Anda di halaman 1dari 69

TUGAS FARMASI INDUSTRI

Pengembangan Produk

Disusun Oleh:
Kelompok 2B

Nurul Rohmanisari
Sani Asmi Ramdani L.
Arini Eka Pratiwi
Myra Kharisma Izzati
Riza Wernawati

260112150538
260112150539
260112150567

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
PENDAHULUAN
Saat ini perkembangan produk farmasi semakin meningkat sejalan dengan
perkembangan industri farmasi yang juga semakin meningkat. Jenis industri farmasi
ini meliputi industri obat, kosmetik, jamu, obat herbal, fitofarmaka, vaksin, dan lain
sebagainya. Sebelum menentukan bahan produk farmasi yang akan digunakan dalam
pembuatan produk farmasi, maka terlebih dahulu akan dilakukan serangkaian

prosedur atau tahap-tahap pengembangan obat. Tahapan penting dari proses


pengembangan produk sediaan farmasi adalah preformulasi dan formulasi, mulai dari
memilih bahan awal produk yang akan digunakan hingga menentukan stabilitas obat
hingga dapat menentukan waktu simpan obat.
Pelaksanaan preformulasi dan formulasi obat, pengujian stabilitas obat hingga
pengemasannya merupakan tahapan penting yang dilakukan untuk menjamin mutu
obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
dan sesuai dengan tujuan penggunaan dan keamanannya, sehingga akan
menghasilkan produk yang bermutu, stabil, efektif dan aman. Mutu suatu obat tidak
dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus
ditentukan secara keseluruhan selama proses pembuatan. Oleh karena itu, setiap
tahapan yang dilakukan dalam pengembangan produk obat harus dilakukan dengan
standar yang berlaku.

PENGEMBANGAN PRODUK
I.

PREFORMULASI DAN FORMULASI

1.1

Preformulasi

Preformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan


farmsi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk
menunjang proses pengembangan formulasi.
Studi preformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan
sediaan farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat
mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.
Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset
efek terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang
dicapai. Oleh karena itu pengembangan preformulasi dan formulasi untuk suatu
produk harus diintregasikan secara hati hati dengan pemberian yang dimaksud pada
seorang pasien.
Sifat kimia dan fisika suatu obat harus ditentukan, interaksinya dengan tiap
bahan yang diinginkan harus dikaji, dan efek dari masing-masing tahap kestabilannya
harus diselidiki dan dimengerti.
Semua komponen harus memiliki kualitas yang sangat baik. Kontaminasi
fisika dan kimia tidak hanya menyebabkan iritasi kejaringan tubuh, tetapi jumlah
kontaminasi yang sangat kecil tersebut juga dapat menyebabkan degradasi produk
sebagai hasil dari perubahan kimia.
Tujuan preformulasi yaitu Menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui
penentuan atau definisi sifat-sifat fisika dan kimia yang dianggap penting dalam
menyusun

formulasi

sediaan

yang

stabil,

efektif,

dan

aman.

Data preformulasi akan sangat membantu dalam memberikan arah yang lebih
sesuai untuk membuat suatu rencana bentuk sediaan.

Cakupan studi preformulasi:


1.

Organoleptis
Organoleptis adalah studi preformulasi yang harus dilakukan untuk mengetahui

pemerian zat aktif terdiri dari warna, bentuk, aroma dan rasa zat aktif dengan
menggunakan terminologi deskriptif. Uji organoleptis sangat berguna dalam

melakukan identifikasi awal mengenai suatu zat yang akan dibuat suatu sediaan. Uji
ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bentuk dari bahan yang akan digunakan
dalam formulasi, agar tidak salah dalam mengambil bahan-bahan untuk formulasi.
Dalam menentukan zat yang akan digunakan, dapat mengamatinya dari segi bentuk,
warna, rasa juga aroma.
a.

Warna
Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu sediaan sebelum

membuat suatu sediaan injeksi. Karena hal yang akan dilihat pertama kali adalah
warna dari bahan-bahan itu. Warna biasanya merupakan fungsi inheren kimia obat
karena terkait dengan ketidakjenuhan. Intensitas warna terkait dengan keberadaan
konjugasi ketidakjenuhan di samping keberadaan khromofor , seperti NH2, -NO2 dan
CO- (keton) yang mengintensifkan warna.
b.

Bentuk
Bentuk juga memegang peranan yang sangat penting dalam identifikasi. Setelah

menentukan warna, biasanya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk dari bahan
itu. Sehingga akan benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam formulasi adalah
bahan-bahan yang tepat.
c.

Bau / Aroma
Sebagian zat memiliki aroma yang khas dan kemungkinan bau yang inheren

(terkait) dengan keberadaan gugus fugsional yang terdapat dalam molekul obat.
Adakalanya zat sama sekali tidak berbau atau dapat pula berbau pelarut residu
pelarut. Hal ini penting karena dalam farmakope ada ketentuan batas maksimal
pelarut yang diperbolehkan ada dalam obat (terutama karena alas an toksisitas).
Dengan uji organoleptis, dapat mempermudah identifikasi suatu bahan.
Terutama bahan yang mengandung aroma yang khas. Daftar beberapa istilah
organoleptik dalam FI Ed. IV.
Warna
Putih

Rasa
Asam

Aroma
Sedikit beraroma cuka

Bentuk
Hablur

Hampir putih

Asin

Aroma Khas

Berserat

Putih kekuningan

Pahit

Aroma menusuk

Granul

Kuning

Manis

Aroma aromatik

Serbuk halus

Kuning pucat

Membakar

Aroma lemah

Partikel seperti

Kuning kecoklatan

Dingin

Aroma seperti sulfida

pasir

Krem

Pedas

Praktis tidak beraroma

Serbuk ruah

Krem pucat

Tidak berasa

Tidak beraroma

Higroskopis

Keabu-abuan

Sedikit pahit

Aroma amin ringan

Serbuk amorf

Merah tua

Sangat pahit

Aroma

Merah muda

Aroma minyak seperti merkapton

Merah jingga

permen

Merah

Aroma

tidak
asam

enak Serpihan
Bentuk jarum

klorida

lemah

Coklat
2.

Analisis fisikokimia
Data analitik zat aktif, yang mencakup data kualitatif, data kuantitatif dan

kemurnian.
a

Data kualitatif dan data kuantitatif


Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi preformulasi yaitu untuk

penetapan identitas dan kadar zat aktif. Untuk penetapan kualitatif biasanya
digunakan kromatografi lapis tipis, spectrum serapan inframerah, reaksi warna,
spectrum serapan ultraviolet dan reaksi lainnya. Penetapan kadar zat aktif biasanya
dilakukan dengan metode spektrofotometri, kromatografi gas, kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKK), titrasi kompleksometri, asam basa, argentometri, iodometri,
dan sebagainya. Penetapan kadar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar
dari zat aktif yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan.
b Kemurnian
Preformulasi harus mempunyai daya memahami kemurnian suatu zat aktif.
Ketidakmurnian dapat mempengaruhi stabilitas, misalnya kontaminasi logam dengan
kadar seperjuta (ppm) dapat merusak beberapa golongan senyawa tertentu.
Kemurnian juga dapat memberikan efek yang lain bagi untuk efek terapi yang di
harapkan. Metode lain yang berguna dalam menilai kemurnian adalah analisis termal

gravimetri dan diferensial. Mengetahui kemurnian suatu bahan dimaksudkan untuk


agar bahan aktif atau bahan tambahan yang digunakan tidak mengalami kontaminan
sehingga sediaan steril yang dihasilkan memiliki efek terapi yang maksimal. Berikut
faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam kemurnian:

Struktur dan bobot molekul


Dari struktur molekul, peneliti dapat membuat penilaian awal menyangkut sifat

potensial dan reaktivitas fungsional dari molekul bahan aktif obat.

Suhu lebur
Suhu lebur suatu bahan secara termodinamika didefinisikan sebagai suhu

dimana fase cair dan padat berada dalam kesetimbangan. Penentuan suhu lebur
merupakan indikasi pertama dari kemurnian bahan karena keberadaan jumlah relative
kecil pengotor dapat terdeteksi dengan penurunan atau pelebaran suhu lebur.

Profil analitik termal


Selama sintesis dan isolasi, sampel kemungkinan diekspose terhadap perubahan

suhu lingkungan proses yang dapat menunjukkan profil termal apabila sampel
dipanaskan antara suhu kamar dan suhu leburnya. Apabila tidak ada masalah karena
panas, sampel tidak akan mengabsorbsi atau melepas panas sebelum mencapai suhu
leburnya.

Higroskopisitas
Senyawa dikatakan higroskopis jika senyawa tersebut menarik / mengambil

kelembapan dan suhu pada kondisi spesifik dalam jumlah signifikan. Tingkat
higroskopis yang tinggi dapat mempengaruhi efek yang tidak dikehendaki dari sifat
fisika dan kimia suatu bahan obat yang menyebabkan terjadinya perubahan sehingga
secara farmasetik sulit atau tidak mungkin dilakukan penanganan secara memuaskan.

Spectra absorben
Molekul dengan struktur tidak jenuh mampu mengabsorbsi cahaya pada rentang

frekuensi spesifik. Derajat ketidakjenuhan yang diikuti dengan keberadaan gugus


khromofor akan mempengaruhi jumlah absorbsi, baik sinar ultraviolet maupun sinar
tampak akan diabsorbsi.

Konstanta ionisasi
Memberikan informasi tentang ketergantungan kelarutan dari senyawa pada pH

formulasi. pKa biasanya ditentukan secara titrasi potensiometrik pH atau analisis pH


kelarutan.

Aktivitas optikal
Molekul yang mampu memutar cahaya dan cahaya terpolarisasi secara merata

dinyatakan sebagai aktif secara optic. Jika bekerja dengan suatu senyawa yang aktif
secara optic selama penelitian praforlmulasi, maka sangat penting untuk memantau
rotasi optic tersebut karena penentuan kuantitatif secara kimia saja tidak cukup.
(Agoes, Goeswin. 2009).
3.

Sifat-sifat fisikomekanik / karakteristik fisik


Sifat-sifat fisikomekanik mencakup ukuran partikel, luas permukaan,

pembahasan higroskopisitas, aliran serbuk, karakteristik pengempaan dan bobot jenis.


a

Uraian Fisik
Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan penting

untuk dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan padat.
Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni yang berbentuk amorf
atau kristal. Obat cairan digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, gas bahkan lebih
jarang lagi. Untuk mengembangkan bentuk sediaan maka perlu diketahui tentang
uraian fisik suatu bahan agar mempermudah dalam menentukan metode membuat
sediaan.
b Pengujian Mikroskopik
Pengujian mikroskopik dari zat murni (bahan obat) merupakan suatu tahap
penting dalam kerja (penelitian) preformulasi. Pengujian ini memberikan indikasi
atau petunjuk tentang ukuran partikel dari zat murni seperti juga struktur kristal.
Pengujian mikroskopik bertujuan untuk mengetahui tentang ukuran partikel.
Sehingga pada saat pembuatan sediaan tetes mata akan diketahui ukuran partikel jika
memang bentuk sediaan adalah suspensi.

Ukuran Partikel
Ukuran partikel zat yang larut dalam air tidak merupakan masalah

kecil,

kecuali dalam bentuk agregat besar, tetapi adakalanya diperlukan untuk


meningkatkan kecepatan pelarutan untuk mengurangi waktu proses manufaktur.
Karakterstik ukuran dan bentuk partikel dapat ditentukan melalui evaluasi dengan
mikroskop electron, optik, atau dengan alat polarisasi yang dapat membuat foto
bentuk dan ukuran partikel. Karakteristik morfologi bahan aktif obat direkam melalui
sketsa atau yang lebih teliti melalui fotomikrograf, merupakan dokumen permananen
untuk dibandingkan dengan bets selanjutnya.
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi, rasa,
tekstur, warna dan kestabilan. Sifat-sifat seperti karateristik aliran dan laju
sedimentasi juga merupakan faktor-faktor penting yang berhubungan dengan ukuran
partikel. Ukuran partikel dari zat murni dapat mempengaruhi formulasi produk.
Khususnya efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam
bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan
aktif pada seluruh formulasi yang sama.
4.

