STEP 1
Saintifikasi jamu
o Pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk upaya promotif, preventif, rehabilitatif serta paliatif hanya
dapat dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang terlisensi
Clinical trial
o Pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan adanya efek
farmakologis, tolerabilitas, manfaat dan keamanan dalam pengobatan dan
pencegahan penyakit
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
http://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wpcontent/uploads/2012/01/
MU.2.pdf
2. Latar belakang munculnya saintifikasi jamu
http://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wpcontent/uploads/2012/01/MU.
2.pdf
Fitofarmaka
1. Tahap-tahap uji klinik
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal
harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti
halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding dengan
alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled
clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji
klinik
pada
manusia
hanya
dapat
dilakukan
apabila
obat
:dilakukan pada
dengan pembanding.
Selama uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat
digunakan. Akhirnya obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000
senyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya
yang
diajukan,
efikasi
dan
keamanannya
harus
sudah
kemajuan dalam produksi bahan baku obat seperti produksi insulin dll.
Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya
sama dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si
Dr
Ellin
Yulinah,
Farmakolog
Institut
Teknologi
Bandung.
http://www.trubusonline.co.id/mod.php?
mod=publisher&op=printarticle&artid=1467
http://www.kalbe.co.id/index.php?
mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=141
a.
b.
c.
d.
Fase
Fase
Fase
Fase
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak
menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik
dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional
yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I
dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional
tersebut.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya
berdasarkan dosis empiris tidak didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang
dihadapi adalah dalam melakukan pembandingan secara tersamar dengan
plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau
khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar.
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia
meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini.
Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain
karena:
a. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik
b. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti
berkhasiat dan aman pada uji preklinik
c. Perlunya standardisasi bahan yang diuji
d. Sulitnya menentukan dosis yang tepat
karena
penentuan
dosis
Obat bahan alam yang memenuhi standar baik secara kimia, biologi maupun
farmasi termasuk jaminan kualitas produk.
Standarisasi berdasarkan atas kandungan senyawa aktif adalah
standarisasi yang bersifat spesifik bagi bahan yang diteliti, dan berbeda
dengan standarisasi non spesifik yang berdasarkan atas hasil pengukuran
fisis seperti kadar air, kadar larut asam, etanol dll.
Standarisasi berdasarkan senyawa aktif berhubungan langsung dengan
derajat biologi dan merupakan salah satu parameter yang akan
diperhitungkan dalam uji stabilitas dan uji klinis. Penentuan Standarisasi
senyawa aktif calon obat dilakukan pada masing-masing tahapan isolasi
baik dari bahan dasar, hasil ekstraksi dan hasil fraksinasi yang mempunyai
Uji potensi dengan hewan meliputi uji toksikologi untuk menilai keamanan
dan uji farmakodinamik untuk membuktikan khasiat produk.
Uji toksisitas akut merupakan pengujian sampel dengan dosis tunggal yang
dapat memperlihatkan efek toksik, sedangkan toksisitas subkronis
menggunakan minimal 3 tingkatan dosis yang berbeda yang diberikan
selama 1-3 bulan. Penggunaan secara kronis seperti pengobatan hipertensi
harus disertai data karsinogenik, mutagenik dan teratogenik. Uji
farmakodinamik menggunakan metode tertentu untuk membuktikan secara
ilmiah khasiat atau efek dari obat bahan alam tersebut. Pedoman ini akan
memberikan petunjuk secara garis besar prinsip-prinsip yang harus
dipenuhi apabila akan melakukan uji efek farmakologi obat bahan
alam(Anonim, 2004).
Legitimasi dan formalitas
bahwa
calon
fitofarmaka
tersebut
mempunyai
mempunyai
manfaat
klinik
dalam
pencegahan
dan
disiplin.
Uji klinik fitofarmaka harus memenuhi prinsip-prinsip etika sejak
dari
sentra
unit
fitofarmaka
sejak
perencanaan,
7. Apa saja obat tradisional yang dapat diresepkan oleh dokter maupun dokter herbal
klinik?
STEP 4
Dr. klinik
Syarat:
STR
Surat
izin
sertifikat
Jamu
tersaintifika
si
Tahapan
Tujuan
Syarat
Metode
karakteristik
STEP 5
1. Regulasi mengenai jamu tersaintifikasi
2. Latar belakang munculnya saintifikasi jamu
3. Tujuan dari clinical saintifaksi jamu
4. Ruang lingkup dari saintifikasi jamu
5. Apa metode saintifikasi jamu?
6. Jelaskan perbedaan uji klinik pada fitofarmaka dan pada jamu tersaintifikasi! (proses,
metode, sampel, persyaratan, tujuan) dibuat tabel
CLIICAL TRIAL PHYTOPHARMACA
CLINICAL TRIAL
MEDICINE
SCIENTIFICATION
TRADITIONAL
HERBAL
7. Apa saja obat tradisional yang dapat diresepkan oleh dokter maupun dokter herbal
klinik?
8. Tahapan uji klinik fitofarmaka (tujuan, sampel, jumlah sampel, desain, boleh
dipasarkan pada fase berapa?)
9. Persyaratan dokter yang boleh meresepkan dokter tersaintifikasi jamu
10. Bagaimana persyaratan klinik/rumah sakit/puskesmas yang ditunjuk sebagai yang
dapat memberikan jamu tersaintifikasi (tempat, penulisan resep bagaimana,
pengambilan obat dimana dibandingkan dengan RS/klinik umum)
STEP 6
STEP 7
1. Regulasi mengenai jamu tersaintifikasi
2. Latar belakang munculnya saintifikasi jamu
3. Tujuan dari clinical saintifaksi jamu
4. Ruang lingkup dari saintifikasi jamu
5. Apa metode saintifikasi jamu?
6. Jelaskan perbedaan uji klinik pada fitofarmaka dan pada jamu tersaintifikasi! (proses,
metode, sampel, persyaratan, tujuan) dibuat tabel
CLIICAL TRIAL PHYTOPHARMACA
CLINICAL TRIAL
MEDICINE
SCIENTIFICATION
TRADITIONAL
HERBAL
7. Apa saja obat tradisional yang dapat diresepkan oleh dokter maupun dokter herbal
klinik?
8. Tahapan uji klinik fitofarmaka (tujuan, sampel, jumlah sampel, desain, boleh
dipasarkan pada fase berapa?)
9. Persyaratan dokter yang boleh meresepkan dokter tersaintifikasi jamu
10. Bagaimana persyaratan klinik/rumah sakit/puskesmas yang ditunjuk sebagai yang
dapat memberikan jamu tersaintifikasi (tempat, penulisan resep bagaimana,
pengambilan obat dimana dibandingkan dengan RS/klinik umum)