Kelompok 2:
Arini Eka Pratiwi
Myra Kharisma Izzati
Nurul Rohmanisari
Riza Wernawati
Sani Asmi Ramdani L
Sejarah CGMPs
190
5
190
6
196
3
196
7196
8
Tahun 1967, World Health Organization (WHO) merancang teks GMP dan
diterima oleh Twentieth World Health Assembly dengan draft berjudul Good
Manufacturing Practice in The Manufacture and Quality Control of Medicines
and Pharmaceutical Specialities.
Teks kemudian direvisi dan dibahas oleh Komite Ahli WHO Spesifikasi Sediaan
Farmasi pada tahun 1968.
197
0197
1
197
8197
9
Uni
Ero
pa
Aus
trali
a
Kan
ada
cGM
P
Cin
a
Jepa
ng
Am
erik
a
Seri
kat
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan &
peralatan
4. Dokumentasi
5. Produksi
6. Pengendalian
kualitas
7. Kontrak pembuatan
& analisis
8. Pengaduan &
penarikan kembali
produk
9. Inspeksi diri
Good
Manufacturing
Practice
Good
Laboratory
Practice
Kanada
Introduction
(Pendahulua
n)
Purpose
(Tujuan)
cGM
P
Manajemen
Mutu
Interpretasi
Regulasi
Jepang
Pharmaceuticals and
Medical Devices Agency
Bertanggung jawab
pada
MinistryofHealthLabou
r and Welfare
Ruang Lingkup
cGMP
Kontrol pembuatan
dan pengawasan
mutu bahan aktif
farmasi
Bentuk sediaan
Inspeksi bangunan
dan peralatan
Amerika Serikat
Komponen GMP
General Provisions (Ketentuan Umum)
Organization and Personnel (Organisasi dan Personalia)
Building and Facilities (Bangunan dan Fasilitas)
Equipment (Peralatan)
Control of Components and Drug Product Containers and Closures
(Pengendalian Komponen dan Produk Obat Wadah dan Penutup)
Production and Process Controls (Pengendalian Produksi dan Proses)
Packaging and Labeling Control (Pengendalian Pengemasan dan Pelabelan)
Holding and Distribution (Penanganan dan Distribusi)
Laboratory Control (Pengendalian Laboratorium)
Records and Reports (Catatan dan Laporan)
Returned dan Salvaged Drug Products (Produk Obat yang dikembalikan dan
ditarik kembali)
Diawasi oleh
Australia
Therapeutic Good
Administration (TGA)
Komponen kunci dari keseluruhan
regulasi TGA mengenai obat-obatan
dan alat kesehatan adalah inspeksi
dari fasilitas manufaktur untuk
memastikan proses produksi
dijalankan sesuai dengan prinsip
manufaktur yang dilegalisasi,
termasuk Code of Good Manufacturing
Practice (GMP).
(Therapeutic Good Administration,
Cina
Struktur
1. General Provisions GMP
Regulasi Good
Manufacturing Practice
(GMP) di negara Cina
pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1988 oleh
Chinas State Food and
Drug Administration
(SFDA).
2. Quality Management
3. Organization and Personnel
4. Premises and Facilities
5. Equipment
6. Materials and Products
7. Qualification and Validation
8. Documentation Management
9. Production Management
10. Quality Control and Quality
Assurance
11. Contract Manufacture and
Analysis
12. Product Distribution and
Recalls
13. Self Inspections
14. Supplementary Provisions
(ECA Foundation, 2011; The
3 aspek kualitas
obat (khasiat,
keamanan, dan
kenyamanan
dalam dosis yang
digunakan sesuai
tujuan
penggunaannya).
Di Indonesia,
pemerintah telah
mengeluarkan
Perlu parameter
kebijakan Cara
kualitas yang
Pengaturan
Pembuatan Obat
konstan (identitas,
tersebut sifatnya
yang Baik (CPOB)
kekuatan,
nasional di masingmelalui Surat
kemurnian, dan
masing negara.
Keputusan Menteri
karakteristik
Kesehatan RI No.
lainnya)
43/MENKES/SK/II/1
988 pada tanggal 2
Februari 1988.
Sejarah perkembangan CPOB di Indonesia dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut:
1. Manajemen mutu
terdapat berbagai poin meliputi:
Unsur dasar
manajemen
mutu
Sistem
Pemastian
Mutu yang
benar dan
tepat bagi
pembuatan
obat
Pengkajian
mutu produk
Syarat dasar
pengawasan
mutu
Manajemen
risiko mutu
2.
Personalia
struktur organisasi dengan tugas yang
spesifik dan
kewenangan dari personil pada berbagai
posisi yang dicantumpkan dalam uraian
tugas tertulis.
organisasi, kualifikasi dan tanggung
jawab.
pelatihan terhadap personel
AREA PRODUKSI
AREA PENYIMPANAN
N
I
A
S
S
K
N U
E
A
D D R
T
S
N I
KO
PEMASANG
AN DAN
PENEMPATA
N
4.
