CBD Anemia Estu Dr. Nia
CBD Anemia Estu Dr. Nia
ANEMIA
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD R. Soedjati Purwodadi
Disusun oleh :
Estu Septiyanto
01.211.6382
Pembimbing :
dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp. A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Estu Septiyanto
01.211.6382
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Anak RSUD DR. Soedjati
Purwodadi
Purwodadi,
Maret 2016
Mengetahui,
Pembimbing
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. AWAL
Umur
: 4 tahun
Jenis Kelamin
: Lak-laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Wiraswasta
Bangsal
: Anggrek
No CM
: 550738
Tanggal Lahir
: 22 April 2011
Masuk RS
: 27 Februari 2016
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dan autoanamnesa dengan ibu dan
pasien pada tanggal 28 Februari 2016 pukul 10:00 WIB di bangsal Anggrek dan
didukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama
: Badan lemas
Ibu pasien dan pasien menyangkal bahwa anaknya sering bermain di kebun tanpa alas
kaki, berat badan anak sulit untuk naik, Bab keluar darah, bengkak di seluruh tubuh,
mimisan, anggota keluarga ada yang batuk lama, pengobatan batuk 6 bulan, ataupun
sakit kuning sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Mengangkat kepala
: 2 bulan
Memiringkan Badan
: 3 bulan
Tengkurap dan mempertahankan posisi kepala
: 4 bulan
Duduk
: 6 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 11 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara
: 17 bulan
Bertepuk tangan
: 24 bulan
Jalan naik tangga sendiri
: 30 bulan
Mencoret-coret pensil pada kertas
: 36 bulan
Melompat kedua kaki diangkat
: 42 bulan
Hubungan Sosial : pasien bergaul seperti biasa dengan teman-teman
sebayanya, hubungan dengan tetangga baik.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak seusianya
Pertumbuhan
BB lahir
BB sekarang
PB sekarang
Kelainan Bawaan
IMT (BB/(TB M2)
: 2900 gram.
: 13 kg
: 98 cm.
:: 13kg/(0,98) 2 = 13,53
Riwayat Imunisasi
< 7 hari
: Hepatitis B (HB) 0
1 bulan
: BCG, Polio 1
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
: campak
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Pucat, lemas, tidak kuning, kompos mentis, dan kurang aktif
Tanda Vital
Tekanan darah
: 82/51 mmHg
HR
: 124 x / menit, reguler,isi tegangan cukup
Suhu
: 37, 0C
RR
: 28 x / menit
Berat Badan
: 13 kg
a. Status Generalis
i. KU
: Pucat, Lemas, Lemah, tidak kuning, kompos mentis, kurang aktif.
ii. Kepala : Mesocephal, rambut hitam tidak mudah di cabut.
iii. Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), Cowong
(-/-),Refleks cahaya (+/+), isokor ( 3mm)
iv. Telinga : discharge (-/-), radang (-/-), normotia (+/+)
v. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-),
vi. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-),Gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii.THORAX
Paru-paru :
-
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
midclavicula sinistra
Perkusi
jantung (-)
Kesan : Cor Dalam Batas Normal
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
ix. Vertebra
Spina bifida (-), meningokel (-)
Ekstremitas
Sianosis
Edema
Akral dingin
Capillary refill time
Kesan : NORMAL
Superior
-/-/-/< 2/ < 2
Inferior
-/-/-/< 2/ < 2
Pemeriksaan Penunjang
a. 27 Februari 2016
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Golongan Darah
b. 28 Februari 2016
Pemeriksaan
Hemoglobin
c.
