Anda di halaman 1dari 7

Pengembangan Metode Kromatogra fi

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

27

Pengembangan Metode Kromatografi Gas Untuk Penetapan Kadar Etanol dalam Nira Siwalan ( Borassus
flabellifer Linn.)
Muhammad Mulja, Djoko Agus Purwanto, Dhenty Marthania
Bagian Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya

Lontar or siwalan (Borassus flabellifer Linn.) sap is one of the traditional beverage, which contents a
quantity of alcohol (ethanol) as the product of fermentation by microorganisms. The amount of alcohol in
alcoholic beverages can affects the body and central nervous system (CNS), based on its concentration in
blood. This research was done to analyze the amount of alcohol in siwalan sap by doing the optimum
sample preparation. Siwalan sap was stored until eight days in room temperature, extracted by
appropriate solvent, and analyzed with gas chromatography method. All of them showed the profile of
alcohol concentration during that day. The result showed that alcohols concentration increased until the
fourth day, about 4.4846 % and after that decreased constantly.
Keywords: Borassus flabellifer, ethanol, gas chromatography, validation method.
PENDAHULUAN
Nira merupakan jenis minuman tradisional yang
diperoleh dari cairan yang keluar dari bunga tanaman
familia Palmae tertentu. Di Jawa Timur dan Jawa
Tengah, nira disebut dengan tuak atau legen (legi =
manis, mengandung sedikit rasa alkohol), dan di daerah
Pasundan disebut dengan lahang (Sunanto, 1992). Dari
rasanya yang khas dapat diketahui bahwa nira
mengandung etanol. Etanol merupakan komponen kimia
yang terbesar setelah air, yang terdapat dalam minuman
keras. Tetapi etanol bukan satu -satunya senyawa kimia
yang dapat menyebabkan mabuk pada konsentrasi
tertentu, karena sifat ini juga dimiliki oleh senyawa lain
misalnya metanol, propanol, dan butanol yang
kesemuanya
masuk dalam golongan alkohol
(Etievant,1991).
Pada penelitian ini digunakan nira yang berasal dari
tanaman lontar/siwalan (Borassus flabellifer Linn.) yang
diperoleh langsung dari penyadapnya di desa Panceng,
Kabupaten Gresik karena pada umumnya masyarak at
mengkonsumsi minuman nira yang diambil dari pohon
siwalan. Nira dipercaya dapat mengobati batuk darah
(Sudarnadi, 1996). Selain itu, rasanya menyegarkan dan
sifatnya masih alami karena diperoleh langsung dari
pohonnya. Hal ini membuat nira menjadi minum an
tradisional yang populer dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat baik di kota maupun desa.
Konsumsi minuman beralkohol secara terus
menerus dapat mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP)
dan dapat menyebabkan mabuk. Sifat toleransi pada
alkohol ini cukup tinggi, artinya untuk pemula akan
lebih mudah mabuk dibanding dengan peminum
(Mursyidi, 1995). Secara medis, tidak ada manfaatnya
seseorang mengkonsumsi minuman beralkohol karena
lama-kelamaan peminum akan terbawa pada
ketergantungan, kerusakan fisik, menta l, maupun sosial
(Anonim, 1995 a).
Walaupun nira termasuk minuman tradisional, tapi
bila dapat menyebabkan mabuk maka dapat
digolongkan sebagai minuman keras, dan penggunannya
harus dalam pengawasan.
Seperti Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
01516/A/SK/V/81 tentang anggur dan sejenisnya serta
penggunaan etanol dalam obat dan obat tradisional.

