Audit
Bahasan
Cara
Pos
Diskusi
Membahas
DATA PASIEN
Nama Klinik : IGD
Presentasi dan
Diskusi
Nama :Tn. E
Telp : -
: disangkal
: (+)
: disangkal
: disangkal
1
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat merokok
: (+) sejak 20 tahun lalu, 1 bungkus per hari
Riwayat makan-makanan berkolesterol : (+)
Riwayat minum alkohol
: disangkal
6. Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat
Riwayat alergi makanan
7. Riwayat Sosio-Ekonomi
: disangkal
: disangkal
Pasien bekerja sebagai karyawan. Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.
Untuk biaya berobat, pasien menggunakan fasilitas umum.
DAFTAR PUSTAKA :
Karo, Santoso Karo. Rahajoe, Anna Ulfah. Sulistyo, Sigit. Kosasih, Adrianus. 2013. Buku
Panduan Adnvanced Cardiac Life Support (ACLS). Perki. Jakarta: penerbit Perki.
Sudoyo, W Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta: 1615-1625
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi AMI dalam Patofisiologi konsep-konsep klinis
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui diagnosis SKA dengan dini
2. Mengetahui patofisiologi SKA
3. Mengetahui penatalaksanaan SKA
KASUS : ACS dengan AMI Anteroseptal
SUBJECTIVE
A. Keluhan Utama
sejak 2,5 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan menjalar ke lengan kiri sseperti ditindih
benda berat. Sejak 2,5 jam lalu, nyeri dada dirasakan menetap terus-menerus makin
lama makin berat. Nyeri dada memberat dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat maupun obat.
Pasien juga mengeluhkan keringat dingin sejak 2,5 jam lalu pada seluruh
tubuhnya. Keringat dingin tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas bersamaan dengan nyeri dada. Keluhan lain seperti mual, muntah, nyeri
epigastrik disangkal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat sakit liver
Riwayat sakit paru
: disangkal
: (+)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
: (+) sejak 20 tahun lalu, 1 bungkus per hari
Riwayat makan-makanan berkolesterol: (+)
Riwayat minum alkohol
: disangkal
G. Riwayat Alergi Obat dan Makanan
Riwayat alergi obat
Riwayat alergi makanan
: disangkal
: disangkal
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Januari 2016 pukul 05.20
A. Keadaan Umum : tampak sakit berat, sesak nafas
B. Kesadaran
: composmentis
C. Tanda Vital
Tekanan Darah : 156/106 mmHg
Nadi
: 112 x/menit
Respirasi
: 26 x / menit
Suhu
: 37 C (per axiller)
SpO2
E. Kepala
lurus, mudah rontok (-), mudah dicabut (-), moon face (-).
F. Mata
H. Hidung
(-), lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-), foetor ex ore (-).
J. Leher
submandibuler,
kelenjar
servikalis,
limfe
retroaurikuler,
supraklavikularis,
aksilaris
dan
(-),
abdominotorakal,
sela
iga
melebar
Palpasi
Perkusi
: spatium
intercostale
II
linea
parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah
Dinamis
Palpasi
Statis
: simetris
Dinamis : pengembangan dinding dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Auskultasi
Kanan
: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (-),
ronchi basah halus (-), wheezing (-).
Kiri
: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (-),
ronchi basah halus (-), wheezing (-).
M.Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok
costovertebral kiri(-), area troube tympani
Palpasi
(-).