Hasil
5,1 gr/dl
16,2 %
331.000
B
Hasil
7,0 gr/dl
Nilai Normal
12 16 gr/dl
36 47 %
150 450 x 103/ul
Rh +
Nilai Normal
12 16 gr/dl
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hasil
9,9 gr/dl
Nilai Normal
12 16 gr/dl
Eritrosit : Mikrosit, hipokrom, ovalosit, target cell, tear drop cell, anulosit,
fragmen cell, eliptosit, eritrosit muda (+)
Leukosit : Estimasi jumlah normal, limfositosis
Trombosit : Estimasi jumlah normal, trombosit besar (+)
Simpulan : Anemia Mikrositik Hipokromik
Limfositosis
D. DAFTAR MASALAH
a. Anamnesa :
Pucat 2 hari
Tidak mau makan 4 hari
Badan terasa lemas
Cepat lelah
Nafsu makan berkurang
Pusing
b. Pemeriksaan Fisik :
Conjungtiva Anemis (+/+), Kurang aktif
c. Laborat :
Hemoglobin
: 5,1 gr/dl
E. DIAGNOSIS BANDING
a. Anemia
Anemia Mikrositik Hipokromik
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Karena Penyakit Kronis
Infeksi Virus Kronis
Thalasemia Minor
F. DIAGNOSIS SEMENTARA
a. Anemia Mikrositik Hipokromik
G. INITIAL PLANNING
Initial Diagnosis:
Pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferrin, FEP, ferritin)
Mahal
Pemeriksaan petanda infeksi virus, sesuai dengan klinis pasien
Evaluasi setelah terapi
Initial Terapi:
Rawat Inap
Ambroxol 3 x 1/2 cth
Infus Nacl 10 tpm
Inj. Lasix 10 mg post transfusi
Tranfusi PRC 150
Fototerapi
Initial Monitoring
Initial Edukasi
ke pasien.
Mejelaskan Kepda keluarga pasien untuk tetap menjaga asupan gizi anak.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara
praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). (Bakta, 2011)
2. Etiologi
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2011)
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
b. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
3. Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO (2012) :
Anak
Usia 6 bulan 6 tahun
Hb < 11 gr/dL
Usia 6 -14 tahun
Hb < 12 gr/dL
Dewasa
Laki-laki dewasa
Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil
Hb < 11 gr/dL
4. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2011)
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastic
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan
hemoglobin
(hemoglobinopati)
Thalasemia
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: (Bakta.2011)
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab
anemia mikrositik hipokrom:
i. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
ii. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
iii.
Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
2. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum
tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan
perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak:
MCV 73 101 fl, MCH 23 31 pg , MCHC 26 35 %), bentuk dan
ukuran eritrosit.
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii.
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.
(Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = >
pucat
lemah, mudah lelah
sakit perut
pembengkakan parotis
warna kuning pada telapak tangan.
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
bayi dan anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan
besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr
sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30
%, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak
lebih besar dari pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan
kebutuhan 8 mg/hari sampai 10 mg/hari.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang
terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan
bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dioksidasi menjadi bentuk
feri, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah
berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin yang berfungsi untuk mengangkut besi
dan selanjutnya didistribusikan ke dalam jairngan hati, limpa, dan sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.
Berikut bagan metabolisme besi :
makanan seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung klorofil,
terkadang untuk menghindari anemia defisiensi besi kedalam susu buatan atau tepung
untuk makanan bayi ditambahkan kandungan besi namun terkadang dapat
menimbulkan terjadinya hemokromatosis.
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang
terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Sedangkan besi yang
dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali
ke dalam iron pool dan digunakan lagi untuk sintesa hemoglobin.
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal :
Bayi
0,4 1 mg/hari
Laki-laki dewasa
1 1,5 mg/hari
Wanita hamil
2,7 mg/hari
Etiologi
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
o
Pertumbuhan
Pad bayi premature dan pada usia pertumbuhan cepat (pada satu tahun
pertama dan masa remaja).
Menstruasi
mudah diserap (40%) dibandingkan besi yang terkandung dalam susu formula
(10%).
o
Malabsorpsi besi
Keadaan ini terjadi apda anak kurang gizi yang mukosa usunya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami
gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita
mendapatkan cukup besi. Asam lambung yang berkurang jumlahnya, serta
makanan lebih cepat melewati usus halus bagian atas menjadi alas utama
kurangnya penyerapan besi heme dan non heme.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan
darah sebanyak 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, kehilangan
darah 3 sampai 4 ml/hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan
negative besi. Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan saluran cerna,
milk induced enteropathy, ulkus peptikum, perdaraha akibat obat-obatan (asam
asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, NSAID), dan cacing (Ancylostoma
duodenale dan Necator americans).
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pda akhir masa
fetus dan awal usia neonatus.
5. Hemoglobinuria
Ditemukan pada anak dengan katup jantung buatan.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit yang jarang terjadi ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang,
serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menurunkan Hb drastic
hinggal 1,5 sampai 3 g/dL dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Terjadi pada atlet yang berolahraga berat seperti lintas alam. Perdarahan saluran cerna yang
tidak tampak sebagian akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat
terjadi pda 50% pelari.