Pasal 1 menyebutkan bahwa anggur, arak, dan


sejenisnya termasuk dalam jenis minuman keras dan
harus memenuhi peraturan perundang -undangan yang
berlaku untuk minuman keras (Anonim, 1992).
Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol
pada bab I
dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan minuman
beralkohol adalah minuman yang mengandung alkohol
yang diproses dari bahan hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan
destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan
cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak,
menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang
diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan
alkohol atau dengan cara pengenceran minuman
mengandung alkohol (Anonim, 1997). Dari definisi
minuman beralkohol diatas, dapat disimpulkan bahwa
nira siwalan tergolong minuman beralkohol karena di
dalamnya terkandung alkohol yang diperoleh dari
proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme.
Pada Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1997 bab II, menyebutkan bahwa
produksi minuman beralkohol hasil industri di dalam
negeri dan luar negeri (impor), de ngan kadar alkohol
lebih dari 5%. adalah kelompok minuman keras yang
produksi, pengedaran, dan penjualannya ditetapkan
sebagai barang dalam pengawasan (Anonim, 1997).
Nira yang disimpan pada suhu kamar akan
mengalami proses fermentasi atau peragian gula ka rena
adanya proses enzimatis. Bahan baku energi yang paling
banyak digunakan adalah glukosa. Metabolisme tipe
anaerobik menghasilkan sejumlah kecil energi,
karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik
lain, seperti asam laktat, asam asetat, dan etanol (Buckle
et.al., 1985). Glukosa yang terkandung dalam nira
menunjang pertumbuhan aktif organisme -organisme
fermentatif
(Rukmana, 1998).Nira yang sudah
mengalami fermentasi ini biasa disebut dengan legen
atau tuak. Proses peragian pada nira, yang pe rtama
adalah fermentasi gula yang terkandung dalam nira
menjadi alkohol oleh mikroorganisme yang merupakan
suatu cemaran pada minuman ini. Selain pembentukan
alkohol juga terjadi proses oksidasi alkohol tersebut

28

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

menjadi asam asetat dimana kedua proses ini terjadi


secara bersamaan (Fardiaz, 1992).
Mikroorganisme utama yang merupakan cemaran
pada fermentasi alkohol dalam nira adalah ragi. Ragi
merupakan jenis jamur aerob, dimana dalam lingkungan
terisolasi dari udara, organisme ini meragikan
karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Selain
ragi, pembentukan alkohol juga dapat dilakukan oleh
beberapa bakteri anaerob dan anaerob fakultatif
(Schlegel, 1994).
Penelitian terdahulu mengenai analisis kadar alkohol
dalam nira siwalan yang diambil dai daerah G ersik,
JawaTimur dengan metode destilasi menunjukkan
bahwa kadar rata-rata alkohol adalah 3,89% setelah
penyimpanan selama dua hari (Susilasari, 2000). Pada
buah anggur, umumnya proses peragiannya terjadi
selama 7-14 hari untuk menghasilkan minuman
beralkohol (Frazier, 1988). Dari rentang waktu
penyimpanan
tersebut
akan
diketahui
profil
pembentukan alkohol hasil fermentasi, dan diharapkan
akan diketahui kadar alkohol tertinggi pada nira siwalan
setelah waktu penyimpanan tertentu.
Untuk menentukan kadar alko hol baik dalam bahan
makanan atau minuman, obat -obatan maupun kosmetik
dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti
volumetri, penentuan berat jenis, penentuan indeks
refraksi, penentuan titik didih, kromatografi gas, dan
secara enzimatis (Anonim, 1995 b). Diantara metodemetode tersebut, kromatografi gas adalah metode
analisis yang paling banyak digunakan (Harjana, 2000).
Sedangkan metode lain seperti penentuan berat jenis,
titik didih, dan sebagainya, memiliki kelemahan kelemahan antara lain masih diguna kannya peralatan
konvensional yang masih sederhana sehingga akurasi
dan presisinya relatif rendah, serta hanya dapat
diterapkan pada sampel-sampel dengan kadar alkohol
yang tinggi. Oleh karena itu pada penelitian ini akan
dikembangkan metode kromatografi g as untuk
penetapan kadar etanol dalam nira siwalan. Keuntungan
digunakan metode kromatografi gas adalah mampu
menganalisis sampel dengan matrik yang kompleks,
waktu analisis relatif singkat, jumlah sampel yang
dibutuhkan untuk analisis relatif kecil, dan kepekaannya
tinggi (Munson, 1981).
BAHAN DAN METODE
Bahan, Alat dan Kondisi Penentuan. Nira disadap
langsung dari bunga pohon siwalan yang tumbuh di
desa Panceng Kabupaten Gresik. Etanol absolut p.a.
(E. Merck), etil asetat p.a (E.Merck), eter p.a (E.Merck),
Kloroform p.a. (E. Merck), n -heksana p.a. (E. Merck)
dan Isopropanol p.a. (E. Merck). Alat penelitian antara
lain Vortex tipe Mixer 16400 dan kromatograf gas
Agilent 6890 (Flame Ionization Detector (FID), suhu
300C, kolom kapiler HP (5% Pheny l Methyl Siloxan),
panjang 30,0 m, diameter 0,32 mm, tebal film 0,25
m, gas pembawa Helium dengan kecepatan 10
ml/menit dan kecepatan alir internal 1 ml/ menit, make
up gases terdiri dari udara kering dengan kecepatan alir
300 ml/menit dan H 2 dengan kecepatan alir 30 ml/menit,
suhu inlet : 175C, nisbah split 1:25. Suhu tanur
terprogram dari 60 oC sampai 110 oC