O.Ekstremitas :
5
Edema
Sianosis
Pucat
Akral dingin
Luka
Deformitas
Ikterik
Petekie
Sponn nail
Kuku pucat
Clubing finger
Hiperpigmentasi
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Extremitas superior
Dextra
Sinistra
5
5
Normal
Normal
+
+
-
Extremitas inferior
Dextra
Sinistra
5
5
Normal
Normal
+
+
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah
Pemeriksaan 16 Januari 2016
Hb
17,5
Hct
50,0
Eritrosit
6,13
Leukosit
10,71
Trombosit
306
GDS
156
MCV
81.6
MCH
28,6
MCHC
35,0
Differential Count
Neutrofil
64,1
Limfosit
27,1
Monosit
5,3
Eosinofil
2,3
Basofil
1,2
Ureum
26
Creatinin
0,99
SGOT
27
SGPT
41
HbsAg
Negative
Kolesterol
241
Total
Kolesterol
48
HDL
Kolesterol
172
LDL
Trigliserida
140
Natrium
144,9
Kalium
3,94
Klorida
113,2
Satuan
g/dl
%
6
10 / L
103 / L
103/ L
g/dL
Fl
Pg
g/dL
Rujukan
13-16
40-48
4.5-5.5
4.2-9.3
150-450
120-140
80-100
26-34
32-36
%
%
%
%
%
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
15-45
0,60-1,13
14-38
4-41
mg/dl
0-200
mg/dl
42-67
mg/dl
0-100
mg/dl
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
0-150
135-148
3.5-5.3
98-106
2. Foto EKG
Kesan EKG:
STEMI anteroseptal (lead V2,V3,V4)
ASSESSMENT
ACS dengan AMI Anteroseptal
TERAPI
1. IGD
IVFD RL 20 tpm
ISDN 5 mg sublingual
Aspilet 4 tab
Clopidogrel 4 tab
Terapi lanjut
Pasang monitor
Pukul 06.20 TD = 140 / 90, nadi = 110 x/menit, RR = 26 x/menit, EKG : ST elevasi V2
V4
Gambar EKG
10
TINJAUAN PUSTAKA
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya SKA secara teoritis adalah akibat thrombosis koroner dan
robekan plak. Penelitian angiografi dan study post mortem yang dilakukan pada pasien
SKA segera setelah timbulnya keluhan menunjukan lebih dari 85% terdapat adanya oklusi
thrombus pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan
campuran thrombus putih (white thrombus) dan thrombus merah (red thrombus).
Thrombosis koroner umumnya terjadi dihubungkan dengan robekan plak. Perubahan yang
tiba-tiba dari angina stabil menjadi menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya
berhubungan dengan robekan plak pada titik dimana tekanan shear stress nya tinggi dan
seringkali dihubungkan dengan plak aterosklrosis yang ringan (minor). Plak yang
mengalami robekan kemudian merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan
membentuk thrombus. Spasme arteri koroner juga berperan penting dalam patofiologi
SKA. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui nitrit oxide (NO) endogen dapat
membawa variasi ambang rangsang angina diantara satu pasien dengan yang lain antara
satu waktu dengan waktu yang lain. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi tonus
arteri, yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif (serotonin, adenosine
diphosphate (ADP)).
Pasien dengan aterosklerosis koroner bisa mengalami gejala klinis yang bervariasi
tergantung dari tingkat sumbatan arteri koroner. Gejala-gejala klinis ini meliputi angina
tidak stabil, non-ST segmen elevation miocardial infarction (NSTEMI), dan ST segmen
elevation myocardial infarction (STEMI). Beberapa hal yang mendasari patofiologi SKA
adalah sebagai berikut:
1. Plak tidak stabil
Penyebab utama terjadinya SKA adalah rupturnya plak yang kaya lipid dengan
cangkang yang tipis. Umumnya plak yang mengalami rupture secara
hemodinamik tidak signifikan besar lesinya. Adanya komponen sel inflamasi
yang berada dibawah subendotel merupakan titik lemah dan merupakan
predisposisi rupture plak. Kecepatan aliran darah, turbulensi, dan anatomi
pembuluh darah juga memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.
2. Ruptur Plak
Setelah plak ruptur, sel-sel platelet akan menutupi atau menempel pada plak
yang ruptur. Ruptur akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet.
Fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian merangsang pembentukan
thrombin.
3. Angina tidak stabil
12
Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama
dan dapat terjadi saat istirahat. Pada fase ini trombus kaya akan platelet sehingga
terapi aspirin, clopidogrel, dan GP IIB/IIIA inhibitor paling efektif. Pemberian
trombolisis pada fase ini tidak efektif dan malah sebaliknya dapat
mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan
thrombin yang dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi thrombus yang
bersifat
intermitten
dapat
menyebabkan
nekrosis
miokard
sehingga
menimbulkan NSTEMI.
4. Mikroemboli
Mikroemboli dapat berasal dari thrombus distal dan bersarang didalam
mikrovaskular koroner yang menyebabkan troponin jantung meningkat (penanda
adanya nekrosis di jantung). Kondisi ini merupakan resiko tinggi terjadinya
infark miokardium yang lebih luas.
5. Oklusi thrombus
Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah koroner dalam jangka waktu
yang lama, maka akan menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya akan thrombin
oleh karena itu, pemberian fibrinolisis yang cepat dan tepat atau langsung
dilakukan PCI dapat membatasi perluasan infark miokardium.
(Karo, Buku Panduan ACLS, 2013)
D. DIAGNOSIS SKA
Diagnosis SKA berdasarkan keluhan khas angina umumnya. Terkadang pasien tidak
ada keluhan angina namun sesak nafas atau tidak khas seperti nyeri epigastrik atau
sinkope yang disebut angina equivalen, hal ini diikuti perubahan elektrokardiogram
(EKG) dan atau perubahan enzim jantung.
gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung awal tidak bisa
menyingkirkan SKA, oleh karena perubahan EKG dan enzim baru dapat terjadi setelah
beberapa jam kemudian. Pada kondisi ini diperlukan pengamatan secara serial sebelum
menyingkirkan SKA.
1. Gejala
Gejala-gejala umum iskemia dan infark miokardium adalah nyeri dada retrosternal.
Pasien seringkali merasa dada ditekan atau dihimpit lebih dominan dibanding rasa
nyeri. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik SKA
adalah:
13
Lokasi nyeri; daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisir rasa nyeri
Deskripsi nyeri; pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan atau diremas,
rasa tersebut lebih dominan dibandingkan rasa nyeri. Perlu diwaspadai juga bila
pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak nafas (angina equivalen)
Penjalaran nyeri; penjalaran ke lengan kiri, bahu, punggung, leher, leher rasa
tercekik atau rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran ke lengan kanan atau
kedua lengan.
Lama nyerin: nyeri pada SKA lebih dari 20 menit.
Gejala sistemik : disertai keluhan seperti mual, muntah, keringat dingin.
Hal-hal dapat menyerupai nyeri dada iskemia:
-
Diseksi aorta
Tension pneumothorax
Perikarditis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, menyingkirkan penyebab
nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada
SKA umumnya normal, terkadang pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat
tanda komplikasi berupa takipneu, takikardia-bradikardia, adanya gallop S-3, ronki
basah halus di paru, atau terdengar bising jantung (murmur). Bila tidak ada komplikasi
hampir tidak ditemukan kelainan yang berarti.
Tanda fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat
sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI. (Karo, Buku Panduan ACLS, 2013)
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan sebuah penunjang penting dalam pengakkan diagnosis
SKA, untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Berdasarkan gambaran EKG pasien
SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok:
14
a. Elevasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang dianggap baru.
Dapat didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di 2 lead yang
berhubungan.
b. Depresi segmen ST atau inverse gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluh nyeri dada.
c. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal
4. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokardium seperti,
CK-MB, troponin-T dan I, serta mioglobin dipakai untuk menegakkan diagnosis SKA.
Troponin lebih dipilih karena lebih sensitive daripada CKMB. Troponin juga berguna
untuk diagnosis, stratifikasi resiko, dan menentukan prognosis. Troponin yang
meningkat dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian. Pada pasien dengan
STEMI reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.
-
E. PENATALAKSANAAN
Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun saat
dirumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih
ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis)
atau intervensi PCI (Percutaneus Coronary Intervention). Berdasarkan International
15
Bila akan diberikan fibrinolitik pre hospital, lakukan cek list fibrinolitik.
Hospital
-
Pasang intravena
Segera berikan oksigen 4 L/menit kanul nasal, terutama jika saturasi < 94%
5. Terapi fibrinolitik
Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug < 30 menit)dapat membatasi luasnya
infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat
fibrinolitik misalnya Alteplasie recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan
Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia streptokinase, dengan dosis
pemberian sebesar 1,5 juta U dilaruitkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau Dextrose 5%,
diberikan secara infuse selama 30-60 menit.
6. Antiaritmia
Tidak diberikan sebagai terapi rutin pada SKA STEMI yang bertujuan untuk
profilaksis
7. Penyekat Beta
17
Pemberian penyekat beta intravena tidak diberikan secara rutin pada pasien SKA,
hanya diberikan bila terdapat takikardia dan hipertensi
8. ACE-Inhibitor dan ARB
Kedua obat ini telah terbukti, mengurangi morbiditas dan mortalitas bila diberikan
pada SKA STEMI
9. Statin (HMG Co-A Inhibitor)
Pemberian statin intensif diberikan segera setelah onset SKA dalam rangka
menstabilkan plak. (Karo, Buku Panduan ACLS, 2013)
Komplikasi STEMI
a. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark,
ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark,
slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen non infark, mengakibatkan
penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. (Sudoyo W, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, FK UI, 2006)
Komplikasi Mekanik
Penatalaksanaan : operasi
DAFTAR PUSTAKA
Karo, Santoso Karo. Rahajoe, Anna Ulfah. Sulistyo, Sigit. Kosasih, Adrianus. 2013. Buku
Panduan Adnvanced Cardiac Life Support (ACLS). Perki. Jakarta: penerbit Perki.
Sudoyo, W Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta: 1615-1625
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi AMI dalam Patofisiologi konsep-konsep klinis
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
19
FOLLOW UP ICU
NO
1
Tanggal
16 Januari 2016
Kondisi Pasien
Kesadaran : CM
Terapi
nafas (+)
Tanda Vital :
IVFD RL 20 tpm
TD = 140/90
HR = 110 x/menit
RR = 26 x/menit
SpO2 = 100% dg NRM 10 lpm
EKG : sinus takikardi
ST elevasi V2-V4
Aspilet 1x80 mg
Konsul dr. Tatang, Sp.An
Inj.Arixtra
17 Januari 2016
Kesadaran : CM
IVFD RL 21 cc/jam
Tanda Vital :
TD = 106/72
HR = 107 x/menit
RR = 24 x/menit
SpO2 = 100% dg NRM 10 lpm
EKG : sinus takikardi
3
18 Januari 2016
ST elevasi V2-V4
Kesadaran : CM
IVFD RL 21 cc/jam
cc/jam
Tanda Vital :
TD = 120/78
HR = 103 x/menit
RR = 24 x/menit
SpO2 = 100% dg NRM 10 lpm
20
19 Januari 2016
ST elevasi V2-V4
Kesadaran : CM
IVFD RL 21 cc/jam
cc/jam
Tanda Vital :
TD = 122/50
HR = 106 x/menit
Inj. Arixtra ke 3
RR = 22 x/menit
SpO2 = 100% dg simple mask 6
lpm
EKG : sinus takikardi
5
20 Januari 2016
ST elevasi V2-V4
Kesadaran : CM
IVFD RL 21 cc/jam
cc/jam
Tanda Vital :
TD = 125/70
HR = 102 x/menit
Inj. Arixtra ke 4
RR = 22 x/menit
SpO2 = 98% dg binasal 3 lpm
EKG : sinus takikardi
21