Anda di halaman 1dari 21

No.

ID dan Nama Peserta :

Presenter : dr. Niken Maretasari P.A

dr. Niken Maretasari P.A


No. ID dan Nama Wahana :

Pendamping: 1. dr. Triyono

RSUD Muntilan, Magelang


2. dr. Faridha Achmawati
TOPIK : ACS dengan AMI Anteroseptal
Tanggal (Kasus) : 16 Januari 2016
Nama Pasien :Tn. E
No. RM :254470
Tanggal Presentasi : 15 Februari 2016
Pendamping : 1. dr. Triyono
2. dr. Faridha Achmawati
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Muntilan, Magelang
OBJEKTIF PRESENTASI
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi :
Seorang laki-laki usia 45 tahun dengan nyeri dada sebelah kiri, sesak nafas, dan keringat
dingin.
Tujuan

Mengobati kegawatan penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut


Bahan
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus

Audit

Bahasan
Cara

Pos

Diskusi

Membahas
DATA PASIEN
Nama Klinik : IGD

Presentasi dan

E-mail

Diskusi
Nama :Tn. E
Telp : -

No. Registrasi : 254470


Terdaftar sejak : 16 Januari 2016
(05.20)

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis : ACS dengan AMI Anteroseptal
2. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang)
Seorang laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri
sejak 2,5 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan menjalar ke lengan kiri seperti ditindih
benda berat. Sejak 2,5 jam lalu, nyeri dada dirasakan menetap terus-menerus makin
lama makin berat. Nyeri dada memberat dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat maupun obat.
Pasien juga mengeluhkan keringat dingin sejak 2,5 jam lalu pada seluruh
tubuhnya. Keringat dingin tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas bersamaan dengan nyeri dada. Keluhan lain seperti mual, muntah, nyeri
epigastrik disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat sakit liver

: disangkal
: (+)
: disangkal
: disangkal
1

Riwayat sakit paru


Riwayat asma/ alergi
4. Riwayat Penyakit Keluarga

: disangkal
: disangkal

Riwayat sakit serupa


Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat sakit liver
Riwayat sakit paru
Riwayat asma/ alergi
5. Riwayat Kebiasaan

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat merokok
: (+) sejak 20 tahun lalu, 1 bungkus per hari
Riwayat makan-makanan berkolesterol : (+)
Riwayat minum alkohol
: disangkal
6. Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat
Riwayat alergi makanan
7. Riwayat Sosio-Ekonomi

: disangkal
: disangkal

Pasien bekerja sebagai karyawan. Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.
Untuk biaya berobat, pasien menggunakan fasilitas umum.
DAFTAR PUSTAKA :

Karo, Santoso Karo. Rahajoe, Anna Ulfah. Sulistyo, Sigit. Kosasih, Adrianus. 2013. Buku
Panduan Adnvanced Cardiac Life Support (ACLS). Perki. Jakarta: penerbit Perki.
Sudoyo, W Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta: 1615-1625
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi AMI dalam Patofisiologi konsep-konsep klinis
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui diagnosis SKA dengan dini
2. Mengetahui patofisiologi SKA
3. Mengetahui penatalaksanaan SKA
KASUS : ACS dengan AMI Anteroseptal
SUBJECTIVE
A. Keluhan Utama

Nyeri dada kiri


B. Keluhan Penyerta

Keringat dingin, sesak nafas


C. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri
2

sejak 2,5 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan menjalar ke lengan kiri sseperti ditindih
benda berat. Sejak 2,5 jam lalu, nyeri dada dirasakan menetap terus-menerus makin
lama makin berat. Nyeri dada memberat dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat maupun obat.
Pasien juga mengeluhkan keringat dingin sejak 2,5 jam lalu pada seluruh
tubuhnya. Keringat dingin tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas bersamaan dengan nyeri dada. Keluhan lain seperti mual, muntah, nyeri
epigastrik disangkal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat sakit liver
Riwayat sakit paru

: disangkal
: (+)
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat asma/ alergi

: disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat sakit liver
Riwayat sakit paru

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat asma/ alergi

: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
: (+) sejak 20 tahun lalu, 1 bungkus per hari
Riwayat makan-makanan berkolesterol: (+)
Riwayat minum alkohol
: disangkal
G. Riwayat Alergi Obat dan Makanan
Riwayat alergi obat
Riwayat alergi makanan

: disangkal
: disangkal

H. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai karyawan. Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.
Untuk biaya berobat, pasien menggunakan fasilitas umum.

OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Januari 2016 pukul 05.20
A. Keadaan Umum : tampak sakit berat, sesak nafas
B. Kesadaran

: composmentis

C. Tanda Vital
Tekanan Darah : 156/106 mmHg
Nadi

: 112 x/menit

Respirasi

: 26 x / menit

Suhu

: 37 C (per axiller)

SpO2

: 100 % dengan NRM 10 lpm


D. Kulit

: warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (-)

E. Kepala

bentuk mesocephal dengan caput, rambut hitam,

lurus, mudah rontok (-), mudah dicabut (-), moon face (-).
F. Mata

conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

katarak (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor dengan


diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).
G. Telinga

sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).

H. Hidung

nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),

fungsi pembau baik, foetor ex ore (-).


I. Mulut

sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat

(-), lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-), foetor ex ore (-).
J. Leher

trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid (-),

pembesaran limfonodi cervical (-).


K. Limfonodi

submandibuler,

kelenjar

servikalis,

limfe

retroaurikuler,

supraklavikularis,

aksilaris

dan

inguinalis tidak membesar


L. Thorax
nevi

(-),

bentuk simetris, retraksi suprasternal (-), spider


pernafasan

abdominotorakal,

sela

iga

melebar

(-),pembesaran KGB axilla (-/-).


Jantung :
Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan


parasternal tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di spatium intercostale V, 1 cm medial linea


midclavicularis sinistra
4

Perkusi

: batas jantung kiri atas

: spatium

intercostale

II

linea

parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah

spatium intercostale V, 1 cm medial


linea medio clavicularis sinistra

batas jantung kanan atas

: spatium intercostale II linea sternalis


dextra

batas jantung kanan bawah

: spatium intercostale IV linea sternalis


dextra

Kesan : konfigurasi jantung kesan tidak melebar


Auskultasi : Heart Rate 112 kali/menit, reguler. Bunyi jantung S1 tunggal, S2
splitting, bising jantung (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi
Statis

: normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.

Dinamis

: pengembangan dada simetris, kanan = kiri

Palpasi
Statis

: simetris

Dinamis : pengembangan dinding dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi

: paru kanan sonor, paru kiri sonor

Auskultasi
Kanan

: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (-),
ronchi basah halus (-), wheezing (-).

Kiri

: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (-),
ronchi basah halus (-), wheezing (-).
M.Abdomen

Inspeksi

: dinding perut sejajar dari dinding dada, distended (-),ikterik (-),


venectasi (-), sikatriks (-), striae (-), edema (-).

Auskultasi

: peristaltik (+) normal, bruit (-) di hepar

Perkusi

: tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok
costovertebral kiri(-), area troube tympani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.


N. Genitourinaria

ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang

(-).
O.Ekstremitas :
5

Edema
Sianosis
Pucat
Akral dingin
Luka
Deformitas
Ikterik
Petekie
Sponn nail
Kuku pucat
Clubing finger
Hiperpigmentasi
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Reflek fisiologis
Reflek patologis

Extremitas superior
Dextra
Sinistra
5
5
Normal
Normal
+
+
-

ASSESSMENT SEMENTARA (IGD)


ACS dengan AMI Anteroseptal

Extremitas inferior
Dextra
Sinistra
5
5
Normal
Normal
+
+
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah
Pemeriksaan 16 Januari 2016
Hb
17,5
Hct
50,0
Eritrosit
6,13
Leukosit
10,71
Trombosit
306
GDS
156
MCV
81.6
MCH
28,6
MCHC
35,0
Differential Count
Neutrofil
64,1
Limfosit
27,1
Monosit
5,3
Eosinofil
2,3
Basofil
1,2
Ureum
26
Creatinin
0,99
SGOT
27
SGPT
41
HbsAg
Negative
Kolesterol
241
Total
Kolesterol
48
HDL
Kolesterol
172
LDL
Trigliserida
140
Natrium
144,9
Kalium
3,94
Klorida
113,2

Satuan
g/dl
%
6
10 / L
103 / L
103/ L
g/dL
Fl
Pg
g/dL

Rujukan
13-16
40-48
4.5-5.5
4.2-9.3
150-450
120-140
80-100
26-34
32-36

%
%
%
%
%
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L

50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
15-45
0,60-1,13
14-38
4-41

mg/dl

0-200

mg/dl

42-67

mg/dl

0-100

mg/dl
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

0-150
135-148
3.5-5.3
98-106

2. Foto EKG

Kesan EKG:
STEMI anteroseptal (lead V2,V3,V4)