Muhammad Mulja et al.

Rancangan Penelitian. Minuman nira siwalan yang


akan digunakan pada penelitian ini diambil langsung
dari penyadapnya dari kebun siwalan di desa Panceng,
Kabupaten Gresik secara random sampling. Sampel nira
dikumpulkan dari unit-unit populasi petani nira yang
telah siap panen. Tiap-tiap unit pohon yang diambil
niranya, dilakukan proses penyadapan dengan cara dan
waktu yang sama. Diambil masing -masing 250 ml dari
tiap pohon kemudian dicampur dalam satu wadah/botol
yang bersih. Sampel nira disimpan pada suhu kamar
selama 0 sampai 8 hari dengan kondisi penyimpanan
yang sama. Hal ini dilakukan agar variabel -variabel
selama proses penyadapan dan penyim panan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian dapat dikendalikan.
Sampel nira ditetapkan kadar etanolnya dari hari ke
nol hingga penyimpanan hari ke delapan secara
berurutan dengan selang waktu satu hari. Setiap kali
analisis dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Mulamula sampel nira dikocok dengan n -heksana, lalu
diekstraksi dengan pelarut terpilih untuk menarik etanol
dari sampel . Ekstrak etanol dalam pelarut terpilih
disuntikkan ke kromatograf gas dengan kondisi yang
telah disesuaikan lalu dihitung kadar etanolnya, yang
dinyatakan dalam prosen volume/volume (%v/v). Hasil
yang diperoleh dinyatakan dalam grafik profil antara
kadar etanol dengan lama penyimpanan (hari).
Optimasi
Pelarut
Pengekstraksi.
Untuk
mengekstraksi atau menarik alkohol dari matri k sampel,
dicoba beberapa pelarut organik yang tidak bercampur
dengan air dan kepolarannya tidak jauh berbeda dengan
alkohol. Pelarut yang dicoba adalah kloroform, eter, dan
etil asetat.
Caranya adalah dipipet 5,0 ml etanol p.a., dimasukkan
tabung reaksi. Diekstraksi empat kali, tiap kali dengan 5
ml pelarut yang dicoba. Fase pelarut yang dicoba
dikumpulkan dalam labu ukur 25,0 ml. Ditambah 1,0 ml
isopropanol 10% lalu dikocok homogen. Sebanyak 1,0
l larutan diinjeksikan pada kromatograf gas. Diamati
hasil kromatogram. Pelarut yang terpilih adalah pelarut
dimana alkohol mempunyai area puncak paling besar
dan terpisah dari pengotor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kualitatif Etanol dalam Sampel Nira. Uji
Kualitatif dilakukan kandungan etanol pada Nira
Siwalan (Borassus flabellifer Linn) dilakukan dengan 2
metode yaitu uji perban-dingan waktu retensi etanol
murni terhadap sampel dan uji kualitatif dengan metode
adisi.
Untuk menguji perbandingan waktu retensi etanol
murni terhadap sampel, dibuat dua kromatogram ya ng
berasal dari injeksi etanol murni dan hasil preparasi
sampel nira. Dari dua kromatogram yang dihasilkan
dibandingkan waktu retensi etanol murni dan komponen
etanol yang ada dalam nira. Gambar 1.a dan 1.b
berturut-turut menunjukkan kromatogram etanol mur ni
dan etanol yang terdapat pada sampel menggunakan alat
kromatograf gas Agilent 6890 dengan detektor FID.
Terlihat bahwa waktu retensi etanol murni 2,481
menit memiliki kesamaan dengan puncak kromatogram
yang terdapat pada sampel nira. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam nira siwalan terkandung suatu senyawa

