Anda di halaman 1dari 8

q5',.

'*

KONSEP DASAR HIV-AIDS


MUHAMMAD VITANATA
Sub division Tropik-lnfeksi departemen llmu Penyakit Dalam FK Unair-RSU dr Soetomo

PENDAHULUAN

Gejala dari AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1980an yaitu :Pada tahun 1981., infeksi paru-

paru yang jarang terjadi dikenal Pneumonia Pneumosystis corinii mulai bermunculan pada kaurn
homoseksual yang hidup di Los Angeles dan New York.Pada tahun yang sama, kasus tumor yang sangat
jarang yang dikenal sebagai Sarkomo Koposijuga dilaporkan terjadi pada kaum muda homoseksual.
Tumor ini sebelumnya diketahui menyerang kaum laki-laki dewasa, terutama di bagian dari Afrika.
Gambaran terbaru dari tumor ini iebih agresif pada laki-laki muda dan muncul pada bagian tubuh
dibandingkan pada kulit.Pada pasien-pasien tersebut tercatat terjadi penurunan yang sangat hebat pada
satu tipe sel pada darah yang merupakan bagian terpenting dari sistem imunitas, yaitu sel T CD4*. Sel ini
berfungsi sebagai sel T helper, membantu tubuh melawan suatu infeksi. Tak lama setelah itu, penyakit
initelah dikenal di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Afrika. Pada tahun 1983, ilmuwan asal perancis, Dr.
Luc Montagnier menemukan virus yang dinamakan LAV (Lymphadenopathy Associated Virus) dari
seorang penderita dengan gejala Lymphadenopathy syndrome (pembengkakan kelenjar getah bening).
Selanjutnya pada tahun 7984, Dr Robert Gallo dari National lnstitute of Health, USA menemukan virus
lain yang disebut HTLV-lll (Human T lymphotropic Virus Type lll). Kedua virus ini oleh masing-masing
penemunya diklaim sebagai penyebab AIDS, karena dapat diisolasi dari penclerita AIDS diAmerika, Eropa
dan Afrika Tengah.Penyelidikan lebih lanjut membuktikan kalau kedua virus initernyata sama. Dan pada

akhir Mei

1986, sesuai dengan pertemuan lnternasional Committee on Taxonomy


memberi nama Human lmmunodeficiency Virus (HlV).

of Viruses,

WHO

Struktur HIV
HIV termasuk dalam genus Lentivirus dari

famili Retroviridoe. Struktur HIV hampir sama dengan anggota


genus lentivirus lainnya. Berbentuk sferis yang terdiri atas copsid yang terselimuti dengan envelope yang
berupa komponen membrane dan membrane yang berasal dari sel Host. Copsid berbentuk peluru yang
terbentuk dari protein p24 dari gen gag, copsid berisi dua duplikat utas RNA yang merupakan genorn

virus. Berdekatan dengan RNA virusyang berada di dalam capsid terdapat protein nukleokapsid p7 dan
p9' Didalam capsid juga terdapat enzim reverse transcriptase, RNase H, lntegrase dan protease. Capsid
ini akan dibungkus oleh membrane lipid host yang didapatkan pada saat budding dari sel yang terinfeksi,
sehingga terdapat protein permukaan sel host pada mernbrane HlV.
Dibawah membrane host yang membungkus copsid terdapat matrix yang membentuk struktur virus
yang tersusun oleh protein pL7 gog outer core.

Permukaan luar membrane terdapat envelop glikoprbtein yang terdiri atas dua komponen yaitu gp41
dan gp120. komponen gp41 merupakan protein transmembran dan bagian eksternalnya terikat protein

gp120 secara nonkovalen hidrofobik. Unit gp41-gp120 terdapat pada permukaan virus dalam bentuk
trimer dan berperan dalam binding dan fusi virion pada sel target. Pada tiap permukaan virion terdapat

72 struktur tersebut. Protein tersebut pada envelop virus mengalami glikosilasi kuat

berupa

penambahan kompleks-rantai samping karbohidrat oleh enzim selular selama melewati reticulurn
endoplisma dan apparatus golgi. Kegunaan dari rantai samping karbohidrat untuk evasi dari respons
antibody host (Boisot & Pier, 2004).

{l)}

#+
d"iE
-#rwffi* +
Er*.#

Revers (rarECIiPtase (>6,1)

Gambar lStruktur

HIv .A. struktur HIV;

B. Elektron mikrograf HIV (Goldsby, 2000)

Genom HIV
Genom HIV terdiri dari 2 rnolekul identik single stronded positiveBNA yang biasa dikenal sebagai diploid.
Genom HIV mengkode 3 struktural protein yaitu gog, pol dan en% serta mengkode juga 6 gen regulator.
Dua gen regulatoryaitu

fot

dan rev dibutuhkan pada saat replikasidan empat lainnya yai'tu nef, vif,vpr

dan vpu, tidak dibutuhkan saat replikasi dan dikenal dengan Accessory genes(Levinson, 2004).
Secara umum, gen akan ditranslasi menjadi protein precursor dan akan mengalami pemotongan dan
proses untuk membentuk protein subunit yang matur yang digunakan dalam membentuk virion (Boisot

& Pier,2004).
Gen gog mengkode protein-protein core atau, yang terpenting adalah p24, sebagai antigen yang
digunakan dalam tes serologis.

Gen pol mengkode beberapa protein nonstructural yang berperan sebagai polimerase yaitu protease,
polimerase, RnaseH dan lntegrase. Adalah reverse transkriptase- enzim yang dibutuhkan untuk
mensintesa DNA komplementer (cDNA) dengan templat genom RNA virus. lntegrase yaitu enzim yang

dibutuhkan untuk mengintegrasikan DNA virus ke dalam DNA sel Host. Sedangkan protease dibutuhkan

untuk memotong precursor protein virus. Gen env mengkode gp160, yaitu glikoprotein yang akan
terpecah menjadi 2 bentuk glikoprotein permukaan (envelop), yaitu gp120 dan gp41 .Accessory genes
menghasilkan accessory proteins yang berperan pada infeksi HlV. Protein Tat (Transoctivating Proteinl
yang dikode oleh gen fot, berperan dalam aktivasi trankripsi gen virus. Protein Rev lRegulator of
Expression of virion protein, yang dikode oleh gen rev , membantu transport mRNA dari nucleus ke
sitoplasma sehingga dapat segera dilakukan sintesa protein virus. Protein Nef (NegotiJ regulotory Factorl
yang dikode oleh gen nef, bersama dengan protein Tat berperan dalam merepresi sintesa protein MHC
kelas l, sehingga sel yang terinfeksi virus tidak dapat dikenali oleh Sel T sitotoksik untuk dimusnahkan.
Gen vif, vpr dan vpu menghasilkan Protein Vif, Vpr dan Vpu. Protein Vif (Viral infectivity factor) memicu
infectivitas HIV yaitu dengan menghambat aksiAPOBEC3G, yaitu enzim yang menyebabkan hipermutasi
pada DNA virus. Protein Vpr membantu transport core virus dari sitoplasma ke nucleus pada nondiving
cells. Sedangkan protein Vpu berperan dalam memicu virion lepas dari sel host.
Tropisme sel : reseptor dan koreseptor
Reseptor untuk melekatnya HIV ke permukaan sel adalah CD4, dimana molekr.rl CD4 diekspresikan oleh

sel T dan Makrofag. Diperlukan koreseptor untuk dapat rnernpermudah melekat pada permukaan sel
dan melakukan fusi dengan membran sel sebagai tambahan CD4. Studi di laboratorium menunjukkan I-

cell dan monosit dapat terinfeksi oleh beberapa strain HlV, sedangkan strain tertentu tidak. Diduga
terdapat koreseptor yang berbeda untuk beberapa strain HlV. Secara umum, terdapat dua fenotipe dari
isolat HIV : M-tropic (Macrophage-tropic)isolat, dapat menginfeksi monosit tetapi tidak pada sel T dan f
tropic (Lymphocyte-trophic)-isolat yang dapat'bereplikasi pada selT, tetapi tidak pada monosit. Ekspresi
koreseptor berupa reseptor kemokin pada beberapa sel memberikan jawaban terhadap keberadaan
strain HlV, M-trophic dan T-trophrc. CCR5 terutama digunakan oleh HIV strain Mocrophoge-tropic.
CXCR4 digunakan oleh HIV strain Lymphocyte-trophrc. Sebagai koreseptor adalah reseptor kemokin,
CCRS dan CXCR4. Kemokin adalah sitokin yang memiliki peran sebagai kemoatraktan, kemoatraktansitokin. CCR5 adalah reseptor untuk kemokin Regulatedupon Activation Normal T cell Express Sequence

, Macrophage lnflammatory Protein-lo (MlP-lcr), MIP-1p dan monocyte chemoattractant


protein-2 (MCP-2 ). Sedangkan CXCR4 adalah reseptor untuk kemokin stromal cell-derived factor-1 (SDF1). Karena reseptor kemokin merupakan koreseptor HlV, maka individu dengan homozigot delesi pada
CCR5 atau produk mutan pada molekul tersebut akan melindungi host dari infeksi HlV. Mutasi pada
promoter CCR-5 akan memberikan gambaran melambatnya progresifitas penyakit. Melihat pentingnya
peran koreseptor, strategi pengobatan antiviral juga ada yang diarahkan pada koreseptor HIV tersebut.
Reseptor mirip lectin yang diekspresikan oleh sel Dendritik (DC) yang dinamai DC-SIGN dapat mengikat
(RANTES)

HIV tetapi tidak dapat masuk kedalam sel. Hal ini dapat memfasilitasi transport HIV oleh dendritic cellke
jaringan limfoid dan memicu infeksi pada sel T (Brooks et al, 2004).
PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Kebanyakan AIDS disebabkan oleh HIV-1, dan beberapa kasus oleh HIV-2. Transmisivirus terjadi
melalui cairan tubuh yang terinfeksi seperti hubungan seksual, kontak homoseksual, pengguna an iarum

terkontaminasi, tranfusi darah atau produk darah serta bayi yang dilahirkan ibu dengan penyakit.

HIV adalah virus retro yang menginfeksi sistem imun terutama sel yang mempunyai molekul
permukaan CD4 (sel CD4*) dan menimbulkan destruksi sel tersebut. Partikel HIV terdiri atas genom virus,

satu untaian RNA, diploid, dalam kapsid yang dilindungi envelop lipid asal sel hospes. Siklus hidup HIV :
infeksisel, produksi DNA virus dan integrasi ke dalam genom, ekspresigen virus, produksi partikelvirus.

Virus menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang dise'but gp 120 (120 kD
glikoprotein)yang terutma mengikat sel CD4* dan reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) dari sel manusia.
{Gambar 2)

Gambar 2 - Struktur Virion HIV

Setelah berikatan dengan reseptor sel, membran virus bersatu dengan membran sel hospes dan
virus masuk sitoplasma. Disini envelop virus dilepas oleh protease virus dan RNA menjadi bebas didalam

sitoplama. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzim reverse transcriptose dan kopi DNA bersatu
dengan DNA hospes. DNA yang terintegrasi disebut provirus. (Gambar 3)
Bila sel terinfeksi, seperti CD4*, makrofag dan sel dendritik, diaktifkan oleh beberapa rangsang
eksternal seperti mikroba yang dapat menimbulkan infeksi, sel akan memberikan respon terhadap

transkripsi banyak gen yang sering menimbulkan produksi sitokin. juga provirus dapat diaktifkan,
sehingga diproduksi RNA dan protein virus. Saat ini virus marnpu membentuk struktur inti, bermigrasi ke
membran sel, memperoleh envelop lipid dari sel hospes, kemudian dilepas berupa partikel virus yang
dapat menular dan siap menginfeksi sel lain.
Gambar 4 - Siklus replikasi HIV

*rt-;J'i

li I e

Ir:i.t:--tuilli
!

i:."r'ir_i..

fl-*

{r:iir'}

--: ?
*1S
,1lird

!:f

!'i!:nl

,!

r'

"t+''

r'...t

"i.

q#Bd*r,,iiur*r*
__:t

4a\
*-r
'ti*,,#'

frl*

Rttmbrrirp

te:ffilt{

F*r:+[r,rtir:ri

{
Cltogk:m

--'

U !: r,:L.Er:r'IEI

r-i
=*&t&.
1rer.EH.,

tt
t;+ert,*

jI!*n*'ltrtbn

;
i : r,'t.!:aE-.rrtr1l ifii'>

--*6ula.lory

fsq{eirrl

lnaktivasi partikelvirus dapat dilakukan dengan tindakan berikut ini selama L0 menit pada suhu
kamar, yaitu oleh zat pemutih pakaian (household bleach) 10%, etanol 50%, isopropanolol 35%, lisol
O,SYo, paraformaldehida O,SYo, hidrogen peroksida 0,3%. HIV yang terdapat dalam darah pada jarurn

suntik atau spuit dapat diinaktifkan dengan zat pemutih pakaian yang tidak dicairkan selama 30 detik.
lnaktivasi HIV dalam larutan atau serum dapat pula dilakukan dengan pemanasan pada suhu 56oC
selama 10 menit.

Perjalanan infeksi HIV yang tidak diterapi berlangsung samirai sepuluh tahun. Tahapan infeksi
meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke jaringan limfoid, tahap infeksi laten, peningkatan jumlah
HlV, penyakit klinis dan kematian. Durasi infeksi primer sampai penyakit klinis rata-rata 10 tahun. Pada
kasus tanpa terapi, kematian umumnya terjadi 2 tahun setelah gejala klinis muncul.

Sesudah infeksi primer, ada interval 4 - LL hari antara infeksi mukosa dan viremia awal. Viremia ini

dapat terdeteksi selarna kurang lebih 8 - 12 rninggu. Virus tersebar ke seluruh tubuh dan oargan limfoid
terinfeksi. Terjadi penurunan jumlah sel T CD4*. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3
bulan sesudah infeksi, jumlah virus dalam plasma rnenurun, dan jumlah sel T CD4' kembali meningkat.
Walaupun demikian respon imun tidak bisa mengatasi infeksi HIV sepenuhnya, dan sel yang terinfeksi
HIV bertahan di kelenjar limfe.

Tahap infeksi laten dapat berlangsung sampai 10 tahun. Dalam.tahap ini terjadi replikasi virus
terus menerus. Diperkirakan bahwa 10 triliun partikel HIV diproduksi dan dihancurkan setiap harinya.
Waktu paruh virus dalam plasma kira-kira 5 jam, dan siklus hidup virus (dari saat menginfeksi sel sampai

terbentuknya progeni baru yang menginfeksi sel berikutnya) rata-rata 2,6 hari. Sel limfosit T CD4*
menunjukkan angka kematian sel yang sama cepatnya. Sesudah terinfeksi sel limfosit T CD4* mempunyai
waktu pauh L.5 hari. Akibat dari repliaksi virus yang sangat cepat ini menimbulkan mutasi hampir setiap
hari.

Akhirnya pasien akan menunjukkan gejala utama dan penyakit akibat infeksi HlV, seperti infeksi
oportunis dan neoplasma. Virus dalam jumlah banyak mudah ditemui di plasma pada tahap infeksi
lanjut ini. HIV pada tahap ini menunjukkan lebih virulen dan lebih sitopatik dibandingkan pada tahap
awal infeksi. Perubahan antara strain M-tropic ke T-tropic strain HIV-1 mengikuti manifestasi AIDS.
Aktivasi diperlukan untuk terjadinya infeksi HIV yang produktif. Pada pasien terinfeksi HtV,
berbagai stimuli antigen dapat sebagai aktivator sel. Misalnya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis
meningkatkan viremia plasma. Kofaktor AIDS bisa berupa infeksi oleh virus Epstein Barr,
cytomegalovirus, herpes simplex virus atau hepatitis B virus. Koinfeksi dengan hepatitis C virus
menyebabkan morbiditas dan mortalitas individu terinfeksi HlV.

GAMBARAN KLINIS

Perjalanan penyakit HIV ditandai beberapa fase yang berakhir dalam defisiensi imun. lnfeksi dini
menimbulkan penyakit akut ringan berupa panas dan malaise. Gejala menghilang dalam beberapa hari
dan penyakit memasuki masa laten klinis. Selama masa laten terjadi kehilangan sel CD4* yang progresif
dalam jaringan limfoid dan destruksi gambaran jaringan limfoid. Jumlah sel CD4* dalam darah mulai
menurun di bawah 2OO/mm3 (normal 1500 sel/mm'ldan penderita menjadi rentan terhadap infeksidan
disebut menderita AIDS.

Gambaran klinis dan manifestasi patologik AIDS disebabkan primer oleh peningkatan
kerentanan terhadap infeksi dan beberapa jenis kanker. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pasien dengan infeksi HIV lanjut adalah infeksi oportunis, yang disebabkan oleh mikroba yang pada
umumnya tidak menyebabkan penyakit apabila sstem imunnya utuh. lnfeksi oportunis akan terjadi pada
saat jumlah limfosit T CD4"

turun ke level kurang dari 200 sel/mm3. lnfeksi oportunis yang paling sering

ditemuiadalah:

1. Protozoa: Toxoplasma gondii, lsospora belli spesies cryptosporidium


2. Jamur: Condido albicons, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, Histoplosmo
m, P ne u m ocysti s j i rove ci.
Bakteri:Mycobocterium avium-introcellulare, Mycobocerium tuberculosis, Listeria
m o nocytog e n e s, Noca rd io a ste ro ide s, sa lmone lla, streptokokus.
Virus: Cytomegalovirus, virus herpes simplex, virus varicella-zoster, adenovirus,
polyomavirus, JC virus, virus hepatitis B dan C.
co psu I otu

3.
4.

Penderita AIDS menunjukkan penurunan jumlah sel CD8* (CTL) meskipun virus tidak menginfeksi
sel tersebut. Diduga bahwa respon CTL yang defektif tersebut disebabkan oleh karena untuk fungsinya
diperlukan bantuan dari sel CD4*.
Penderita AIDS menjadi rentan terhadap kanker, sebagai konsekuensi penurunan sistem imun. Kanker
yang dapat timbul antara lain adalah limfoma sel B yang disebabkan virus Epstein-Barr dan tumor
vaskuler (sarkoma Kaposi) yang disebabkan virus herpes atau Human Herpes Virus 8 (HHVB). Kanker
anogenital dapat timbul sebagai akibat koinfeksioleh papillomavirus manusia.
Gejala pada penderita infeksi HIV yang lebih berat dapat berupa malaise, penurunan berat badan,

karena perubahan metabolisme dan kurangnya kalori yang masuk, diare kronis, leukoplakia, oral
kandidiasis dan limfadenopati. Demensia dapat terjadi karena infeksi mikroglia (makrofag dalam otak).
Jumlah HIV dalam darah (virallood) mempunyai nilai prognostik. Pemeriksaan viral load pada 5
bulan sesudah infeksi dapat memprediksi resiko menjadi AIDS pada pasien beberapa tahun kemudian.

Pemeriksaan

viral load bermanfaat pula dalam penilaian keberhasilan terapi

anti-retrovirus.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cata reverse tronscriptase assoy, indirect immunofluorensence ossay,
reverse transcriptase-polymerose choin reaction (RT-PCR) alau bronded-chain DNA (bDNA) assay.

Daftar Pustaka

4.

Agung DWW,lnge Lusida M (2007) Mekanisme molekuler HIV dalam: Penyakit lnfeksi Solusi masa
kinidan Mendatang editor:Nasronudin,Usman Hadi,Vitanata. Airlangga University Press,25-29.
Barboric M, B. Matija Peterlin {2005), A New Paradigm in EukaryoticBiology: HIV Tat and the
Controlof Transcriptional Elongation, PLoS Biology, February 2005 Volume 3 , lssue 2 , e76
Boisot S, Pier GB (2004), lmmunology and AIDS, in Pier GB, Lyczak JB, Wetzler LM, lmmunology,
lnfection and lmmunity, ASM press, Washington DC pp531-51
Brooks GF, Butel JS, Morse SA (2004), iawetz Melnick Adelbergs Medical Microbiology, Lange

5.