ASSESSMENT
ACS dengan AMI Anteroseptal
TERAPI

1. IGD

O2 nasal canul 3 lpm Non Rebreathing Mask 8 lpm (SpO2 100%)

IVFD RL 20 tpm

Injeksi ranitidine 1 ampul / 12 jam

ISDN 5 mg sublingual

Aspilet 4 tab

Clopidogrel 4 tab

2. Konsul dr. Zaenab, Sp.PD

Terapi lanjut

Bisoprolol 1 x 2,5 mg p.o

Captopril 3 x 6,25 mg p.o

Laxadin syrup 3x1C p.o

Alprazolam 2x0,5 mg p.o

Injeksi morfin 2-4 mg dalam 15 menit bila nyeri bertambah

Pasang monitor

Evaluasi EKG 1 jam kemudian

Motivasi refer dan masuk ICU


FOLLOW UP IGD
Pukul 05.20 TD = 156 / 106, nadi = 112 x/menit, RR = 26 x/menit, EKG : ST elevasi V2V4 terapi : ISDN 5 mg SL, clopidogrel 4 tab., aspilet 4 tab. evaluasi EKG 1 jam
kemudian

Pukul 06.20 TD = 140 / 90, nadi = 110 x/menit, RR = 26 x/menit, EKG : ST elevasi V2
V4

Gambar EKG

Kesan EKG : ST elevasi V2-V4 (AMI Anteroseptal)


Motivasi refer keluarga menolak refer pasien masuk ICU

10

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM KORONER AKUT


A. PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu spectrum dalam perjalanan penyakit
jantung koroner (PJK) dalam hal ini aterosklerosis koroner. SKA dapat berupa angina
pectoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST
elevasi dan atau kematian jantung mendadak. (Sylvia, 2006)
B. FAKTOR RESIKO SINDROMA KORONER AKUT
Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko
konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses
aterotrombosis.
Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan
tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP,
Homocystein dan Lipoprotein(a).
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat
diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan
timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan
terhadap faktor-faktor aterogenik.
Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause,
dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya
efek perlindungan estrogen.
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat
proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi,
merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.
(Sudoyo W, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FK UI, 2006)
11

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya SKA secara teoritis adalah akibat thrombosis koroner dan
robekan plak. Penelitian angiografi dan study post mortem yang dilakukan pada pasien
SKA segera setelah timbulnya keluhan menunjukan lebih dari 85% terdapat adanya oklusi
thrombus pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan
campuran thrombus putih (white thrombus) dan thrombus merah (red thrombus).
Thrombosis koroner umumnya terjadi dihubungkan dengan robekan plak. Perubahan yang
tiba-tiba dari angina stabil menjadi menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya
berhubungan dengan robekan plak pada titik dimana tekanan shear stress nya tinggi dan
seringkali dihubungkan dengan plak aterosklrosis yang ringan (minor). Plak yang
mengalami robekan kemudian merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan
membentuk thrombus. Spasme arteri koroner juga berperan penting dalam patofiologi
SKA. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui nitrit oxide (NO) endogen dapat
membawa variasi ambang rangsang angina diantara satu pasien dengan yang lain antara
satu waktu dengan waktu yang lain. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi tonus
arteri, yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif (serotonin, adenosine
diphosphate (ADP)).
Pasien dengan aterosklerosis koroner bisa mengalami gejala klinis yang bervariasi
tergantung dari tingkat sumbatan arteri koroner. Gejala-gejala klinis ini meliputi angina
tidak stabil, non-ST segmen elevation miocardial infarction (NSTEMI), dan ST segmen
elevation myocardial infarction (STEMI). Beberapa hal yang mendasari patofiologi SKA
adalah sebagai berikut:
1. Plak tidak stabil
Penyebab utama terjadinya SKA adalah rupturnya plak yang kaya lipid dengan
cangkang yang tipis. Umumnya plak yang mengalami rupture secara
hemodinamik tidak signifikan besar lesinya. Adanya komponen sel inflamasi
yang berada dibawah subendotel merupakan titik lemah dan merupakan
predisposisi rupture plak. Kecepatan aliran darah, turbulensi, dan anatomi
pembuluh darah juga memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.
2. Ruptur Plak
Setelah plak ruptur, sel-sel platelet akan menutupi atau menempel pada plak
yang ruptur. Ruptur akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet.
Fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian merangsang pembentukan
thrombin.
3. Angina tidak stabil
12

Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama
dan dapat terjadi saat istirahat. Pada fase ini trombus kaya akan platelet sehingga
terapi aspirin, clopidogrel, dan GP IIB/IIIA inhibitor paling efektif. Pemberian
trombolisis pada fase ini tidak efektif dan malah sebaliknya dapat
mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan
thrombin yang dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi thrombus yang
bersifat

intermitten

dapat

menyebabkan

nekrosis

miokard

sehingga

menimbulkan NSTEMI.
4. Mikroemboli
Mikroemboli dapat berasal dari thrombus distal dan bersarang didalam
mikrovaskular koroner yang menyebabkan troponin jantung meningkat (penanda
adanya nekrosis di jantung). Kondisi ini merupakan resiko tinggi terjadinya
infark miokardium yang lebih luas.
5. Oklusi thrombus
Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah koroner dalam jangka waktu
yang lama, maka akan menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya akan thrombin
oleh karena itu, pemberian fibrinolisis yang cepat dan tepat atau langsung
dilakukan PCI dapat membatasi perluasan infark miokardium.
(Karo, Buku Panduan ACLS, 2013)
D. DIAGNOSIS SKA
Diagnosis SKA berdasarkan keluhan khas angina umumnya. Terkadang pasien tidak
ada keluhan angina namun sesak nafas atau tidak khas seperti nyeri epigastrik atau
sinkope yang disebut angina equivalen, hal ini diikuti perubahan elektrokardiogram
(EKG) dan atau perubahan enzim jantung.

Pada beberapa kasus, keluhan pasien,

gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung awal tidak bisa
menyingkirkan SKA, oleh karena perubahan EKG dan enzim baru dapat terjadi setelah
beberapa jam kemudian. Pada kondisi ini diperlukan pengamatan secara serial sebelum
menyingkirkan SKA.
1. Gejala
Gejala-gejala umum iskemia dan infark miokardium adalah nyeri dada retrosternal.
Pasien seringkali merasa dada ditekan atau dihimpit lebih dominan dibanding rasa
nyeri. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik SKA
adalah:
13

Lokasi nyeri; daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisir rasa nyeri
Deskripsi nyeri; pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan atau diremas,
rasa tersebut lebih dominan dibandingkan rasa nyeri. Perlu diwaspadai juga bila
pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak nafas (angina equivalen)
Penjalaran nyeri; penjalaran ke lengan kiri, bahu, punggung, leher, leher rasa
tercekik atau rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran ke lengan kanan atau
kedua lengan.
Lama nyerin: nyeri pada SKA lebih dari 20 menit.
Gejala sistemik : disertai keluhan seperti mual, muntah, keringat dingin.
Hal-hal dapat menyerupai nyeri dada iskemia:
-

Diseksi aorta

Emboli paru akut

Efusi pericardial akut dengan tamponade jantung

Tension pneumothorax

Perikarditis

GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease)

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, menyingkirkan penyebab
nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada
SKA umumnya normal, terkadang pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat
tanda komplikasi berupa takipneu, takikardia-bradikardia, adanya gallop S-3, ronki
basah halus di paru, atau terdengar bising jantung (murmur). Bila tidak ada komplikasi
hampir tidak ditemukan kelainan yang berarti.
Tanda fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat
sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI. (Karo, Buku Panduan ACLS, 2013)
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan sebuah penunjang penting dalam pengakkan diagnosis
SKA, untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Berdasarkan gambaran EKG pasien
SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok:
14

a. Elevasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang dianggap baru.
Dapat didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di 2 lead yang
berhubungan.
b. Depresi segmen ST atau inverse gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluh nyeri dada.
c. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal
4. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokardium seperti,
CK-MB, troponin-T dan I, serta mioglobin dipakai untuk menegakkan diagnosis SKA.
Troponin lebih dipilih karena lebih sensitive daripada CKMB. Troponin juga berguna
untuk diagnosis, stratifikasi resiko, dan menentukan prognosis. Troponin yang
meningkat dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian. Pada pasien dengan
STEMI reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.
-

Mioglobin. Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel


miokardium yang mengalami kerusakan, dapat meningkat setelah jam-jam awal
terjadinya infark dan mencapai puncak pada jam 1 sampai jam 4 dan tetap tinggi
sampai 24 jam