Pengembangan Metode Kromatogra fi

yang memiliki kesamaan waktu retensi dengan etanol


murni. Oleh karena itu sampel nira siwalan dicurigai
mengandung etanol.

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

29

Terlihat bahwa angka Resolusi (R) etil asetat


memberikan angka yang cukup baik, disamping itu
kromatogram etil asetat menunjukkan tidak banyak
pengotor dibandingkan dengan kloroform dan eter
(gambar 3). Oleh karena itu pada p enelitian ini
digunakan pelarut terpilih etil asetat. Pelarut etil asetat
tidak memberikan puncak yang berhimpit dengan
etanol maupun isopropanol, sedang pada kloroform dan
eter memberikan puncak yang berimpit dengan alkohol
maupun isopropanol.

Gambar 1. Kromatogram dari etanol murni (a) dan


sampel nira siwalan yang te lah dipreparasi (b),
menggunakan kromatograf gas.
Uji Kualitatif dengan Metode Adisi. Untuk
memperkuat hasil uji kualitatif dengan waktu retensi,
maka dilakukan metode adisi. Hasil preparasi sampel
nira siwalan ditambahkan etanol murni dengan kadar
0,0182%.
Gambar
2.a
menunjukkan
puncak
kromatogram sampel yang belum ditambah dengan
etanol, sedangkan pada gambar 2.b terlihat bahwa
penambahan etanol meningkatkan puncak kromatogram
pada waktu tambat 2,474 menit. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan etanol mu rni akan meningkatkan
kadar etanol dalam nira siwalan sehingga meningkatkan
area kromatogram, sedangkan disebelah kiri maupun
kanan waktu tambat 2,474 tidak dijumpai munculnya
puncak baru. Hasil ini menunjukkan bahwa ada
komponen senyawa dari nira siwalan yang memiliki
kesamaan struktur dengan senyawa yang ditambahkan
yaitu etanol. Dengan menggunakan dua uji kualitatif di
atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam nira
siwalan yang diteliti terkandung senyawa etanol yang
muncul pada waktu tambat sekita r 2,474 menit
menggunakan alat kromatograf gas Agilent 6890.
Validasi Metode.
Selektivitas etanol terhadap pelarut. Uji selektivitas
etanol terhadap pelarut dilakukan dengan cara
menyuntikkan etanol dan beberapa pelarut organik
secara terpisah. Pada penelitian ini pelarut terpilih yang
akan digunakan adalah etil asetat, kloroform dan eter.
Selain dicari pelarut yang dapat memisahkan etanol
dengan komponen-komponen yang lain di dalam
sampel, juga puncak serapan pelarut tidak boleh
mengganggu serapan etano l.
Oleh karena itu
dipersyaratkan pelarut yang akan dipilih harus memiliki
nilai keterpisahan (R = Resolution) yang lebih besar
atau sama dengan 1,5. Gambar 3.a, b, c, d berturut -turut
menunjukkan hasil pembacaan kromatografi gas
setelah penyuntikan etanol, etil asetat, kloroform dan
eter. Gambar 3 a, b, c, dan d menunjukkan bahwa
puncak etanol dapat terpisahkan dari etil asetat,
kloroform dan eter. Setelah dilakukan perhitungan harga
resolusi ketiga pelarut tersebut terhadap etanol maka
diperoleh data seperti pada tabel 1.