Koefisien Partisi dan Konstanta Disosiasi


Koefisien Partisi merupakan ukuran lipofilisitas dari suatu senyawa. Diukur

dengan menetapkan konsentrasi kesetimbangan suatu obat dalam suatu fasa air
(biasanya air) dan suatu fasa minyak (biasanya oktanol atau chloroform) yang satu
dengan lainnya berkontak pada suhu konstan. Kebanyakan obat yang larut lemak
akan lewat dengan proses difusi pasif sedangkan yang tidak larut lemak akan
melewati pembatas lemak dengan transport aktif. Karena hal ini maka perlu
mengetahui koefisien partisi dari suatu obat.
Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu pula diketahui konstanta
disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion. Bentuk molekul lebih muda
terabsorpsi daripada bentuk ion.
a

Polimerfisme

Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari zat
obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya menunjukkan sifat fisika kimia
yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk polimorfisme ditunjukkan
oleh paling sedikit sepertiga dari senua senyawa-senyawa organik.
b Kelarutan
Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam air
agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan
menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam bentuk
larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi
yang tidak sempurna atau tidak menentu.
Dalam

pembuatan

sediaan

injeksi

kelarutan

sangat

penting

untuk

pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena maupun


intramuscular. Garam asam atau basa mempresentasikan kelompok obat yang dapat
mencapai kelarutan obat dalam air yang dibutuhkan. Kelas obat lain, baik berupa
molekul netral maupun asam atau basa sanagt lemah umumnya tidak dapat
disolubilisasi dalam air dalam rentang pH yang sesuai, sehingga memerlukan
penggunaan pelarut non air seperti PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol,
etilalkohol, minyak lemak, etiloleat, dan benzilbenzoat.
c

Disolusi
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju

disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut dalam
cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral dalam bentuk
padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju absorpsi. Akibatnya laju
disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan lama respon serta bioavailabilitas.
d Kestabilan
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam preformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan menggunakan
sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran akan
menyebabkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut.

Pengkajian preformulasi yang dihubungkan dengan fase preformulasi termasuk


kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan dan kestabilan
dengan adanya bahan penambah.
Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena
obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka
ragam. Secara kimia, zat obat adalah alkohol, fenol, aldehid, keton, ester-ester, asamasam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-masing dengan gugus
kimia relative yang mempunyai kecenderungan berbeda terhadap ketidakstabilan
kimia. Secara kimia proses kerusakan yang paling sering meliputi hidrolisis dan
oksidasi.
5.
a.

Karakteristik Larutan
Konstanta disosiasi
Konstanta disosiasi digunakan untuk mengetahui Ph dalam proses pembuatan

sediaan steril. Saat suatu asam HA larut dalam air, sebagian asam tersebut terurai
(terdisosiasi) membentuk ion hidronium dan basa konjugasinya. Hubungan dengan
pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus sesuai dengan pH yang hampir sama
dengan pH darah supaya jika obat di suntikkan dalam tubuh dan tercampur dalam
darah maka tidak terjadi nyeri. Dan efek terapinya tercapai.
b.
Kelarutan
Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak langsung akan
dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan bergantung pada suhu
lebur. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut dalam
pembawanya sehingga ketika sediaan tersebut di suntikkan efek terapinya bisa
tercapai dengan cepat.
d Disolusi
Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi suatu obat menuju sirkulasi
sistemik.Uji ini digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif mulai dilepaskan untuk
memperoleh kadar yang tinngi dalam darah.
e

Stabilitas

Stabilitas fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu untuk dievaluasi
karena jika terdapat keberadaan pengotor dapat menyebabkan kesimpulan yang salah.
Hubungan dengan pembuatan injeksi karena pada sediaan injeksi keadaan harus steril
dan bebas dari keberadaan pengotor.
Studi preformulasi pada dasarnya berguna untuk menyiapkan dasar yang
rasional

untuk

pendekatan

formulasi,

Untuk

memaksimalkan

kesempatan

keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan akhirnya
menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari segi kualitas dan
penampilan.
I.2

Formulasi
Formulasi merupakan pembuatan berbagai bentuk sediaan yang mengandung
bahan aktif yang telah dikenal dan diketahui serta pembuatan berbagai bentuk sediaan
dengan bahan aktif baru. Formulasi bertujuan untuk mendapatkan obat yang
memenuhi sifat khasiat, keamanan, nyaman digunakan, serta memiliki stabilitas yang
baik. Beberapa hal dalam formulasi sediaan farmasi harus diperhatikan seperti
kelarutan, absorbsi dan kecepatan disolusi, stabilitas kimia dan enzimatik,
ketersediaan di pasaran, serta kemudahan penggunaannya.
Dalam melakukan formulasi ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan
meliputi bahan aktif, bahan tambahan, dan bahan pengemas. Bahan aktif adalah
bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain
dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit,
atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh (BPOM, 2006). Bahan tambahan
atau eksipien merupakan zat tambahan yang digunakan untuk merubah zat aktif
menjadi bentuk sediaan farmasi yang sesuai untuk digunakan pada pasien. Fungsi
penambahan eksipien dalam formulasi antara lain:
1) Memodulasi kelarutan dan bioavailabilitas dari bahan aktif
2) Meningkatkan stabilitas bahan aktif di dalam sediaan
3) Membantu bahan aktif menjaga/menyesuaikan bentuk polimorfik
4) Mempertahankan pH dan osmolaritas
5) Sebagai antioksidan, agen pengemulsi, propelan aerosol, pengikat, dan
penghancur

6) Mencegah agregasi atau disosiasi


7) Memodulasi respon imunogenik bahan aktif
Sedangkan bahan pengemas adalah tiap bahan, termasuk bahan cetak, yang
digunakan dalam proses pengemasan obat, tetapi tidak termasuk kemasan luar yang
digunakan untuk transportasi atau keperluan pengiriman ke luar pabrik (BPOM,
2006). Bahan pengemas dibagi berdasarkan tujuan penggunaannya, menjadi bahan
pengemas primer dan bahan pengemas sekunder.
1.2.1
A.

Sediaan Solid
Tablet
Definisi: Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa (FI IV). Keunggulan tablet :
a Merupakan sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari
semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas
c
d

kandungan yang paling rendah.


Biaya pembuatannya paling rendah.
Bentuk sediaan paling ringan dan paling kompak, mudah dan murah

untuk dikemas serta dikirim.


Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah;
tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan

permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.


Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di

tenggorokan.
Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti

h
i

pelepasan di usus atau produk lepas lambat.


Paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.
Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi
yang paling baik.

Kerugian Sediaan Tablet


a Beberapa orang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak
b

sadar/pingsan);
Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak dan padat, tergantung
pada sifat amorf, flokulasi, atau rendahnya bobot jenis;

Zat aktif yang sulit terbasahi, lambat melarut, dosisnya cukup besar atau
tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi
dari sifat tersebut, akan sulit atau tidak mungkin diformulasi dalam bentuk

tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat cukup;


Zat aktif yang rasanya pahit, zat aktif dengan bau yang tidak dapat
dihilangkan, atau zat aktif yang peka terhadap oksigen atau kelembaban
udara, memerlukan pengapsulan atau penyelubungan atau penyalutan
dahulu sebelum dikempa.

Formulasi tablet biasanya meliputi:


1) Zat aktif
2) Bahan pengisi, ditambahkan untuk menambah volume sediaan. Contoh:
laktosa, pati, selulosa mikrokristal
3) Bahan pengikat, memberikan daya adhesi pada masa serbuk sewaktu
digranulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi. Contoh: gom
akasia, sukrosa, metilselulosa
4) Desintegran, membantu tablet agar hancur setelah ditelan. Contoh: pati,
asam alginat
5) Lubrikan, mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan
berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Contoh:
asam stearat, talk
6) Glidan, dapat meningkatkan kemampuan mengalirnya serbuk, umumnya
digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi. Contoh: silika
pirogenik koloidal
7) Bahan pewarna, ditambahkan untuk meningkatkan nilai estetika atau
untuk memberi identitas produk.
8) Penyalut
Penyalut digunakan untuk beberapa tujuan, seperti melindungi zat aktif
dari udara, kelembaban, atau cahaya; memperbaiki rasa dan bau;
meningkatkan penampilan; dan mengontrol pelepasan obat pada
gastrointestinal. Contoh penyalut: Carboxymethylcellulose, sodium
cellacefate, cellulose acetate, dan etilselulosa
B.

Kapsul

Definisi: Bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu cangkang keras
atau lunak yang dapat larut (Syamsuni, 2006).
Keuntungan:
a. Bentuknya menarik dan praktis
b. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang
memiliki rasa dan berbau tidak enak
c. Mudah ditelan dan cepat hancur dalam perut sehingga cepat diabsorpsi
d. Dokter dapat mengombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang
berbeda-beda sesuai kebutuhan pasien
e. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak membutuhkan bahan
tambahan/eksipien seperti pada pil/tablet.
Kerugian:
a. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap dan zat-zat
higroskopis.
b. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan
cangkang kapsul
c. Tidak dapat diberikan untuk balita
d. Tidak bisa dibagi-bagi
C.
1)

Suppositoria dan Ovula


Suppositoria
- Definisi suppositoria: Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.
-

Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh (FI IV).
Kelebihan Suppositoria:
Dapat digunakan untuk pasien yang tidak bisa diberikan melalui

rute oral.
Dapat digunakan untuk zat aktif tidak sesuai melalui rute oral, misal
karena efek samping pada saluran cerna, tidak stabil pada pH

saluran cerna.
Sesuai untuk obat dosis besar dimana untuk pemberian oral sering

menyulitkan (kemampuan menelan)


Kekurangan Suppositoria
Daerah absorbsinya lebih kecil, variasi intra dan inter-subject
Laju dan lamanya absorpsi obat dipengaruhi oleh isi rektum (ada

tidaknya feses)
Meningkatkan efek samping lokal sepert proctitis

Produksi skala besar di Industri cukup sulit dan sulit mencapai

shelf-life yang diinginkan


Absorbsi hanya melalui difusi pasif
Pemakaian kurang praktis
- Bahan dasar suppositoria: Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan
adalah lemak coklat, polietilen glikol atau carbowax, dan gelatin.
2)

Ovula
- Definisi: Sediaan padat yang umumnya berbentuk telur, mudah melunak
dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut, dan digunakan sebagai obat
luar khusus untuk vagina (Syamsuni, 2006).
- Bahan dasar: Basis yang banyak digunakan dalam pembuatan sediaan
ovula basis kombinasi PEG dengan berbagai berat molekul. Pada basis ini
sering juga ditambahkan surfaktan dan bahan pengawet seperti turunan
paraben. Umumnya pH ovula diatur sampai pH asam (sekitar 4,5) agar
sesuai dengan pH vagina normal. Keasaman ini akan mengurangi
pertumbuhan mikroorganisme pathogen.

D.

Pulvis dan Pulveres


- Definisi: Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan untuk pemakaian dalam secara oral atau untuk pemakaian luar.
Pulvis adalah serbuk yang tidak terbagi-bagi. Pulveres adalah serbuk yang
dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama dengan yang dibungkus
kertas perkamen atau bahan pengemas lain yang cocok (Syamsuni, 2006).
- Keuntungan bentuk serbuk (Syamsuni, 2006):
a Serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada sediaan yang
b

dipadatkan
Dapat digunakan untuk anak-anak dan orangtua yang seukar menelan

kapsul atau tablet


Masalah stabilitas yang sering dihadapi dalam sediaan cair tidak

ditemukan dalam sediaan serbuk


e Obat yang tidak stabil dalam suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam
bentuk serbuk.
f Obat yang volumenya terlalu besar untuk dibuat tablet atau kapsul dapat
dibuat dalam bentuk serbuk
g Dokter lebih leluasa memilih dosis yang sesuai dengan keadaan penderita

- Kerugian:
a. Tidak tertutupnya rasa dan bau yang tidak enak
b. Terkadang dapat lembab atau basah pada penyimpanan

1.2.2

Sediaan Semisolid
Formulasi sediaan semisolid biasanya mengandung bahan-bahan seperti :

1)

Zat aktif

2)

Basis (Krilla, 2009)


-

Oleaginous: disebut juga basis hidrokarbon dengan komponen utama


petrolatum, petrolatum putih atau kuning, atau minyak mineral. Basis ini
bersifat emolien, oklusi, dan bertahan pada permukaan untuk waktu yang
lama.

Anhidrat: disebut juga basis absorpsi karena kemampuan untuk menyerap


air. Digunakan untuk menggabungkan obat berbasis air-dalam basis
oleaginous (minyak).

Emulsi: W/O atau O/W.

W/O, basis air dalam minyak. Basis emulsi ini bersifat emolien,
oklusif, mungkin terasa berminyak, dan sulit dicuci. Biasanya terdiri
dari basis minyak + air <45%) + surfaktan dengan HLB 8.