CKMB. CKMB merupakan isoenzim dari kreatinin kinase, yang merupakan


konsentrasi terbesar dari moikardium. Dalam jumlah kecil CKMB juga dapat
dijumpai dalam otot rangka, usus kecil, diaphragma. Mulai meningkat 3 jam
setelah infark dan mencapai puncak 12-14 jam CKMB akan mulai menghilang
dalam darah 4-72 jam setelah infarmk
Troponin. Mengatur kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih spesifik
dari CK-MB. Mempunyai 2 bentuk troponin T dan I. Enzim ini mulai meningkat
3 jam sampai dengan 12 jam Setelah onset iskemik. Mencapai puncak pada 1224 jam dan masih tetap tinggi sampai hari ke 8-21 (Troponin T) dan 7-14
(Troponin I). peningkatan enzim ini berhubungan dengan bukti adanya nekrosis
miokard dan menunjukan prognosis buruk SKA. (Karo, Buku Panduan ACLS,
2013)

E. PENATALAKSANAAN
Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun saat
dirumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih
ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis)
atau intervensi PCI (Percutaneus Coronary Intervention). Berdasarkan International
15

Consensus On Cardiopulmonary Resucitation and Emergency Cardiovascular Care


Science With Treatment Recommendation (AHA/ACC) tahun 2010, sangat ditekankan
waktu efektif reperfusi terapi. Bila memungkinkan trombolisis dilakukan saat prehospital
untuk menghemat waktu. Penatalaksaan SKA sendiri dibagi atas Pre hospital dan
Hospital.
Pre-hospital meliputi:
-

Monitoring, dan amankan ABC. Persiapkan RJP dan defibrilasi

Berikan aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin, dan morfin jika


diperlukan

Periksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi

Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan pasien


dengan STEMI

Bila akan diberikan fibrinolitik pre hospital, lakukan cek list fibrinolitik.

Hospital
-

Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

Pasang intravena

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah

Lengkapi cek list fibrinolitik, cek kontraindikasi

Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah

Pemeriksaan sinar-X (< 30 menit setelah pasien sampai IGD).

Terapi awal di IGD


-

Segera berikan oksigen 4 L/menit kanul nasal, terutama jika saturasi < 94%

Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah

Nitrogliserin sublingual atau spray

Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin

Terapi inisial pada SKA


1. Oksigen
Oksigen harus diberikan pada pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung, syok
atau saturasi <94%. Penelitian menunjukan pemberian oksigen mampu mengurangi
ST elevasi pada infark anterior. Beradarkan consensus, dianjurkan memberikan
oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis
tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan pasien dengan nyeri dada yang menetap atau
berulang atau hemodinamik yang tidak stabil, pasien dengan tanda adanya bendungan
paru, dan pasien dengan saturasi oksigen < 90%.
2. Aspirin
16

Aspirin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA kecuali terdapat


kontraindikasi seperti alergi terhadap aspirin dan adanya perdarahan lambung akibat
gastritis yang menetap. Aspirin mampu menurunkan reoklusi koroner dan kejadian
iskemik yang berulang. Penggunaan aspirin suppositoria dapat diberikan pada pasien
dengan mual dan muntah. Dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari
3. Nitrogliserin
Nitrogliserin dapat diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 3-5 menit jika tidak
terdapat kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan
hemodinamik tidak stabil: TD < 90 mmHg atau >30 mmHg lebih rendah dari
pemeriksaan TD awal (jika dilakukan), bradikardia < 50 x/menit atau takikardia > 100
x/menit tanpa adanya gagal jantung, dan adanya infark ventrikel kanan. Nitrogliserin
adalah venodilator dan penggunanya harus berhati-hati pada pasien yang
menggunakan penghambat fosfodiestrase (contoh: Viagra) dalam waktu < 24 jam.
4. Analgetik
Analgetik pada SKA yang menjadi pilihan adalah Morfin. Pemberian morfin
dilakukan jika nitrogliserin sublingual atau semprot tidak respons. Morfin merupakan
pengobatan yang cukup penting pada SKA oleh karena:
-

Menimbulkan efek analgesic pada SSP yang dapat mengurangi aktivasi


neurohormonal dan menyebabkan pelepasan katekolamin

Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan


mengurangi kebutuhan oksigen

Menurukan tahanan vascular sistemik, sehingga mengurangi afterload ventrikel


kiri

Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.

5. Terapi fibrinolitik
Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug < 30 menit)dapat membatasi luasnya
infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat
fibrinolitik misalnya Alteplasie recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan
Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia streptokinase, dengan dosis
pemberian sebesar 1,5 juta U dilaruitkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau Dextrose 5%,
diberikan secara infuse selama 30-60 menit.
6. Antiaritmia
Tidak diberikan sebagai terapi rutin pada SKA STEMI yang bertujuan untuk
profilaksis
7. Penyekat Beta
17

Pemberian penyekat beta intravena tidak diberikan secara rutin pada pasien SKA,
hanya diberikan bila terdapat takikardia dan hipertensi
8. ACE-Inhibitor dan ARB
Kedua obat ini telah terbukti, mengurangi morbiditas dan mortalitas bila diberikan
pada SKA STEMI
9. Statin (HMG Co-A Inhibitor)
Pemberian statin intensif diberikan segera setelah onset SKA dalam rangka
menstabilkan plak. (Karo, Buku Panduan ACLS, 2013)
Komplikasi STEMI
a. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark,
ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark,
slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen non infark, mengakibatkan
penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. (Sudoyo W, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, FK UI, 2006)
Komplikasi Mekanik

Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel


18

Penatalaksanaan : operasi

DAFTAR PUSTAKA
Karo, Santoso Karo. Rahajoe, Anna Ulfah. Sulistyo, Sigit. Kosasih, Adrianus. 2013. Buku
Panduan Adnvanced Cardiac Life Support (ACLS). Perki. Jakarta: penerbit Perki.
Sudoyo, W Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta: 1615-1625
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi AMI dalam Patofisiologi konsep-konsep klinis
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

19

FOLLOW UP ICU
NO
1

Tanggal
16 Januari 2016

Kondisi Pasien
Kesadaran : CM

Terapi

Keluhan : nyeri dada (+), sesak

Bisoprolol 1 x 2,5 mg p.o

nafas (+)

Captopril 3 x 6,25 mg p.o

Tanda Vital :

Laxadin syrup 3x1C p.o

IVFD RL 20 tpm

TD = 140/90

Alprazolam 2x0,5 mg p.o

HR = 110 x/menit

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

RR = 26 x/menit
SpO2 = 100% dg NRM 10 lpm
EKG : sinus takikardi

Cedocard 0,5 mg/kgbb/jam


Morfin 1 mg/jam
CPG 1x75 mg

ST elevasi V2-V4

Aspilet 1x80 mg
Konsul dr. Tatang, Sp.An
Inj.Arixtra

17 Januari 2016

Kesadaran : CM

IVFD RL 21 cc/jam

Keluhan : lemas (+), nyeri dada (-)

Inj. Fasorbid 1 vial dalam

Tanda Vital :

D5% 50cc = 10,5 cc/jam

TD = 106/72

Inj. Morfin 1 ampul +

HR = 107 x/menit

sotatic 1 ampul = 5 cc/jam

RR = 24 x/menit
SpO2 = 100% dg NRM 10 lpm
EKG : sinus takikardi
3

18 Januari 2016

Terapi oral lanjut


Inj. Arixtra ke 2

ST elevasi V2-V4
Kesadaran : CM

IVFD RL 21 cc/jam

Keluhan : lemas (+), nyeri dada

Inj. Morfin + sotatic 5

(-), sesak nafas (-)

cc/jam

Tanda Vital :

Inj.fasorbid 10,5 cc/jam

TD = 120/78

Terapi oral lanjut

HR = 103 x/menit

Inj. Arixtra ke 3 besok

RR = 24 x/menit
SpO2 = 100% dg NRM 10 lpm
20

EKG : sinus takikardi


4

19 Januari 2016

ST elevasi V2-V4
Kesadaran : CM

IVFD RL 21 cc/jam

Keluhan : lemas (+), sesak nafas

Inj. Morfin + sotatic 5

(-), nyeri dada (-)

cc/jam

Tanda Vital :

Inj.fasorbid 10,5 cc/jam

TD = 122/50

Terapi oral lanjut

HR = 106 x/menit

Inj. Arixtra ke 3

RR = 22 x/menit
SpO2 = 100% dg simple mask 6
lpm
EKG : sinus takikardi
5

20 Januari 2016

ST elevasi V2-V4
Kesadaran : CM

IVFD RL 21 cc/jam

Keluhan : lemas (-), sesak nafas

Inj. Morfin + sotatic 5

(-), nyeri dada (-)

cc/jam

Tanda Vital :

Inj.fasorbid 10,5 cc/jam

TD = 125/70

Terapi oral lanjut

HR = 102 x/menit

Inj. Arixtra ke 4

RR = 22 x/menit
SpO2 = 98% dg binasal 3 lpm
EKG : sinus takikardi

21

Anda mungkin juga menyukai