Gambar 2.
Kromatogram yang dihasilkan oleh
kromatograf gas. (a) Puncak etanol pada waktu
tambat 2,474 menit dari sampel nira. ( b) Puncak
etanol pada waktu tambat 2,474 menit dari
sampel nira setelah penambahan etanol murni.

Gambar 3.a Kromatogram etanol pada waktu tambat


2,481 menit yang dihasilkan oleh alat kromatograf
gas.

30

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

Muhammad Mulja et al.

isopropanol. Gambar 5 menunjukkan keterpisahan


etanol dengan komponen lain dalam sampel nira
maupun isopropanol. Terlihat pada hasil yang diperoleh
bahwa komponen terdekat dengan etano l (2,476 menit)
adalah isopropanol (2,554 menit. Jika dihitung antara
etanol dan isopropanol diperoleh harga R sebesar 2,6,
sedangkan isopropanol dan komponen nira yang lain
telah terpisah sangat jauh.

Gambar 3.b Kromatogram etil asetat pada waktu


tambat 3,055 menit yang dihasilkan oleh
kromatograf gas.

Gambar 4. Kromatogram sampel nira dan stand ar


internal isopropanol yang dihasilkan oleh
kromatograf gas. Terlihat etanol (2,476) dan
isopropanol (2,554) cukup terpisah dengan harga
resolusi R= 2,6.

Gambar 3.c. Kromatogram kloroform de ngan waktu


tambat 2,983 menit yang dihasilkan oleh
kromatograf gas.

Gambar 3.d. romatogram eter dengan waktu tambat


2,522 menit. yang dihasilkan oleh kromatograf gas.
Tabel 1. Hasil perhitungan harga resolusi beberapa
pelarut terhadap etanol dari kromatogram yang
diperoleh pada gambar 4.
Pelarut

Uji Linieritas. Telah dilakukan pengamatan


menggunakan
alat
kromatografi
gas
untuk
mendapatkankan hubungan antara 6 macam kadar
etanol yang ditambahkan dalam sampel buah/makanan
dan perbandingan area standar dengan area internal
standar seperti pada tabel 2.
Setelah dilakukan
perhitungan, maka diperoleh persamaan regresi
Y=76,6562 X + 0,3984 dengan har ga koefisien korelasi
r = 0,9999, sedangkan harga r tabel ( = 5%, N =6) =
0,811, sehingga r hitung lebih besar dari r tabel.
Parameter linieritas yang lain adalah Vxo dan Xp
(Syarat = Vxo < 5% dan Xp < Xi), dari hasil uji
linieritas didapatkan hasil Vxo = 0,9% dan Xp (0,0015)
< Xi (0,00192).
Dengan demikian maka didapatkan hubungan yang
linier antara kadar etanol dalam buah/makanan dan area
yang dihasilkan.
Tabel 2. Data kurva baku hubungan antara kadar etanol
yang ditambahkan dalam sampel nira dan
perbandingan area standar dengan area internal
standar.
Kadar etanol yang
No.
Ast/Aist
ditambahkan (ppm)
1.
0,00192
0,4781

Etil asetat

Harga Resolusi (R)


terhadap etanol
14,95

Kloroform

12,72

2.

0,00384

0,6940

Eter

2,52

3.

0,00480

0,7848

4.

0,00576

0,8738

5.

0,07680

6,3319

6.

0,11520

9,1970

Selektivitas Etanol Terhadap Komponen Sampel


Nira. Dilakukan uji selektivitas etanol terhadap
komponen-komponen lain dalam nira siwalan maupun
dengan standar internal yang digunakan yaitu

Pengembangan Metode Kromatogra fi

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

Tabel

10
9
8
Ast/Aist

3. Penentuan presisi pembacaan area


kromatogram dari etanol menggunakan alat
kromatograf gas dengan standar eksternal
isopropanol.

(x - x)2

1.

Pembacaan area
kromatogram etanol (x)
174,96

2.

176,26

39,68

3.

171,46

2,27

4.