O/W, minyak dalam air. Basis ini bersifat tidak oklusif, tidak terasa
berminyak, mudah dicuci, dan tidak bersifat emolien. Formula O/W
dapat digunakan untuk menyerap cairan yang encer. Biasanya terdiri
dari basis minyak + air (> 45%) + surfaktan dengan HLB 9

- Larut-air: Biasanya berbasis polietilen glikol. Bersifat tidak oklusif, tidak


berminyak, dan mudah dicuci. Sediaan gel biasanya menggunakan basis
3)

ini.
Zat tambahan lain (Krilla, 2009):
- Buffer (Penyangga)

Buffer digunakan untuk mengontrol pH, mengontrol keadaan ionisasi obat


dan menjaga stabilitas. Contoh: sitrat, fosfat, tartrate
- Agen pengkelat
Memiliki kemampuan untuk mengikat ion logam; mencegah auto-oksidasi
yang dikatalisasi oleh ion logam dan meningkatkan kinerja pengawet.
Contoh: EDTA, asam sitrat
- Emulgator
Mengurangi tegangan permukaan dari dua fase dalam emulsi, mencegah
perpaduan dari fase individual. Contoh: deterjen, pengemulsi lilin (deterjen
diperlakukan lilin), alkohol setostearil, polisorbat 20
- Humektan
Menaikkan retensi air dalam campuran. Contoh: gliserin, propilen glikol,
polietilen glikol.
- Peningkat permeasi
Proses difusi difasilitasi dari bahan aktif di stratum korneum dengan
modifikasi kimia. Contoh: etanol, asam oleat, propilen glikol, polietilen
glikol (400)
- Pengawet
Mencegah atau memperlambat pertumbuhan mikroba. Contoh: benzoat,
phenylethyl, thimerosal
- Thickening agent
Meningkatkan viskositas. Thickening agent bisa berasal dari alam, semisintetik, atau sintetis. Contoh: selulosa, pektinmetilselulosa, carbopol

A.

Salep
- Definisi: Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar (FI III).
- Persyaratan:
a. Pemerian: tidak boleh tengik
b. Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10%
c. Dasar salep: Kecuali dinyatakan lain, bahan dasar atau basis salep yang
digunakan adalah vaselin putih. tergantung dari sifat bahan obat dan
tujuan pemakaian salep. Basis salep dipilih diantara beberapa bahan
berikut:
- Basis senyawa hidrokarbon: vaselin putih, vaselin kuning, malam
putih, malam kuning atau campurannya.
- Basis serap: lemak bulu domba
- Basis yang dapat dicuci dengan air atau basis emulsi: emulsi
minyak dalam air
- Basis yang dapat larut air: PEG atau campurannya
d. Homogenitas: jika salep dioleskan pada kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen
e. Penandaan: Pada etiket harus tertera obat luar

B.

Krim
- Definisi: Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari
60% (Syamsuni, 2006).
- Krim terbagi dua tipe, yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A atau O/W)
dan krim tipe air dalam minyak (A/M atau W/O). Krim yang dapat dicuci
dengan air (M/A) ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika.
- Bahan pengelmusi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim
yang dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim dapat digunakan
emulgid, lemak bulu domba, stearilalkohol, dan PEG. Stabilitas krim
akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan
komposisi, misalnya ada penambahan salah satu fase secara berlebihan.

C.

Pasta

- Definisi: Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau


lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal (FI IV).
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk sebuk
dalam jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan
dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, musilago atau sabun
(Fornas ed 2).
- Pasta dibagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama dibuat dari
gel fase tunggal yang mengandung air, misal pasta Na-CMC. Kelompok
lainnya adalah pasta berlemak, misalnya pasta Zn-oksida yang merupakan
salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh, dan berfungsi
D.

sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi (Syamsuni, 2006).


Gel
- Definisi: Gel adalah sistem semipadat terdiri atas suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan
terpenetrasi oleh suatu cairan (FI IV). Tiap partikel saling terhubung
membentuk jaringan yang bertautan, sehingga membentuk struktur.
Umumnya hanya sebagian kecil dari fase dispersi diperlukan untuk
memberikan kekakuan, misalnya 1% dari agar-agar dalam air
menghasilkan gel kuat. Gel yang kaya air disebut jelly, jika cairan
dihilangkan dan hanya kerangka gel yang tetap disebut xerogel (Aulton,
2001).

1.2.3

Sediaan Liquid
Formulasi sediaan liquid biasanya mengandung bahan-bahan seperti:
1.

Zat aktif

2.

Pelarut/pembawa
Pelarut/pembawa yang biasa digunakan adalah air, sirup, juice dan
minyak. Selain itu dapat juga digunakan: alkohol USP, alkohol yang
diencerkan, rubbing alcohol (70% etil alkohol), gliserin USP, propilen
glikol USP, dan air murni USP

3.

Pemanis
Pemanis yang sering digunakan dalam sediaan cair oral adalah sukrosa.
Sukrosa memiliki beberapa kelebihan diantaranya tidak berwarna,
sangat larut dalam air, stabil pada rentang pH 4-8 dan dapat
meningkatkan viskositas sediaan cair. Contoh lain pemanis lainnya
antara lain sorbitol dan manitol.

4.

Anti capslocking agent


Digunakan ntuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol.
Contoh: sorbitol,

gliserol,

atau

propilenglikol, atau dapat pula

ditambahkan sirup invert yang terdiri atas campuran glukosa dan


fruktosa.
5.

Pengawet
Pengawet yang digunakan dalam sediaan larutan harus nontoxic, tidak
berbau, stabil, dan dapat bercampur dengan komponen formula lain
yang digunakan selama pengawet ini bekerja dalam melawan mikroba
potensial spektrum luas. Contoh pengawet dalam sediaan cair antara lain
etanol,

asam benzoat, metilparaben/ nipagin, dan propilparaben/

nipasol.
6.

Pendapar
Pendapar harus kompatibel dengan eksipian lainnya dan tidak toksis.
Pendapar yang sering digunakan antara lain karbonat, sitrat, dan laktat

7.

Humektan
Contoh: gliserin, sorbitol, dan propilen glikol

8.

Antioksidan
Antioksidan yang ideal bersifat nontoksik, noniritan, efektif pada
konsentrasi rendah, larut dalam fase pembawa, stabil, tidak berbau dan
tidak berasa. Contoh antioksidan: asam askorbat, asam sitrat, dan Nametabisulfit

9.

Flavouring agent (perasa)

Perasa digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar
obat dapat diterima oleh pasien terutama anak-anak. Beberapa contoh
perasa untuk sediaan cair: aprikot, peach, vanilla dapat menutupi rasa
asin; coklat dan mint dapat menutupi rasa pahit; raspberry dapat
menutupi rasa asam.
10. Pewarna
Penambahan zat pewarna biasanya disesuaikan dengan rasa sediaan
tersebut. Zat pewarna digunakan untuk menambah penampilan sediaan
atau sebagai identitas suatu sediaan. Contoh: Sunset yellow FCF.
11. Emulgator
Emulgator digunakan untuk mencegah penggabungan kembali globulglobul. Emulgator membentuk lapisan film diantara globul-globul
tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang.
Emulgator A/M: sorbitan mono-oleat
Emulgator M/A: akasia, gelatin, bentonit (alumunium silikal hidrat)
12. Suspending agent.
Suspending agent digunakan untuk memperlambat pengendapan,
mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan resin dan
bahan berlemak.
a. Golongan Polisakarida: acacia gum, asam alginat, dextrin, tragakan,
xanthan gum.
b. Golongan selulosa larut air: Karboksimetil selulose sodium/Na.
CMC, Metil selulosa.
c. Golongan tanah liat (Clays): bentonit, alumunium magnesium silikat,
Hectocrite, Veegum
d. Golongan sintetik: karbomer, colloidal silicon dioxide
A.

Larutan

Definisi: Larutan adalah sedian cair yang mengandung satu atau lebih
zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam
pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur (FI
IV)

Keuntungan (Aulton, 2001):


1.

Lebih mudah ditelan dibanding bentuk.

2.

Segera diabsorpsi karena sudah berada dalam bentuk larutan (tidak


mengalami proses disintegrasi dan pelarutan).

3.

Obat secara homogen terdistribusi ke seluruh sediaan (dosis


seragam)

4.

Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan (cth:


Aspirin, KCl), karena larutan akan segera diencerkan oleh isi
lambung.

Kerugian:
1.

Larutan bersifat voluminous, sehingga kurang menyenangkan


untuk diangkut dan disimpan.

2.

Stabilitas

dalam

bentuk

larutan

biasanya

kurang

baik

dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul, terutama jika


bahan mudah terhidrolisis.
3.

Larutan

merupakan

media

ideal

untuk

pertumbuhan

mikroorganisme
4.

Ketepatan dosis tergantung kemampuan pasien untuk menakar.

5.

Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika


diberikan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk padat.

Formula umum :
a.

Zat aktif

b.

Pelarut/pembawa

c.

Bahan tambahan (pemanis, pengental, anti cap-locking agent,


pengawet, dapar, flavouring agent, dll)

B.

Eliksir
-

Definisi: Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa


dan bau yang sedap, mengandung selain obat juga zat tambahan seperti
gula dan atau zat pemanis lainnya, zat pengawet, zat warna dan zat
pewangi, untuk digunakan sebagai obat dalam (Fornas, ed 2). Sebagai
pelarut utama digunakan etanol 90% yang dimaksudkan untuk
mempertinggi kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan
propilen glikol sebagai pengganti gula dapat ditambahkan sirup
simpleks.

Formula Umum
a.

Zat berkhasiat

b.

Pelarut utama (etanol dan air dengan perbandingan tertentu sesuai


dengan daya melarut zat berkhasiat)

c.

Pelarut tambahan (gliserol, sorbitol, propilen glikol)

d.

Bahan

pembantu

anticaplocking

(pemanis;

agent;

pewangi;

penstabil

kimia

pewarna;

pengawet;

seperti

pendapar,

pengompleks, antioksidan)

C.

Suspensi
-

Definisi: Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat


tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (FI IV)

Keuntungan :
1.

Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul,


terutama anak-anak dan geriatri.

2.

Digunakan untuk formulasi sediaan yang sukar larut dalam air yang
tidak bisa di formulasikan sebagai larutan.

3.

Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas


permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat).

4.

Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat karena mengurangi


interaksi antara obat dan reseptor di mulut

5.

Karena obat yang tersuspensi harus terdisolusi

terlebih dahulu

sebelum melewati membran biologis, suspensi memberikan


penyediaan obat sustain release melalui administrasi parenteral,
topikal, dan oral.
-

Kekurangan :
1.

Kestabilan rendah

2.

Jika membentuk cacking akan sulit terdispersi kembali sehingga


homogenitasnya turun.

3.

Alirannya menyebabkan sukar dituang

4.

Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan

5.

Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem


dispersi (cacking, flokulasideflokulasi) terutama jika terjadi
fluktuasi / perubahan temperatur.

6.

Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh


dosis yang diinginkan.

D.

Emulsi
-

Definisi: Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (FI IV)

Tujuan

pembuatan

bentuk

sediaan

emulsi

diantaranya

untuk

meningkatkan kelarutan, meningkatkan stabilitas, memperlambat efek


obat, menutup rasa minyak, dan memperbaiki penampilan.
-

Keuntungan bentuk emulsi:


a.

Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:


Menutupi rasa minyak yang tidak enak.
Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak
diperkecil.
Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila
diberikan dalam emulsi (minyak mineral sebagai katartik).
Ketersediaan hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk
terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran partikel minyak kecil).

b. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran


yang homogen secara visual.
c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam
air.
d. Pembuatan sediaan yang depoterapi (RPS)
Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol
Kerja emulsi lebih lama
e. Menghindari iritasi kulit dengan memasukkan zat aktif dalam fase
luar yang kontak langsung dengan kulit.
-

Kerugian bentuk emulsi:


a.

Dapat terjadi ketidakstabilan emulsi

b.

Formulasi lebih sulit

Formula umum sediaan emulsi:


a.

Zat aktif

b.

Pembawa (minyak dan air)


Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
Jenis minyak: minyal alam/sintetik
Konsistensi minyak: encer/padat
Rasa

c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pendapar, pemanis,
pewangi, pewarna, dll.
II.

PENETAPAN METODE ANALISIS

2.1

Metoda Analisis Sediaan Solida

2.1.1

Sediaan Serbuk dan Granul

Evaluasi dan karakteristik dari serbuk dan granul

1)

Luas permukaan spesifik


Luas permukaan spesifik dari suatu serbuk ditentukan melalui adsorpsi fisika

dari suatu gas pada permukaan padatan, dan dengan menghitung jumlah adsorbat gas
pada permukaan dalam bentuk monolayer ditentukan luas spesifiknya.
Adsorpsi fisika dihasilkan dari forsa yang relatif lemah diantara molekul gas
adsorbat dan permukaan adsorben dari serbuk yang diuji. Penentuan biasanya
dilakukan pada suhu nitrogen cair. Jumlah gas biasanya ditentukan secara volumetrik
atau melalui prosedur aliran kontinu (continous flow).
Dalam USP 32-NF 27 terdapat monografi Specifif Surface Area yang
membahas tentang luas permukaan spesifik dari serbuk. Dasar teori dan penentuan ini
adalah secara Brunauor, Emmet, dan Teller (BET). Penentuan dilakukan menurut
multipoint measurement dan single-print measurement. Selain itu juga dibahas teknik
eksperimental yang terdiri dari metode 1: The Dynamic Flow Method dan metode 2:
The Volumetric Method.