Boston, pp605-20.
DeVico AL, R C. Gallo (2004), CONTROL OF HIV-1 INFECTIONBY SOLUBLE FACTORS OF THEIMMUNE

1.

2.
3.

RESPONSE, NATURE REVIEWS MICROBIOLOGY VOLUME

5.

2,

MAY 2OO4 AOL

Departemen Kesehatan Rl (2008)ModulCare Support and treatment untuk Dokter.

7.

Fauci AS(2003), HIV and AIDS: 20 years

of science, i!/ilufii: ;*aiia:;';a VOLUME

NUMBER

JULY

2003 839

8. Greenberg M, N Cammack, M

Salgo, L Smiley lzoA{t, HIV fusion and its inhibition in


antiretroviraltherapy, Rev. Med. Virol. 2004; 14: 32L-337.
9. Goldsby (2000), Kuby lmmunology, WH Freeman, Philadelphia
10. Grossman Z, M Meier-Schellersheim, W E Paul , L J Picker (2005), Pathogenesis of HIV infection:
what the virus sparesis as important as what it destroys, NATURE MEDICINE VOLUME 12 NUMBER 3
MARCH 2006 289

11. HarrichD, B Hooker (2OO2l, Mechanistic aspects of HIV-1 reversetranscription initiation, Rev. Med.
Virol. 2002; 72:31-45.
12. Kantor Menko KESRA ,Fak kedokteran(2OO5) Modul HIV AIDS dalam: HIV/AIDS datam kurikulum
Pendidikan Dokter berbasis Kompetensi.
13. Krebs F C., T H. Hogan, S Quiterio, S Gartner, B Wigdahl (2004), Lentiviral LTR-directed Expression,
SequenceVariation, and Disease Pathogenesis.Review of HIV
14. Letvin NL, B D Walker (2003), lmmunopathogenesis and immunotherapyin AIDS virus infections,
TJATURE MEDiCi\iE VOLUME

NUMBER

JULY 2OO3 861

15. Levinson W (2004), Review of Medical Microbiology and lmmunology 9th, Lange, New York, pp32129

16, Miura Y, Y Koyanagi (2005), Death ligand-mediated apoptosisin HIV infection, Rev. Med. Virol. 2005;
15: 159-178
1.7. Moore JP, M Stevenson (2000), NEW TARGETS FOR INHIBITORSOF HIV-1 REPLICATION, NATURE
REVIEWS MOLECULAR CELI BIOTOGY VOLUME

1O

TOBER 2OOO 41

18. Nair V (2002), HIV integrase as a target for antiviralchemotherapy, Rev. Med. Virol. 2OO2; t2: 779193.

19. Ng T T C; A J Pinching; C Guntermann; W J.W Morrow (1996), Molecular immunopathogenesis of HIV


infection, Genitourinary Medicine; Dec 1996; 72, 5; Health & Medical Complete, pg. 408
20. Ott D E (1997)., Cellular Proteins in HIV Virions, Rev. Med. Virol.7, L67-180
2L. Paranjape R S (20C5), lmmunopathogenesis of HIV infection, tndion Journol of Medicol Research; Apr
2OO5; 121,4; Health & Medical Complete, pg.24O
22. Peterlin BM, D Trono(2003),HlDE, SHIELD AND STRIKE BACK:HOW HIV-INFECTED CELLS AVOID
IMMUNE ERADICATION, NATURE REVIEWS, l!''rli\it-lNOl CGY VOLUME 3, FEBRUARY 2003,97
23. Rowland-Jones SR (2003, AIDS pathogenesis: what have twodecades of HIV research taught us?
NATURE REVIEWS IMMUNOLOGY VOLUME

APRIL 2OO3 343

24. Strebel K ( 2004), Structure and Function of HIV-1 Vpu. Review of HIV
25. Stevenson M (2003), HIV-1 pathogenesis, NATURE MEDICINE VOLUME 9 NUMBER 7 JULY 2003

Anda mungkin juga menyukai