161,09

78,65

5.

166,02

15,49

No.

5
4
3

31

24,98

2
1
0
0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

Konsentrasi Etanol yang Ditambahkan (%)

Gambar 5. Hubungan antara kadar etanol yang


ditambahkan dalam sampel buah/makanan
dengan rasio area standar dan area internal
standar pada kromatogram hasil penyuntikan
sampel pada kromatograf gas.
Pembuatan
kurva
baku
dibuat
dengan
menghubungkan enam macam kadar alkohol standar
yang telah ditambah isopropanol sebagai standar
internal dan dilarutkan dalam pelarut terpilih yaitu etil
asetat dan diukur harga perbandingan area alkohol
standar dengan standar internal sehingga didapatkan
hubungan yang linier antara kadar alkohol dengan
perbandingan area yang diperoleh yang dinyatakan
dengan persamaan garis regresi. Adanya hubungan yang
linier ditunjukkan dari harga r hitung yang lebih besar
dari harga r tabel ( = 0,05 dan N = 2) adalah 0,811
sehingga dapat disimpulkan adanya korelasi yang li nier
antara kadar alkohol dengan perbandingan area alkohol
dan standar internal sehingga slope yang dihasilkan dari
persamaan kurva baku dapat digunakan sebagai faktor
untuk menghitung kadar alkohol dalam sampel.
Presisi Alat Dengan Standar Eksternal. Telah
dilakukan penentuan presisi alat dengan menggunakan
standar eskternal. Hasil pembacaan area kromatogram
dicantumkan pada tabel 3. Terlihat bahwa hasil
koefisien variasi (KV) =3,4 % (lebih besar dari 2 %).
Hal ini menunjukkan pembacaan alat dengan
menggunakan standar eksternal kurang akurat.
Presisi Alat Dengan Standar Internal. Hasil
pembacaan area kromatogram dicantumkan pada tabel
4. Terlihat bahwa hasil koefisien variasi (KV) =1,8 %
masih dibawah angka 2 %. Hal ini menunjukkan
pembacaan alat dengan menggunakan standar internal
cukup akurat.
Presisi Metode Penetapan Kadar. Telah dilakukan
penentuan presisi metode kromatografi gas dengan
menggunakan alat kromatograf Agilent 6890. Hasil
pembacaan area kromatogram dicantumkan pada tabel
5. Terlihat bahwa hasil koefisien variasi (KV) = 5,3 %
(untuk bahan alam KV < 10%). Hal ini menunjukkan
presisi metode penetapan kadar etanol dalam sampel
nira dengan menggunakan kromatografi gas cukup
akurat.

x = 849,79; X = 169,96; SD = 6,35; KV = 3,4 %


Tabel 4. Penentuan presisi pembacaan area
kromatogram dari etanol menggunakan alat
kromatograf gas dengan standar eksternal
isopropanol.
No.

Pembacaan area
kromatogram etanol (x)

(x - x)2

1.

1,066

3,19 x 10-4

2.

1,074

1,03 x 10-4

3.

1,100

3,91 x 10-4

4.

1,072

1,47 x 10-4

5.

1,108

5,78 x 10-4

x = 5,421; X = 1,084; SD = 0,0196; KV = 1,8 %


Untuk menentukan presisi dilakukan preparasi
sebanyak lima kali dengan perlakuan yang sama seperti
preparasi sampel kemudian diinjeksikan ke kromatograf
gas dan dihitung standar deviasi (SD) dan % koefisien
variasi (% KV), pada penentuan presisi metode ini
didapatkan harga SD = 0,00053 dan KV = 5,3 % yang
berarti memenuhi persyaratan yang ditetapkan (untuk
bahan alam harga KV < 10% ). Pada penentuan
preparasi alat diinjeksikan sebanyak lima kali larutan
baku dengan kadar alkohol yang sama kemudian
ditentukan % koefisien variasinya. Pada penentuan
presisi alat ini koefisien variasi tanpa adanya standar
internal diperoleh harga 3,34% sedangkan dengan
adanya standar internal diperoleh harga 1,8% (harga KV
yang dipersyaratkan adalah harus lebih kecil dari 2%).
Dengan demikian pemakaian standar internal pada
penetapan kadar alkohol dalam sampel nira siwalan
lebih teliti daripada pemakaian standar eksternal.
Uji Akurasi. Telah dilakukan penentuan presisi
metode kromatografi gas dengan menggunakan alat
kromatograf. Hasil pembacaan area kromatogram
dicantumkan pada tabel 6.