2)

Ukuran partikel
Dalam menentukan ukuran partikel, terdapat 3 metode yaitu dengan

menggunakan mikroskop, pengayakan, dan sedimentasi. Selain itu, cara lain untuk
menentukan ukuran partikel meliputi elutriasi, sentrifugasi, permeasi, adsorpsi,
pemindaian zona elektronik (coulter counter), dan penghambatan cahaya. Pada
umumnya, ukuran rataan partikel menurut teknik/cara ini dapat memberikan ukuran
partikel rataan berdasarkan berat/bobot (metode ayakan, pemencaran cahaya,
sedimentasi) dan berdasarkan volume (pemencaran cahaya, pemindaian zona
elektronik, penghambatan cahaya, permeasi udara, dan bahkan cara mikroskop optik).

3)

Sudut istirahat
Sudut istirahat merupakan cara/teknik yang relatif sederhana untuk

memperkirakan sifat aliran serbuk, mudah ditentukan dengan cara membiarkan


serbuk mengalir melallui suatu corong dan jatuh secara bebas pada suatu permukaan.
Tinggi dan diameter kone yang terbentuk diukur dan sudut istirahat dihitung dari
ekuasi berikut
tan =

h
r

h= tinggi dari kone serbuk


r= jari-jari dari kone serbuk
Serbuk dengan sudut istirahat yang rendah mengalir dengan bebas, sedangkan
serbuk dengan sudut istirahat tinggi menunjukkan sifat aliran yang buruk. Sejumlah
faktor, seperti bentuk dan ukuran, menentukan sifat alir serbuk. Di industri tersedia
beberapa alat untuk menentukan sifat aliran. USP 2010 mempunyai monografi
khusus. Keterkaitan sifat aliran dan sudut istirahat adalah sebagai berikut.

Sifat aliran
Bagus sekali
Baik

Sudut istirahat
25-30
31-35

Cukup- tidak perlu penambah


Lewat- mungkin mengantung
Buruk- harus diagitasi, vibrasi
Sangat buruk
Sangat, sangat buruk

4)

36-40
41-45
46-55
56-65
>66

Porositas, void, dan volume keruahan (bulkines)


Susunan dan aliran sangat penting karena akan mempengaruhi ukuran

kontener yang diperlukan untuk pengemasan, aliran granul, efisiensi alat pengisi
untuk pembuatan tablet dan kapsul, serta kemudahan kerja dalam penanganan serbuk.
Karakteristik yang digunakan untuk mendeskripsikan serbuk )dan granul) meliputi
porositas, volume sejati, dan keruahan.
Porositas adalah void x 100. Nilai ini harus ditentukan secara eksperimen
melalui pengukuran volume yang diokupasi dari sejumlah berat serbuk dan V ruahan.
Volume sejati V dari serbuk adalah ruangan yang diokupasi oleh serbuk.
Serbuk dengan bobot-jenis-tampak rendah dan volume ruahan besar dianggap
ringan, sebaliknya serbuk dengan bobot-jenis-tampak tinggi dan volume ruahan kecil
dinyatakan sebagai berat.

5)

Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner


Ada beberapa variasi metode dalam penentuan indeks kompresibilitas dan

rasio Hausner. Prosedur dasar adalah mengukur 1) volume yang tidak dimampatkkan,
vo, dan 2) volume akhir yang dimampatkan. Vf adalah volume material sesudah
serbuk dimampatkan sampai titik di mana terjadi lagi perubahan volume.
Indeks kompresibilitas = 100 x [(V0-Vf)/V0]
Rasio Hausner= V0/Vf

Indeks
kompresibilitas (%)
<10
11-5
16-20

Sifat aliran
Bagus sekali
Baik
Cukup

Rasio Hausner
1,00-1,11
1,12-1,18
1,19-1,25

21-25
26-31
32-37
>38

Lewat
Buruk
Sangat buruk
Sangat sangat buruk

1,26-1,34
1,35-1,45
1,45-1,59
>1,60

Selama proses pegembangan produk sediaan padat, bila silakukan


karakterisasi serbuk dan granul sesuai denan perkembangan evaluasi dan
monografinya terdapat dalam famakope (USP, NF, Farmakope Eropa, Farmakope
Jepang, Farmakope Indonesia, dan buku standar teknologi farmasi lainnya), maka hal
ini akan sangat membantu alur kekrja dan proses pengembangan.
2.1.2

Sediaan Tablet
Tablet merupakan campuran dari satu atau lebih campuran bahan aktif (API)

dengan sejumlah komponen tidak aktif atau eksipien. Secara garis besar, pengujian
tablet dapat dikelompokkan dalam 3 aspek atau kategori:
-

Konfirmasi sifat bahan aktif dan produk (identitas, kuantitas, pengotor, integritas,
dan lain sebagainya).

Menetapkan ketersediaan farmasetik dari gugus aktif, baik secara in vitro maupun
in vivo pada manusia, dan jika dipersyaratkan juga pada hewan.

Menetapkan profil stabilitas selama usia guna sediaan.

2.1.2.1 Evaluasi Tablet

Identifikasi
Pengujian pertama dan penting dari tablet adalah memastikan bahwa tablet
mengandung bahan aktif yang sesuai dengan label. Tablet diambil sejumlah tertentu
kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai emudian dlakukan uji kromatografi
dan dibandngkan dengan pembanding. Hasil yang didapat dibandingkan bedasarkan
kesamaan spektrum UV dan atau waktu retensi melalui analisis kromatografi. Uji ini
merupakan uji kualitatif, dapat dilakukan dengan KLT atau dengan KCKT.

Penentuan kadar
Uji ini merupakan versi kuantitatif. Prosedur ekstraksi sama dengan proses
identifikasi. Konsentrasi larutan ekstrak ditentukan melalui uji spesifik yang sudah
tervlidasi atau metode kromatografi teradap larutan baku pembanding.hasil uji dapat
berbeda antara satu bets dengan bets yang lainnya, akan tetapi harus berada dalam
rentang spesifikasi seperti persyaratan pada label, misalnya antara 90-105%.
Beberapa armakope memberikan rentang yang lebih sempit misalnya 98-102%.

Keseragaman kandungan
Uji ini bertujuan untuk menentukan konsistensi kandungan bahan aktif dari
tablet. Umumnya untuk uji ini ada 2 pendekatan, yaitu menentukan variasi berat
tablet atau keseragaman kandungan.

Pengotor
Semua pengotor dapat meningkat jumlahnya selama masa sintesis, preparasi,
dan degradasi produk. Pada umumnya partikel pengotor ditentukan dari ruahan bahan
farasetik (raw material), sedangkan dari perspektif produk jadi yang dianalisis hanya
keberadaan pengotor toksik. Dalam hal ini yang harus ditetapkan adalah produk harus
bebas dari pengotor spesifik atau pengotor berada dalam rentang spesifikasi yang
dapat diterima.

Friabilitas
Pengujian friabilitas bertujuan untuk menentukan, dalam kondisi tertentu,
friabilitas tablet tidak di salut. Suatu fenomena di mana permukaan tablet mengalami
kerusakan dan/atau menunjukkan bukti mengalami pemipihan atau pecah ketika
mengalami syok mekanik atau mengalami pengikisan.

Uji kekerasan

Tablet harus menunjukkan kekuatan mekanik yang cukup untuk menghadapi


syoj

atau

penanganan

selama

manufaktir,

pengemasan,

pengapalan,

dan

peracikan/perakitan obat.

Uji kehancuran
Uji ini dilakukan untuk menetapkan seberapa cepat suatu tablet hancul/pecah
menjadi agregat dan/atau partikel lebih halus. Uji kehancuran ini beranggapan bahwa
jika produk hancur dalam waktu singkat, diharapkan bahan aktif akan dilepas seperti
yang diharapkan. Selain itu, uji kehancuran ini diharapkan pula sebagai antisipasi
tentang kualitas produk.

Penilaian secara in vitro pelepasan (disolusi) obat


Uji disolusi adalah prosedur yang diaplikasikan untuk mengevaluasi
karakteristik pelepasa obat dari sediaan padat oral. Latar belakang dari pengujian ini
adalah setiap obat sebelum diabsorbsi dari saluran cerna terlebih dahulu haruslah
berada dalam keadaan terlarut. Uji ini merupakan uji analisis untuk emnilai kualitas
sediaan obat berdasarkan kecepatan dan jumlah obat yang terdisolusi. Uji disolusi
dilakukan degan aparatus yang meliputi 2 faktor penentu yang dapat bervariasi yaitu
medium disolusi dan pengadukan dan pencampuran.

Evaluasi stabilitas produk


Parameter stabilitas dari sediaan darmasi dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan penyimpanan (temperatur, cahaya, udara, dan kelembapan) di samping
cara pengemasan. Pada dasarnya dilakukan 2 tipe studi stabilitas, yaitu studi satbilitas
secara teratur/reguler, atau studi stabilitas dipercepat. Pengujian stabilitas ini
tergantung pada negara di mana produk akan dipasarkan. Uji stabilitas jangka pendek
(biasanya 6 bulan) bertujuan untuk memperkirakan stabilitas dari suatu obat selama
periode pendistribusian (usia guna). Jika uji dipercepat tidak dapat memberikan

jawaban tujuan dari pengujian dipercepat, maka harus dilakukan pengujian jangka
panjang.

Penilaian pelepasan obat secara in vivo


Untuk menilai karakteristik pelepasan obat secara in vivo, perlu
ditentukan/diteliti ketersediaan hayati atau bioekivalensi dari produk. Baik
ketersediaan hayati maupun bioekivalensi, keduanya merupakan subdisiplin dari
farmakokinetika.
2.1.3

Sediaan Kapsul Gelatin


Sasaran pengembangan formulasi sediaan kapsul keras adallah untuk

melakukan preparasi suatu kapsul dengan dosis akurat, ketersediaan hayati yang
bagus, mudah diisi dan diproduksi, stabilitas yang baik, dan berpenampilan elegan.
Pada skala industri, pelet yang sudah disalut yang didesai untuk tujuan
pelepasan dimodifikasi sering pula dimasukkan dalam kapsul gelatin keras. Pemilihan
uuran kapsul untuk produk omersial dilakukan selama pengembangan produk. Pilihan
tersebut ditentukan antara lain oleh persyaaratan formulasi, seperti dosis bahan
berkhasiat dan bobot jenis serta karakteristik pengempaan API dan komponen
formulasi lainnya.
A

Persyaratan Kompendial Kapsul

Bahan Penambah
Persyaratan eksipien dalam sediaan farmasi termasuk sediaan berbentuk
kapsul

adalah

untuk

meningkatkan

stabilitas,

kegunaan,

penampilan,

dan

memfasilitasi manufaktur. Bahan tambahan hanya dapat digunakan jika tidak


berbahaya dalam kuantitas yang digunakan, tidak melebihi jumlah minimum yang
diperlukan sehingga memberikan efek sesuai dengan kebutuhan, tidak mempengaruhi
ketersediaan hayati, efikasi terapeutik, atau keamanan, dan tida boleh mengganggu
cara penetapan dan penentuan kadar serta pengujian menurut kompendial.

Uji kehancuran kapsul


Uji kehancuran kapsul gelatin keras dan lunak dilakukan mengikuti prosedur
yang sama dan menggunakan apparatus yang sama seperti halnya pada pengujian
tablet tidak bersalut.

Uji disolusi kapsul


Uji disolusi untuk kapsul dilakukan mengikuti apparatus, medium disolusi,
dan pengujian untuk tablet sederhana dan tablet sederhana yang disalut. Hanya saja
jika cangkang kapsul menggaggu analisis, maka kandungan sejumlah tertentu kapsul
dapat dikeluarkan dan cangkang kapsul kosong dilarutkan dalam medium disolusi
sebelum dilakukan pengambilan cuplikan dan analisis kimia.

Variasi berat
Keseagaman unit dosis dibuktikan dengan menentukan variasi bera dan
keseragaman kandungan. Metode yang digunakan adalah menimbang sejumlah isi
dari tiap kapsul tersebut.