PERALATAN
PE
RA
W
AT
AN
6. Produksi
bahan awal,
validasi proses,
pencegahan pencemaran silang,
sistem penomoran bets/lot,
penimbangan dan penyerahan,
pengembalian,
operasi pengolahan-produk antara dan produk ruahan,
bahan dan produk kering (pencampuran dan granulasi, pencetakan tablet, penyalutan,
pengisian kapsul, penadaan tablet salut dan kapsul),
produk cair, krim, dan salep (nonsteril),
bahan pengemas, kegiata pengemasan (prakodifikasi bahan pengemas, kesiapan jalur,
praktik pengemasan, penyelesaian pengemasan),
pengawasan selama proses,
bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan,
karantina dan penyerahan produk jadi,
catatan pengendalian pengiriman obat, dan penyimpanan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.
7. Pengawasan mutu
Mencak
up :
Pengambilan sampel
spesifikasi
Pengujian serta termasuk pengaturan
dokumentasi dan prosedur
bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan.
Tujuan
10. Dokumentasi
Pada pasal 4 mewajibkan setiap Industri Farmasi harus memperoleh izin Industri Farmasi
dari Direktur Jenderal, serta wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi obat
dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Persyaratan untuk memperoleh izin Industri Farmasi dijelaskan pada pasal 5 ayat 1 dan 2,
yaitu:
a.
b.
c.
d.
memiliki secara tetap paling sedikit 3 orang apoteker WNI masing-masing sebagai
penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu;
e.
komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Jika Industri Farmasi diketahui melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi
administratif berdasarkan PERMENKES RI nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 pasal 26
adalah berupa:
a.
b.
perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
c.
d.
e.
yang
harus
dilengkapi
untuk
mengajukan
permohonan
Pekerjaan
kefarmasian
adalah
pembuatan termasuk pengendalian
mutu
Sediaan
Farmasi,
pengamanan,
pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional. Pekerjaan
kefarmasian dilakukan oleh tenaga
kefarmasian
yang
terdiri
atas
Apoteker
dan
Tenaga
Teknis
Kefarmasian.
Pasal-pasal pada peraturan ini yang
berkaitan dengan Industri Farmasi
yaitu:
a. Pasal
menjelaskan
bahwa
c.
aspek
mutu
keamanan obat.
yang
berpengaruh
terhadap
kematian;
perpanjangan
waktu perawatan
rumah sakit;
keadaan yang
mengancam jiwa;
pasien memerlukan
perawatan rumah
sakit;
cacat tetap;
kelainan
kongenital;
dan/atau
kejadian medis
penting lainnya.
a.
b.
larangan
mengedarkan
untuk
Farmasi
yang
atau
tidak
keamanan,
farmakovigilans
sanksi
administratif berupa:
obat
yang
tidak
melaksanakan
dikenai
bahan
khasiat/kemanfaatan,
atau mutu;
c.
perintah
bahan
pemusnahan
obat,
jika
obat
terbukti
atau
tidak
atau
mutu;
dan/atau
d.
CPOB
Peraturan yang mengatur CPOB yaitu :
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang
Obat yang Baik. Yang
merupakan
peraturan
paling baru
setelah mengalami
perubahan dari Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 dan Peraturan
Kepala BPOM Nomor HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481
Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09937
Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik.
BPOM
PeraturanIndonesia
yang mengatur
CPKB:
Republik
Nomor
:
HK.00.05.4.3870 Tentangyaitu
Pedoman
cara pembuatan
Tentang
persyaratan teknis
bahan kosmetik.
Permenkes
Republik
1176/MENKES/PER/VIII/2010
kosmetik.
Indonesia
Tentang
Nomor
notifikasi
yang
mengatur CPOTB
yaitu :
Peraturan kepala BPOM Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.1380 tentang
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun
2011 tentang Persyaratan teknis cara pembuatan obat tradisional yang baik.
Peraturan kepala BPOM Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang kriteria
dan tata laksana pendaftaran Obat tradisional, Obat herbal terstandar, dan
Fitofarmaka.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 tahun 2012 tentang
Industri dan Usaha Obat Tradisional.
Daftar
pustaka
Immel, Barbara K. 2005. A Brief History of the GMPs. US: GMP Labeling, Inc.
Brhlikova P., et. al. 2007. Good Manufacturing Practice In the Pharmaceutical Industry. Scotland:
University of Edinburgh
ECA Foundation. 2011. GMP News. Available online at http://www.gmpcompliance.org/eca_news_2490_6804,6863,6888,6850.html [diakses pada tanggal 3 September
2015].
European Medicines Agency. 2015. Co-ordination of Good-Manufacturing-Practice Inspections. Available
online at http://www.ema.europa.eu/ema/index.jsp?curl=pages/
regulation/document_listing/document_listing_000171.jsp [diakses pada tanggal 1 September 2015].
Health Canada. 2013. Good Manufacturing Practices (GMP) Guidelines for Active Pharmaceutical
Ingredients (APIs). Available online at http://www.hc-sc.gc.ca/dhp-mps/alt_formats/pdf/compliconform/info-prod/drugs-drogues/actingre-gui-0104-eng.pdf [diakses pada tanggal 1 September 2015].
Karmacharya. Jaya Bir. 2012. Good Manufacturing Practices for Medicinal Products. Available online at
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/37170.pdf [diakses pada tanggal 1 September 2015].
BPOM RI. 2011. Tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi. Jakarta:Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta:Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan R4I.