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

32

Tabel 5. Penentuan presisi metode penentapan kadar


etanol menggunakan alat kromatograf gas dengan
standar internal isopropanol.
No.
1.

Berat sampel
(g)
101,250

Asp/Aist
0,3185

Kadar etanol
(%)
0,0094

2.

102,213

0,3596

0,0105

3.

103,028

0,3663

0,0106

4.

100,023

0,3189

0,0096

5.

101,313

0,3332

0,0099

Muhammad Mulja et al.

Tabel 7. Penentuan kadar etanol dalam nira buah


siwalan
selama
penyimpanan
dengan
menggunakan alat kromatograf gas.
Hari ke-

0
(blanko)
1

x = 0,0500; X = 0,0100; SD = 0,0005;


KV = 5,3 %

Tabel 6. Penentuan akurasi metode dalam menetapkan


kadar etanol menggunakan alat kromatograf gas.
dengan standar internal isopropanol.
No
Kadar alkohol
Kadar alkohol
%
yang diberikan
yang terdeteksi recovery
(%)
(%)
1.
0,0096
0,0090
93,87
2.

0,0019

0,0018

95,42

3.

0,0058

0,0052

90,38

93,22

Pada penentuan akurasi didapatkan % recovery


sebesar 93,22% sehingga dapat disimpulkan bahwa
akurasi memenuhi persyaratan yang ditentukan (85 105%). Setelah dilakukan validasi metode dan alat
selanjutnya adalah penentuan kadar alkohol dalam
sampel buah/makanan yang disimpan dalam rentang
waktu tertentu. Sampel nira yang akan ditentukan kadar
alkoholnya dilakukan preparasi terlebih dahulu melalui
tiga tahap yaitu tahap penguapan dengan rotavapor
dengan tujuan untuk menarik alkohol dan senyawa senyawa lainnya yang mudah menguap. Fase air yang
dihasilkan diektraksi dengan n -heksana untuk menarik
senyawa-senyawa yang lebih larut dalam n -heksana,
fase n-heksana dibuang dan fase air diekstraksi dengan
etil asetat dan fase etil asetat kemudian ditambah dan
diamati perbandingan areanya. Dari perbandingan area
sampel dan standar internal dapat dihitung kadar etanol
yang terdapat dalam buah/makanan yang telah
dipreparasi tersebut dengan cara memasukkan pada
persamaan regresi pada kurva baku yang telah dibuat
terlebih dahulu.
Penentuan Kadar Alkohol Dalam Nira Siwalan.
Kadar etanol dalam nira buah siwalan yang disimpan
pada suhu kamar selama 8 hari ditentukan dengan
metode
kromatografi
gas.
Hasil
pembacaan
kromatogram dihitung dalam persamaan garis linier
kemudian ditentukan kadarnya. Tabel 7 menunjukkan
perubahan kadar etanol dalam nira buah siwalan selama
dalam penyimpanan. Pola pembentukan etanol selama
penyimpanan dapat dilihat pada gambar 6.