Patofisiologi
ADB terjadi akibat keseimbangan negative besi yang berlangsung lama. Terdapat tiga
tahapan defisiensi besi,yaitu :
1. Iron depletion atau Storage iron deficiency
DItandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin
dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada saat ini terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme. Feritin serum menurun, pemeriksaan lain untuk mengetahui kurangnya besi masih
normal.
2. Iron deficient erythropoietin atau Iron limited erythropoiesis
Didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoesis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai besi serum yang menurun dan saturasi transferrin
menurun, sedangkan total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
3. Iron deficiency anemia
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
terjadi penurunan kadar Hb. Pada gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan
hipokromik yang progresif.
Tabel 1. Tahapan kekurangan besi
Hemoglobin
Tahap 1
Tahap 2
(normal)
(sedikit
Tahap 3
(mikrositik/
menurun)
Cadangan besi (mg)
Fe serum (ug/dL)
TIBC (ug/dL)
Saturasi transferrin (%)
Ferritin serum (ug/dL)
Sideroblas (%)
FEP (ug/dL eritrosit)
MCV
< 100
Normal
360-390
20-30
< 20
40-60
> 30
normal
0
< 60
> 390
< 15
< 12
< 10
> 100
normal
hipokromik)
0
< 40
> 410
< 10
< 12
< 10
>200
menurun
Gejala klinis
Manifestasi klinis dari ADB terjadi perlahan, biasanya tidak diperhatikan baik oleh
penderita ataupun keluarganya. Pada diagnosis ringan, ADB ditegakkan hanya dari temua
laboratorium saja. Pda umumnya gejala yang disadari adalah pucat. Pada penderita dengan
kadar Hb 6-10 mg/dL terjadi mekanisme kompensasi efektif sehingga gejala anemia hanya
bersifat ringan. Sedangkan pada saat kadar Hb turun < 5 g/dL terlihat gejala iritabel dan
anoreksia yang lebih jelas. Apabila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi
jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang dengan kadar Hb < 3-4 g/dL pasien
tidak mengeluh karena sudah terjadi mekanisme kompensasi, sehingga beratnya gejala klinis
sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Beberapa gejala non-hematologik yang dapat terlihat antara lain :
Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun diakibatkan fungsi leukosit yang tidak
normal. Pada penderita ADB kemmapuan neutrophil memiliki kemampuan fagositosis
tetapi kemampuan untuk membunuh E. coli dan S. aureus menurun.
Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
o
pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferrin, FEP, ferritin)
penumpukan porfirin dalam sel. Nilai FEP > 100mg/dL eritrosit menunjukkan adanya ADB.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi ADB lebih dini. Apabila terjadi peningkatan FEP dan
penurunan ST, merupakan tanda ADB yang progresif. Kadar ferritin serum dihitung untuk
menunjukkan jumlah cadangan besi tubuh. Bila ferritin kurang dari 10-12 ug/dL
menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.
Diagnosis
Beberapa kriteria diagnosis untuk menentukan anemia defisiensi besi :
1. WHO
3. Lanzkowsky
FEP meningkat
Sumsum tulang
o Tertundanya maturasi sitoplasma
o Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi, atau besi
berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya anemia subklinis dengan melihat
respons Hb terhadap pemberian preparat besi. Prosedurnya sangat mudah, praktis, sensitive,
dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan
pemberian preparat besi dosis 6 mg/kg/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb
1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa penderita mengalami ADB.
Selain anemia defisiensi besi, ada keadaan lain dimana gambaran morfologi darah tepinya
menggambarkan anemia hipokrom mikrositik, antara lain talasemia minor dan anemia karena
penyakit kronis.
Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB
Pemeriksaan lab
MCV
Fe serum
TIBC
Saturasi trasnferin
FEP
Feritin serum
ADB
Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat
Menurun
Talasemia minor
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tatalaksana
1. Pemberian preparat besi
Per oral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang murah. Untuk penyerapan
sama baik ferrous glukonat, fumarat, maupun suksinat. Untuk bayi tersedia
preparat besi tetes (drop). Untuk mendapatkan respons pengobatan diberikan 4-6
mg besi elemental/kg/hari. DOsis obat dihitung berdasarkan besi elemental yang
ada dalam garam ferrous. Pada ferrous sulfat mengandung 20% besi elemental.
Dosis yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada pencernaan dan
tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi terbaik
adalah saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, tetapidapat memberikan
efek pada saluran cerna. Untuk mengatasinya pemberian besi dapat diberikan saat
makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar
40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi harus diberikan
selama 2 bulan terus-menerus setelah anemia teratasi.
Parenteral
Pemberian preparat secara intramuscular (IM) menimbulkan rasa sakit dan
biayanya mahal. Dapat juga menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi
alergi. Kemampuan untuk meningkatkan Hb tidak lebih baik disbanding per oral.
Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi, dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dL) x 2,5
2. Transfusi darah
Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai
dengan infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan
transfuse tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan
hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah
yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu kadar respon
terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dL hanya
diberikan PRC dosis 2-3 ml/kgBB per satu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti
furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian
transfuse tukar menggunakan PRC yang sehat. Untuk menghitung kebutuhan transfusi dapat
dihitung dengan cara :
(Hb target Hb pasien) x BB (kg) x jenis darah
Jenis darah : darah yang dibutuhkan
PRC dikalikan 3
WB dikalikan 6
3. Pencegahan
Untuk pencegahan ADB dapat dilakukan beberapa hal pada awal masa kehidupan :
Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan resiko
terjadinya perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa bayi
Memberikan makanan pada bayi yang mengnadung besi serta makanan yang
kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada usia 4-6 tahun (saat
memperkenalkan makanan padat)
Secara umum, untuk mencegah kekurangan besi dapat dilakukan hal berikut :
Suplementasi besi.
Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat dalam
tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh dari
hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum
bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa
adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.
Berikut metabolisme asam folat :
etiologi
gangguan absorpsi
infeksi parasit
gejala klinis
pucat
berdebar-debar
laboratorium
Hipersegmentasi neutrofil
Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)
Terapi
hipokrom makrositik
mikrositik normokrom
SI menurun sedikit
Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Secara
morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah
atau hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan
hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak. Anemia aplastik dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset 1,5-22
tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat constitusional
aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti
mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi
kulit.
1. Didapat
disebabkan oleh :
Gejala klinis
Laboratorium
Retikulosit menurun
Leukopenia
Trombositopenia
Kromosom patah
SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan penyokong
Terapi
Makanan lunak
Istirahat
Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, antithymocyte globulin (ATG) untuk
pasien tua.
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme eritrosit
sendiri. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl hipotonis
menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah retikulosit meningkat.
Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak
gejala anemia lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat
menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam
keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3
tahun), roboransia.
Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak
seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.
A beta lipoproteinemia
Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
Defisisnsi vitamin E
Defisiensi G6PD
akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi. Glutation dalam
keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi,
terutama obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih
nyata pada laki-laki. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal,
sulfa, obat anti malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala
klinis yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar.
Untuk terapi bersifat kausal.
Defisiensi glutation
Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas
dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis
bervariasi, untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.
Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan hapusan darah
tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot bnersiaft lebih berat.
Defisiensi heksokinase
Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan
biokimia.
2. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan
HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun
sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar
gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu :
Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia
b. Gangguan Ektrakorpuskular
Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya merupakan faktor
yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh :
1. obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisisn)
streptokokkus, virus, malaria.
2. hipesplenisme
3. anemia akibat penghancuran eritrosit karena reaksi antigen-antibodi. Seperti
inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, bisa
juga karena reaksi autoimun.
Pengobatan
Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan prednison atau
hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini.
IV. Anemia Post Hemoragik
Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti kehilangan darah karena
kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid.
a. Kehilangan darah mendadak
1. Pengaruh yang timbul segera
2. Pengaruh lambat
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar
perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang
teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,
diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif
cepat atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa
mulut dan konjungtiva).
1. Anemia defisiensi
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemoragik
4. Anemia hemolitik
1. mikrositik hipokrom : defisiensi besi
2. makrositik normokrom : defisiensi asam folat dsn vitamin B12
3. anemia dimorfik
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
2. Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC.
Jakarta. 1995
3. Staf
Pengajar
Ilmu
Kesehatan
Anak.
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info Medika.
Jakarta. 2002
4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta.
2000
5. Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of Chicago
Medical Centre. Chicago. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
6. Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director of The
George Bray Cancer Center at New Britain General Hospital. New Britain. Review
provided by VeriMed Healthcare Network.
7. Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology. The University
of Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review provided by VeriMed
Healthcare Network.
8. Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.
9. S, Estwick D, Peddi R. G6PD deficiency: its role in the high prevalence of
hypertension and diabetes mellitus. Ethn Dis 2001;11:749-54..
10. Mehta
A,
Mason
PJ,
Vulliamy
TJ. Glucose-6-phosphate
dehydrogenase