Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Investasi
Investasi berarti pengeluaran dana saat ini dengan harapan memperoleh hasil atau
keuntungan di masa datang. Dilihat dari dimensi waktu, investasi dapat dikelompokkan menjadi
2, yaitu:
1. Investasi jangka pendek (satu tahun atau kurang), yaitu investasi pada aktiva lancar (modal
kerja), seperti: kas, piutang, inventori, surat-surat berharga.
2. Investasi jangka panjang (lebih dari satu tahun), yaitu investasi pada asset riil, seperti: tanah,
bangunan, peralatan kantor, kendaraan, asset riil lainnya, dan investasi pada asset finansial
seperti: investasi pada saham dan obligasi.
konsep nilai waktu uang menjadi penting untuk diperhatikan. Dalam manajemen
keuangan, investasi jangka panjang dikaitkan dengan penganggaran modal atau capital
budgeting. Pengertian modal atau capital mengacu pada aktiva tetap yang dipergunakan dalam
proses produksi atau aktivitas pokok perusahaan. Perusahaan memutuskan untuk melakukan
investasi saat ini dengan harapan mendapat keuntungan di masa yang akan datang. Seperti
misalnya investasi pada perlengkapan sistem distribusi, bangunan, sarana produksi yang lebih
baik, penelitian dan pengembangan produk baru dan aktiva tetap lainnya. Dengan kembali
mengingat tujuan utama perusahaan, yaitu memaksimumkan kemakmuran pemilik (pemegang
saham), maka dalam menilai keputusan investasi jangka panjang juga harus mengacu pada
tujuan tersebut. Dengan kata lain, keputusan investasi harus dinilai dalam hubungannya dengan
kemampuan untuk menghasilkan keuntungan yang sama atau lebih besar dari yang disyaratkan
oleh pemilik modal.
Secara umum investasi jangka panjang menyangkut salah satu dari klasifikasi berikut.
1. Investasi penggantian aktiva tetap, seperti: gedung, mesin-mesin, kendaraan dan sebagainya.
2. Investasi perluasan (ekspansi)
3. Investasi penambahan produk baru, dapat berupa perluasan atau diversifikasi produk yang
sudah ada.
4. Investasi jangka panjang lainnya yang tidak termasuk dalam salah satu dari klarifikasi di
atas. Misalnya, investasi pada peralatan pengendalian polusi, investasi untuk keamanan,
eksplorasi sumber alam dan sebagainya.

B. Jenis-Jenis Investasi
Jenis-jenis investasi adalah sebagai berikut.
a) Reksa dana
Reksa dana adalah solusi bagi orang yang ingin berinvestasi dalam banyak aset namun
memiliki dana yang terbatas.

b) Mata uang asing


Segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi.
c) Properti
Investasi dalam properti berarti investasi dalam bentuk tanah atau rumah
d) Barang-barang koleksi
Biasanya barang-barang koleksi berupa perangko, lukisan, barang antik, cincin, keris, dan
lain-lain. Keuntungan yang didapat dari berinvestasi pada barang-barang koleksi adalah
dengan menjual koleksi tersebut kepada pihak lain yang suka kepada barang koleksi
tersebut.
e) 5. Saham
Saham ialah kepemilikan atas sebuah perusahaan tersebut. Dengan membeli saham di
suatu tempat, berarti orang yang memiliki saham sama halnya dengan membeli sebagian
perusahaan tersebut.
f) Emas
Emas merupakan barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah mata
uang asing dari negara-negara G-7 (sebutan bagi tujuh negara yang memiliki
perekonomian yang kuat, seperti Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Kanada, dan
Perancis).
g) Tabungan di bank
Dengan menyimpan uang di tabungan, maka akan mendapatkan suku bunga tertentu yang
besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan.
h) Obligasi
Obligasi atau sertifikat obligasi ialah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah
maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan ataupun membiayai suatu
proyek pemerintah.

i) Deposito di bank

Deposito di bank merupakan suatu produk deposito yang hampir sama dengan produk
tabungan, yang membedakannya di sini adalah dalam melakukan deposito tidak bisa
diambil dalam waktu kapan saja sesuai keinginan.

C. Menaksir Aliran Kas


Aliran kas sangat penting dalam analisis investasi, bukan laba yang dilaporkan menurut
catatan akuntansi, hal ini disebabkan karena:
a.

Laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan kas masuk bersih.

b. Para investor dan manajemen lebih tertarik mengetahui aliran kas bersih yang benarbenar akan diterima.
Proyeksi atau menaksir aliran kas, di samping akurasi, juga penting diperhatikan masalah
relevansi. Untuk estimasi aliran kas yang relevan, diperlukan perhatian atas hal-hal penting,
berikut ini:
a.

Estimasi aliran kas harus atas dasar setelah pajak, karena yang menjadi hak dan dapat

dinikmati oleh pemilik perusahaan adalah aliran kas bersih setelah pajak.
b. Taksirlah aliran kas dasar incremental atau selisih. Misalnya, untuk rencana peluncuran
produk baru mungkin akan mengakibatkan pengurangan penjualan produk lama. Dengan
demikian perlu diperhatikan penurunan penjualan produk lama karena peluncuran produk
baru dalam menaksir aliran kas.
c.

Pemisahan aliran kas karena keputusan investasi dan keputusan pendanaan

(pembelanjaan). Aliran kas karena keputusanpembelanjaan seperti, pembayaran bunga,


angsuran pokok pinjaman, dan pembayaran dividen tidak perlu diperhatikan. Yang dianalisis
dalam penilaian investasi adalah profitabilitas investasi.
Aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.

Aliran kas permulaan (initial cash flow)

b. Aliran kas operasional (operational cash flow)


c.

Aliran kas pada akhir umur proyek/investasi (terminal cash flow)

1. Aliran Kas Permulaan

Aliran kas permulaan (initial cash flow) atau juga diistilahkan capital outlays juga
disebut Investment: adalah merupakan aliran kas keluar perusahaan pada awal suatu proyek,
yang pada umumnya nilainya sebesar nilai proyek yang akan dibiayai. Ini berarti harus
diketahui berapa besar pengeluaran untuk tanah, pembuatan pembangunan dengan
perlengkapannya dan sebagainya. Ditambah juga dengan pengeluaran-pengeluaran untuk
biaya-biaya pendahuluan dan sebelum operasi, termasuk penyediaan modal kerja. Karena
itulah untuk proyek-proyek yang besar, aliran kas permulaan ini tidak hanya terjadi pada
awal periode, tetapi bisa beberapa kali; pada tahun 1, tahun 2, dan sebagainya.

2. Aliran Kas Operasional


Aliran kas operasional (operational cash flow) juga diistilahkan dengan aliran kas
masuk bersih atau Proceeds. Estimasi tentang besarnya aliran kas operasional tahunan
merupakan titik permulaan untuk penilaian profitabilitas usulan investasi. Kebanyakan cara
yang dipergunakan untuk menaksir aliran kas operasional tahunan adalah dengan
menyesuaikan taksiran rugi laba yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan
menambahkannya dengan biaya-biaya yang sifatnya bukan tunai (penyusutan). Karena itu,
dalam praktek cara yang sering dijumpai dalam menaksir aliran kas operasional
atau proceeds ini adalah menggunakan rumus:
Aliran kas masuk bersih = laba setelah pajak + penyusutan
Untuk memperjelas hal ini berikut disajikan suatu contoh:
Misalkan ada suatu investasi yang dibelanjai dengan 100% modal sendiri, senilai
Rp 100 juta. Umur ekonomisnya 2 tahun, tidak mempunyai nilai sisa. Kalau penyusutan
dilakukan dengan metode garis lurus, maka penyusutan per tahunnya adalah Rp 50 juta.
Taksiran laba rugi per tahun adalah sebagai berikut:
Penghasilan
Biaya-biaya: Tunai
Penyusutan
Total biaya
Laba sebelum pajak
Pajak (50%)

Rp 150 juta
Rp 70 juta
Rp 50 juta
Rp 120 juta
Rp 30 juta
Rp 15 juta

Laba setelah pajak


Aliran Kas bersih/proceeds=
(Rp 15 juta + Rp 50 juta)

Rp 15 juta
Rp 65 juta

Perhitungan diatas adalah benar apabila pengakuan terhadap biaya dan penghasilan
menurut akuntansi tidak banyak berbeda dengan terjadinya pengeluaran dan penerimaan
kas.
Sekarang kalau misalkan proyek tersebut dibelanjai dengan 100% pinjaman
(contoh ini hanya untuk menyederhanakan saja, karena mungkin tidak pernah ada proyek
yang dibelanjai dengan 100% pinjaman). Katakana bahwa bungan pinjaman adalah 20%
per tahun. Taksiran laba rugi menjadi sebagai berikut:
Penghasilan
Biaya-biaya: Tunai
Penyusutan

Rp 150 juta
Rp 70 juta
Rp 50 juta
Rp 120 juta

Laba sebelum bunga dan


pajak
Bunga
Laba sebelum pajak
Pajak (50%)
Laba setelah pajak
Proceeds = laba setelah pajak + penyusutan

Rp 30 juta
Rp 20 juta
Rp 10 juta
Rp 5 juta
Rp 5 juta

= Rp 5 juta + Rp 50 juta
= Rp 55 juta
Untuk keperluan penaksiran operational cash flow atau proceeds, cara semacam
ini membuat kesalahan dalam hal mencampur-adukkan cash flow karena keputusan
pembelanjaan (yaitu pembayaran bunga) dan cash flow karena keputusan investasi
(penghasilan, pengeluaran biaya tunai, pajak). Untuk itu cara menaksir aliran kas
operasional yang benar adalah:
Aliran kas operasional = laba setelah pajak + penyusutan + bunga (1 pajak)
(Proceeds)
Dengan
memperhatikan rumus tersebut maka:

Proceeds = Rp 5 juta + Rp 50 juta + Rp 20 juta (1 0,50)


= Rp 65 juta
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tersebut, yaitu Rp 65 juta adalah sama dengan
hasil yang diperoleh kalau menganggap bahwa investasi tersebut dibelanjai dengan modal
sendiri. Kalau misalnya investasi tersebut dibelanjai dengan 50% hutang dan 50% modal
sendiri, maka digunakan cara seperti diatas, aliran kas masuk bersihnya juga tetap Rp 65
juta.
Penaksiran aliran kas bersih semacam ini terutama penting, kalau investasi nantinya
dihubungkan dengan biaya modal (cost of capital). Kalau biaya bungan dikurangkan
terlebih dahulu dalam menghitung aliran kas, dan kemudian dipergunakan biaya modal
dalam perhitungan layak tidaknya suatu usulan investasi, maka akan terjadi perhitungan
ganda (double accounting). Pertama pada waktu mengurangkan bunga pada laba, kedua
pada waktu menggunakan tingkat bunga sebagai biaya modal untuk menilai layak tidaknya
suatu investasi.
Dalam menaksir aliran kas operasional juga perlu ditentukan periode waktu yang
diperkirakan. Umumnya periode waktu yang dipergunakan dalam menaksir aliran kas
operasional ini disesuaikan dengan umur ekonomis investasi tersebut. Umur ekonomis
suatu proyek investasi merupakan jangka waktu dimana proyek itu dapat memberikan
manfaat ekonomis. Diluar periode tersebut, proyek tidak lagi mempunyai arti ekonomis.
Didalam menaksir umur ekonomis inipun terkadang mengalami kesulitan. Salah satu
faktor penyebabnya adalah karena perubahan teknologi. Semakin cepat perubahan
teknologi, semakin pendek umur ekonomis yang ditaksir dalam dinikmati oleh investasi
tersebut.
Berikut ini disajikan beberapa cara yang dapat digunakan untuk menaksir aliran kas operasional.
Misalkan sebuah perusahaan memiliki laporan perhitungan laba rugi performa sebagai berikut.
Pendapatan penjualan
Biaya tunai:
Biaya variabel
Biaya tunai tetap
Penyusutan
Laba sebelum bunga dan pajak

Rp 145 juta
Rp 90 juta
Rp 10 juta
Rp 15 juta
Rp 30 juta

Bunga
Rp 5 juta
Laba sebelum pajak
Rp 25 juta
Pajak (40%)
Rp 10 juta
Laba setelah pajak
Rp 15 juta
Berdasarkan data tersebut, taksiran aliran kas operasional/prosceeds:
Aliran kas operasional
= (1 T) (EBDIT) (T x Dep)
=(1 0,4) (45 juta) = (0,4) x 15 juta)
= 33 juta
Aliran kas operasional
= (1 T) (EBIT) + Dep
= (1 0,4) (30 juta) + 15 juta
= 33 juta
Aliran kas operasional
= (1 T) (EBT) + (1 T) (bunga) + Dep
= (1 0,4) (25 juta) + (1 0,4) (5 juta) + 15 juta
= 33 juta
Aliran kas operasional
= EAT + Dep + (1 T) (bunga)
= (15 juta + 15 juta + (1 0,4) (5 juta)
= 33 juta

3. Aliran Kas pada Akhir Umur Investasi


Aliran kas pada akhir umur investasi (terminal cash flow) umumnya terdiri dari cash flow nilai
sisa (residu) investasi tersebut dan pengembalian modal kerja. Beberapa proyek mungkin masih
mempunyai nilai meskipun aktiva-aktiva tetapnya sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi.
Aliran kas dari nilai sisa ini juga perlu dihubungkan dengan pajak yang mungkin dikenakan.
Sebagai missal, nilai buku dari suatu aktiva tetap adalah Rp 10 juta. Tetapi saat dijual, laku
seharga Rp 12 juta. Berarti perusahaan memperoleh laba sebesar Rp 2 juta (laba ini sebenarnya
merupakan capital gain). Kalau misalkan perusahaan dikenakan pajak 20% atas capital gain
tersebut, maka aliran kas dari nilai sisa ini adalah Rp 12 juta (Rp 2 juta x 0,2) = Rp 11,60 juta.

Sebagaimana pada umur ekonomis, maka penaksiran nilai sisa dari suatu investasi juga cukup
sulit. Masalahnya tidak lain adalah lamanya dimensi waktu yang dihadapi dalam penaksiran ini.
Misalkan umur ekonomis ditaksir 5 tahun, maka untuk menaksir berapa nilai sisa suatu aktiva
tetap, berarti kita memproyeksikan pada 5 tahun mendatang. Ini jelas merupakan pekerjan yang
cukup sulit.
D.

Metode Penilaian Profitabilitas Investasi


Apabila informasi yang relevan terkumpul, barulah dapat dilanjutkan dengan melakukan

evaluasi terhadap layak (favourable) atau tidaknya suatu usulan investasi. Terdapat dua alternatif
dalam keputusan investasi yaitu menolak atau menerima usulan investasi. Berikut beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keputusan investasi, yaitu :
1. Payback method
2. Net Present Value (NPV)
3. Internal rate of return (IRR)
4. Profitability Index (PI)
Metode Payback Periode
Metode payback periode ini mencoba mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa
kembali. Karena itu satuan hasilnya adalah waktu (tahun atau bulan). Apabila periode payback
suatu usulan investasi lebih pendek dari yang diisyaratkan, maka usulan investasi (proyek)
dinyatakan diterima, dan sebaliknya bila periode payback suatu usulan investasi lebih panjang
dari yang diisyaratkan, maka usulan investasi (proyek) dinyatakan ditolak.
Metode Net Present Value (NPV)
Metode net present value (NPV) ini menghitung selisih present value (nilai sekarang)
investasi dengan present value kas masuk bersih (proceeds). Dalam menghitung present value
tersebut terlebih dahulu ditentukan tingkat bunga yang relevan. Net present value (NPV) yang
positif menunjukkan bahwa PV proceeds lebih besar dari PV investasi (initial cash flow). Oleh
sebab itu NPV yang positif berarti investasi yang diharapkan akan meningkatkan kekayaan
pemodal atau pemilik. Oleh karena itu investasi dinilai menguntungkan.
Metode Profitability Index (PI)

Metode profitability index (PI) ini menunjukkan perbandingan antara PV proceeds


dengan PV investasi.
Kriteria yang digunakan : terima investasi yang diharapkan memberikan PI > 1
Internal Rate of Return (IRR)
Metode internal rate of return (IRR) ini menunjukkan tingkat bunga yang menyamakan PV
proceeds dan PV investasi. Decision rule metode ini adalah : terima investasi yang diharapkan
memberikan IRR > tingkat bunga yang dipandang layak.
Contoh :
Suatu perusahaan transportasi akan membuka divisi baru, yaitu divisi taksi. Divisi akan
dimulai dengan 50 buah taksi, dan karena akan dipergunakan untuk usaha taksi, mobil-mobil
tersebut dapat dibeli dengan harga Rp 30 juta per unit. Ditaksir usia ekonomis selama 4 tahun
dengan nilai sisa sebesar Rp 4 juta per unit. Untuk mempermudah analisis dipergunakan metode
penyusutan garis lurus.
Taksi tersebut akan dioperasikan selama 300 hari dalam setahun, setiap hari pengemudi
dikenakan setoran Rp 50.000. Berbagai biaya tunai seperti penggantian ban, kopling, rem,
penggantian oli, biaya perpanjangan STNK, dan sebagainya ditaksir sebesar Rp 3.000.000 per
unit taksi. Perusahaan dikenakan pajak 35%. Tingkat keuntungan yang diisyaratkan 16%.
Berdasarkan informasi tersebut apakah pembukaan divisi taksi ini layak ?
Jawab :
Taksiran rugi laba per tahun
Penghasilan : 300 x 50 x Rp 50.000

Rp 750,00 Juta

Biaya-biaya :
Tunai (50 x Rp 3 juta)

Rp 150,00 juta

Penyusutan (50 x Rp6,5 juta)

Rp 325,00 juta

Total biaya

Rp 475,00 juta

Laba operasi

Rp 275,00 juta

Pajak (35%)

Rp 92,25 juta

Laba setelah pajak

Rp 178,75 juta

Operational cash flow per tahun = Rp 178,75 + Rp 325 juta = Rp 503,75 juta
Pada tahun ke-4 aliran kas masuk karena nilai sisa sebesar 50 x Rp 4 juta = Rp 200 juta.
Dengan demikian aliran kas dari investasi tersebut diperkirakan sebagai berikut :

Tahun

Kas keluar

Kas masuk

Rp 1.500 juta

Rp 503,75 juta

Rp 503,75 juta

Rp 503,75 juta

Rp 503,75 juta
Rp 200 juta

Payback Period
Investasi awal

Rp 1.500,00 juta

Proceed tahun 1

Rp

503,75 juta

Sisa investasi tahun 2

Rp

996,25 juta

Proceed tahun 2

Rp

503,75 juta

Sisa investasi tahun 3

Rp

492,50 juta

Karena pada tahun ke 3 kas masuk bersih Rp 503,75 juta, maka sisa sebesar Rp 492,50
juta diharapkan akan kembali dalam waktu (492/503,75 x 12 bulan) = 11,73 bulan.
Dengan demikian periode payback investasi ini adalah 2 tahun 11,73 bulan.
Perbandingan Metode-metode Penilaian Profitabilitas Investasi
Keputusan investasi merupakan penilaian atas suatu usulan investasi atau pemilihan satu
atau beberapa dari alternatif-alternatif usulan yang ada. Terdapat beberapa metode penilaian
investasi telah dibahas sebelumnya yaitu metode payback, Net Present Value (NPV), Profitability
Index (PI), dan Internal Rate of Return (IRR).
Dari ke-4 metode tersebut, metode payback memiliki kekurangan yaitu diabaikannya
nilai waktu uang (time value of money). Seperti yang telah diketahui bahwa investasi adalah
pengeluaran saat ini dengan pengembalian dalam jangka waktu panjang (lebih dari satu tahun).,
sehingga nilai waktu uang menjadi sangat penting dalam penilaiannya. Kekurangan lainnya
adalah diabaikannya aliran kas bersih (proceeds) setelah periode payback. Selain itu tidak ada
dasar konsepsi untuk menentukan payback maksimum yang diperkenankan sebagai pembanding
untuk memutuskan apakah suatu usulan diterima atau ditolak.
Dengan berbagai kekurangan dari metode payback tersebut, sekarang tinggal 3 pilihan
yaitu NPV, IP dan IRR. Ketiga metode ini memiliki kesamaan yaitu dioerhatikannya time value

of money dan menggunakan dasar aliran kas. Selanjutnya akan timbul pertanyaan, manakah dari
ketiga metode tersebut memberikan arah keputusan yang konsisten baik dalam penilaian suatu
usulan investasi maupun pemilihan dari beberapa alternatif usulan yang ada.
Perbandingan NPV dengan PI
Jika menilai suatu usulan investasi menggunakan metode NPV dan PI hasilnya akan
selalu konsisten, artinya kalau NPV menyimpulkan suatu usulan investasi diterima
(menguntungkan), maka PI juga menyimpulkan diterima begitu pun sebaliknya. Hal ini tampak
jelas ketika mengamati mekanisme kedua metode tersebut. Apabila PV penerimaan-penerimaan
kas bersih di masa datang (PV proceeds) lebih besar dari PV investasi maka NPV positif, berarti
investasi diterima. Dengan demikian berarti perbandingan bPV proceeds dengan PV investasi
(PI) akan lebih besar dari 1 . PI > 1 berarti investasi diterima. Jadi jika menilai suatu usulan,
NPV dan PI memberikan keputusan yang sama.
Namun, jika dihadapkan pada pemilihan salah satu atau beberapa usulan investasi dari
berbagai alternatif, hasilnya bisa tidak konsisten. Hal ini dapat dibuktikan dari contoh berikut ini.
Misalkan ada dua usulan yaitu proyek A dan proyek B dengan karakteristik sebagai berikut :
Usulan
Nilai Investasi
A
Rp 800 juta
B
Rp 300 juta
Jika dihadapkan pada pemilihan

PI
NPV
1,08
64 juta
1,15
45 juta
ini berarti anda memiliki dana Rp 800 juta, karena jika

tidak maka tidak bisa memilih usulan A. Apabila demikian usulan mana yang akan dipilih ?
apabila menggunakan metode PI maka usulan B yang akan dipilih karena Pinya lebih besar dari
usulan A. Tetapi jika menggunakan metode NPV maka akan menguntunggkan memilih usulan A
sebab NPVnya lebih besar dari usulan B.
Sebagaimana asumsi dari persoalan ini adalah anda memilik dana sebesar Rp 800 juta
dan hanya ada dua kesempatan investasi tersebut. Berarti anda akan lebih diuntungkan jika
memilih usulan A, karena kekayaan riil anda akan bertambah Rp 64 juta. Apabila memilih usulan
B, kekayaan riil anda hanya akan meningkat Rp 45 juta karena sisa dana Rp 500 juta tidak dapat
dimanfaatkan.
Dengan demikian, menggunakan metode NPV memberikan hasil keputusan yang lebih
baik dari pada menggunakan metode PI. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan metode

NPV yang dilihat adalah nilai absolut, bukan perbandingan (relatif) seperti dalam metode PI.
Karena itu, jika dibandingkan kedua metode tersebut maka metode NPV lebih baik digunakan.
Perbandingan NPV dengan IRR
Apabila metode NPV dan IRR digunakan untuk menilai suatu usulan investasi yang
sama, maka hasilnya umumnya akan sama, artinya jika NPV menyatakan usulan diterima maka
IRR juga menyatakan diterima begitu juga sebaliknya jika NPV menyatrakan usulan ditolak
maka IRR juga menyatakan ditolak. Terkecuali, apabila usulan memiliki pola aliran kas yang
tidak normal, kedua metode tersebut bisa menghasilkan keputusan yang tidak sama.
Ilustrasi Terjadinya Perhitungan Ganda
Sebelumnya telah dibahas bahwa cara menaksir aliran kas atau proceeds terdapat dua
cara yaitu :
1. Apabila investasi seluruhnya didanai dengan modal sendiri maka, kas masuk bersih
(proceeds) = laba setelah pajak + penyusutan.
2. Apabila investasi sebagian didanai dengan hutang maka, kas masuk bersih (proceeds) = laba
setelah pajak + penyusutan + bunga (1-tingkat pajak)
Perhitungan ganda bisa terjadi apabila suatu investasi didanai dengan mosal pinjaman sementara
cara menaksir aliran kas bersih hanya dihitung dengan formula : laba setelah pajak + penyusutan.

REFERENSI
Wiagustini, Ni Luh Putu. 2010. Dasar- Dasar Manajemen Keuangan, Denpasar : Udayana
University Press.
http://adewinata18.blogspot.co.id/2014/05/manajemen-keuangan.html

Anda mungkin juga menyukai