pedoman dan standar ideal dalam penataan daerah yang
ditujukan untuk mencapai daerah otonom yang maju dan mandiri.

(ii)

Capaian pada tahun 2010 adalah bahwa dari 100% daerah yang telah dievaluasi
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahnya, sebesar 60% pemerintah
daerah mengalami peningkatan kinerja dalam penyelenggaraan desentralisasi
dan otonomi daerah. Dari hasil Evaluasi Daerah Otonom Baru, diketahui bahwa
dari 57 DOB yang berusia kurang dari 3 tahun di tahun 2010, hanya 13 (tiga
belas) DOB (22,80%) yang menunjukkan perkembangan yang baik.

Peningkatan Kerja Sama Daerah


(i)

4.

Sesuai ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009


tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, setiap kerja sama yang
dilakukan akan dievaluasi dan dilakukan pengawasan. Pada tahun 2010, volume
kerja sama antar daerah telah meningkat sebanyak 10% dan persentase daerah
penerima manfaat dari kerja sama tersebut sebesar 50%. Pada tahun 2011
diharapkan ada peningkatan jumlah daerah yang melakukan kerja sama dan
manfaat yang dirasakan, masing-masing sebesar 15% dan 60%.

Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah (LPPD), Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD (LKPJ) dan Informasi
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD) kepada Masyarakat serta
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaran Pemerintah Daerah (EPPD), serta mengacu kepada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 73 tahun 2009 tentang Tatacara Pelaksanaan Evaluasi
Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah disusun dan terus dilakukan
penyempurnaan terhadap format dan Indikator Kinerja Kunci (IKK). Hal ini
diperlukan agar data dan informasi yang dihasilkan lebih akurat dan dapat
dihandalkan.

II.9-20

RKP 2012

9.1.12.

Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah

Fokus prioritas tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah diarahkan kepada
peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan DPRD, peningkatan kapasitas
aparatur pemerintah daerah dan anggota DPRD, serta peningkatan kapasitas keuangan
pemerintah daerah, dengan uraian penjelasan sebagai berikut:
1.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dan DPRD


(i)

Sampai tahun 2010, telah ditetapkan 13 (tiga belas) SPM yang ditetapkan dalam
peraturan menteri terkait sebagaimana termuat dalam Tabel 9.3 di bawah ini.
TABEL 9.3
SPM YANG TELAH DITETAPKAN

No

SPM

1 SPM Bidang Kesehatan

Peraturan Menteri
1.
2.

2 SPM Bidang Lingkungan Hidup

1.

2.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
828/MENKES/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19
Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20
Tahun 2008 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota

3 SPM Bidang Pemerintahan


Dalam Negeri

1.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008


Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pemerintahan Dalam Negeri di Kabupaten/Kota

4 SPM Bidang Sosial

1.

Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008


Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

5 SPM Bidang Perumahan Rakyat 1.

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor


22/PERMEN/M/2008 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota

6 SPM Bidang Pendidikan Dasar

1.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15


Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan Dasar

7 SPM Bidang Pemberdayaan


Perempuan dan Perlindungan
Anak

1.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan


dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 01
Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak
Korban Kekerasan

8 SPM Bidang Keluarga


Berencana dan Keluarga
Sejahtera

1.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana


Nasional Nomor: 55 /Hk-010/B5/2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana Dan

RKP 2012

II.9-21

No

SPM

Peraturan Menteri
Keluarga Sejahtera Di Kabupaten/Kota

9 SPM Bidang Pekerjaan Umum

1.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor


14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum

10 SPM Bidang Ketenagakerjaan

1.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor 15/MEN/X/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Ketenagakerjaan

11 SPM Bidang Ketahanan Pangan 1.


Provinsi dan Kabupaten/Kota

Peraturan Menteri Pertanian Nomor


65/PERMENTEN/OT.140/12/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan

12 SPM Bidang Komunikasi dan


Informasi

1.

Peraturan Menteri Informasi dan Komunikasi Nomor


22/PER/M.Kominfo/12/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Komunikasi dan Informasi

13 SPM Bidang Kesenian

1.

Peraturan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Nomor


PM 106/HK.501/MKP/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesenian

Sumber: Kementerian Dalam Negeri, 2011


(ii)

2.

Di dalam penerapan SPM, beberapa daerah telah mendapatkan fasilitasi


penerapan untuk 3 SPM yaitu SPM Bidang Kesehatan, SPM Bidang Sosial dan
SPM Bidang Lingkungan Hidup, dan diharapkan pada tahun 2011 akan ada 10
(sepuluh) SPM yang diupayakan untuk diterapkan oleh pemerintah daerah.

Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD


(i)

Pada tahun 2010 telah disusun draft standar/panduan untuk penetapan jumlah
pegawai di daerah yang efisien; serta penyusunan dokumen terkait pengelolaan
PNS di daerah yang meliputi sistem rekrutmen, pendidikan, penempatan,
promosi, dan mutasi PNS di daerah;

(ii)

Pada tahun 2011 telah disusun Grand Strategy Penyelenggaraan Diklat yang
diharapkan mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasikan pendidikan
lanjutan (S1, S2 dan S3) dan pelatihan substantif sesuai dengan kebutuhan
daerah, khususnya dalam pemberian pelayananan terhadap Standar Pelayanan
Minimal (SPM), urusan pemerintah dan pembangunan daerah, serta manajemen
keuangan daerah;

(iii) Grand Strategy Penyelenggaraan Diklat diharapkan dapat disosialisasikan dan


dilaksanakan di 33 provinsi pada tahun 2011. Untuk kegiatan yang mendukung
kinerja anggota DPRD, akan dilaksanakan diklat penguatan pemerintahan dan
politik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, politik, dan SPM di 2
(dua) provinsi.
3.

Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah


(i)

II.9-22

Jumlah alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami peningkatan pada tahun
2011 dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2010 total alokasi DAK mencapai
Rp 20,304 triliun sedangkan pada tahun 2011 meningkat 24,27 persen menjadi
sebesar Rp 25,233 triliun. Bidang yang mendapatkan alokasi DAK juga
mengalami peningkatan dari 14 bidang pada tahun 2010 menjadi 19 bidang
pada tahun 2011. Penyerapan penggunaan DAK tahun 2010 adalah sebesar
RKP 2012

95%. Selanjutnya di tahun 2011, Pemerintah menargetkan persentase daerah


yang telah optimal dalam menyerap DAK (100% dana terserap) yang
sebelumnya 70% menjadi 75%.
(ii)

Sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah


dan Retribusi Daerah, maka Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-2P) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) menjadi jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah
kabupaten/kota. Pengalihan PBB-2P dan BPHTB sebagai pajak daerah
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas keuangan daerah sebab pendapatan
PBB-P2 dan BPHTB akan dihitung sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD),
bukan lagi Dana Bagi Hasil (DBH). Tahapan persiapan pengalihan PBB-P2
sebagai pajak daerah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri No.213/PMK.07/2010 dan No.58 tahun 2010. Dalam
rangka menerima pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2, pemerintah
daerah bertugas dan bertanggung jawab dalam menyiapkan Peraturan Daerah,
Peraturan Kepala Daerah dan Standard Operating Procedure (SOP). Pengalihan
BPHTB menjadi pajak daerah dapat diadopsi secara serentak di seluruh
Indonesia per 1 Januari 2011, sedangkan PBB-P2 ditargetkan dapat dialihkan
menjadi pajak daerah paling lambat pada tanggal 1 Januari 2014.

9.2. Permasalahan dan Sasaran Pembangunan


9.2.1. Permasalahan
9.2.1.1. Data dan Informasi Spasial
Dilihat dari pencapaian kinerja pembangunan prioritas bidang data dan informasi
spasial di tahun 2010 dan perkiraan pencapaian tahun 2011 serta dengan memperhatikan
titik berat RKP tahun 2012, yaitu percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, tantangan yang dihadapi
dalam penyiapan data dan informasi spasial pada tahun 2012 antara lain adalah
penyediaan data spasial untuk wilayah-wilayah prioritas pembangunan nasional (koridor
ekonomi Indonesia, KEK, dan KAPET). Berdasarkan tantangan tersebut, permasalahan
yang paling mendesak untuk ditangani pada tahun 2012 adalah: (i) belum optimalnya
koordinasi kegiatan survei dan pemetaan nasional; (ii) belum memadainya kuantitas dan
kualitas data dan informasi spasial, termasuk ketersediaan data spasial untuk mendukung
percepatan penyusunan RDTR seluruh Kabupaten/Kota di wilayah koridor ekonomi
Indonesia, serta untuk wilayah prioritas pembangunan nasional lainnya (KEK dan KAPET);
(iii) belum memadainya akses terhadap data dan informasi spasial; dan (iv) kurangnya
sumberdaya manusia di bidang survei dan pemetaan.
9.2.1.2. Penataan Ruang
Mengingat pencapaian kinerja Prioritas Bidang Penyelenggaraaan Penataan Ruang
pada Tahun 2010 dan 2011, permasalahan yang paling mendesak untuk ditangani pada
Tahun 2012 adalah: (i) belum ditetapkannya seluruh peraturan perundangan pelaksanaan
UU 26/2007; (ii) belum serasinya peraturan perundangan sektoral yang berkaitan dengan
RKP 2012

II.9-23

UU 26/2007 termasuk diantaranya adalah UU 41/1999 tentang Kehutanan, UU 27/2007


tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU 4/2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, UU 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan; (iii) belum ditetapkan dan direvisinya seluruh RTRWP dan RTRWK yang
mengacu pada PP 26/2008; (iv) belum memadainya perangkat pengendalian pemanfaatan
ruang antara lain jumlah PPNS yang belum mencukupi; (v) masih rendahnya kualitas
sumberdaya manusia di bidang penataan ruang di pusat dan daerah; serta (vi) belum
mantapnya kelembagaan penataan ruang yang diharapkan dapat menyerasikan rencana
pembangunan, termasuk di dalamnya materi Masterplan P3EI 2011-2025, dengan RTR.
Penetapan peraturan pelaksanaan UU 26/2007, keserasiannya UU 26/2007 dengan
berbagai UU sektoral tersebut di atas, mantapnya kelembagaan, tingginya kualitas aparat
serta serasinya rencana pembangunan dengan RTR berperan penting untuk mengurangi
konflik pemanfaatan ruang serta untuk mewujudkan kepastian hukum bagi pengguna
ruang yaitu masyarakat dan sektor swasta.
9.2.1.3. Pertanahan
Masalah-masalah utama yang mendesak untuk diselesaikan dalam aspek pertanahan
adalah ketersediaan peta pertanahan yang belum memadai, belum kuatnya jaminan
kepastian hukum hak atas tanah, dan belum optimalnya pengaturan tanah terlantar.
Penyediaan peta pertanahan amat diperlukan untuk percepatan legalisasi aset tanah.
Pengelolaan dan administrasi pertanahan, termasuk di dalamnya pelayanan pertanahan,
membutuhkan data dan informasi spasial untuk memastikan lokasi geografis bidang tanah
sehingga ada jaminan kepastian hukum atas obyek bidang tanah yang disertifikatkan.
Ketersediaan peta dasar pertanahan yang pada tahun 2010 baru mencakup 6,1 persen dari
luas daratan Indonesia. Hal ini berimplikasi pada ketidakpastian jaminan hak atas tanah
dan meningkatnya resiko sengketa pertanahan pada bidang-bidang tanah yang belum
tersedia peta dasar pertanahannnya sehingga penyediaan peta pertanahan amat
diperlukan bagi percepatan sertifikasi (legalisasi) aset tanah.
Dengan memperhatikan bahwa baru 39.981.696 bidang atau sekitar 46 persen dari
total 86.845.839 bidang tanah yang telah disertifikatkan, maka percepatan sertifikasi tanah
dapat merupakan langkah awal bagi masyarakat luas dalam meningkatkan akses terhadap
sumber daya produktif (acces reform) seperti permodalan. Sertifikasi tanah yang dibiayai
pemerintah tersebut dilakukan melalui Program Pertanahan Nasional (Prona) dan
sertifikasi tanah lintas kementerian/lembaga (UKM, petani, nelayan, transmigran,
masyarakat berpenghasilan rendah). Pelaksanaan kegiatan sertifikasi tanah tersebut
meliputi: penyuluhan, pengumpulan, data yuridis, pengukuran bidang pemeriksaan tanah,
penertiban SK Hak dan penerbitan sertipikat.
Masalah penelantaran tanah makin menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan
kesejahteraan rakyat serta menurunkan kualitas lingkungan sehingga perlu pengaturan
kembali penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Pada tahun 2010 telah dilakukan
inventarisasi dan identifikasi tanah, dan telah terindikasi terlantar seluas 111 SP (1 SP =
500 ha).

II.9-24

RKP 2012

9.2.1.4. Perkotaan
Tantangan pembangunan perkotaan ke depan adalah:
1.

Kota-kota, khususnya kota besar dan metropolitan, perlu meningkatkan daya saing di
tingkat internasional, karena persaingan global saat ini menuntut kota agar mampu
berperan sebagai tempat beraktivitas yang kompetitif dan bertaraf internasional,
dimana sangat dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur, kapasitas sumber daya
manusia dan kelembagaannya.

2.

Kota-kota, khususnya yang terkena dampak langsung perubahan iklim, perlu


meningkatkan kemampuan dan kapasitas dalam upaya antisipasi dampak perubahan
iklim, yang perlu diarusutamakan dalam seluruh kegiatan pembangunan dan
pengelolaan perkotaan.

3.

Kota-kota perlu meningkatkan kemampuan dan kapasitas untuk penyelenggaraan


pengelolaan perkotaan pada era desentralisasi dan demokratisasi tata pemerintahan
melalui penguatan kerjasama antarkota maupun antara kota dengan daerah di
sekitarnya.

Isu kesenjangan antara pembangunan kota-kota metropolitan dan besar, dengan


kota-kota menengah dan kecil, serta kesenjangan antara kota dan desa, masih merupakan
isu pokok yang perlu ditangani. Untuk itu, permasalahan pembangunan perkotaan yang
mendesak untuk ditangani tahun 2012 adalah masalah yang terkait dengan:
1.

Belum adanya kebijakan yang mengatur tentang pembangunan perkotaan dan


menjadi pedoman dan acuan bagi penyelenggaraan pembangunan perkotaan oleh
pemerintah pusat, sektor maupun pemerintah daerah.

2.

Belum optimalnya koordinasi dan kelembagaan kerjasama antardaerah untuk


pengelolaan dan pengendalian pembangunan kota metropolitan.

3.

Belum optimalnya perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang di pinggiran


kawasan metropolitan.

4.

Belum optimalnya pembangunan serta pengembangan pembiayaan dan penyediaan


pelayanan publik di kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil.

5.

Belum optimalnya pengelolaan lingkungan, mitigasi bencana, dan adaptasi perubahan


iklim dalam pengelolaan perkotaan di kota-kota besar dan metropolitan.

6.

Belum optimalnya pengembangan ekonomi lokal dan peningkatan iklim investasi di


kota-kota menengah dan kecil.

9.2.1.5. Perdesaan
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan adalah sinergi pusat
daerah dan koordinasi pembangunan antar sektor serta antara sektor dengan daerah yang
berkaitan dengan pembangunan perdesaan.

RKP 2012

II.9-25

Sedangkan masalah pembangunan perdesaan (di daerah tertinggal, perbatasan,


pesisir, dan pulau-pulau kecil) yang perlu ditangani segera tahun 2012 adalah masalah
yang terkait dengan:
1.

Belum mantapnya penyelenggaraan Pemerintahan Desa mencakup:


(i) Belum berjalannya pembagian kewenangan yang diberikan kabupaten kepada
desa sesuai dengan beban tugas pokok dan fungsinya, karena belum adanya
aturan hukum yang memadai yang menjadi dasar pembagian kewenangan
tersebut.
(ii) Masih terbatasnya kemampuan perangkat desa maupun anggota Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) baik ditinjau dari aspek pendidikan maupun
kemampuan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakatnya.

2.

Masih rendahnya kapasitas dan pelibatan masyarakat serta kelembagaan perdesaan


dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk pembangunan desanya.

3.

Masih rendahnya kesempatan kerja dan upah kerja di perdesaan.

4.

Masih rendahnya akses masyarakat untuk memperoleh berbagai pelayanan dasar


maupun untuk peningkatan kemampuan dan keterampilannya dalam
mengembangkan usaha ekonomi dan kewirausahaan.

5.

Belum optimalnya penyediaan berbagai informasi dan teknologi tepat guna yang
dibutuhkan masyarakat dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat
perdesaan.

9.2.1.6. Ekonomi Lokal dan Daerah


Tantangan pengembangan ekonomi lokal dan daerah ke depan adalah kesenjangan
antardaerah, pengangguran di perdesaan, globalisasi dan daya saing, serta lingkungan dan
bencana alam. Dengan demikian, peningkatan daya saing ekonomi daerah sangat
dibutuhkan untuk mendukung peningkatan daya saing nasional. Peningkatan daya saing
daerah dapat dilakukan melalui pengembangan ekonomi lokal dan daerah dengan
mendorong keterkaitan antara desa-kota di dalam kabupaten dan provinsi, serta antara
pusat-pusat pertumbuhan lokal dengan daerah pedalamannya (hinterlandnya) melalui
kerjasama lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas daerah.
Masalah mendasar yang perlu segera diselesaikan dalam pengembangan ekonomi
lokal dan daerah tahun 2012 adalah:
1.

Belum optimalnya kapasitas tata kelola ekonomi daerah, mencakup : (i) Dukungan
peraturan dan perundangan yang mendorong percepatan pengembangan ekonomi
daerah dan peningkatan daya saing ekonomi daerah yang belum optimal, dan
(ii) Peran dan fungsi kelembagaan pengelolaan ekonomi daerah dalam perizinan
usaha masih lemah.

2.

Rendahnya kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan ekonomi daerah


secara lintas sektor dan lintas wilayah, mencakup : (i) Kapasitas SDM aparatur daerah
dalam mengelola ekonomi daerah secara lintas sektor masih rendah, dan
(ii) Partisipasi stakeholder lokal/daerah dalam pengambilan keputusan terkait
pengembangan ekonomi daerah masih rendah.

II.9-26

RKP 2012

3.

Terbatasnya kapasitas tenaga fasilitator pengembangan ekonomi lokal dan daerah


dan kurang optimalnya fungsi lembaga fasilitasi ekonomi daerah, baik di tingkat
pusat maupun di daerah, baik dari segi kapasitas, jumlah maupun jangka waktunya.

4.

Kurang efektif dan berkembangnya kerjasama antardaerah dan kemitraan


pemerintah-swasta dalam upaya pengembangan ekonomi lokal dan daerah.

5.

Kurang meratanya pembangunan sarana dan prasarana pendukung kegiatan


ekonomi lokal dan daerah terutama transportasi, energi, informasi dan
telekomunikasi, serta air baku, sehingga diperlukan dukungan fasilitasi pemerintah
dalam pembangunan infrastruktur tersebut, khususnya akses transportasi yang
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan kota-kota dengan desa-desa sebagai
wilayah produksinya, serta melengkapi klaster-klaster kawasan prioritas dengan
akses kepada infrastruktur pendukung lainnya.

9.2.1.7. Kawasan Strategis


Tantangan pengembangan kawasan strategis dalam konteks KAPET, KPBPB dan KEK
kedepannya adalah membangun kebijakan dan strategi yang komprehensif sehingga
pengembangan kebijakan antar kawasan dapat sinergi dalam mengurangi kesenjangan
antar wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta bersinergi dengan konsep
koridor ekonomi nasional yang telah ditetapkan.
Dalam menjawab tantangan tersebut, kebijakan diarahkan untuk menjawab
permasalahan pokok, yaitu:
1.

masih lemahnya aspek kelembagaan dan pengelolaan kawasan baik ditingkat pusat
maupun daerah yang mampu mengawal sinergisitas kontribusi penganggaran lintas
sektor.

2.

minimnya infrastruktur di kawasan strategis, terutama infrastruktur yang terkait


dengan pasokan dan pemasaran produk, seperti: konsistensi pasokan energi dan
ketersediaan air bersih, fasilitas kepelabuhan laut dan udara, jalan penghubung dan
moda transportasi.

3.

belum rampungnya sejumlah kebijakan peraturan ditingkat pusat yang menjadi


acuan penyelenggaraan kawasan dan pelimpahan wewenang, terutama yang terkait
kebijakan insentif (fiskal dan non fiskal) yang dapat mendorong perwujudan iklim
usaha yang kondusif.

4.

belum kondusifnya pelayanan pengembangan investasi di daerah, terutama dikaitkan


dengan banyaknya peraturan yang menghambat investasi dan kemudahan
penyediaan (pembebasan) lahan.

9.2.1.8. Kawasan Perbatasan


Pembangunan Kawasan Perbatasan secara umum masih menghadapi beberapa isu
utama meliputi: (i) Segmen batas wilayah negara belum terselesaikan sehingga
menimbulkan potensi konflik dengan negara tetangga; (ii) Terjadinya kegiatan-kegiatan
ilegal yang bersifat lintas batas negara; (iii) Belum optimalnya pengelolaan kecamatan
perbatasan berbasis potensi sumberdaya lokal; (iv) Keterbatasan akses transportasi yang
RKP 2012

II.9-27

menghambat upaya pengamanan wilayah, peningkatan pelayanan sosial dasar, serta


pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan
perbatasan; (v) Rendahnya kualitas SDM dan tingkat kesejahteraan masyarakat; (vi)
Kesenjangan pembangunan dengan wilayah negara tetangga di beberapa kawasan; dan
(vii) Terbatasnya infastruktur pendukung kegiatan ekonomi seperti listrik, air bersih,
telekomunikasi.
Permasalahan dan tantangan yang diperkirakan dihadapi pada tahun 2012, meliputi :
1.

Belum optimalnya keberpihakan dan sinergitas kebijakan, program, serta anggaran


antar sektor dalam
pengelolaan batas wilayah dan pembangunan kawasan
perbatasan yang disebabkan belum terwujudnya kesatuan pemahaman dan tujuan
dari seluruh stakeholder sesuai dengan arahan visi, kebijakan, strategi, agenda
program yang ditetapkan dalam dokumen pengelolaan batas wilayah dan kawasan
perbatasan.

2.

Hambatan dalam pengembangan infrastruktur dan perekonomian kawasan


perbatasan akibat belum tuntasnya Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan, serta
peraturan-peraturan yang masih menghambat investasi.

3.

Belum optimalnya upaya fasilitasi dalam pengelolaan batas wilayah dan kawasan
perbatasan terutama untuk memenuhi kebutuhan penanganan permasalahan di
kecamatan perbatasan yang sangat bervariasi sesuai karakteristiknya masing-masing

9.2.1.9. Daerah Tertinggal


Daerah tertinggal secara umum menghadapi isu-isu utama rendahnya kinerja
perekonomian daerah dan rendahnya kesejahteraan masyarakat, yang terkait dengan
permasalahan: (i) Belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam
pengembangan perekonomian daerah tertinggal, yang disebabkan : rendahnya kualitas
SDM dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal; lemahnya koordinasi
antarpelaku pembangunan di daerah tertinggal dan belum dimanfaatkannnya kerjasama
antardaerah tertinggal pada aspek perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan
pembangunan; (ii) Belum optimalnya tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal,
khususnya pada aspek kebijakan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi,
dan pengendalian pembangunan; (iii) Rendahnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap
pusat-pusat pertumbuhan wilayah, khususnya terhadap sentra-sentra produksi dan
pemasaran karena belum didukung oleh sarana dan prasarana angkutan barang dan
penumpang yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tertinggal; dan (iv)
Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung ekonomi lainnya, yang meliputi energi
listrik, telekomunikasi, irigasi dan air bersih.
Permasalahan mendesak yang akan diselesaikan di tahun 2012 pada daerah
tertinggal adalah :
1.

Belum optimalnya koordinasi lintas sektor dan koordinasi antar pemerintah pusat
dan daerah dalam pengarusutamaan percepatan pembangunan daerah tertinggal.

2.

Belum optimalnya fasilitasi dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal,


terutama menghadapi beragamnya bentuk dan intensitas permasalahan antardaerah
tertinggal.

II.9-28

RKP 2012

9.2.1.10. Kawasan Rawan Bencana


Permasalahan yang mendesak untuk diselesaikan pada tahun 2012 adalah:
1.

Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana pemerintah daerah dan masyarakat


melalui pelatihan dan pembinaan penanggulangan bencana.

2.

Dengan memperhatikan ancaman bencana yang masih akan terus terjadi maka
kapasitas tanggap darurat yang meliputi penanganan korban bencana, penanganan
pengungsi, pemenuhan kebutuhan logistik dan peralatan masih perlu untuk
ditingkatkan dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas.

3.

Keterbatasan sumber daya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana,


menyebabkan terhambatnya proses pemulihan wilayah pasca bencana yang
memerlukan dukungan percepatan berbagai pemangku kepentingan.

4.

Koordinasi
Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
dalam
pelaksanaan
program/kegiatan, komitmen alokasi anggaran, serta tata kelola dan manajemen aset.

9.2.1.11. Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah


Seiring dengan langkah mewujudkan harmonisasi kebijakan antara Pemerintah dan
pemerintah daerah, serta melaksanakan proses pembangunan yang lebih efisien, efektif,
dan mampu meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah, beberapa tantangan yang
dihadapi antara lain
1.

Masih terdapat perbedaan persepsi dan komitmen antara Pusat-Daerah mengenai


pembagian urusan.

2.

Masih tingginya animo masyarakat di daerah untuk pembentukan daerah otonom


baru (DOB).

3.

Kerjasama daerah belum menjadi prioritas pemerintah daerah dalam penyediaan


pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Permasalahan yang paling mendesak untuk ditangani terkait peningkatan


desentralisasi, serta peningkatan kualitas hubungan pusat daerah dan antar daerah
adalah :
1.

Penataan Pembagian Urusan Pemerintahan antar Tingkat Pemerintahan, mencakup:


(i) belum sinergisnya penyelenggaraaan pemerintahan dan pembangunan daerah
antara pusat dan daerah; (ii) masih banyak daerah yang belum menyusun perda
kewenangan atau urusan; (iii) belum selesainya revisi UU No. 32 Tahun 2004.

2.

Penataan Daerah, mencakup: (i) masih terdapat banyak usulan pembentukan Daerah
Otonom Baru (DOB); (ii) belum disahkannya Grand Design/Desain Besar Penataan
Daerah (Desartada) dalam bentuk peraturan perundang-undangan sehingga belum
dapat diimplementasikan; dan (iii) masih banyak Daerah Otonom Baru (DOB) yang
berkinerja belum baik.

3.

Peningkatan Kerja Sama Daerah. Kerja sama antar daerah di Indonesia sudah mulai
berjalan, tetapi masih terdapat permasalahan berupa masih banyak daerah yang

RKP 2012

II.9-29

berorientasi hanya pada pengembangan daerah dengan upaya sendiri (ego


kedaerahan) sehingga belum memanfaatkan peluang kerja sama daerah di berbagai
bidang.
4.

Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah, mencakup: (i) belum


terkoordinasi dan terintegrasikannya peraturan pelaksana yang mengatur tentang
evaluasi kinerja pemerintah daerah (ii) Indikator Kinerja Kunci (IKK) belum fokus
dan terlalu banyak dalam penilaian evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah dan tidak semua mewakili kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang
sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan (iii) terjadi
keterlambatan publikasi hasil penilaian EKPPD tahun 2009 kepada pemerintah
daerah.

9.2.1.12. Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah


Untuk mencapai sasaran dalam prioritas tata kelola dan kapasitas pemerintah
daerah, tantangan yang dihadapi adalah masih dibutuhkannya pengembangan kapasitas
daerah yang berkesinambungan yang mencakup aspek kelembagaan, aparatur, dan
keuangan daerah.
Beberapa masalah yang perlu ditangani yaitu menyangkut kapasitas kelembagaan,
kapasitas aparatur pemerintah daerah dan kapasitas keuangan daerah. Inti pokok
permasalahan tersebut disampaikan sebagai berikut:
1.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dan DPRD, mencakup: (i)


belum tersusunnya seluruh Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang bersifat urusan
wajib dan merupakan pelayanan dasar; (ii) belum selesainya perhitungan analisis
satuan
biaya
(costing) untuk
beberapa
SPM
yang disusun oleh
Kementerian/Lembaga; (iii) belum berjalannya kelembagaan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik berdasarkan SPM; (iv) belum tersusunnya NSPK (Norma, Standar,
Pedoman dan Kriteria) di beberapa sektor secara lengkap untuk digunakan sebagai
pedoman di daerah; dan (v) belum diterapkannya SPM yang sudah ditetapkan
Kementerian/Lembaga di daerah; (iv) belum terselesaikannya revisi atas Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

2.

Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD, mencakup:


(i) belum meratanya tingkat kompetensi atau kualitas dan pengelolaan atau
pendayagunaan
aparatur
pemerintah
daerah,
terutama
di
level
kecamatan/kelurahan, dan anggota DPRD dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya; dan (ii) masih kurangnya sosialisasi Grand Strategy Penyelenggaraan
Diklat untuk dapat menjadi panduan bagi daerah dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan substantif yang terintegrasi dan sesuai dengan kebutuhan
daerah.

3.

Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah, mencakup: (i) belum


optimalnya daya serap dan realisasi pelaksanaan APBD; (ii) belum optimalnya
perolehan pendapatan pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber
penerimaan daerah; (iii) belum optimalnya kualitas pengelolaan dan pelaporan
keuangan daerah.

II.9-30

RKP 2012

9.2.2. Sasaran
9.2.2.1. Data dan Informasi Spasial
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, sasaran prioritas bidang data dan
informasi spasial yang akan dicapai pada tahun 2012 adalah: (i) meningkatnya koordinasi
kegiatan survei dan pemetaan nasional; (ii) meningkatnya kuantitas dan kualitas data dan
informasi spasial, dengan memprioritaskan pada tersedianya data spasial untuk
mendukung percepatan penyusunan RDTR sebagian Kabupaten/Kota di wilayah koridor
ekonomi Indonesia, serta untuk wilayah prioritas pembangunan nasional lainnya (KEK dan
KAPET); (iii) meningkatnya akses terhadap data dan informasi spasial; dan (iv)
meningkatnya kuantitas dan kuantitas sumberdaya manusia di bidang survei dan
pemetaan.
9.2.2.2. Penataan Ruang
Sasaran yang akan dicapai oleh Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang
pada Tahun 2012 adalah: (i) penyelesaian materi teknis peraturan perundangan amanat
UU 26/2007; (ii) penyerasian peraturan pelaksanaan UU 26/2007 dengan UU sektoral
terkait untuk memudahkan implementasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah; (iii)
persetujuan substansi teknis untuk RTRW kabupaten dan kota yang belum mengacu pada
PP 26/2008; (iv) penguatan kelembagaan penataan ruang; dan (v) penyerasian rencana
pembangunan dengan RTR.
9.2.2.3. Pertanahan
Dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan pertanahan agar lebih
berkontribusi dalam pembangunan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat banyak,
sasaran yang perlu dicapai pada tahun 2012 adalah: (i) peningkatan penyediaan peta
pertanahan sekitar 2,5 juta hektar; (ii) percepatan sertifikasi (legalisasi) aset tanah
sebanyak 759.000 bidang; (iii) inventarisasi dan identifikasi tanah terlantar seluas 446
satuan pekerjaan (SP, 1 SP=500 hektar).
9.2.2.4. Perkotaan
Sasaran pembangunan perkotaan pada tahun 2012 adalah tersusunnya kebijakan
pembangunan perkotaan yang dapat menjadi pedoman dan acuan bagi penyelenggaraan
pembangunan perkotaan oleh pemerintah pusat, sektor maupun pemerintah daerah; serta
terlaksananya upaya-upaya pengurangan kesenjangan pembangunan antara kota
metropolitan, besar, menengah melalui:
1.

Terlaksananya pengendalian pembangunan kota-kota besar dan metropolitan melalui


peningkatan kelembagaan dan kerjasama pengelolaan kawasan metropolitan
terutama dalam pengelolaan infrastruktur lintas wilayah di daerah perbatasan kota
dan untuk mendukung peran kawasan metropolitan dalam Koridor Ekonomi,
penyediaan pelayanan publik untuk mendukung peningkatan daya saing di tingkat
nasional dan internasional, peningkatan upaya-upaya pengelolaan lingkungan,

RKP 2012

II.9-31

mitigasi bencana, dan antisipasi dampak perubahan iklim yang diarusutamakan


dalam setiap kegiatan pengelolaan perkotaan, serta peningkatan perencanaan dan
pengendalian pemanfaatan ruang di pinggiran kawasan metropolitan.
2.

Terlaksananya percepatan pembangunan kota-kota menengah dan kecil, melalui


pengembangan ekonomi lokal dan peningkatan iklim investasi, serta penyediaan
pelayanan publik terutama untuk mendukung mendorong pengembangan
perekonomian di kota-kota menengah dan kecil.

9.2.2.5. Perdesaan
Sasaran yang akan dicapai tahun 2012 adalah :
1.

Menguatnya kapasitas dan peran pemerintahan desa, serta kelembagaan masyarakat


melalui peningkatan kapasitas aparat desa dan kelurahan, pelayanan administrasi
pemerintahan desa dan kelurahan, pemantapan Badan Permusyawaratan Desa,
penyediaan sarana prasarana pemerintahan desa (kantor desa), pengelolaan
keuangan dan aset desa, penataan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan,
pengembangan pusat pertumbuhan antar desa (PPTAD), pendataan dan
pendayagunaan profil desa/kelurahan, dan penyelenggaraan sistem perencanaan
yang integratif dan partisipatif.

2.

Meningkatnya keberdayaan masyarakat perdesaan dan perlindungan masyarakat


adat, melalui peningkatan kesejahteraan dan pengembangan potensi sosial budaya
masyarakat, pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga, pengembangan dan
perlindungan tenaga kerja, pembinaan, pelestarian dan pemberdayaan adat, sosial
dan budaya nusantara, serta pemberdayaan perempuan.

3.

Meningkatnya pengembangan ekonomi perdesaan, melalui pengembangan usaha


ekonomi keluarga/masyarakat pesisir, pengembangan kewirausahaan, penguatan
kelembagaan Badan Usaha Milik Desa/Kelurahan, pengembangan usaha perkreditan
dan simpan pinjam, pengembangan dan pengelolaan pasar desa/pasar lokal dan
pengembangan informasi pasar, dan penyediaan sarana dan prasarana pemasaran
hasil produksi masyarakat desa.

4.

Meningkatnya sarana prasarana perdesaan yang mendukung percepatan


pembangunan perdesaan melalui peningkatan akses dan ketersediaan sarana
prasarana dasar, terutama terkait penyediaan rumah, air bersih, dan listrik bagi
masyarakat perdesaan.

5.

Meningkatnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan


hidup yang seimbang dan berkelanjutan, termasuk meningkatnya ketahanan pangan
masyarakat perdesaan, melalui pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Desa
(CPPD), pengelolaan konservasi dan rehabilitasi lingkungan perdesaan,
pemasyarakatan dan kerjasama teknologi tepat guna, pemanfaatan lahan pesisir
perdesaan.

II.9-32

RKP 2012

9.2.2.6. Ekonomi Lokal dan Daerah


Sasaran dari pengembangan ekonomi lokal dan daerah untuk 2012 adalah:
1.

Terwujudnya iklim investasi pengembangan ekonomi daerah yang kondusif dalam


mendukung koridor ekonomi dengan: (i) Tersusunnya regulasi/kebijakan
pengembangan ekonomi lokal dan daerah terkait dengan optimalisasi potensi,
promosi, sarana dan prasarana, kerjasama serta kelembagaan ekonomi daerah, dan
(ii) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi daerah.

2.

Meningkatnya kemandirian dan keberlanjutan program/ kegiatan pengembangan


ekonomi daerah dalam mendukung koridor ekonomi, terutama di daerah dengan :
(i) Terlaksananya peningkatan wawasan aparatur dalam bidang pengembangan
ekonomi lokal dan daerah, dan (ii) Terbentuknya forum lintas stakeholder terkait
perencanaan dan penganggaran program/ kegiatan pengembangan ekonomi lokal
dan daerah.

3.

Terintegrasinya sumber daya dari berbagai stakeholder (pemerintah, dunia usaha,


dan akademisi) dalam upaya fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah
mendukung koridor ekonomi dengan terwujudnya fasilitasi pengembangan usaha
ekonomi kawasan transmigrasi sebagai kawasan perkotaan baru di kawasan
tertinggal, perbatasan, dan strategis, termasuk kawasan agropolitan, minapolitan, dan
lain-lain.

4.

Meningkatnya hubungan kerjasama antar daerah dan kemitraan pemerintah-swasta


dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal dan daerah, termasuk
pengembangan koridor ekonomi, dengan mewujudkan fasilitasi kerja sama antar
daerah dan kemitraan pemerintah swasta dalam mendukung pengembangan
ekonomi kawasan di kawasan tertinggal, perbatasan, dan strategis, termasuk
kawasan agropolitan, minapolitan, dan lain-lain.

5.

Meningkatnya akses terhadap sarana dan prasarana fisik pendukung kegiatan


ekonomi lokal dan daerah, termasuk dalam mendukung pengembangan koridor
ekonomi, dengan terbangunnya kawasan yang didukung oleh infrastruktur ekonomi
dan sosial wilayah.

9.2.2.7. Kawasan Strategis


Sasaran pengembangan kawasan strategis Tahun 2012, antara lain: (i) tersedianya
infrastruktur dasar dan pendukung bagi pengembangan dan pengelolaan kawasan
strategis pada 13 KAPET, 4 KPBPB, dan KEK; (ii) terselesaikannya sejumlah peraturan
lintas kementerian dan pemerintah daerah yang sinergi dalam mendukung pengelolaan 13
KAPET, 4 KPBPB, dan KEK, diantaranya melalui kebijakan insentif fiskal dan insentif non
fiskal, pelimpahan kewenangan, dan kemudahan penyediaan (pembebasan) lahan; dan (iii)
pertumbuhan aktivitas ekonomi kawasan pada 13 KAPET, 4 KPBPB, dan KEK.

RKP 2012

II.9-33

9.2.2.8. Kawasan Perbatasan


Sasaran prioritas bidang pembangunan kawasan perbatasan pada tahun 2012
merupakan kelanjutan dari sasaran pembangunan tahun sebelumnya sesuai dengan
sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional 2010-2014, antara lain :
1.

Tercapainya kemajuan yang signifikan dalam upaya penyelesaian segmen batas darat
dan laut antara RI dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Timor Leste, Vietnam, dan
Palau

2.

Menurunnya tingkat kejadian kegiatan ilegal secara gradual di seluruh kawasan


perbatasan darat dan laut

3.

Meningkatnya akses masyarakat kepada sarana dan prasarana


prioritas 39 kecamatan perbatasan

4.

Meningkatnya pendapatan masyarakat dengan prioritas di 39 kecamatan perbatasan


prioritas

5.

Terciptanya keterkaitan sistem produksi dan distribusi antara Pusat Kegiatan


Strategis Nasional (PKSN) dengan pusat kegiatan di kecamatan perbatasan sekitarnya
dalam suatu sistem kawasan pengembangan ekonomi.

dasar, dengan

9.2.2.9. Daerah Tertinggal


Sasaran pembangunan daerah tertinggal pada tahun 2012 adalah meningkatnya
kinerja pembangunan daerah tertinggal yang direfleksikan oleh:
1.

Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,8


persen pada tahun 2012.

2.

Berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal hingga mencapai


rata-rata sebesar 16.6 persen pada tahun 2012.

3.

Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal yang diindikasikan


oleh rata-rata Indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2012 menjadi 69,9.

9.2.2.10. Kawasan Rawan Bencana


Pada tahun 2012, sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam upaya peningkatan
kemampuan pengelolaan bencana, meliputi:
1.

Meningkatnya kapasitas kelembagaan bencana didaerah terutama di daerah dengan


tingkat kerawanan bencana yang tinggi, serta terintegrasinya kebijakan pengurangan
risiko bencana baik dalam sistem perencanaan pembangunan daerah maupun dalam
perencanaan pemulihan pasca bencana.

2.

Terlaksananya penanganan kedaruratan yang efektif dan efisien melalui peningkatan


kapasitas sumber daya penanggulangan bencana daerah dan koordinasi antar
pemangku kepentingan.

3.

Terlaksananya percepatan pemulihan wilayah pasca bencana melalui peningkatan


kapasitas koordinasi perencanaan, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi serta
peningkatan partisipasi berbagai pemangku kepentingan.

II.9-34

RKP 2012

4.

Peningkatan koordinasi dan konsultasi di antara pemerintah daerah dengan


kementerian/lembaga terkait, terutama dalam pelaksaan program/kegiatan di
daerah, komitmen terhadap alokasi anggaran baik di kementerian/lembaga terkait
maupun di pemerintah daerah provinsi/kabupaten dan kota. Tata kelola dan
manajemen aset rehabilitasi dan rekonstruksi yang masih memerlukan perhatian
bersama antar stakeholder.

5.

Pelaksanaan Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias.

9.2.2.11. Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah


Berpedoman pada RPJMN 2010-2014, sasaran yang paling utama untuk prioritas
bidang desentralisasi, hubungan pusat daerah dan antardaerah pada tahun 2012 adalah
meningkatnya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah yang ditandai dengan tertatanya perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan antartingkat pemerintahan, peningkatan
kerja sama daerah, pembatasan dan penghentian pemekaran wilayah, dan terlaksananya
sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaran pemerintahan daerah yang baik, dengan
uraiannya disampaikan sebagai berikut:
1.

Penataan Pembagian Urusan Pemerintahan antar Tingkat Pemerintahan, mencakup


(i) Menguatnya peran 33 gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi; (ii)
Terselesaikannya peraturan pelaksana atas Undang-Undang Revisi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (iii) Sosialisasi peraturanperaturn bidang otonomi daerah (iv) Penyelesaian Peraturan Daerah (Perda)
mengenai kewenangan/urusan (wajib dan pilihan) oleh semua pemerintahan
provinsi dan kabupaten/kota, (v)Tersusunnya Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
(NSPK) untuk 22 bidang urusan oleh K/L dan fasilitasi implementasi NSPK.

2.

Penataan Daerah, mencakup: (i) Terlaksananya evaluasi menyeluruh terhadap


kinerja Daerah Otonom Baru yang difokuskan pada bidang ekonomi, sosial, politik,
dan tata kelola kepemerintahan.

3.

Peningkatan Kerja Sama Daerah, mencakup: (i) Meningkatnya jumlah daerah yang
melaksanakan kerja sama daerah dalam bidang ekonomi, prasarana, dan pelayanan
publik; (ii) Meningkatnya daerah yang menerima manfaat dari kerja sama daerah
dalam bidang ekonomi, prasarana, dan pelayanan publik.

4.

Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah, mencakup: (i) Terwujudnya


80% daerah yang mengalami peningkatan kinerja pemerintahan daerahnya dalam
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah; (ii) Semakin mantapnya sistem
dalam pelaksanaan EPPD termasuk IKK, metode dan alat untuk mengukur kinerja
pemerintahan daerah.

9.2.2.12. Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah.


Berpedoman pada RPJMN 2010-2014, sasaran yang paling utama untuk prioritas
bidang peningkatan kapasitas pemerintah daerah pada tahun 2012 adalah terwujudnya
pemerintahan daerah yang memiliki kapasitas yang memadai untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah dalam kerangka NKRI
RKP 2012

II.9-35

yang ditandai dengan terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efisien dan
efektif, meningkatnya efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah,
aparatur pemerintah daerah dan anggota DPRD yang profesional, terlaksananya standar
pelayanan minimal, serta ditetapkannya dan dilaksanakannya peraturan daerah yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan uraian sebagai berikut:
1.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dan DPRD, mencakup: (i)


Diterapkannya 15 (lima belas) Standar Pelayanan Minimum (SPM) di daerah.

2.

Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD, mencakup


(i) Pelaksanaan Grand Strategy Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan (Diklat) di
33 provinsi.

3.

Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah, mencakup: (i) Meningkatnya


persentase jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah memanfaatkan DAK
sesuai Petunjuk Pelaksanaan dan meningkatkan persentase daerah yang telah
optimal dalam penyerapan DAK; (ii) Terdapatnya 50% kabupaten/kota yang jumlah
persentase rata-rata belanja langsung lebih besar dibandingkan belanja tidak
langsung; (iii) Terdapatnya 80% jumlah APBD yang disahkan secara tepat waktu; (iv)
Meningkatnya persentase rata-rata perolehan pajak dan retribusi daerah terhadap
APBD kabupaten/kota dan provinsi,serta hasil penerimaan investasi dan barang milik
daerah terhadap PAD; (v) Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dalam
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

9.3. Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012


9.3.1. Pembangunan Data dan Informasi Spasial
Pada tahun 2012, kebijakan yang akan ditempuh adalah menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui pemetaan seluruh wilayah nasional serta
memperkuat daya saing perekonomian nasional melalui penyediaan data dan informasi
spasial, dengan memusatkan perhatian pada penyediaan data spasial untuk wilayahwilayah prioritas pembangunan nasional (koridor ekonomi Indonesia, KEK dan KAPET).
Berdasarkan arah kebijakan tersebut, strategi prioritas bidang data dan informasi spasial
yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah: (i) meningkatkan koordinasi kegiatan
survei dan pemetaan nasional; (ii) meningkatkan kualitas dan kuantitas data dan informasi
spasial, dengan memprioritaskan pada upaya menyediakan data spasial untuk mendukung
percepatan penyusunan RDTR sebagian Kabupaten/Kota di wilayah koridor ekonomi
Indonesia, dan untuk wilayah prioritas pembangunan nasional lainnya (KEK dan KAPET);
(iii) meningkatkan akses terhadap data dan informasi spasial; dan (iv) meningkatkan
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia di bidang survei dan pemetaan.
9.3.2. Penyelenggaraan Penataan Ruang
Arah kebijakan pada Tahun 2012 difokuskan pada: (i) penyelesaian materi teknis
peraturan perundangan amanat UU 26/2007 antara lain Revisi PP 16/2004 tentang
Penatagunaan Tanah, RPP Penatagunaan Air dan RPP Penatagunaan Udara, penyusunan
RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) Perkotaan Kendal-Demak-Ungaran-SalatigaSemarang-Purwodadi (Kedungsepur), RTR KSN Perkotaan Gresik-Bangkalan-MojokertoII.9-36

RKP 2012

Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila), RTR KSN Kawasan PangandaranKalipuncang-Segara Anakan-Nusakambangan (Pacangsanak), RTR KSN Candi Prambanan,
RTR KSN Fasilitas Uji Terbang Roket dan Pengamat Dirgantara Pamengpeuk, RTR KSN
Taman Nasional Kerinci Seblat, RTR KSN Kawasan Toraja dan sekitarnya, RTR KSN KAPET
Khatulistiwa, RTR KSN KAPET Batulicin, RTR KSN Taman Nasional Komodo, RTR KSN
Tanjung Puting, RTR KSN Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat, dan
RTR KSN Kawasan Timika; (ii) penyerasiannya peraturan pelaksanaan UU 26/2007 dengan
peraturan pelaksanaan UU sektoral terkait; (iii) persetujuan substansi teknis RTRW untuk
184 kabupaten dan 52 kota; (iv) penguatan kelembagaan penataan ruang, salah satunya
melalui pelatihan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS); (v) penyerasian sasaran dan
indikator rencana pembangunan (RKP, RPJMD dan RKPD) dengan indikasi program lima
tahunan dalam RTRWN, RTR Pulau, RTRWP dan RTRWK dan (vi) penyiapan rencana
pengembangan kawasan yang termasuk dalam 6 koridor pengembangan ekonomi.
9.3.3. Pengelolaan Pertanahan
Arah kebijakan prioritas bidang pertanahan adalah meningkatkan efektivitas
pengelolaan pertanahan program dukungan manajeman dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya melalui strategi:
1.
2.
3.

Peningkatan penyediaan peta pertanahan.


Percepatan legalisasi aset tanah.
Inventarisasi dan identifikasi tanah terlantar.

9.3.4. Pembangunan Perkotaan


Dalam upaya menyeimbangkan pertumbuhan kota-kota metropolitan, besar,
menengah, dan kecil, mengendalikan pembangunan kota-kota besar dan metropolitan,
serta mempercepat pembangunan kota menengah dan kecil terutama di luar Pulau Jawa
untuk menjalankan peran sebagai "motor penggerak" pembangunan wilayah di sekitarnya,
maka pembangunan perkotaan perlu tetap berfokus pada pengembangan kota sebagai
pendorong pertumbuhan nasional dan regional serta kota sebagai tempat tinggal yang
berorientasi pada kebutuhan penduduk kota. Kebijakan pembangunan perkotaan tahun
2012 perlu lebih difokuskan kepada upaya pengendalian pengembangan kota besar dan
metropolitan dan percepatan pembangunan kota-kota menengah dan kecil.
Fokus prioritas penyusunan kebijakan pembangunan perkotaan pada tahun 2012
adalah pengendalian pembangunan kota-kota metropolitan dan kota-kota besar, dengan:
1.

Menyiapkan kebijakan pembangunan perkotaan.

2.

Menguatkan kelembagaan dan kerjasama antarkota, yang dilakukan dengan:


(i) Fasilitasi pembentukan Badan Kerjasama Kawasan Metropolitan, (ii) Fasilitasi
peningkatan kapasitas lembaga/badan pengelola kawasan perkotaan, (iii) Fasilitasi
penyusunan Rencana Objek Kerjasama dengan prioritas pada pengelolaan
transportasi dan penyediaan pelayanan publik di kawasan pinggiran kota, dan
(iv) Fasilitasi forum koordinasi pembangunan perkotaan tingkat provinsi di kawasan
metropolitan, termasuk untuk mendukung koordinasi optimalisasi peran kawasan
metropolitan dalam pengembangan Koridor Ekonomi.

RKP 2012

II.9-37

3.

Meningkatkan penanganan polusi lingkungan dan mitigasi bencana dalam


pengelolaan perkotaan, yang dilakukan dengan : (i) Fasilitasi penyusunan Peraturan
Daerah tentang pengelolaan lingkungan, mitigasi bencana, dan pengarusutamaan
antisipasi dampak perubahan iklim dalam pengelolaan perkotaan, (ii) Fasilitasi
penyusunan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah, (iii) Fasilitasi
pembentukan Kelompok Kerja sanitasi perkotaan, (iv) Fasilitasi peningkatan kualitas
pengembangan perkotaan dan kapasitas kelembagaan di kota-kota rawan bencana,
dan (v) Fasilitasi peningkatan kualitas pengembangan perkotaan melalui penyusunan
rencana detail pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan percontohan RTH.

4.

Menyediakan pelayanan publik untuk peningkatan daya saing pada tingkat


internasional di kota-kota metropolitan dan besar, yang dilakukan dengan:
(i) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam menjembatani antara perencanaan dan
pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur pelayanan publik, dan (ii) Penyediaan
sarana dan prasarana, terutama sistem transportasi perkotaan dan infrastruktur
jalan.

5.

Meningkatkan implementasi rencana tata ruang perkotaan dan pengendalian


pemanfaatan ruang perkotaan, yang dilakukan dengan fasilitasi penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang kota.
Fokus prioritas pembangunan kota-kota menengah dan kecil pada tahun 2012 adalah :

1.

Meningkatkan investasi dan pembangunan ekonomi di perkotaan, yang dilakukan


dengan (i) Fasilitasi penyusunan strategi dan agenda pengembangan ekonomi lokal
sebagai bagian dari strategi pembangunan perkotaan di kota-kota menengah yang
ditetapkan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), terutama dalam kaitannya untuk meningkatkan
keterkaitan dengan kawasan agropolitan dan minapolitan, (ii) Fasilitasi
pembangunan pasar, (iii) Fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penyusunan
kebijakan tentang pengelolaan pasar tradisional, dan (iv) Penyusunan pedoman
tentang penataan kelembagaan ekonomi perkotaan.

2.

Menyediakan pelayanan publik untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal,


yang dilakukan dengan (i) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam menjembatani antara
perencanaan dan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur pelayanan publik
sesuai dengan Standar Pelayanan Perkotaan, (ii) Fasilitasi dan supervisi
penyelenggaraan penyerahan aset Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) dari
pengembang ke Pemerintah Daerah, dan (iii) Optimalisasi dan peningkatan
pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) infrastruktur untuk pembangunan
infrastruktur pelayanan publik.

II.9-38

RKP 2012

9.3.5. Pembangunan Perdesaan


Arah kebijakan pembangunan perdesaan tahun 2012 adalah meningkatkan
keberdayaan dan kemandirian masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memperkuat
pembangunan yang inklusif dan berkeadilan berbasis keunggulan daerah.
Arah kebijakan pembangunan kawasan perdesaan diwujudkan dalam beberapa
strategi yang difokuskan pada daerah perdesaan yang masih belum memenuhi kebutuhan
dasar minimum, yaitu Desa-Desa di Daerah Transmigrasi, Daerah Tertinggal, Daerah
Perbatasan, Daerah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Terluar, dan Daerah Hutan/Konservasi.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menguatkan kapasitas, peran, dan tata kelola pemerintahan desa dan kelurahan.
Meningkatkan kualitas dasar sumber daya manusia perdesaan, termasuk peningkatan
pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan dasar dan kesehatan dasar.
Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan.
Meningkatkan ekonomi perdesaan, termasuk membangun kerjasama antar desa.
Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan, termasuk
peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, dan
prasarana pendukung kegiatan ekonomi desa.
Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat perdesaan.
Meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana.

9.3.6. Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah


Arah kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada tahun 2012 adalah meningkatkan
keterkaitan ekonomi antara desa-kota atau antara wilayah produksi dengan wilayah pusat
pertumbuhan (hulu-hilir). Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem tata kelola
yang baik dan dengan meningkatkan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Arah kebijakan dan strategi pengembangan ekonomi lokal dan daerah tersebut
diwujudkan dalam 5 (lima) fokus prioritas sebagai berikut :
1.

Meningkatkan tata kelola ekonomi daerah, dilakukan dengan: (i) Menyusun rencana
tata ruang dan masterplan kegiatan kawasan yang berpotensi menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi daerah yang baru, dan (ii) Meningkatkan peran dan fungsi
kelembagaan usaha ekonomi daerah dalam perizinan usaha.

2.

Meningkatkan kapasitas SDM pengelola ekonomi daerah, dilakukan dengan


(i) Meningkatkan
kapasitas
SDM
aparatur
di
bidang
kewirausahaan
(entrepreneurship), dan (ii) Meningkatkan kompetensi SDM stakeholder lokal/
daerah dalam mengembangkan usaha ekonomi daerah.

3.

Meningkatkan fasilitasi/ pendampingan dalam pengembangan ekonomi lokal dan


daerah, dilakukan dengan: mengembangkan lembaga fasilitasi pengembangan
ekonomi lokal dan daerah yang terintegrasi secara lintas stakeholder (pemerintah,
dunia usaha, dan akademisi) di pusat dan di daerah.

4.

Meningkatkan kerjasama dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah, dilakukan


dengan: (i) Meningkatkan kerjasama ekonomi antardaerah yang memiliki pusatpusat pertumbuhan ekonomi daerah dengan daerah belakangnya, antara daerah

RKP 2012

II.9-39

tersebut dengan daerah lainnya, dan (ii) Meningkatkan kemitraan pemerintah-swasta


dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah.
5.

Meningkatkan akses terhadap sarana dan prasarana fisik pendukung kegiatan


ekonomi lokal dan daerah, dilakukan dengan: mengembangkan prasarana dan sarana
kawasan yang berpotensi menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.

9.3.7. Pengembangan Kawasan Strategis


Berdasarkan identifikasi masalah dan sasaran capaian, maka arah kebijakan
pembangunan tahun 2012, difokuskan pada: (i) terciptanya efektifitas koordinasi dalam
rangka pengembangan kawasan melalui sinergi penganggaran program/kegiatan lintas
sektor, lintas pelaku usaha dan lintas wilayah terutama bagi penyediaan infastruktur; (ii)
penyelesaian peraturan pendukung terkait dengan kebijakan insentif fiskal, non fiskal,
pelimpahan kewenangan dan penyediaan (pembebasan) lahan; (iii) peningkatan laju
investasi dan PDRB wilayah.
Fokus kebijakan tersebut selanjutnya dijabarkan secara spesifik berdasarkan tipe
kawasan, sebagai berikut: untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET),
kebijakan tahun 2012 diarahkan pada: (ii) penyelesaian revitalisasi KAPET yang
terintegrasi dengan KEK dan Koridor Ekonomi; (ii) pengembangan sumber daya manusia
(SDM) terutama yang terkait dengan pengelolaan dan penerapan teknologi yang
memberikan nilai tambah dan daya saing produk-produk unggulan; (iii) penyediaan jalan
kolektor yang menghubungkan pusat produksi dengan lokasi industri, pemasaran/outlet
ekspor (KEK dan Koridor Ekonomi); (iv) fasilitasi pemerintah pusat dan daerah dalam
rangka promosi, kelancaran distribusi, dan pemasaran produk-produk unggulan lokal, (v)
penyiapan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
Untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), kebijakan tahun
2012 diarahkan pada: (i) penyusunan peraturan pelimpahan wewenang yang mendorong
penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), bagi fasilitas kepabeanan, cukai,
dan kerjasama perpajakan khususnya bagi KPBPB Bintan dan KPBPB Karimun; (ii)
tersusunnya strategi dan kebijakan penganggaran lintas sektor dan wilayah terkait dengan
penyediaan dan peningkatan kualitas penyediaan infrastruktur dasar energi dan
telekomunikasi, serta penyediaan fasilitas kepelabuhan laut dan udara yang memenuhi
standar internasional; (iii) penyediaan jaringan jalan transportasi yang menghubungkan
pelabuhan dengan kawasan industri sekitarnya; d) penyelesaian masalah pembebasan dan
status lahan.
Sementara, oleh karena Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) masih dalam tahap
persiapan, maka kebijakan lebih diarahkan pada: (i) penyusunan berbagai peraturan
pelaksanaan pengembangan KEK sebagai penjabaran UU No. 39 tahun 2009; (ii) penetapan
dasar kriteria untuk pemilihan 5 lokasi KEK hingga tahun 2012.

II.9-40

RKP 2012

9.3.8. Pengembangan Kawasan Perbatasan


Berdasarkan isu strategis dan sasaran pembangunan kawasan perbatasan tahun
2012, kebijakan pembangunan kawasan perbatasan tahun 2012 akan diarahkan untuk
"Optimalisasi dan konsolidasi kontribusi seluruh stakeholder dalam upaya penegasan
kedaulatan wilayah NKRI dan peningkatan akses masyarakat terhadap akses pelayanan
ekonomi dan sosial dasar di 39 kecamatan perbatasan prioritas".
Sebagai penjabaran operasional dari strategi dan arah kebijakan tahun 2012 tersebut,
Prioritas Bidang Pengembangan Kawasan Perbatasan tahun 2012 akan memuat 9
(sembilan) kegiatan prioritas baru yang menjadi tanggung jawab Badan Nasional Pengelola
Perbatasan. Kegiatan prioritas selengkapnya pada masing-masing fokus prioritas adalah
sebagai berikut :
1.

Fokus Prioritas Penyelesaian Penetapan dan penegasan batas wilayah negara,


memiliki 2 (dua) kegiatan prioritas yaitu : (i) Pengelolaan Batas Wilayah Darat; dan
(ii) Pengelolaan Batas Wilayah Laut dan Udara.

2.

Fokus prioritas Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum,


memiliki 1 (satu) kegiatan prioritas yaitu Pengelolaan Lintas Batas Negara.

3.

Fokus Prioritas Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan, memiliki 5


(lima) kegiatan prioritas yaitu : (i) Fasilitasi pengembangan wilayah terpadu; (ii)
Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Darat; (iii) Penataan Ruang Kawasan
Perbatasan; (iv) Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Laut; dan (v) Pengelolaan
Infrastruktur Fisik Kawasan Perbatasan.

4.

Fokus Prioritas Peningkatan pelayanan sosial dasar, memiliki 1 (satu) kegiatan


prioritas yaitu Pengelolaan Infrastruktur Ekonomi dan Kesra Kawasan Perbatasan.

5.

Fokus Prioritas Penguatan kapasitas kelembagaan dalam upaya pengembangan


kawasan perbatasan secara terintegrasi, memiliki 3 (tiga) kegiatan prioritas, yaitu:
(i) Pengembangan dan Penataaan Wilayah Administrasi dan Perbatasan; (ii)
Pengembangan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi daerah tertinggal di kawasan
perbatasan; (iii) Pengelolaan Infrastruktur Pemerintahan Kawasan Perbatasan.

9.3.9. Pembangunan Daerah Tertinggal


Memperhatikan permasalahan dan tantangan serta sasaran pembangunan daerah
tertinggal pada tahun 2012, sejalan dengan tema RKP tahun 2012 yaitu "perluasan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat" maka arah kebijakan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal
adalah Peningkatan sinergitas antar sektor pembangunan dan antar pemerintah pusat dan
daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Arah kebijakan ini selanjutnya ditempuh melalui strategi pembangunan yang disesuaikan
dengan karakteristik ketertinggalan suatu daerah.
Percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai
berikut.
1.

Strategi pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal. Untuk mengakselerasi


pertumbuhan ekonomi lokal di daerah tertinggal, diperlukan:

RKP 2012

II.9-41

a.

Dukungan penguatan sentra produksi/klaster usaha skala mikro dan kecil.

b.

Pengembangan kawasan transmigrasi yang berada di daerah tertinggal, baik dari


segi kualitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana kawasan
transmigrasi.

c.

Dukungan pengembangan dan pendayagunaan dalam rangka meningkatkan


kualitas dan kuantitas produk unggulan lokal.

Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan oleh sektor-sektor terkait dalam Bidang


Ekonomi pada Bab III, Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada Bab IV, dan
Bidang Wilayah dan Tata Ruang dalam bab ini.
2.

3.

Strategi penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam


pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal. Untuk
meningkatkan
perekonomian daerah tertinggal, diperlukan:
a.

Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, kelembagaan sosial


masyarakat dan lembaga perekonomian lokal di daerah tertinggal.

b.

Penguatan kelembagaan perlu didukung dengan kerjasama antarlembaga,


sehingga terjadi sinergi peran yang baik dan terpadu dalam rangka
mengoptimalkan pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal.

Strategi peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di daerah


tertinggal. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, diperlukan:
a.

Pelayanan kesehatan khusus untuk daerah tertinggal dan pulau-pulau kecil


terdepan (terluar) melalui pelayanan medik spesialis di RS bergerak.

b.

Pemberian insentif khusus terhadap tenaga kesehatan yang didayagunakan di


daerah tertinggal dan pulau kecil terdepan (terluar), serta pemberian Jamkesmas.

Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan


dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Pembangunan Sosial Budaya
dan Kehidupan Beragama pada Bab II dalam rangka percepatan pembangunan
daerah tertinggal.
4.

Strategi peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal.


Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja di
daerah tertinggal, diperlukan:
a.

Penyediaan pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, terutama pada


pendidikan luar sekolah berupa pendidikan ketrampilan hidup (life-skill) melalui
lembaga kursus dan pelatihan lainnya yang berorientasi untuk meningkatkan
kemampuan ketrampilan ekonomi produktif.

b.

Keberpihakan kepada daerah tertinggal untuk mendukung pemerataan tenaga


pendidik melalui pemberian insentif khusus terhadap tenaga pendidik yang
berada di daerah tertinggal, serta peningkatan kompetensi dan profesionalisme
tenaga pendidik di daerah tertinggal.

Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan


dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Pembangunan Sosial Budaya

II.9-42

RKP 2012

dan Kehidupan Beragama pada Bab II, dalam rangka percepatan pembangunan
daerah tertinggal.
5.

Strategi peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur daerah tertinggal serta


peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan. Untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kondisi perekonomian
masyarakat, diperlukan dukungan sarana dan prasarana yaitu pembangunan pasar
tradisional, pembangunan jalan dan jembatan, transportasi keperintisan,
permukiman, serta pembangunan sarana dan prasarana informatika di daerah
tertinggal. Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah
kebijakan dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Sarana dan
Prasarana pada Bab V, dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal.

9.3.10.

Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Resiko Bencana

Untuk mencapai sasaran pengurangan risiko bencana, arah kebijakan yang akan
ditempuh meliputi penguatan kapasitas penanggulangan bencana daerah, mendorong
keterlibatan dan partisipasi lembaga-lembaga non-pemerintah dan masyarakat dalam
upaya penanggulangan bencana, peningkatan sumber daya penanganan kedaruratan dan
bantuan, serta percepatan pemulihan wilayah yang terkena dampak bencana. Melalui arah
kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan bagi peningkatan kinerja
penanggulangan bencana serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap risiko
bencana dan peningkatan pemahaman pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.
Pelaksanaan Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias melalui tiga
agenda utama, yaitu: (i) Penuntasan Sasaran Kesinambungan Rekonstruksi; (ii) Dukungan
Fungsionalisasi terhadap aset-aset hasil Rehabilitasi dan Rekonstruksi, serta (iii)
Dukungan Operasional dan Pemeliharaan aset-aset hasil Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
9.3.11.

Pemantapan Desentralisasi, Peningkatan Kualitas Hubungan Pusat


Daerah dan Antardaerah

Untuk mencapai sasaran pemantapan desentralisasi dan peningkatan sinergitas


pusat-daerah dan antardaerah, maka arah kebijakan prioritas bidang pemantapan
desentralisasi, hubungan pusat daerah, dan antardaerah adalah menata pembagian urusan
antara Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, meningkatkan kerja sama daerah, menunda untuk sementara waktu
pembentukan daerah otonom baru (DOB), serta meningkatkan pengawasan dan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
1.

Penataan Pembagian Urusan Pemerintahan antar Tingkat Pemerintahan, mencakup:


(i) Penguatan peran gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat; (ii) Penyelesaian
peraturan pelaksana dari Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah; (iii) Harmonisasi peraturan sektoral yang belum sejalan
dengan regulasi tentang desentralisasi di daerah.

2.

Penataan Daerah, mencakup: (i) Meyakinkan para pemangku kepentingan atas


urgensi penghentian pembentukan daerah otonom baru; (ii) Peningkatan kepasitas

RKP 2012

II.9-43

daerah otonom baru agar dapat memberikan pelayanan publik berkualitas dan
mendorong peningkatan daya saing daerah secara mandiri.
3.

Peningkatan Kerja Sama Daerah, mencakup: (i) Memfasilitasi kerja sama daerah yang
diusulkan agar jumlah daerah yang berminat melaksanakan kerja sama meningkat;
(ii) Meningkatkan kerja sama antar daerah, termasuk di dalamnya kerja sama antar
pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan koridor ekonomi yang terdiri
dari berbagai lintas wilayah administrasi; (iii) Meningkatkan kualitas proses
pemutakhiran dan pemantauan jumlah daerah yang sudah melakukan kerjasama
daerah; (iv) Mendiseminasikan pembelajaran atau keberhasilan berbagai bentuk
kerja sama daerah yang telah ada ke daerah lain.

4.

Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah, mencakup: (i) Memantapkan


pelaksanaan sistem EPPD termasuk metode, alat dan Indikator Kinerja Kunci (IKK)
yang terintegrasi dengan sistem evaluasi dan pengawasan pemerintahan dan
pembangunan daerah lainnya; (ii) Penguatan peran Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah (DPOD) dalam fungsi pengawasan dan koordinasi kebijakan bidang otonomi
daerah; (iii) Pengawasan terhadap regulasi daerah, termasuk pengawasan dan
evaluasi terhadap Perda bermasalah dan pengawasan regulasi di daerah-daerah
Otonomi Khusus; (iv) Pengawasan keuangan daerah, yakni pengawasan terhadap
penggunaan dana yang berasal dari anggaran publik agar mampu meningkatkan
kualitas dan kuantitas layanan umum.

9.3.12.

Tata Kelola dan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah

Untuk mencapai sasaran peningkatan tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah
tahun 2012, arah kebijakan peningkatan kapasitas pemerintahan daerah adalah
membentuk pemerintah daerah yang mampu memberikan pelayanan publik yang
berkualitas, mendorong terbentuknya organisasi perangkat daerah yang efisien dan efektif,
serta memiliki kemampuan keuangan yang tinggi dan akuntabel sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik. Seluruh program dan kegiatan yang
terdapat dalam prioritas bidang peningkatan kapasitas pemerintah daerah (kapasitas
kelembagaan, kapasitas aparatur dan kapasitas keuangan), diharapkan mampu
mendukung tercapainya sasaran pembangunan dalam Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Hal tersebut dilaksanakan
dengan:
1.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dan DPRD, mencakup: (i)


Mempercepat realisasi penetapan SPM oleh Kementerian/Lembaga terkait dan
memfasilitasi serta memantau tahapan implementasi awal di daerah; (ii)
Meningkatkan kapasitas kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah melalui orientasi kepemimpinan, legislasi, penganggaran,
pengawasan, serta diklat Regulatory Impact Assesment (RIA).

2.

Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD, mencakup:


(i) Melakukan sosialisasi dan melaksanakan Grand Strategy Penyelenggaraan Diklat
sesuai kebutuhan daerah; (ii) Mengintensifkan pelaksanaan pengembangan
pendidikan lanjutan (S2 dan S3), pelatihan teknis dan subtantif aparat provinsi dan
kabupaten/kota yang terfokus kepada dukungan terhadap SPM pemerintahan dan

II.9-44

RKP 2012

pembangunan daerah dan manajemen keuangan daerah; (iii) Menyusun grand


strategy dan rencana aksi pengelolaan aparatur pemerintah daerah (khususnya
dalam hal rekruitmen, mutasi, promosi, penggajian (remunerasi), rewards and
punishments, jalur karir (career path), pensiun, dan pengembangan jabatan
fungsional; (iv) Mendorong aparatur pemerintah daerah agar berfungsi menjadi
fasilitator dalam rangka peningkatan pelayanan publik berdasarkan SPM,
penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan daerah; (v) Meningkatkan
kapasitas pemimpin daerah untuk dapat melakukan berbagai inovasi peningkatan
pelayanan publik dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah dengan tidak
melanggar peraturan yang ada; (vi) Meningkatkan kapasitas anggota legislatif daerah,
untuk meningkatkan kemampuan anggota DPRD dalam menyusun regulasi yang
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, dan daya
saing daerah, serta harmonis dengan peraturan perundang-undangan di atasnya; (vii)
Meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan
keuangan pemerintah daerah secara profesional dan akuntabel, termasuk dalam
penggunaan sistem akuntansi berbasis teknologi informasi.
3.

Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah, mencakup: (i) Meningkatkan


efisiensi dan efektifitas pemanfaatan Dana Perimbangan, khususnya meningkatkan
optimalisasi penyerapan DAK sesuai petunjuk teknis (Juknis); (ii) Meningkatkan
kapasitas keuangan pemerintah daerah, baik dari aspek pengelolaan sumber daya
daerah maupun dari aspek pemanfaatan dan p4engelolaan keuangan daerah; (iii)
Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan daerah untuk meningkatkan
kualitas belanja daerah dalam APBD; (iv) Meningkatkan penyelenggaraan pembinaan
administrasi anggaran daerah untuk dan ketepatan waktu penetapan APBD; (v)
Membina dan memantau kapasitas pemerintah daerah dalam meningkatkan
pendapatan daerah (PAD) dari pajak/retribusi daerah, investasi, serta pengelolaan
aset daerah.

RKP 2012

II.9-45

Anda mungkin juga menyukai