Keseragaman kandungan
Kecuali dinyatakan lain pada monografi individual kapsul, jumlah bahan aktif
ditentukan berada pada rentang 85% sampai 115% dari persyaratan pada label.

Persyaratan label kandungan


Semu kapsul resmi harus diberi label yang mencantumkan kuantitas dari
setiap bahan aktif yang ada dalam setiap kapsul.

Uji stabilitas
Uji ini dilakukan untuk menentukan stabilitas intrinsik molekul bahan aktif
dan pengaruh faktor lingkungan, seperti temperatur, kelembapan, cahaya, komponen

formulasi, serta sistem penutup dan wadah. Pengujian secara stress, pengujian
stabilitas jangka panjang, dan uji studi dipercepat dapat membantu menentukan cara
penyimpanan yang sesuai dan antisipasi usia guna produk.

Uji permeasi kelengasan (moisture permeation)


USP mensyaratkan penentuan karakteristik permeasi kelengasan (moisture)
dari unit tunggal dan unit dosis kontener untuk menjamin kesesuaian pengemasan
kapsul. Deajat dan kecepatan penetrasi kelengasan ditentukan dengan mengemas unit
sediaan bersama dengan pelet desikan yang akan menunjukkan perubahan warna.
Unit kemasan diekspose terhadap kelengasan udara tertentu selama waktu tertentu.
Kemudian

perubahan

warna

dari

desikan

diobservasi

dan

selanjutnya

membandingkan berat unit kemasan sebelum pengujian dan sesudah pengujian.


2.1.4

Sediaan Padat Oral Lepas Lambat


Untuk keberhasilan pengembangan sediaan lepas lambat, obat harus dilepas

dari sediaann pada kecepatan yang sudah ditentukan sebelumnya, larut dalam cairan
saluran cerna, menjaga waktu tinggal yang cukup, dan diabsorbsi pada kecepatan
yang akan mengganti obat yang dimetabolisme dan diekskresi.
Pada umumnya obat yang sesuai untuk diinkorporasikan ke dalam sediaan lepas
lambat haruslah menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

Kecepatan absorbsi tidak boleh terlalu lambat atau terlalu cepat. Obat dengan
kecepatan absorbsi dan ekskresi lambat biasanya secara inheren bekerja lama
sehingga tidak perlu mempreparasi sediaan lepas lambat. Obat dengan waktu
paruh dangat singkat, kurang dari 2 jam, merupakan calon obat yang kurang baik
untuk sediaan lepas lambat karena untuk formulasi diperlukan sejumlah besar
dosis obat tersebut. Begitu pula obat yang kerjanya dipengaruhi sistem enzim,
kemungkinan bekerja lebih lama daripada yang diindikasikan secara kuantitatif,
yaitu waktu paruh, akibat efek residual dari menurunnya biosistem.

Obat diabsorbsi secara uniform di saluran cerna. Obat untuk sediaan lepas
lambbat harus menunjukkan kelarutan air yang baik dan menjaa waku tinggal
yang cukup di daluran cerna. Obat yang diabsorbsi buruk atu bervariasi dan pada
kecepatan yang tidak dapat diduga bukanlah calon obat yang baik untuk sedian
lepas lambat.

Diberikaan dalam dosisi yang relatif kecil.

Menjunjukkan batas keamanan yang baik.

Digunakan untuk penanganan penyakit kronis dan bukan akut.

2.1.5

Sedian ODT (Orally Disintegrating Tablets)


Sediaan yang cepat melarut dinamakan sebagai sistem penghantaran larut

cepat. Pada tahun 2008, FDA, Amerika Serikat mengeluarkan panduan Guidance for
industry: Orally Disintergrating Tablets. Ada 3 hal penting yang dikemukakan dalam
panduan tersebut, yaitu:

Waktu hancul in vitro ODT lebih kurang 30 detik (menggunakan alat uji
waktu hancur USP atau alat yang ekuivalen)

Biasanya berat tablet ODT tidak melebihi 500 mg dengan memperhatikan


faktor berat, ukuran tablet, dan faktor kelarutan sehingga dapat dihasilkan
tablet ODT yang dapat dterima oleh pasien dan peraturan yang berlaku.

Waktu hancul dalam skala beberapa detik merupakan sasaran dari sediaan
ODT.

Evaluasi ODF:

Ketebalan

Sifat mekanik dari lapis tipis

1.

Ketahanan pelipatan

Kadar-kandungan API

Disintegrasi in vitro

Morfologi permukaan

Evaluasi rasa.

2.2

Metode Analisa Sediaan Liquida

2.2.1

Evaluasi Sediaan Larutan

Organoleptis
Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan
pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12 jam.

2.

Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>)


Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10
wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur
dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan
gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30
menit.
Jika

telah

bebas

dari

gelembung

udara,

ukur

volume

dari

tiap

campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95%

dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume
kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket,
lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang
diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket,
dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang
dari 90% seperti yang tertera pada etiket (Voigt, R. 1995).
2.2.2

Evaluasi Suspensi

1) Organoleptis digunakan untuk mengetahui karakteristik sediaan suspensi


meliputi bau, warna, rasa, bentuk. Tidak untuk sediaan topikal.
2) Homogenitas digunakan untuk mengetahui tingkat tercampurnya sediaan
suspensi topikal secara merata (menjadi satu).
3) Uji daya sebar digunakan untuk mengetahui kemampuan menyebarnya
suspensi topikal pada kulit.
4) Evaluasi

laju

sedimentasi

digunakan

untuk

mengetahui

kecepatan

pengendapan dari partikel-partikel suspense.


Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes dipengaruhi:

Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi partikel ringan.


Kerapatan pembawa mengambang menjadi sulit didistribusikan.

Diameter ukuran partikel semakin kecil ukuran maka kecepatan jatuhnya


lebih kecil.

Viskositas medium pendispersi yaitu lau sedimentasi dapat berkurang


dengan cara menaikkan viskositas medium dispersi.

5) Evaluasi volume terpindahkan


Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10
wadah satu persatu.
Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang

diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan


pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama
tidak lebih dari 30 menit.

Jika

telah

bebas

dari

gelembung

udara,

ukur

volume

dari

tiap

campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak


kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 %
dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata
kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket,
atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak
kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30
wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak
lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang
dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.
6) Evaluasi volume sedimentasi digunakan untuk perbandingan dari volume endapan
yang terjadi terhadap volume awal ari suspense sebelum mengendap setelah suspense
didiamkan (Anief,1993:31 ).
7) Evaluasi waktu redispersi digunakan untuk mencampurnya zat aktif dengan
pelarut.
2.2.3
1)

Evaluasi Sediaan Emulsi

Organoleptis
Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan
pada suhu rendah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12 jam.

2)

Volume Terpindahkan

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10
wadah satu persatu.
Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa
pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume
rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada
etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket
akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang
tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi
tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu
dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang
tertera pada etiket.

3)

Penentuan viskositaas
Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas dilakukan dengna
viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).

4)

Daya hantar listrik


Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian
dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe
minyak dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam
minyak.

5)

Metode pengenceran
Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian diencerkan
dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan sebaliknya.

6)

Metode percobaan cincin


Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi
minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan.

7)

Metode warna
Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam
contoh emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis
minyak dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna
larut sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe air
dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar.

2.3

Metode Analisis Sediaan Steril


Jenis analisis utama untuk sediaan steril adalah:

1)

Uji Sterilitas
Uji sterilitas dilakukan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang

harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada
masing-masing monografi. Suatu produk dikatakan steril bila memenuhi persyaratan
dalam uji sterilitas dan kemungkinan hasil positif dapat terjadi karena teknik yang
salah atau kontaminasi lingkungan pada waktu pengujian. Ketentuan hasik dari uji
sterilitas yang dilakukan adalah jika terdapat kontamiasi mikroba dengan
menggunakan prosedur farmakope, maka ditentukan bahwa bahan tersebut tidak
memenuhi syarat, begitu pun sebaliknya, jika terdapat kegagalan menunjukkan
adanya kontaminasi mikroba dengan menggunakan prosedur dalam farmakope, maka
ditentukan bahwa bahan tersebut memenuhi syarat. Terdapat 2 metode uji sterilitas,
yaitu:

Inokulasi langsung ke dalam media uji


Metode ini dilakukan untuk sediaan steril yang berbentuk cairan, salep dan

minyak yang tidak larut dalam isopropyl miristat, dan zat padat. Prinsip pada
pengujian ini adalah dengan menuangkan bahan uji ke dalam media yang kemudian

diinkubasi selama minimal 14 hari. Bahan uji sebelum dimasukkan ke dalam media
akan mengalami perlaukan awal yang berbeda-beda untuk masing-masing produk
farmasi. Bahan uji merupakan larutan yang pada produk farmasi dan kesehatan
kecuali yang berbentuk cairan digunakan untuk membilas atau mendispersi produk
tersebut.

Teknik penyaringan membran


Metode ini berguna untuk uji sterilitas cairan dan serbuk yang dapat larut

yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk memisahkan mikroba kontaminan


dari penghambat pertumbuhan. Metode ini berguna pula untuk bahan seperti minyak,
salep, atau krem yang dapat melarut ke dalam larutan pengencer bukan bakteriostatik
atau bukan fungistatik
(Wibowo, 2015).
2)

Uji Endoktoksin
Pada proses sterilisasi produk parenteral menggunakan panas, bakteri gram

negatif yang mungkin ada dalam produk akan ati dan lisis terjadi, kemudian
endotoksin akan terlepas dan tetap tinggal di dalam produk dan bersifat stabil
terhadap panas. UJi pirogen dan endotoksin memiliki banyak metode, yaitu bacterial
endotoxin test (BET), metode kelinci (Rabbit test), dan yang terbaru Limulus
amoebocyte lysate (LAL) test. LAL test adalah uji in-vitro untuk deteksi dan analisis
kuantitatif endotoksin bakteri. Metode analisis LAL yang dilakukan mencakup teknik
gel-clot dan turbidimetri kinetik dan kromogenik (kolorimeter). LAL test adalah
metode alternatif terhadap rabbit pyrogen test yang difokuskan pada deteksi senyawa
pirogen dalam produk, untuk menghindari penggunaan hewan/binatang dalam
percobaan dan metode ini lebih akurat (Wibowo, 2015).
2.4

Metode Analisis Sediaan Semisolid

2.4.1

Evaluasi Salep
Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai berikut:

1)

Daya Menyerap Air

Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk
mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai jumlah air
maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu
(umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau dalam jangka waktu terbatas
(umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. Kedua bilangan
ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam yang lain melalui persamaan:
2)

Kandungan Air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dalam

salep.

Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air digunakan


ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung pada saat pengeringan
disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).

Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan


bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur dengan air. Dalam hal ini
digunakan trikloretan, toluen, atau silen yang disuling sebagai campuran
azeotrop dengan air.

Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas perubahan


Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin dan metanol menurut
persamaan reaksi berikut:
I2 + SO2 + CH3OH + H2O -> 2 HI + CH3HSO4
Adanya pirin akan menangkap asam yang terbentuk dan memungkinkan
terjadinya reaksi secara kuantitatif.Untuk menghitung kandungan air
digunakan formula berikut:
% Air = f . 100 (a-b) P
f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),
a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),
P = penimbangan zat (mg)

3)

Konsistensi

Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti sifat


lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai berikut:

Metode penetrometer

Penentuan batas mengalir praktis

4)

Penyebaran
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit.

Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.


5)

Termoresistensi
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk mempertimbangkan

daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim (tropen) terjadi secara nyata dan
terus-menerus.
6)

Ukuran Partikel
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang banyak

dipakai dalam industri bahan pewarna. Metode tersebut hanya menghasilkan harga
pendekatan, yang tidak sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik,
akan tetapi setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi
metode rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya (Rokiban, 2014).
2.4.2

Evaluasi Sediaan Gel

1)

Organoleptis
Evalusai organo leptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,

tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan


kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item),
menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan
keputusan dengan analisa statistik.
2)

Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :

200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen,

dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil
yang tertera pada alat pH meter.
3)

Evaluasi daya sebar


Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.

Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di
beri rentang waktu 1 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).
4)

Evaluasi penentuan ukuran droplet


Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan

emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass,
kemudian diperiksa adanya tetesan tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
5)

Uji aseptabilitas sediaan


Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di

buat suatu kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan,


kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masingmasing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut
(Rokiban, 2014).
2.4.3

Evaluasi Sediaan Pasta dan Krim


Dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1)

Evaluasi Fisik

Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis: alirkan di atas


kaca.

Konsistensi, tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan.


Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi
dipengaruhi suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat
oleh karena itu harus dilakukan pada keadaan yang identik.

Bau dan warna untuk melihat terjadinya perubahan fasa.

pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan


kulit.