0,2153
0,2038
0,2016
1,6645
1,6618
1,6871
1,7822
1,8027
1,7945
1,8295
1,8334
1,8031
1,8428
1,8613
1,8629
1,8471
1,8475
1,8128
1,8389
1,8271
1,8401
1,8211
1,8028
1,7881
1,8268
1,7736
1,8023

Kadar
(%)
0,4836
0,4555
0,4503
4,0184
4,0118
4,0735
4,3055
4,3555
4,3354
4,4208
4,4303
4,3564
4,4533
4,4983
4,5023
4,4638
4,3801
4,4884
4,4438
4,4150
4,4466
4,4003
4,3557
4,3198
4,4143
4,2845
4,3544

Kadar ratarata (%)


0,4631

4,0346

4,3321

4,4025

4,4846

4,4441

4,4351

4,3586

4,3511

Dari gambar 6 terlihat bahwa kadar etanol dalam


nira siwalan yang disimpan selama 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
dan 8 hari setelah penyadapan berturut-turut didapatkan
kadar rata-rata sebagai berikut : 0,4631 %, 4,0346 %,
4,3321 %, 4,4025 %,
4,4846 %, 4,4441 %, 4,4351
%, 4,3586 % dan 4,3511 %.
Kadar etanol pada nira siwalan meningkat tajam
sejak 1 hari setelah penyadapa n dan relatif stabil
disimpan selama 8 hari. Hal ini bukan berarti tidak ada
lagi pembentukan etanol setelah 1 hari, namun
pembentukan kecepatan etanol relatif sama dengan
kecepatan degradasinya menjadi asam asetat.
Kadar Etanol dalam Nira
Siwalan (%)

Prosen recovery rata-rata

Asp /Aist

50
40
30
20
10
0
0

10

Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 6. Profil pembentukan etanol dalam nira buah


siwalan selama 8 hari penyimpanan pada suhu
kamar dan ditetapkan kadarnya menggunakan alat
kromatograf gas.

Pengembangan Metode Kromatogra fi

Metode ini juga dapat dikembangkan untuk


menetapkan kadar etanol dalam preparat biologis yang
lain misalnya darah, akumulas i etanol pada jaringan
otak dan sebagainya. Selain itu aplikasi metode ini
dapat juga dilakukan untuk menetapkan kadar etanol
pada beberapa sediaan farmasi misalnya pada sirup obat
batuk, minuman berenergi dan banyak sediaan farmasi
yang yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1992) Undang-Undang RI No 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, P.T. Saptamita Widyadinamika,
Jakarta.
Anonim, (1995 a) Farmakope Indonesia IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, (1995 b) Official Method of Analysis of AOA C
International, 16th edition, AOAC, USA.
Anonim, (1997) Undang-Undang No. 5 Tentang
Psikotropika dan Petunjuk Pelaksanaan Sistem
Pendidikan Nasional, B.P. Cipta Jaya, Jakarta.
Anonim, (2000) The United States Pharmacopoeia, United
States Pharmacopoeia Convention Inc., Rockville.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H. and Wooton,
M., (1985) Ilmu Pangan, cetakan I, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Etievant, P. X., (1991). Wine. Di dalam : Volatile
Compounds in Foods and Beverages , ed. H.
Maarse, Marcel Dekker, New York.

Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III No.1, April 2003

33

Fardiaz, Srikandi, (1992) Mikrobiologi Pangan I, P.T.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Frazier, W.C. and Westhoff, D.C., (1988)
Food
Microbiology, 4th edition, Mc Graw Hill, USA.
Harjana, (2000) Alkohol Dalam Tinjauan Farmasi, Pra
Mudzakaroh Alkohol, Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika, MUI, Jawa
Timur.
Munson, J. W., (1981) Pharmaceutical AnalysisModern Method, part B, Marcel Dekker Inc., New
York.
Mursyidi, A., (1995) Tinjauan Farmasi Terhadap
Alkohol dalam Produk Makanan, Minuman, Obatobatan, dan Kosmetika, Seminar Kefarmasian,
SMFFUA, Surabaya.
Rukmana, R., (1998) Anggur Budidaya dan
Penanganan Pasca Panen, Kanisius, Yogyakarta.
Schlegel, H.G., (1994) Mikrobiologi Umum, edisi
keenam, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarnadi, H., (1996) Tumbuhan Monokotil, cetakan I,
P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sunanto, H., (1992) Aren Budidaya dan Multigunanya ,
cetakan I, P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susilasari, (2000) Analisis Alkohol Dalam Nira Pada
Penyimpanan Suhu Kamar Dengan Metode
Destilasi Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai