Anda di halaman 1dari 34

CASE BASED DISCUSSION

ANEMIA
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD R. Soedjati Purwodadi

Disusun oleh :
Estu Septiyanto
01.211.6382

Pembimbing :
dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Oleh :
Estu Septiyanto

01.211.6382

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Anak RSUD DR. Soedjati
Purwodadi

Purwodadi,

Maret 2016

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp. A

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. AWAL

Umur

: 4 tahun

Jenis Kelamin

: Lak-laki

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Gading 4/17, Kuripan, Purwodadi, Grobogan

Pekerjaan orang tua

: Wiraswasta

Bangsal

: Anggrek

No CM

: 550738

Tanggal Lahir

: 22 April 2011

Masuk RS

: 27 Februari 2016

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dan autoanamnesa dengan ibu dan
pasien pada tanggal 28 Februari 2016 pukul 10:00 WIB di bangsal Anggrek dan
didukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama

: Badan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD R. Soedjati Purwodadi bersama orang tua mengeluh badan
terasa lemas. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya 2 hari ini terlihat pucat, keadan
pucat ini timbul setelah anaknya tidak mau makan 4 hari. Keluhan pucat ini dialami
belum pernah di alami pasien sebelumnya. Keluhan pucat ini disertai rasa lemas, cepat
capek, serta kurang berenergi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, kadang-kadang juga
timbul pusing. Pasien tidak ada keluhan demam, mual dan muntah.Pasien juga tidak
menngalami gangguan pencernaan seperti diare. Pasien juga mengatakan buang air besar
dan buang air kecil tidak ada keluhan.

Ibu pasien dan pasien menyangkal bahwa anaknya sering bermain di kebun tanpa alas
kaki, berat badan anak sulit untuk naik, Bab keluar darah, bengkak di seluruh tubuh,
mimisan, anggota keluarga ada yang batuk lama, pengobatan batuk 6 bulan, ataupun
sakit kuning sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat Sakit Serupa


Riwayat Transfusi darah
Riwayat Mengkonsumsi Obat cacing
Riwayat Pernah di rawat di Rumah sakit
Riwayat Sakit Kuning
Riwayat Penyakit Jantung Bawaan
Riwayat Trauma

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat Kurang darah


Riwayat Tranfusi darah
Riwayat Sakit Kuning
Riwayat Penyakit Ginjal
Riwayat Batuk lama

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan tiap bulan hingga bayi lahir. Ibu
mengkau mendapatkan suntik TT 2x .Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit
selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma
selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu
disangkal. Obatobatan yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat
penambah darah.
Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Persalinan
Anak laki-laki lahir dari ibu G2P1A0 hamil 39 minggu Umur 27 tahun, ante natal care
teratur, penyakit selama hamil tidak ada, anak lahir secara spontan, di tolong oleh bidan,
lahir langsung menangis, dan berat badan lahir 2900 gram
Kesan : Neonatus Aterm, lahir secara Spontan
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Ibu mengaku membawa anaknya ke Posyandu secara rutin dan mendapat imunisasi
dasar lengkap.

Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik.


Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
- Perkembangan
-

Mengangkat kepala
: 2 bulan
Memiringkan Badan
: 3 bulan
Tengkurap dan mempertahankan posisi kepala
: 4 bulan
Duduk
: 6 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 11 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara
: 17 bulan
Bertepuk tangan
: 24 bulan
Jalan naik tangga sendiri
: 30 bulan
Mencoret-coret pensil pada kertas
: 36 bulan
Melompat kedua kaki diangkat
: 42 bulan
Hubungan Sosial : pasien bergaul seperti biasa dengan teman-teman
sebayanya, hubungan dengan tetangga baik.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak seusianya

Pertumbuhan
BB lahir
BB sekarang
PB sekarang
Kelainan Bawaan
IMT (BB/(TB M2)

: 2900 gram.
: 13 kg
: 98 cm.
:: 13kg/(0,98) 2 = 13,53

Kesan : Status Gizi Normal (Normoweight).

Riwayat Imunisasi

< 7 hari

: Hepatitis B (HB) 0

1 bulan

: BCG, Polio 1

2 bulan

: DPT, HB1, HiB 1, dan Polio 2

3 bulan

: DPT, HB2, HiB 2, dan Polio 3

4 bulan

: DPT, HB3, HiB 3, dan Polio 4

9 bulan

: campak

Kesan : Anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap


Riwayat Keluarga Berencana
Ibu mengikuti program Keluarga Berencana yaitu suntik KB per 3 bulan
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta . Biaya pengobatan ditanggung BPJS
Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Pucat, lemas, tidak kuning, kompos mentis, dan kurang aktif
Tanda Vital
Tekanan darah
: 82/51 mmHg
HR
: 124 x / menit, reguler,isi tegangan cukup
Suhu
: 37, 0C
RR
: 28 x / menit
Berat Badan
: 13 kg
a. Status Generalis
i. KU
: Pucat, Lemas, Lemah, tidak kuning, kompos mentis, kurang aktif.
ii. Kepala : Mesocephal, rambut hitam tidak mudah di cabut.
iii. Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), Cowong
(-/-),Refleks cahaya (+/+), isokor ( 3mm)
iv. Telinga : discharge (-/-), radang (-/-), normotia (+/+)
v. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-),
vi. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-),Gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii.THORAX
Paru-paru :
-

Inspeksi

: bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra

simetris, retraksi costa (-)


Palpasi
: Strem fremitus kanan = Strem fremitus kiri

Perkusi
Auskultasi

: sonor di seluruh lapangan paru


: suara dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Kesan : Paru-paru Dalam Batas Normal


Jantung :
Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba pada ICS V medial linea

midclavicula sinistra
Perkusi

: Batas jantung kiri di linea midclavicula sinistra, batas

kanan di linea parasternalis dextra, batas atas di ICS III sinistra


Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II regular, gallop (-), bising

jantung (-)
Kesan : Cor Dalam Batas Normal
Abdomen
Inspeksi

: datar, pelebaran vena (-), distensi (-)

Auskultasi

: peristaltik (+), bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani di seluruh kuadran

Palpasi

: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

ix. Vertebra
Spina bifida (-), meningokel (-)
Ekstremitas
Sianosis
Edema
Akral dingin
Capillary refill time
Kesan : NORMAL

Superior
-/-/-/< 2/ < 2

Inferior
-/-/-/< 2/ < 2

Pemeriksaan Penunjang
a. 27 Februari 2016
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Golongan Darah
b. 28 Februari 2016
Pemeriksaan
Hemoglobin
c.

Hasil
5,1 gr/dl
16,2 %
331.000
B
Hasil
7,0 gr/dl

1 Maret 2016 ( Post Tranfusi PRC 1 Klof)

Nilai Normal
12 16 gr/dl
36 47 %
150 450 x 103/ul
Rh +
Nilai Normal
12 16 gr/dl

Pemeriksaan
Hemoglobin

Hasil
9,9 gr/dl

Nilai Normal
12 16 gr/dl

Eritrosit : Mikrosit, hipokrom, ovalosit, target cell, tear drop cell, anulosit,
fragmen cell, eliptosit, eritrosit muda (+)
Leukosit : Estimasi jumlah normal, limfositosis
Trombosit : Estimasi jumlah normal, trombosit besar (+)
Simpulan : Anemia Mikrositik Hipokromik
Limfositosis
D. DAFTAR MASALAH
a. Anamnesa :

Pucat 2 hari
Tidak mau makan 4 hari
Badan terasa lemas
Cepat lelah
Nafsu makan berkurang
Pusing

b. Pemeriksaan Fisik :
Conjungtiva Anemis (+/+), Kurang aktif
c. Laborat :
Hemoglobin

: 5,1 gr/dl

E. DIAGNOSIS BANDING
a. Anemia
Anemia Mikrositik Hipokromik
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Karena Penyakit Kronis
Infeksi Virus Kronis
Thalasemia Minor
F. DIAGNOSIS SEMENTARA
a. Anemia Mikrositik Hipokromik

G. INITIAL PLANNING
Initial Diagnosis:

Pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferrin, FEP, ferritin)

Mahal
Pemeriksaan petanda infeksi virus, sesuai dengan klinis pasien
Evaluasi setelah terapi

Initial Terapi:
Rawat Inap
Ambroxol 3 x 1/2 cth
Infus Nacl 10 tpm
Inj. Lasix 10 mg post transfusi
Tranfusi PRC 150
Fototerapi
Initial Monitoring

Tanda Vital ( Tensi, Nadi, RR, Suhu)


Monitoring perdarahan ( mimisan, bab berdarah, gusi berdarah)
Produksi Urine dan BAB

Initial Edukasi

Menjelaskan pada keluarga tentang sakit yang dialami pasien


Menjelaskan pada pasien tentang penyebab penyakit,
Menjelaskan kepada keluarga tujuan, manfaat, dan efek samping pemberian transfusi

ke pasien.
Mejelaskan Kepda keluarga pasien untuk tetap menjaga asupan gizi anak.

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara

praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). (Bakta, 2011)
2. Etiologi
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2011)
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
b. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
3. Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO (2012) :
Anak
Usia 6 bulan 6 tahun
Hb < 11 gr/dL
Usia 6 -14 tahun
Hb < 12 gr/dL
Dewasa
Laki-laki dewasa
Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil
Hb < 11 gr/dL
4. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2011)
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastic
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan
hemoglobin
(hemoglobinopati)
Thalasemia
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik

c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: (Bakta.2011)
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab
anemia mikrositik hipokrom:
i. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
ii. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
iii.
Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
2. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum
tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan
perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak:
MCV 73 101 fl, MCH 23 31 pg , MCHC 26 35 %), bentuk dan
ukuran eritrosit.
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii.
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.
(Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = >

35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12,


asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,
dan myelodisplasia)
5. Gejala Anemia
Gejala umum anemia tergantung pada : (Bakta.2011)
a. Derajat penurunan hemoglobin
b. Kecepatan penurun hemoglobin
Gejala khas infeksi cacing tambang :
a.
b.
c.
d.
e.

pucat
lemah, mudah lelah
sakit perut
pembengkakan parotis
warna kuning pada telapak tangan.
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,

apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu.


Gejala umum anemia ini timbul karena : (Bakta.2011)

Affinitas oksigen yang berkurang Untuk peningkatan pengangkutan oksigen ke


jaringan yang efisien, dilakukan dengan cara mengurangi affinitas hemoglobin
untuk oksigen. Aksi ini meningkatkan ekstraksi oksigen dengan jumlah

hemoglobin yang sama.


Peningkatan perfusi jaringan Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang
berkurang pada jaringan dapat dikompensasi dengan meningkatkan perfusi

jaringan dengan mengubah aktivitas vasomotor dan angiogenesis.


Peningkatan cardiac output Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen yang
harus diekstraksi selama setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan oksigen yang
lebih tinggi. Karena viskositas darah pada anemia berkurang dan dilatasi
vaskular selektif mengurangi resistensi perifer, cardiac output yang tinggi bisa

dijaga tanpa peningkatan tekanan darah.


Peningkatan fungsi paru Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan
frekuensi pernafasan yang mengurangi gradien oksigen dari udara di
lingkungan ke udara di alveolar, dan meningkatkan jumlah oksigen yang

tersedia lebih banyak daripada cardiac output yang normal.


Peningkatan produksi sel darah merah Produksi sel darah merah meningkat 2-3
kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6 kali lipat pada kondisi yang kronis, dan

kadangkadang sebanyak 10 kali lipat pada kasus tahap akhir. Peningkatan


produksi ini dimediasi oleh peningkatan produksi eritropoietin. Produksi
eritropoietin dihubungkan dengan konsentrasi hemoglobin. Konsentrasi
eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada konsentrasi hemoglobin
yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia yang berat. Perubahan kadar
eritropoietin menyebabkan produksi dan penghancuran sel darah merah
seimbang.
6. Diagnosis Anemia
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease
entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal
ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahaptahap dalam diagnosis anemia
adalah: (Bakta.2011)
a. Menentukan adanya anemia
b. Menentukan jenis anemia
c. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan.
Anemia Defisiensi
Anemia defisiensi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau beberapa
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin
B12, protein, piridoksin dan sebagainya. Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut
morfologi dan etiologi menjadi 3 golongan :
a. Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah ukuran normal (MCV<80
fL). Hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal
(MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan defisiensi besi, keadaan sideroblastik
dan kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia.
Dari semua itu defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebebkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan penyakit yang sering pada

bayi dan anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan
besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr
sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30
%, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak
lebih besar dari pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan
kebutuhan 8 mg/hari sampai 10 mg/hari.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang
terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan
bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dioksidasi menjadi bentuk
feri, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah
berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin yang berfungsi untuk mengangkut besi
dan selanjutnya didistribusikan ke dalam jairngan hati, limpa, dan sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.
Berikut bagan metabolisme besi :

Adapun sumber besi dapat diperoleh dari

makanan seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung klorofil,
terkadang untuk menghindari anemia defisiensi besi kedalam susu buatan atau tepung
untuk makanan bayi ditambahkan kandungan besi namun terkadang dapat
menimbulkan terjadinya hemokromatosis.

Cadangan besi dalam tubuh


o

Bayi normal/sehat cadangan besi cukup untuk 6 bulan

Bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang
terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Sedangkan besi yang
dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali
ke dalam iron pool dan digunakan lagi untuk sintesa hemoglobin.
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal :

Bayi

0,3 0,4 mg.hari

Anak 4-12 tahun

0,4 1 mg/hari

Laki-laki dewasa

1 1,5 mg/hari

Wanita dewasa 1 2,5 mg/hari

Wanita hamil

2,7 mg/hari

Etiologi
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
o

Pertumbuhan
Pad bayi premature dan pada usia pertumbuhan cepat (pada satu tahun
pertama dan masa remaja).

Menstruasi

2. Kurangnya besi yang diserap


o

Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat


Pada satu tahun pertama kehidupan, bayi membutuhkan makanan yang banyak
mengandung besi. Pada bayi cukup bulan kebutuhan besi yang diserap kurang
lebih 200 mg pada satu tahun pertama (0,5 mg/hari). Pada bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif lebih jarang ditemukan kekurangan besi pada
enam bulan pertama, hal ini disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih

mudah diserap (40%) dibandingkan besi yang terkandung dalam susu formula
(10%).
o

Malabsorpsi besi
Keadaan ini terjadi apda anak kurang gizi yang mukosa usunya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami
gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita
mendapatkan cukup besi. Asam lambung yang berkurang jumlahnya, serta
makanan lebih cepat melewati usus halus bagian atas menjadi alas utama
kurangnya penyerapan besi heme dan non heme.

3. Perdarahan
Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan
darah sebanyak 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, kehilangan
darah 3 sampai 4 ml/hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan
negative besi. Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan saluran cerna,
milk induced enteropathy, ulkus peptikum, perdaraha akibat obat-obatan (asam
asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, NSAID), dan cacing (Ancylostoma
duodenale dan Necator americans).
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pda akhir masa
fetus dan awal usia neonatus.
5. Hemoglobinuria
Ditemukan pada anak dengan katup jantung buatan.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis

Penyakit yang jarang terjadi ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang,
serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menurunkan Hb drastic
hinggal 1,5 sampai 3 g/dL dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Terjadi pada atlet yang berolahraga berat seperti lintas alam. Perdarahan saluran cerna yang
tidak tampak sebagian akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat
terjadi pda 50% pelari.
Patofisiologi
ADB terjadi akibat keseimbangan negative besi yang berlangsung lama. Terdapat tiga
tahapan defisiensi besi,yaitu :
1. Iron depletion atau Storage iron deficiency
DItandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin
dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada saat ini terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme. Feritin serum menurun, pemeriksaan lain untuk mengetahui kurangnya besi masih
normal.
2. Iron deficient erythropoietin atau Iron limited erythropoiesis
Didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoesis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai besi serum yang menurun dan saturasi transferrin
menurun, sedangkan total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
3. Iron deficiency anemia
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
terjadi penurunan kadar Hb. Pada gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan
hipokromik yang progresif.
Tabel 1. Tahapan kekurangan besi

Hemoglobin

Tahap 1

Tahap 2

(normal)

(sedikit

Tahap 3
(mikrositik/

menurun)
Cadangan besi (mg)
Fe serum (ug/dL)
TIBC (ug/dL)
Saturasi transferrin (%)
Ferritin serum (ug/dL)
Sideroblas (%)
FEP (ug/dL eritrosit)
MCV

< 100
Normal
360-390
20-30
< 20
40-60
> 30
normal

0
< 60
> 390
< 15
< 12
< 10
> 100
normal

hipokromik)
0
< 40
> 410
< 10
< 12
< 10
>200
menurun

Gejala klinis
Manifestasi klinis dari ADB terjadi perlahan, biasanya tidak diperhatikan baik oleh
penderita ataupun keluarganya. Pada diagnosis ringan, ADB ditegakkan hanya dari temua
laboratorium saja. Pda umumnya gejala yang disadari adalah pucat. Pada penderita dengan
kadar Hb 6-10 mg/dL terjadi mekanisme kompensasi efektif sehingga gejala anemia hanya
bersifat ringan. Sedangkan pada saat kadar Hb turun < 5 g/dL terlihat gejala iritabel dan
anoreksia yang lebih jelas. Apabila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi
jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang dengan kadar Hb < 3-4 g/dL pasien
tidak mengeluh karena sudah terjadi mekanisme kompensasi, sehingga beratnya gejala klinis
sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Beberapa gejala non-hematologik yang dapat terlihat antara lain :

Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan kelainan seperti koilonikia (bentuk


kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papil lidah, postcricoid oesophageal
webs dan perubahan mukosa lambung dan usus.

Intoleransi latihan : penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh

Termogenesis abnormal : ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh


normal saat udara dingin

Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun diakibatkan fungsi leukosit yang tidak
normal. Pada penderita ADB kemmapuan neutrophil memiliki kemampuan fagositosis
tetapi kemampuan untuk membunuh E. coli dan S. aureus menurun.

Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
o

pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)

pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morofolgi darah tepi

pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferrin, FEP, ferritin)

apusan sumsum tulang

Pemeriksaan HB dan atau Ht merupakan hal pertama untuk menentukan pemeriksaan


lanjutan dalam diagnosis ADB. Selain itu nilai indeks eritrosit MCV, MCH, dan MCHC juga
menurun sejajar dengan penurunan Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, tetapi pada
keadaan berat akibat perdarahan jumlahnya meningkat. Pada gambaran morfologi darah tepi
ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (dapat ditemukan
sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit, dan sel fragmen).
Pada pemeriksaan leukosit biasa dalam batas normal, tetapi pada ADB yang
berlangsung lama dapat ditemukan granulositosis, dan pada anemia karena cacing sering
ditemukan eosinophilia. Pada pemeriksaan trombosit didapatkan peningkatan 2-4 kali dari
nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pda penderita dengan perdarahan massif. Apabila
terjadi trombositopenia kemungkinan anemia yang terjadi adalah anemia yang sangat berat.
Pada pemeriksaan status besi dilakukan pemeriksaan Fe serum untuk menentukan
jumlah besi yang terikat pada transferrin dan pada penderita ADB didapatkan nilai serum
yang menurun. Pemeriksaan TIBC dilakukan untuk mengetahui jumlah transferrin yang
berada dalam sirkulasi dalam darah, pada penyakit ini ditemukan nilai TIBC yang meningkat.
Saturasi transfertin dapat diketahui dengan menghitung Fe serum/TIBC x 100%, nilai ini
menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk
mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila nilai < 16%
menunjukkan suplai besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoesis. Nilai saturasi
transferrin (ST) < 7%, diagnosis ADB dapat ditegakkan, sedangkan pada kadar 7-16% dapat
dipakai untuk mendiagnosis ADB didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan
lainnya. Kadar FEP ditentukan muntuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid
sumsum tulang, karena pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum
besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadi

penumpukan porfirin dalam sel. Nilai FEP > 100mg/dL eritrosit menunjukkan adanya ADB.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi ADB lebih dini. Apabila terjadi peningkatan FEP dan
penurunan ST, merupakan tanda ADB yang progresif. Kadar ferritin serum dihitung untuk
menunjukkan jumlah cadangan besi tubuh. Bila ferritin kurang dari 10-12 ug/dL
menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.
Diagnosis
Beberapa kriteria diagnosis untuk menentukan anemia defisiensi besi :
1. WHO

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

Ht < 31% (N : 32-35%)

Kadar Fe serum < 50ug/dL (N: 80-180 ug/dL)

Saturasi transferrin < 15 % (N : 20-50%)

2. Cook and Monsen

Anemia hipokrom mikrositik

Saturasi transferrin < 16%

Nilai FEP > 100ug/dL eritrosit

Kadar ferritin serum 12 ug/dL

Minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin, dan FEP harus dipenuhi)

3. Lanzkowsky

Hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan


MCHC yang menurun

Red cell distributuion width > 17%

FEP meningkat

Feritin serum menurun

Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%

Respon tubuh terhadap pemberian preparat besi

o Retikulosit mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi


o Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0.4 g/dL/hari atau Ht
meningkat 1%/hari

Sumsum tulang
o Tertundanya maturasi sitoplasma
o Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi, atau besi
berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya anemia subklinis dengan melihat
respons Hb terhadap pemberian preparat besi. Prosedurnya sangat mudah, praktis, sensitive,
dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan
pemberian preparat besi dosis 6 mg/kg/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb
1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa penderita mengalami ADB.
Selain anemia defisiensi besi, ada keadaan lain dimana gambaran morfologi darah tepinya
menggambarkan anemia hipokrom mikrositik, antara lain talasemia minor dan anemia karena
penyakit kronis.
Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB
Pemeriksaan lab
MCV
Fe serum
TIBC
Saturasi trasnferin
FEP
Feritin serum

ADB
Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat
Menurun

Talasemia minor
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Anemia penyakit kronis


Normal/ menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Normal/ meningkat
Menurun

Tatalaksana
1. Pemberian preparat besi

Per oral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang murah. Untuk penyerapan
sama baik ferrous glukonat, fumarat, maupun suksinat. Untuk bayi tersedia

preparat besi tetes (drop). Untuk mendapatkan respons pengobatan diberikan 4-6
mg besi elemental/kg/hari. DOsis obat dihitung berdasarkan besi elemental yang
ada dalam garam ferrous. Pada ferrous sulfat mengandung 20% besi elemental.
Dosis yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada pencernaan dan
tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi terbaik
adalah saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, tetapidapat memberikan
efek pada saluran cerna. Untuk mengatasinya pemberian besi dapat diberikan saat
makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar
40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi harus diberikan
selama 2 bulan terus-menerus setelah anemia teratasi.

Parenteral
Pemberian preparat secara intramuscular (IM) menimbulkan rasa sakit dan
biayanya mahal. Dapat juga menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi
alergi. Kemampuan untuk meningkatkan Hb tidak lebih baik disbanding per oral.
Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi, dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dL) x 2,5

2. Transfusi darah
Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai
dengan infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan
transfuse tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan
hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah
yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu kadar respon
terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dL hanya
diberikan PRC dosis 2-3 ml/kgBB per satu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti
furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian
transfuse tukar menggunakan PRC yang sehat. Untuk menghitung kebutuhan transfusi dapat
dihitung dengan cara :
(Hb target Hb pasien) x BB (kg) x jenis darah
Jenis darah : darah yang dibutuhkan

PRC dikalikan 3

WB dikalikan 6

3. Pencegahan
Untuk pencegahan ADB dapat dilakukan beberapa hal pada awal masa kehidupan :

Meningkatkan ASI eksklusif

Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan resiko
terjadinya perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa bayi

Memberikan makanan pada bayi yang mengnadung besi serta makanan yang
kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada usia 4-6 tahun (saat
memperkenalkan makanan padat)

Memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan

Pemakaian PASI yang mengandung besi.

Secara umum, untuk mencegah kekurangan besi dapat dilakukan hal berikut :

Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama hewani yang mudah


diserap, ditambahn dengan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C
dan A.

Menambah masukan besi ke dalam makanan sehari-hari.

Suplementasi besi.

b. Makrositik Normokrom (Megalobalstik)


Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh
gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi
B12 dan atau asam folat.
1. 1. Anemia Defisiensi Asam Folat

Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat dalam
tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh dari
hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum
bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa
adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.
Berikut metabolisme asam folat :

etiologi

kekurangan masukan asam folat

gangguan absorpsi

kekurangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan postgastrektomi

infeksi parasit

penyakit usus dan keganasan

obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat seperti metotrexat

gejala klinis

pucat

lekas letih dan lemas

berdebar-debar

pusing dan sukar tidur

tampak seperti malnutrisi

glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit)

diare dan kehilangan nafsu makan

laboratorium

Hb menurun, MCV >96 fL

Retikulosit biasanya berkurang

Hipersegmentasi neutrofil

Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)

SSTL eritropoetik megaobalstk, granulopoetik, trombopoetik

Terapi

Asam folat 3X5 mg/hari untuk anak

Asam folat 3X2,5 mg/hari untuk bayi

Atasi faktor etiologi

2. Anemia Defisiensi Vitamin B12


Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang mengandung sumber
hewani seperti daging dan telur. Vitamin B12 merupakan bahan esensial untuk produksi sel
darah merah dan fungsi sistem saraf secara normal. Anemia jenis ini biasanya disebabkan
karena kurangnya masukan, panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung dan ileum
terminale, malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini berupa penurunan nafsu
makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat lelah. Untuk pengobatannya dapat diberikan
suplementasi vitamin B12.
c. Anemia Dimorfik
Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan anemia megaloblastik. Biasanya
disebabkan oleh defisiensi dari asam folat dan besi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan :

hipokrom makrositik

mikrositik normokrom

MCV, MCH, MCHC mungkin normal

SI menurun sedikit

IBC agak menurun

SSTL terlihat gejala campuran dari kedua jenis anemia

Untuk terapi dapat diberikan : preparat besi dan asam folat


II. Anemia Aplastik / Pansitopenia

Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Secara
morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah
atau hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan
hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak. Anemia aplastik dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset 1,5-22
tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat constitusional
aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti
mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi
kulit.
1. Didapat
disebabkan oleh :

radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif

zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb

obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon.

Individual seperti alergi

Infeksi seperti IBC milier, hepatitis

Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin

Yang paling sering bersifat idiopatik

Pucat, lemah, anorexia, palpitasi

Sesak napas karena gagal jantung

Aplasi sistem hematopoetik seperti ikterus, limpa/hepar membesar, KGB membesar

Anemia karena eritropoetik menurun

Perdarahan oleh karena trombopoetik menurun

Rentan terhadap infeksi oleh karena granulopoetik menurun

Bersifat berat dan serius

retikulositopenia,Hb,Ht, eritrosit menurun


trombositopenia
netropenia

Gejala klinis
Laboratorium

Anemia hipokrom normositik dan makrositik

Retikulosit menurun

Leukopenia

Trombositopenia

Kromosom patah

SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan penyokong

Terapi

Prednison /kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral

Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral

Transfusi darah bila perlu

Pengobatan terhadap infeksi sekunder

Makanan lunak

Istirahat

Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, antithymocyte globulin (ATG) untuk
pasien tua.

III. Anemia Hemolitik


Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120
hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat
menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit
meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini
berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan
pembesaran limpa. Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme eritrosit
sendiri. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Sferositosis

Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl hipotonis
menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah retikulosit meningkat.
Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak
gejala anemia lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat
menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam
keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3
tahun), roboransia.

Ovalositosis (eliptositosis)

50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak
seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.

A beta lipoproteinemia

Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah

Defisisnsi vitamin E

1. 2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit

Defisiensi G6PD

akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi. Glutation dalam
keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi,
terutama obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih
nyata pada laki-laki. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal,

sulfa, obat anti malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala
klinis yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar.
Untuk terapi bersifat kausal.

Defisiensi glutation reduktase

Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.

Defisiensi glutation

Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.

Defisiensi piruvat kinase

Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas
dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis
bervariasi, untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.

Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)

Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan hapusan darah
tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot bnersiaft lebih berat.

Defisiensi difosfogliserat mutase

Defisiensi heksokinase

Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase

Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan
biokimia.
2. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan
HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun
sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar
gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu :

gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE,


HbS dan lain-lain.

Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia

b. Gangguan Ektrakorpuskular
Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya merupakan faktor
yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh :
1. obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisisn)
streptokokkus, virus, malaria.
2. hipesplenisme
3. anemia akibat penghancuran eritrosit karena reaksi antigen-antibodi. Seperti
inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, bisa
juga karena reaksi autoimun.
Pengobatan
Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan prednison atau
hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini.
IV. Anemia Post Hemoragik
Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti kehilangan darah karena
kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid.
a. Kehilangan darah mendadak
1. Pengaruh yang timbul segera

kehilangan darah yang cepat akan menimbulkan reflek kardiovaskular sehingga


terjadi kontraksi arteriola, penurunan aliran darah keorgan yang kurang vital (anggota
gerak, ginjal dan sebagainya) dan peningkaata aliran darah keorgan vital (otak dan
jantung).

Kehilangan darah 12-15% : pucat, takikardi, TD normal/menurun

Kehilangan darah 15-20% : TD menurun, syok reversibel

Kehilangan darah >20% : syok reversibel

Terapi : transfusi darah dan plasma

2. Pengaruh lambat

pergeseran cairan ektraseluler ke intraseluler sehingga terjadi hemodilusi

gejala : leukositosis (15.000-20.000/mm3), Hb, Ht, eritrosit menurun, eritropoetik


meningkat, oligouria / anuria, gagal jantung.

Terapi dapat diberikan PRC

b. Kehilangan darah menahun


Berupa gejala defisiensi besi bila tidak diimbangi dengan masukan suplemn besi.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

ANEMIA didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit)


dalam darah atau penurunan kadar Hemoglobin sampai dibawah rent Untuk penangan
anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya ang nilai yang berlaku untuk
orang sehat (Hb<10 g/dL).

Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar
perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang
teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,
diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif
cepat atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa
mulut dan konjungtiva).

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :

Anemia defisiensi dibedakan menjadi :

1. Anemia defisiensi
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemoragik
4. Anemia hemolitik
1. mikrositik hipokrom : defisiensi besi
2. makrositik normokrom : defisiensi asam folat dsn vitamin B12
3. anemia dimorfik

Anemia hemolitik dibedakan menjadi :

1. gangguan intakorpuskuler : kelainan struktur dinding eritrosit, defisiensi enzim,


hemoglobinopatia
2. gangguan ektrakorpuskuler

Anemia post hemoragik bisa karena :

1. kehilangan darah mendadak


2. kehilangan darah menahun

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
2. Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC.
Jakarta. 1995
3. Staf

Pengajar

Ilmu

Kesehatan

Anak.

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info Medika.
Jakarta. 2002
4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta.
2000
5. Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of Chicago
Medical Centre. Chicago. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
6. Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director of The
George Bray Cancer Center at New Britain General Hospital. New Britain. Review
provided by VeriMed Healthcare Network.
7. Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology. The University
of Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review provided by VeriMed
Healthcare Network.
8. Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.
9. S, Estwick D, Peddi R. G6PD deficiency: its role in the high prevalence of
hypertension and diabetes mellitus. Ethn Dis 2001;11:749-54..
10. Mehta

A,

Mason

PJ,

Vulliamy

TJ. Glucose-6-phosphate

deficiency. Baillieres Best Pract Res Clin Hae

dehydrogenase

Anda mungkin juga menyukai