2)

Evaluasi Kimia
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain

3)

Evaluasi Biologi

Kontaminasi mikroba
Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit
kulit yang parah juga harus steril.

Potensi zat aktif


Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topical
(Rokiban, 2014).

III.

PENETAPAN PENGEMASAN

3.1

Definisi Pengemasan
Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah

atau

mengurangi

terjadinya

kerusakan-kerusakan

pada

bahan

yang

dikemas/dibungkusnya. Pengemas diartikan sebagai wadah, tutup dan selubung


sebelah luar, artinya keseluruhan bahan kemas, dengannya obat ditransportasikan
dan/atau disimpan (Voigt, 1995). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
pasal 24, menyatakan bahwa pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan dengan menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan
kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Proses pengemasan merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan
sediaan farmasi. Tahapan ini juga ikut mempengaruhi stabilitas dan mutu produk
akhir. Bahkan belakangan ini, faktor kemasan dapat menjadi gambaran ukuran

bonafiditas suatu produk/perusahaan farmasi (Kurniawan, 2012). Untuk menjamin


stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas
primer, yang seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa
cairan dan semi padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak berpengaruh
terhadap stabilitas (Voigt, 1995).

3.2

Fungsi Pengemasan
Fungsi paling mendasar dari pengemasan adalah untuk mewadahi dan

melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan,


diangkut dan dipasarkan, termasuk produk sediaan farmasi. Secara garis besar fungsi
pengemasan adalah sebagai berikut (Julianti dan Nurminah, 2006):
1)

Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen, agar


produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran.

2)

Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar


ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran
dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.

3)

Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat
komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada
kemasan.

4)

Meningkatkan efisiensi, misalnya: memudahkan penghitungan (satu kemasan


berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan
penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan.

5)

Melindungi pengaruh buruk dari luar, melindungi pengaruh buruk dari


produk di dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau
tajam, atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat
menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produkproduk lain di sekitarnya.

6)

Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap


dan sirup mengalami peningkatan sebagai akibat dari penggunaan kemasan botol
plastik.

7)

Menambah daya tarik calon pembeli.

8)

Sarana informasi dan iklan.

9)

Memberi kenyamanan bagi pemakai.


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengemasan:
1) Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah dibuat.
2) Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control.
3) Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan.

4)

Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus selalu


diperiksa.

5)

Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan dalam
satu palet.

6)

Produk yang rupa dan bentuknya sama tidak boleh dikemas pada jalur yang
berdampingan.
7) Pada jalur pengemasan, nama dan nomer batch harus terlihat jelas.

8)

Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan harus
selalu diberi label identitas dan jumlah.

9)

Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi label, harus
dipisah dan diberi tanda.
10) Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan produk.

11)

Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan pembersih,


ditempatkan dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk (Kurniawan, 2012).
Beberapa Syarat Kemasan, yaitu:
Dalam memilih bentuk dan bahan kemasan yang akan digunakan, agar
memenuhi syarat sehingga dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan beberapa
pertimbangan antara lain (Rahmawati, 2013):

a)

Tidak toksik
Bahan kemasan tidak mengganggu kesehatan manusia secara langsung
maupun tidak langsung, seperti kandungan Pb.

b)

Harus cocok dengan bahan yang dikemas


Kemasan yang dipilih harus cocok dengan produk yang dikemas, kalau salah
memilih bahan kemasan maka akan sangat merugikan. Misalnya produk yang
seharusnya dikemas dengan kemasan transparan, namun dikemas dengan bahan
kemas yang tidak transparan sehingga bila konsumen ingin mengetahui isinya akan
merusak segel dan hal tersebut sangat merugikan produsen.

c)

Sanitasi dan syarat syarat kesehatan terjamin


Disamping bahan kemasan tidak toksik dan produk yang dikemas tidak
menunjukkan kerusakan karena serangan mikroba, juga bahan kemasan tidak boleh
digunakan bila dianggap tidak dapat menjamin sanitasi atau syarat syarat kesehatan.
Misalnya karung adalah kemasan yang paling banyak digunakan, namun penggunaan
karung untuk mengemas produk yang dikonsumsi tanpa mengalami pencucian atau
pemasakan terlebih dahulu merupakan hal yang tidak dibenarkan.

d)

Dapat mencegah pemalsuan


Yaitu kemasan juga berfungsi sebagai pengaman dengan cara membuat
kemasan yang khusus sehingga sukar dipalsukan dan bila terjadi pemalsuan dengan
cara menggunakan kemasan yang telah digunakan akan mudah dikenali.

e)

Kemudahan membuka dan menutup


Pada umumnya konsumen akan memilih produk dengan kemasan yang mudah
dibuka, seperti kemasan tetra pack daripada kemasan botol yang lebih sukar dan
memerlukan alat khusus untuk membuka tutupnya.

f)

Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi


Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi perlu dipertimbangkan,
sehingga isi kemasan dapat diambil dengan mudah dan aman, atau dengan kata lain
tidak banyak tercecer, terbuang atau tersisa di dalamnya.

g)

Kemudahan pembuangan kemasan bekas


Pada umumnya kemasan bekas adalah sampah dan merupakan suatu masalah
yang memerlukan biaya cukup besar untuk penanganannya, misalnya kemasan
kemasan bekas dari bahan plastik. Bahan kemasan plastik tidak dapat hancur oleh
mikroba dan bila dibakar akan menyebabkan polusi udara, terutama di negara
negara maju.
Bahan kemasan yang terbuat dari logam, keramik dan bahan nabati tidak
begitu menjadi masalah. Bahan logam dan kertas sebagian besar dapat diproses
kembali. Bahan nabati seperti kayu dapat dipakai sebagai bahan bakar.

h)

Ukuran, bentuk dan berat


Ukuran kemasan berhubungan sangat erat dengan penanganan selanjutnya,
baik dalam penyimpanan, transportasi maupun sebagai alat untuk menarik perhatian
konsumen. Biasanya kemasan disesuaikan dengan sarana yang ada, misalnya sebagai
pengangkutnya adalah pesawat terbang, maka tinggi dan lebarnya tidak boleh
melebihi ukuran pintu pesawat terbang yang akan mengangkutnya dan sebagainya.
Ada kalanya kemasan didesain sedemikian rupa sehingga bentuknya sangat
indah dan menarik, kadang kadang dibuat untuk memberi kesan bahwa isinya lebih
banyak dari kemasan lainnya yang serupa, misalnya botol yang ramping
dibandingkan dengan botol yang pendek.
Bentuk

kemasan

sangat

mempengaruhi

efisiensi

penggunaan

ruang

penyimpanan, cara penyimpanan, daya tarik konsumen dan cara pembuatan serta
bahan kemasan yang digunakan. Banyak konsumen yang berbelanja karena tertarik

oleh kemasannya dengan bentuk yang aneh aneh, misalnya bentuk oval/patung dan
sebagainya lebih disukai.
Pada umumnya produsen selalu berusaha untuk mengurangi berat kemasan
yang digunakan karena dengan berkurangnya berat berarti energi yang dibutuhkan
untuk transportasi akan berkurang pula sehingga akan menurunkan harga jual dari
produk yang bersangkutan. Hal ini akan lebih menarik bagi konsumen, sehingga
dapat diharapkan untuk memenangkan persaingan.
i)

Penampilan dan pencetakan


Kemasan harus memiliki penampilan yang menarik bila ditinjau dari segala
segi, baik dari segi bahan, estetika maupun dekorasi. Dalam hal ini produsen harus
tahu dengan tepat ke lokasi mana produk akan dipasarkan. Karena selera masyarakat
berbeda beda.
Masalah pencetakan sangat erat hubungannya dengan dekorasi dan label yang
merupakan sarana komunikasi antara produsen dan konsumen, leveransir maupun
pengecer. Beberapa bahan ada yang perlu mengalami pencetakan label dan tambahan
dekorasi sehingga bahan kemasan harus memiliki sifat mudah menerima pencetakan
dan hasilnya dapat dipertahankan, tidak luntur atau hilang.

j)

Biaya rendah
Salah satu cara untuk mempertahankan produk tersebut terjangkau oleh daya
beli konsumen adalah menurunkan biaya pengemasan sampai batas dimana kemasan
masih dapat berfungsi dengan baik. Hal ini penting karena konsumen akan
melakukan pemilihan terhadap produk yang sama yang ditawarkan dengan harga
yang lebih rendah.

k)

Syarat khusus
Selain syarat syarat yang telah disampaikan, masih ada syarat syarat
khusus yang perlu diperhatikan, misalnya iklim daerah pemasaran yaitu tropis,
subtropis, kelembabannya dan lain lain.
3.3

Pemilihan Kemasan

Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan kemasan selain disesuaikan


dengan bentuk sediaan (misal sediaan cair dengan botol, sediaan tablet dengan strip
atau blister, dan lain-lain), juga perlu dilakukan pertimbangan terhadap beberapa
faktor berikut, yaitu: kemasan yang baik dan akan digunakan semaksimal mungkin
dalam pasar harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan beberapa faktor,
antara lain sebagai berikut (Mudra, 2010):
1)

Faktor Pengamanan
Kemasan harus melindungi produk terhadap berbagai kemungkinan yang
dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan barang, misalnya: cuaca, sinar
matahari, jatuh, tumpukan, kuman, serangga dan lain-lain. Contohnya, kemasan
biskuit yang dapat ditutup kembali agar kerenyahannya tahan lama.

2)

Faktor Ekonomi
Perhitungan biaya produksi yang efektif termasuk pemilihan bahan, sehingga
biaya tidak melebihi proporsi manfaatnya. Contohnya, produk-produk refill atau isi
ulang, produk-produk susu atau makanan bayi dalam karton, dan lain-lain.

3)

Faktor Pendistribusian
Kemasan harus mudah didistribusikan dari pabrik ke distributor atau pengecer
sampai ke tangan konsumen. Di tingkat distributor, kemudahan penyimpanan dan
pemajangan perlu dipertimbangkan. Bentuk dan ukuran kemasan harus direncanakan
dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak sampai menyulitkan peletakan di rak
atau tempat pemajangan.

4)

Faktor Komunikasi
Sebagai media komunikasi kemasan menerangkan dan mencerminkan produk,
citra merek, dan juga bagian dari produksi dengan pertimbangan mudah dilihat,
dipahami dan diingat. Misalnya, karena bentuk kemasan yang aneh sehingga produk
tidak dapat diberdirikan, harus diletakkan pada posisi tidur sehingga ada tulisan
yang tidak dapat terbaca dengan baik; maka fungsi kemasan sebagai media

komunikasi sudah gagal.


5)

Faktor Ergonomi
Pertimbangan agar kemasan mudah dibawa atau dipegang, dibuka dan
mudah diambil sangatlah penting. Pertimbangan ini selain mempengaruhi bentuk dari
kemasan itu sendiri juga mempengaruhi kenyamanan pemakai produk atau
konsumen.

6)

Faktor Estetika
Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mencakup
pertimbangan penggunaan warna, bentuk, merek atau logo, ilustrasi, huruf, tata letak
atau layout, dan maskot. Tujuannya adalah untuk mencapai mutu daya tarik visual
secara optimal.

7)

Faktor Identitas
Secara keseluruhan kemasan harus berbeda dengan kemasan lain, memiliki
identitas produk agar mudah dikenali dan dibedakan dengan produk-produk yang
lain.

8)

Faktor Promosi
Kemasan mempunyai peranan penting dalam bidang promosi, dalam hal ini
kemasan berfungsi sebagai silent sales person. Peningkatan kemasan dapat efektif
untuk menarik perhatian konsumen-konsumen baru.

9)

Faktor Lingkungan
Kita hidup di dalam era industri dan masyarakat yang berpikiran kritis. Dalam
situasi dan kondisi seperti ini, masalah lingkungan tidak dapat terlepas dari pantauan
kita. Trend dalam masyarakat kita akhir-akhir ini adalah kekhawatiran mengenai
polusi, salah satunya pembuangan sampah. Salah satunya yang pernah menjadi topik
hangat adalah styrofoam. Pada tahun 1990 organisasi-organisasi lingkungan hidup

berhasil menekan perusahaan Mc Donalds untuk mendaur ulang kemasan-kemasan


mereka. Sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan kemasan-kemasan yang
ramah lingkungan (environmentally friendly), dapat didaur ulang (recyclable) atau
dapat dipakai ulang (reusable).
Faktor-faktor ini merupakan satu kesatuan yang sangat vital dan saling
mendukung dalam keberhasilan penjualan, terlebih di masa sekarang dimana
persaingan sangat ketat dan produk dituntut untuk dapat menjual sendiri. Penjualan
maksimum tidak akan tercapai apabila secara keseluruhan penampilan produk tidak
dibuat semenarik mungkin. Keberhasilan penjualan tergantung pada citra yang
diciptakan oleh kemasan tersebut. Penampilan harus dibuat sedemikian rupa agar
konsumen dapat memberikan reaksi spontan, baik secara sadar ataupun tidak. Setelah
itu, diharapkan konsumen akan terpengaruh dan melakukan tindakan positif, yaitu
melakukan pembelian di tempat penjualan (Mudra, 2010).
3.4

Klasifikasi Kemasan
Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk

dengan kemasan) (Julianti dan Nurminah, 2006):

1)

Kemasan primer
Kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan yang dikemas.
Misalnya kaleng susu, botol minuman, strip/blister, ampul, vial dan lain-lain.

2)

Kemasan sekunder

Kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan


lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah
yang dibungkus dan sebagainya.

3)

Kemasan tersier, kuartener


Kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier.
Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang
sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam
kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.
3.5

Bahan Pengemasan
1) Gelas
Gelas dibuat dengan mencampur pasir dengan soda abu, kapur atau campuran

alkali lainnya. Kemasan yang terbuat dari bahan gelas akan terus menarik bagi
industri pengemasan, karena gelas mempunyai kelebihan kelebihan yang tidak
didapatkan dari bahan bahan kemasan lainnya (Rahmawati, 2013).
Beberapa keuntungan pemakaian bahan kemasan dari gelas, antara lain (Rahmawati,
2013):

Dapat dibentuk dengan berbagai macam desain

Dapat diwarnai dengan berbagai macam warna, sesuai dengan


kebutuhan produk yang akan dikemas

Bersifat transparan dan produk yang dikemas dapat dilihat


dengan jelas oleh konsumen

Tidak mempengaruhi produk yang dikemas

Kedap terhadap gas, uap air dan bau

Memberikan keawetan aroma, rasa dan warna produk yang

dikemas

Kemasan yang terbuat dari gelas disterilisasi dan divacuum

Tahan terhadap perubahan suhu rendah dan tinggi, dengan


catatan suhu tersebut tidak berubah secara cepat

Disamping keuntungan dari bahan gelas, ada beberapa kelemahannya antara lain
(Rahmawati, 2013):

Bersifat rapuh

Mudah pecah bila permukaannya tergores dan bila kena


benturan

Kemasan gelas digunakan untuk mengemas produk makanan, obat obatan,


minuman, bahan kimia dan bahan kosmetik (Rahmawati, 2013).
2) Plastik
Plastik merupakan padatan, terdiri dari molekul tinggi yang dominan, zat
organik, bahan yang dapat berubah bentuk secara praktis pada kondisi tertentu atau
juga barang yang dibuat dari padanya. Plastik dapat dibedakan atas termoplastik
(misalnya harsa, fenol, poliester) dan duroplastik. Termoplastik menjadi plastis jika
dipanaskan dan dalam keadaan seperti ini dapat dibentuk menjadi kerangka dasar
yang dikehendaki. Pada saat pendinginan, material membeku dan bentuknya stabil.
Duroplastik produk awal yang belum terajut, dikempa dalam cetakan yang
dipanaskan, dimana terjadi perajutan dan pengerasan akibat reaksi kimia kemudian
memperoleh bentuk akhirnya (Voight, 1995).
Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan dan obat terutama karena
keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti
bentuk pangan yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat
transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat
diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan
bahan dasar plastik. Walaupun plastik memiliki banyak keunggulan, terdapat pula

kelemahan plastik bila digunakan sebagai kemasan pangan, yaitu jenis tertentu
(misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi melepaskan migran berbahaya
yang berasal dari sisa monomer dari polimer dan plastik merupakan bahan yang sulit
terbiodegradasi sehingga dapat mencemari lingkungan.
Menurut pembentukannya dapat dibedakan bahan pada sintesis produk
polimerisasi, poliadisi dan polikondensasi. Pada polimerisasi, monomer, senyawa asal
tak jenuh. Produk polimerisasi misalnya polietilen, polipropilen, polivinil klorida.
Melalui poliadisi dapat terbentuk antara lain poliuretan dan harsa epoksida. Pada
proses polikondensasi perajutan dua molekul monomer berlangsung secara kontinyu
dengan diikuti pembentukan produk reaksi molekular rendah (misalnya HCI, NaCI,
NH3, H2O). Secara umum senyawa polikondensat dan poliadisi lebih cocok
digunakan untuk kepentingan pengobatan dan farmasetik daripada polimerisat, oleh
karena itu hanya sedikit atau bahkan tidak memerlukan bahan tambahan, sehingga
toksisitas hanya bersumber dari bahan asalnya.
Plastik yang digunakan sebagai wadah produk sediaan farmasi umumnya
terbuat dari, polimer-polimer. Contohnya polietilen, polietilen tereftalat (PET) dan
polietilen tereftalat, polipropilen (PP), polivinil klorida (PVC).
3) Logam
Kemasan yang terbuat dari logam masih menempati bagian yang penting
dalam bidang pengemasan, meskipun ada saingan yang sangat ketat dari kemasan
yang terbuat dari plastik dan kertas. Hal ini disebabkan oleh karena logam
mempunyai kekuatan mekanik yang baik sekali. Logam yang digunakan untuk
membuat kemasan adalah baja dan kaleng logam (Rahmawati, 2013).
Kemasan yang terbuat dari bahan baja dapat menahan penanganan selama
pengangkutan, dapat diisi, dapat disimpan tanpa menimbulkan banyak masalah dan
sangat ekonomis untuk pemakaian jangka panjang karena dapat dipergunakan
berulang ulang (Rahmawati, 2013).
Kemasan yang terbuat dari baja digunakan untuk menyimpan dan pengiriman
berbagai macam produk seperti asam, alkali, pelarut organik, cat, vernis, pengencer,

minyak saos, sirup, buah buahan yang diawetkan dan lain lain. Disamping itu
kemasan dari bahan baja dapat dipergunakan untuk mengemas produk semi padat
seperti tepung dan produk yang berbentuk serpihan (Rahmawati, 2013).
Kaleng logam tahan terhadap panas, dingin, uap lembab dan dapat menahan
produk yang kasar selama transportasi dan penyimpanan (Rahmawati, 2013).
Kaleng logam dibuat dari suatu plat baja dengan lapisan timah di kedua
sisinya. Kaleng logam ini dapat digunakan terutama untuk mengemas produk
makanan dengan daya korosi yang sangat tinggi atau tergantung dari tipenya, antara
lain; fosfor, silikon, coppec, nikel, kromanium dan lain lain sampai batas yang
paling minimal yang dapat dilakukan (Rahmawati, 2013).
4) Foil
Foil adalah suatu lembaran dari bahan logam yang mempunyai ketebalan
kurang dari 0.15 mm. Kemasan ini mempunyai posisi yang penting dalam
pengemasan, karena permukaannya yang mengkilap dan menarik untuk dipandang.
Foil yang mempunyai ketebalan antara 0.0375 0.1125 mm digunakan untuk
membuat kemasan semi kaku. Aluminium foil mempunyai sifat kedap air yang baik,
permukaannya dapat memantulkan cahaya sehingga penampilannya menarik,
permukaannya licin, dapat dibentuk sesuai dengan keinginan dan mudah dilipat, tidak
terpengaruh oleh sinar, tahan terhadap temperatur tinggi sampai di atas 290C, tidak
berasa, tidak berbau, tidak beracun dan hygienis. Kemasan foil dapat digunakan
untuk mengemas roti, makanan beku, obat obatan, bahan farmasi, bahan kimia,
makanan yang higroskopis, jam, selai dan saos. Bila digunakan untuk mengemas
makanan biasanya foil diletakkan pada bagian dalam, namun bila untuk tujuan
dekoratif maka foil diletakkan pada bagian luar (Rahmawati, 2013).
5) Kertas, Karton, dan Kardus
Kertas, kertas karton, dan kardus kontainer digunakan di bidang manufaktur
farmasi. Karena jenis kontainer ini jarang dirancang untuk berinteraksi dengan
produk obat itu sendiri, mereka tidak begitu divalidasi secara komprehensif dalam

evaluasi yang paling kompendial. Kertas, kertas karton, dan kardus tidak begitu
mahal, mudah untuk mencetak identifikasi, petunjuk, atau materi iklan, dan mudah
ditaati komponen kemasan lainnya.
Aplikasi yang paling umum dari kertas, kertas karton, dan kardus biasanya
bagian dari kontainer farmasi sekunder. Untuk memberikan perlindungan tambahan,
kertas dapat dilaminasi atau dilapisi dengan berbagai bahan. Lebih umum, ketika
kertas terlibat dalam fungsi kemasan kritis, hanya salah satu komponen dari sistem
multikomponen yang menawarkan perlindungan lingkungan yang optimal untuk
lingkungan obat. Kegunaan lain dari kertas, kertas karton, dan kardus yang sebagai
kemasan sekunder atau untuk kemasan pengiriman (Mis., karton bergelombang).
3.6

Desain Kemasan
Kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah

kemasan tersebut harus simple (sederhana), fungsional dan menciptakan respons


emosional positif yang secara tidak langsung berkata, Belilah saya. Kemasan
harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain
kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang
dikemasnya.
Menurut penelitian, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80% adalah
penginderaan melalui penglihatan atau kasat mata (visual). Karena itulah, unsur-unsur
grafis dari kemasan antara lain: warna, bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak
merupakan unsur visual yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian
pesan secara kasat mata (visual communication).
Agar berhasil, maka penampilan sebuah kemasan harus mempunyai daya
tarik. Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik
visual (estetika) dan daya tarik praktis (fungsional) (Christine, 1998).
1)

Daya tarik visual (estetika)


Daya tarik visual mengacu pada penampilan kemasan yang mencakup unsurunsur grafis yang telah disebutkan di atas. Semua unsur grafis tersebut

dikombinasikan untuk menciptakan suatu kesan untuk memberikan daya tarik visual
secara optimal.
Daya tarik visual sendiri berhubungan dengan faktor emosi dan psikologis
yang terletak pada bawah sadar manusia. Sebuah desain yang baik harus mampu
mempengaruhi konsumen untuk memberikan respons positif tanpa disadarinya.
Sering terjadi konsumen membeli suatu produk yang tidak lebih baik dari produk
lainnya walaupun harganya lebih mahal. Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa
terdapat daya tarik tertentu yang mempengaruhi konsumen secara psikologis tanpa
disadarinya. Misalnya produk-produk sabun mandi yang pada umumnya memiliki
komposisi yang tidak jauh berbeda. Tetapi produk sabun mandi yang dapat
menampilkan kelembutan yang divisualkan dengan baik pada desain kemasannya, di
antaranya menggunakan warna-warna lembut (pastel) dan merek dengan Font Script
atau Italic (miring) dan memberikan kesan lembut dan anggun akan lebih banyak
dipilih oleh konsumen. Visualisasi yang ditampilkan memberikan efek psikologis
bahwa konsumen akan merasakan kulitnya lebih lembut setelah menggunakan sabun
mandi tersebut.
2)

Daya tarik praktis (fungsional)


Daya tarik praktis merupakan efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang
ditujukan kepada konsumen maupun distributor. Misalnya, untuk kemudahan
penyimpanan atau pemajangan produk. Beberapa daya tarik praktis lainnya yang
perlu dipertimbangkan antara lain:

a.

Dapat melindungi produk

b.

Mudah dibuka atau ditutup kembali untuk disimpan

c.

Porsi yang sesuai untuk produk makanan/minuman

d.

Dapat digunakan kembali (reusable)

e.

Mudah dibawa, dijinjing atau dipegang


3.7

Teknik Pengemasan Produk Farmasi

Bentuk kemasan berikut ini telah disetujui FDA sebagai contoh sistem
kemasan yang mampu memenuhi ketentuan kemasan tahan gangguan sebagaimana
dijelaskan dalam peraturan FDA 21 C.F.R. Parts 211, 314, dan 700.
1)

Strip packaging (Kemasan Strip)


Strip packaging merupakan teknik pengemasan yang sudah berlangsung lebih

dari seperempat abad. Semua solid form dibidang farmasi termasuk pill, tablet,
capsul, lozenges, dikemas dengan sistem ini. Tetapi yang paling umum menggunakan
cara ini adalah tablet dan kapsul. Metodenya adalah mengemas dengan dua lapisan
atas/bawah, dan kemudian di seal dan di cut. Pemilihan dari material harus tepat, agar
tidak ada migrasi dari produk keluar. Produk akan jatuh ke dalam mold yang panas,
kemudian dibentuk kemasan dan mewadahi produk tersebut. Ukuran dan ke dalaman
dari mold tersebut harus cukup untuk menampung produk dan membentuk kantong,
dan jangan sampai produk tertekan. Perlu dicek bahwa heat seal cukup efektif
(Anonim, 2007).

(Anonim,
Mesin Pengemas Strip
2)

20

07).
Kemasan Strip

Blister pack (Kemasan Blister)


Bentuk kemasan ini mampu menyediaakan perlindungan yang sangat baik

terhadap keadaan sekitarnya, disertai dengan penampilan estetis yang menyenangkan


dan efisien. Juga memberikan kemudahan pemakaian, aman terhadap anak-anak dan
tahan terhadap usaha pemalsuan.
Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu lembaran resin
termoplastik dengan pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastik yang

lembek itu kedalam suatu cetakan. Sesudah mendingin lembaran dilepas dari cetakan
dan berlanjut ke berbagai pengisian dari mesin kemasan. Blister setengah keras yang
terjadi sebelumnya diisi dengan produk dan ditutup dengan bahan untuk bagian
belakang yang dapat disegel dengan pemanasan. Bahan untuk bagian belakangnya,
atau tutupnya, dapat dari jenis yang bisa didorong atau jenis yang dapat dikelupas.
Untuk jenis blister yang bisa didorong, bahan untuk bagian belakangnya biasanya
aluminium foil yang diberi lapisan yang dapat disegel panas. Lapisan pada foil harus
sesuai dengan bahan blister untuk memperoleh segel yang memuaskan, baik untuk
perlindungan produk maupun untuk perlindungan pemalsuan (Lachman, 1994).

Alat Pengemas Blister


3)

Kemasan Blister

Pengemasan bulk produk


Kemasan ini dapat dibuat dengan berbagai cara, tetapi biasanya dibentuk

dengan menumpuk produk seperti sandwich di antara lapisan tipis plastik yang dapat
diberi bentuk dengan panas, dapat memanjang atau dapat mengerut dengan
pemanasan dan bahan yang kaku untuk bagian belakangnya. Hal ini umumnya
dilakukan dengan memanaskan/melunakan lapisan tipis plastik dan membuat kantung
dengan menariknya dalam vakum melalui cara yang sama seperti pembuatan blister
dalam kemasan blister. Produk dijatuhkan ke dalam kantung, yang kemudian disegel
menjadi bahan yang keras seperti piring kertas yang dipanaskan disegel diberi
lapisan. Jika memakai bahan yang dapat mengerut karena panas, kemasan dilewatkan

ke dalam corong panas, yang mengerutkan lapisan tipis menjadi gelembung atau
member kulit pada produk, sehingga menempel erat pada karton yang ada di bagian
belakangnya (Lachman, 1994).
Digunakan untuk mengemas barang yang cukup banyak atau bulk material
digunakan, multi wall paper sack. Heavy duty bag polyethylene, woven sack
polipropylene dan jute bags, tetapi sekarang ini jute bags sudah kurang popular.
Multiwall paper sack: terdiri dari beberapa lapisan kertas yang saling menunjang,
dengan demikian maka beban yang didukung oleh kantong tersebut akan merata
keseluruh lapisan. Jumlah lapisan bisa antara 2 sampai dengan 6 lapis. Dengan
menggunakan beberapa lapisan kertas yang agak tipis adalah lebih fleksibel dan kuat
daripada menggunakan satu atau dua lapisan kertas yang tebal. Multiwall paper bag
dapat digunakan untuk berbagai produk terutama yang berbentuk bubuk (Anonim,
2007).

Mesin Pengemas Bulk


4)

Kemasan Bulk

Pengikat yang Mengerut


Konsep ini menggunakan sifat polimer yang dapat mengembang dan

mengerut karena pemanasan, biasanya PVC. Polimer yang dapat mengerut karena
panas diproses sebagai pipa terarah dalam diameter sedikit lebih besar dari tutup dan
lingkar leher botol yang akan disegel. Bahan yang dapat mengerut karena panas
dipasok kepada pengisi botol sebagai pipa yang ada cetakan huruf/gambar dan dapat

dilipat, baik sudah dipotong menurut panjang tertentu atau dalam bentuk gulungan
untuk pekerjaan otomatis. Panjang pipa PVC yang sesuai diluncurkan melalui botol
yang sudah bertutup cukup longgar, sehingga dapat menyatukan tutup dan lingkar
leher botol. Botol kemudian digeser melalui lorong panas, yang mengerutkan pipa
dengan erat di sekeliling tutup dan botol, sehingga ban yang mengerut akan rusak bila
tutup dibuka. Agar mudah membukanya, ban yang mengerut dapat disertai dengan
celah yang dapat dirobek (Lachman, 1994).

Pengikat yang Mengkerut


5)

Pembungkus Lapisan Tipis

Pembungkus dari lapisan tipis telah digunakan secara luas selama bertahuntahun untuk produk yang memerlukan kemasan yang utuh, atau perlindungan

terhadap keadaan sekelilingnya. Pembungkus lapisan tipis dikategorikan dalam tipetipe berikut:

Pembungkus yang ujungnya dilipat

Pembungkus yang disegel seperti sirip ikan

Pembungkus yang dapat mengerut

6)

Kertas Timah, Kertas, atau Kantung Plastik


Kantung yang fleksibel adalah konsep kemasan yang tidak hanya mampu

menyediakan kemasan yang tahan gangguan, tetapi melalui seleksi bahan yang
sesuai, juga menyediakan kemasan yang dapat memberi perlindungan yang sangat
ampuh terhadap keadaan sekitarnya. Kantung yang fleksibel biasanya dibentuk
selama pekerjaan pengisian produk, baik dengan peralatan bentuk pembentukan
vertikal maupun horizontal, mengisi dan menyegel.
Pada pelaksanaan membentuk/mengisi/menyegel secara vertikal, suatu
jaringan lapis tipis ditarik meliputi cincin logam dan mengelilingi pipa pengisi yang
vertikal, melalui mana produk dijatuhkan kedalam kemasan yang terbentuk. Pipa
pengisi dari metal juga bekerja sebagai suatu mandrel yang mengontrol keliling dari
kantung dan terhadap mana dibuat segel membujur. Pembentukan segel ini, yang
dapat merupakan segel sirip maupun segel tumpang tindih, mengubah lapisan
kemasan menjadi pipa dari lapisan yang kontinyu. Alat penyegel yang dapat bergerak,
segel orthogonal sampai membujur, mengerutkan bagian bawah tube, membentuk
segel bawah dari kemasan. Produk dijatuhkan melalui pipa, pembentuk ke dalam
kemasan yang terbentuk. Alat penyegel yang dapat bergerak mengangkat pipa lapisan
tipis setinggi panjang kemasan, dan membentuk segel paling atas dan paling akhir
dari kemasan. Segel kemasan paling atas ini menjadi segel bagian bawah dari
kemasan berikutnya, dan proses ini terulang lagi. Karena mesin vertikal yang
membentuk/mengisi/menyegel diisi sesuai arah gravitasi, mereka terutama digunakan
untuk cairan, bubuk dan produk berbentuk granul.
Sistem pembentuk/pengisi/penyegel secara horizontal umumnya digunakan
untuk produk dengan volume lebih kecil, yang dapat lebih cocok untuk ukuran

kemasan yang lebih datar yang dihasilkan mesin jenis ini. Dalam sistem ini, jaringan
lapisan tipis terlipat sendiri dan tidak mengelilingi suatu pipa. Sewaktu lipatan lapisan
tipis diisi secara horizontal melalui mesin, suatu pelat yang dapat bergerak
membentuk kantung-kantung dalam lapisan itu dengan cara membuat segel pemisah
secara vertikal. Produk kemudian ditempatkan ke dalam tiap kantung, dan segel atas
akhir akan terbentuk. Kemasan yang dibuat dengan mesin pembentuk/ pengisi/
penyegel secara horizontal biasanya mempunyai segel keliling bersisi tiga, tetapi ada
kemungkinan terjadi variasi-variasi lain, tergantung jenis mesin yang digunakan.

Mesin Vertikal

Produk mesin vertikal

Mesin horizontal
Untuk menyiapkan tingkat kesempurnaan kemasan yang diperlukan bagi
kemasan yang tahan gangguan pada mesin horizontal maupun vertikal, maka haruslah
digunakan segel permukaan dalam pada permukaan dalam. Hal ini memungkinkan
pemakaian bahan segel yang efektif seperti polietilen, etilen vinil asetat (EVA), dari

Surlyn, yang bila disegel dengan layak harus dirobek lebih dulu untuk mendapatkan
produknya. Bahan penyegel ini harus digunakan sebagai bagian dari susunan laminasi
supaya diperoleh sifat-sifat yang diperlukan bagi penampilan bahan kemasan yang
layak. Permukaan luar dari laminasi harus merupakan permukaan yang mudah
dicetak dan tahan panas, karena langsung bersentuhan dengan batang-batang
pemanas.
Bahan permukaan luar juga digunakan sebagai pembawa substrat, yang
memberikan sifat-sifat mekanis kepada laminasi yang diperlukan untuk penanganan
kemasan dan pengemasan secara maksimal. Lapisan yang paling umum digunakan
untuk pembawa substrat ialah kertas. Polyester, nilon dan selofan juga digunakan bila
diinginkan suatu keadaan tembus pandang, tahan bocor atau mengkilap. Untuk
produk yang peka terhadap lembab dan oksigen, umumnya digunakan kertas timah
(foil) sebagai bagian dari laminasi lapisan tipis, dengan foil diapit seperti sandwich
antara lapisan luar dan lapisan segel panas. Laminasi seperti kertas/ polietilen/ foil/
polietilen dan polyester/polietilen/foil/polietilen umum digunakan sebagai perintang
yang baik. Polyester yang diberi logam digunakan sebagai pengganti foil untuk
pemakaian beberapa kemasan perintang karena biayanya lebih rendah, penampilan
yang baik sekali dan tahan lekukan (Lachman, 1994).
Dan masih ada banyak lagi teknik pengemasan produk farmasi seperti;
Penyegel Botol, Segel Berupa Pita, Tutup yang Mudah Dirobek, Tube yang Disegel,
Wadah Aerosol dan Kotak Karton yang Disegel (Lachman, 1994).
3.8

Pelabelan
Informasi yang dapat ditampilkan melalui kemasan. Beberapa informasi yang

dapat disampaikan melalui kemasan antara lain adalah (Rahmawati, 2013):

Nama produk,

Nama produsen,

Alamat produksi dan telepon yang bisa dihubungi,

Komposisi,

Kandungan gizi,

Cara penggunaan,

Kontra indikasi,

Tanggal kadaluarsa,

Nomor produksi,

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan suatu
produk agar produk itu bermutu, aman dan berkhasiat, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain preformulasi, formulasi, metode analisis, dan desain kemasan
dari produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2012. Sediaan Farmasi Padat (SFI-6). Bandung: Penerbit ITB.


Anonim. 2007. Kemasan Flexible. Jakarta: Departemen Perindustrian.
Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Christine S. Cenadi. 1998. Jurnal Nirmana Jurusan Desain Komunikasi Visual
Volume 1. Surabaya: Universitas Kristen Petra.
Depkes RI, 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta: Depkes RI.
Julianti, Elisa dan Nurminah, Mimi. 2006. Buku Ajar Tekologi Pengemasan.
Universitas Sumatera Utara Press. Sumatera.
Kurniawan, D.W & Sulaiman, T.N.S. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Lachman, L., H. A. Lieberman and J.L Kaning. 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi II. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Mudra, I Wayan. 2010. Pelatihan Pembuatan Kemasan pada Kegiatan Pembinaan
Kemampuan Teknologi Industri di Kota Denpasar. Denpasar: Puslit Seni Kreasi
Baru LP2M ISI.
Rahmawati, Fitri. 2013. Materi Pelatihan: Pengemasan dan Pelabelan. Universitas
Negeri Yogyakarta.

Rokiban. 2014. Uji Evaluasi Sediaan Semi Solid. Tersedia online


https://www.scribd.com/doc/207536735/Uji-Evaluasi-Sediaan-SemiSolid#download (Diakses pada 4 Maret 2016).

di

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.


Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Wade, Ainley and Paul J Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.
London: The Pharmaceutical Press.
Wibowo, M. S. 2015. Pemastian Mutu Produk Steril di Industri Farmasi. Institut
Teknologi
Bandung.
Tersedia
online
di
http://download.fa.itb.ac.id/filenya/Handout%20Kuliah/Mikrobiologi
%20Obat%20dan%20Makanan%20S2/Pemastian%20Mutu%20Produk
%20Steril%20di%20Industri%20Farmasi.pdf (Diakses pada 4 Maret 2016).

Anda mungkin juga menyukai