BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit yang sering ditemukan dari
beberapa penyakit ginjal dan saluran kemih.
Sindroma Nefrotik (SN) dapat terjadi secara primer dan sekunder, primer
apabila tidak menyertai penyakit sistemik. Sekunder apabila timbul sebagai
bagian daripada penyakit Sistemik atau yang berhubungan dengan obat / Toksin.
Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan oleh panyakit Glomerulus
primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh penyakit Sistemik.
Resiko penyakit jantung koroner atau Aterosklerosis pada penderita
Sindroma Nefrotik belum diketahui dengan jelas. Dalam laporan-laporan
pemeriksaan post mortem pada anak-anak dan dewasa yang menderia Sindroma
Nefrotik Idiopatik tercatat adanya Ateroma yang awal.
Sampai pertengahan abad ke 20 Mordibitas SN pada anak masih tinggi,
yaitu melebihi 50% pasien-pasien ini dirawat untuk jangka waktu lama karena
Edema Anasarka dengan disertai Uiserasi dan Interaksi kulit.
Dengan ditemukannya obat Sulfonamid dan Penisillin tahun 1940 dan
dipakainya hormon Adreno Kortikotropik (ACTH) dan Kortikosteroid pada tahun
1950, mortilitas penyakit ini diperkirakan mencapai 67% yagn sering disebabkan
oleh komplikasi Peritonitis dan Sepsis. Kematian menurun kembali mencapai
35% setelah obat penisilin mulai digunakan tahun 1946-1950.
Pada awal 1950-an kematian menurun mencapai 20% setelah pemakaian
ACTH atau Kortison. Diantara pasien SN yang selamat dari infeksi sebelum Era
Sulfonamid umumnya kematian disebabkan oleh gagal ginjal kronik.
BAB II
LAPORAN KASUS
1. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 26 September
2016 di bangsal PDL perempuan.
1.1 Identitas Penderita
Nama
: Ny. J
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Desa Bangun Sari RT018/006 . Tanjung Lago
No. RM
Masuk RS
Pemeriksaan
2. Keluhan Utama
Bengkak seluruh badan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan SMRS pasien mengeluh bengkak pada kedua
kelopak mata dan muka terutama pagi hari saat bangun tidur, bengkak
mulai berkurang saat siang hari. Mual (-), muntah (-), demam (+) hilang
timbul. Batuk (+) berdahak BAB biasa dan Bak sedikit.
Sejak 1 bulan ang lalu SMRS bengkak kemudian menjalar ke
kaki , bengkak bertambah menyebar ke daerah muka, perut, dan kedua
tungkai. Selama bengkak pasien mengeluh BAK berwarna kuning keruh,
pasien mengaku frekuensi BAK 4 kali dalam sehari. Riwayat sering
terbangun pada malam hari untuk BAK disangkal. Keluhan bengkak ini
tidak disertai sesak napas saat tidur dan pasien masih bisa tidur dengan
satu bantal. Mual (-), muntah (-), demam (-).
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan badan terasa lemas.
Lemas dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin memberat.
Lemas dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti berjalan beberapa
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok
2. Riwayat minum jamu
3. Riwayat minum obat-obatan
4. Riwayat olahraga teratur
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: perut membesar
2. Kulit
3. Kepala
4. Mata
5.
Hidung
6. Telinga
7. Mulut
8. Tenggorokan
9. Sistem respirasi
:perut
membesar,
nafsu
makan
14. Ekstremitas :
a. Atas
b. Bawah
: 120/80 mmHg
Nadi
RR
Suhu
3. Status Gizi
BB = 50 kg
TB = 150 cm
BMI = 50/(1,5)2= 22,2 kg/m2 (normal = 18,5-22,5 kg/m2)
Kesan : normoweight
4. Kulit
Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-),
teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), lebam kemerahan
(-).
5. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban (-), mudah rontok (-), luka
(-)
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
8. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
10. Mulut
Sianosis (-), papil lidah atrofi (+), gusi berdarah (-), bibir kering (-),
stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-).
11. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena leher (-)
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-), ginecomastia (-).
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
kiri atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
kiri bawah
: SIC V 1 cm medial linea midclavicularis sinistra
kanan atas
: SIC II linea sternalis dextra
kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
pinggang jantung : SIC II-III lateral linea parasternalis sinistra
Dinamis
Palpasi :
Statis
Dinamis
Perkusi :
Kanan
SIC
VI LMCD, batas paru hepar redup absolut di SIC VII
LMCD
Kiri
Auskultasi :
Kanan
Kiri
Belakang
Inspeksi :
Statis
Dinamis
Palpasi :
Statis
Dinamis
Perkusi :
Kanan
Kiri
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
15. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
16. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
17. Ekstremitas
Akral dingin
Edema
Palmar eritema
Sianosis
Hb
HCT
AL
AT
Gol.darah
September
2016
11
22
September
Septemb Rujukan
2016
er 2016
8,7 g/dl
8,3 g/dl
27 %
7.600/ul
42%
6000
250.000/ul
219.000
7500/ul
218.000
13,5 17,5
g/dl
35 45%
500010.000 /ul
150.000
400.000/ul
Hitung Jenis
Basofil
0-3
10
Eosionofil
1-3
Netrofil Batang
2-6
Netrofil Segmen
69
85
75
50-70
Limfosit
23
11
20-40
Monosit
Kimia Klinik
GDS
91 mg/d
16 U/l
80 140
L: <37 U/l
SGOT
SGPT
P: <31 U/l
13 U/l
L: <41 U/l
P: <31 U/l
257
Trigliserida
Protein Total
Kolesterol Total
2-8
4,1 g/dl
191 mg/dl
4,0 g/dl
mg/dl
5,28 g/dl
294
mg/dl
Kolesterol HDL
29 mg/dl
213
Kolesterol LDL
1,4 g/dl
1,1
mg/dl
1,00 g/dl
Cek
Albumin
ulang
3,8-5,1 g/dl
albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin
2,0
5,9
2,5 mg/dl
0,42 g/dl
4,28 g/dl
mg/dL
mg/dL
1,5-3,0 g/dl
20-40 mg/dl
L : 0,9-1,3
mg/dl
P : 0,6-1,1
mg/dl
Elektrolit
Na
135
135-155
11
mmol/dl
3,20
mmol/dl
3,6-6,5
mmol/dl
mmol/dl
95-108
Cl
Serologi
HEPATITITS
HbsAg
Anti-HCV (elisa)
mmol/dl
Negatif
Negatif
Non reaktif
Non reaktif
Hasil
Satuan
Rujukan
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
1,003 1,030
4,5 8,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif (+)
Negatif
Kuning
Agak keruh
1.010
8,0
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
10-15
2-3
+
Triple
phosphat
<3 /LPB
<5 /LPB
12
13
USG Abdomenl
2.10 Prognosis:
Quo ad vitam
: Dubia ad malam
Quo ad functionam
: Dubia ad Malam
Quo ad sanationam
: Dubia ad Malam
2.11 Follow Up
Follow Up
Tanggal 24 September 2016
S
Sesak nafas
KU/
Tampak
sakit N
64 kali/menit
Sense
sedang
TD
T
Mata :
/ compos mentis
120/80 mmHg
RR
19 kali/menit
0
37,1 C
BB/LP 46 kg/85 cm
Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Assessment
Planning
Rencana
Pemeriksaan
Sakit perut
Sense
compos mentis
TD
T
Mata :
Leher:
74 kali/menit
100/70 mmHg
RR
20 kali/menit
0
36,4 C
BB/LP 45 kg/84 cm
Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+
Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
15
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Assessment
Planning
16
Rencana
USG
Abdomen,
Foto
Pemeriksaan
Thorax,
Pemeriksaan
urine,
17
74 kali/menit
110/80mmHg
RR
20 kali/menit
36,40C
BB/LP 45 kg/83 cm
Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Assessment
Planning
18
Rencana
Pemeriksaan
Sakit perut
Sense
compos mentis
TD
T
Mata :
72 kali/menit
120/70 mmHg
RR
22 kali/menit
0
36,2 C
BB/LP 45 kg/83 cm
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik +/+
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Pemeriksaan
Penunjang
homogen,
liver
runcing,
tak
tampak
19
Planning
Rencana
KSR 2X1
Rencana foto thorax, rencana wsd
Pemeriksaan
Tanggal 28 September 2016
S
Sense
compos mentis
TD
T
Mata :
110/70 mmHg
RR
20 kali/menit
0
36 C
BB/LP 56 kg/80 cm
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik +/+
Leher:
Paru-paru:
86 kali/menit
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Pemeriksaan
Penunjang
hemithorax dextra.
Diagnosa : efusi pleura dextra dengan atelaktasis
Assessment
Planning
Spironolakton 3x100mg
Methioson 3x1 tab
Curcuma 3x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Omeprazol 2x1 tab
VIP Albumin 3x1
KSR 2X1
Rencana
Inj. Furosemid
Recana konsul bedah pemasangan WSD, cek trigliserida,
Pemeriksaan
Nyeri perut
Sense
compos mentis
TD
T
Mata :
Leher:
Paru-paru:
84 kali/menit
110/70 mmHg
RR
20 kali/menit
0
36,4 C
BB/LP 55 kg/79 cm
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik +/+
Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
Jantung :
Abdomen:
22
Extremitas:
Pemeriksaan
penunjang
Assessment
Rencana
Pemeriksaan
Planning
Istirahat
Diet hati I
IVFD asering gtt XV/menit
Inj Furosemide 3x1 amp
Inj Prosogen 1x1
Obat oral :
Spironolakton 3x100mg
Methioson 3x1 tab
Curcuma 3x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Omeprazol 2x1 tab
VIP Albumin 3x1
Rencana
KSR 2X1
Rencana echo
Pemeriksaan
Nyeri perut
Sense
compos mentis
TD
T
RR
20 kali/menit
BB/LP 54 kg/78 cm
120/70 mmHg
36,70C
80 kali/menit
23
Mata :
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Pemeriksaan
penunjang
Hb : 8,3 g/dl
Leukosit : 7500/ul
Trombosit : 218.000/ul
Hitung jenis : 0/2/2/75/11/4
Na : 135 mmol/dl
Assessment
K : 3,20 mmol/dl
Edema generalisata dengan asites + efusi pleura masif
Planning
Spironolakton 3x100mg
Curcuma 3x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Omeprazol 2x1 tab
VIP Albumin 3x1
KSR 2X1
Prednisolon (4-3-2)
Captopril 1x6,25 mg
Ambroxol syr 3x1
Simvastatin 1x20 mg
Inj neurobion drip dengan RL
Rencana
Pemeriksaan
creatinin.
1 Oktober 2016
S
O
80 kali/menit
120/80 mmHg
RR
20 kali/menit
0
36,7 C
BB/LP 54 kg/78 cm
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik +/+
Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
Jantung :
25
Abdomen:
Extremitas:
Pemeriksaan
Hasil laboratorium :
penunjang
Protein total :
Albumin :
Globulin :
Ureum :
Creatinin :
Assessment
Planning
Simvastatin 1x20 mg
Inj neurobion drip dengan RL
Rencana
Pemeriksaan
kalium darah
100
100
150
150
100
100
150
100
100
720
500
500
480
600
720
660
450
720
200
-
1020
600
650
630
700
820
810
550
820
100
100
-
600
400
2000
600
600
1100
1100/350
300/400
300/400
750
720
705
675
660
630
615
600
600
1350
1150
2805
1275
1360
1730
2065
1300
1300
-330
-550
-2155
-645
-660
-910
-1255
-750
-480
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ginjal
27
28
Membran mempunyai 3 lapisan. (1) lamina densa yang sentralnya padatelektron, (2) lamina rara interna, yagn terletak di antara lamina densa dan sel-sel
endotelian ; dan (3) lamina rara eksterna, yang terletak di antara lamina densa
dan sel-sel epitel. Sel epitel viteviscera menutupi kapiler dan menonjolkan
tonjolan kaki sitplasma, yagn melekat pada lamina rara eksternal. Di antara
tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi. Mesangium (sel mesangium dan
matriks) teletak di antara kapiler-kapiler glomerulus pada sisi endotel membrana
basalis dan menbentuk bagian tengah dinding kapiler. Mesangium dapat
berperan sebagai struktur pendukung pada kepiler glomerulus dan mungkin
memainkan peran dalam pengaturan aliran darah glomerulus, filtrasi dan
pembangunan makromolekul (seperti kompleks imun) dari glomerulius, melalui
fagositosis intraseluler atau dengna pengakutan melalui saluran interseluler ke
daerah jukstagomerulus. Kapsula Bowman, yagn mengelilingi glomerulus,
terdiri dari (1) membrana basalis, yagn merupakan kelanjutan dari membrana
basalis kapiler glomerulus dan tubulus proksimalis, dan (2) sel-sel epitel
parietalis, yang merupakan kelanjutan sel-sel epitel viscera.
Fungsi Ekskresi
29
Fungsi Non-ekskresi
a. Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah.
b. Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
c. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
d. Degenerasi insulin
e. Menghasilkan prostaglandin
edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
30
2.
3.
4.
Lipiduria ; dapat berupa lemak bebas, sel epitel bulat yang mengandung
lemak (ovel fat bodies), torak lemak.
Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada
yang berpendapat bahwa proteinuria, terutama albuminuria yagn masif serta
hipoalbuminemi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik.
3.2.2 Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki ; perempuan= 2:1 sedangkan
pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. (4)
Penelitian di Selandia Baru menemukan insidens sindrom nefrotik
hampir 20 per 1 juta kasus pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Pada
populasi tertentu, seperti di Finlandia atau Mennonite, sindrom nefrotik
kongenital dapat terjadi pada 1/10.000 atau 1/500 kelahiran. Berdasarkan
ISKDC 84.5% dari semua anak dengan sindrom nefrotik primer mempunyai
gambaran
histologik
sindrom
nefrotik
kelainan
minimal,
9.5%
31
(8)
a.
b.
c.
d.
HIV
Hepatitis virus B dan C
Sifilis
Malaria
e. Skistosomiasis
f. Tuberkulosis
g. Lepra
3. Keganasan
a. Adenokarsinoma paru
b. Limfoma Hodgkin
c. Mieloma multipel
d. Karsinoma ginjal
4. Penyakit jaringan penghubung
a.
b.
Artritits reumatoid
NSAID
b.
Preparat emas
c.
Penisilinamin
d.
Probenesid
e.
Air raksa
f.
Kaptopril
g.
Heroin
33
6. Lain-lain
1)
Diabetes melitus
2)
Amiloidosis
3)
Pre-eklamsia
4)
Refluks vesikoureter
5)
Sengatan lebah
GN primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering.
cairan
dari
ruang
intravaskuler
ke
ruang
cairan
selanjutnya
mengakibatkan
pengenceran
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada
akhirny amempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial sehingga
edema akan semakin berlanjut. (3, 4, 6)
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal
utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium
sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan
cairan ekstrseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi
glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan
edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien
SN.(6)
3. Hiperlipidemia
5. Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis
glomerulus yang permeabel. (2)
6. Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat
ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan
peningkatan
kerentanan
terhadap
infeksi
bakteri
berkapsul
seperti
Streptococcus pneumonia,
Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang
diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis. (2)
3.2.5 Gambaran Klinis
Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, edema umumnya
terlihat pada kedua kelopak mata, yang nampak terutama waktu bangun tidur.
Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat ataupun cepat atau dapat
hilang dan timbul kembali. Selama periode ini edema preorbital sering
disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi, lambat laun edema menjadi
menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit
yang sebenarnya menjadi tambah nyata. Pada keadaan lebih lanjut lagi dapat
timbul ascites, pembengkakan skrotum atau labia dan bahkan efusi pleura. (4, 8)
Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit
SN, diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang massif dan
keadaan ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi, namun diduga
penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan
pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien nyeri di perut
yang kadang-kadang berat dapat terjadi, kemungkinan adanya abdomen akut
atau peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada, kemungkinan penyebab nyeri tidak
diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding perut atau
pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada kuadran kanan atas
abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema.
Pada keadaan ascites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolap ani. (8)
Gangguan pernafasan oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau
tanpa efusi pleura maka pernafasan sering tergangguu, bahkan kadang-kadang
menjadi gawat. (8)
Tanda lain dari SN adalah hilangnya massa otot rangka, hipertensi,
kuku memperlihatkan pita-pita putih melintang (Muerchkes Band) akibat
hipoalbuminemia. (4)
Gangguan fungsi psikososial dapat ditemukan pada pasien SN, yang
merupakan stres non spesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan
keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respon emosional
tidak saja pada orangtua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Perasaan-perasaan ini memerlukan diskusi penjelasan untuk mengatasinya.
Para dokter yang
meningkatkan
2) Pemeriksaan fisik
mempercepat
pemeriksaan
dan
evaluasi
pengaturan
diit,
proteinuri
digunakan
terapi
simptomatik.
Angiotensin
(2)
kolesterol LDL, namun obat ini tidak dianjurkan karena efeknya pada
absorbsi vitamin D di usus yang memperburuk defisiensi vitamin D pada SN.
(2)
6) Hiperkoagulabilitas
Masih terdapat silang pendapat mengenai perlunya pemberian antikoagulasi jangka panjang pada semua penderita SN guna mencegah
terjadinya resiko thrombosis, tetapi bila telah terjadi thrombosis atau emboli
paru maka perlu dipertimbangkan antikoagulasi jangka panjang, seperti
warfarin. (4)
7) Pengobatan infeksi
Antibiotik yang tepat hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi
sekunder. Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan ascites diberikan
antibiotik profilaksis dengan penicilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai
edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik
profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tandatanda infeksi segera diberikan antibiotik. (4, 8)
8) Pengobatan hipertensi
Bila terdapat hipertensi dapat diberikan ACEI, Non Dihydropiridin
Calcium Channel Blocker (CCB). Pemberian diuretik dan pembatasan diit
garam juga ikut berperan dalam pengelolaan hipertensi. (4)
Terapi Spesifik
Patogenesis sebagian besar penyakit glomerular dikaitkan dengan
gangguan imun, dengan demikian terapi spesifiknya adalah dengan
pemberian imunosupresif. (4)
diulangi.
Regimen
lain
pada
orang
dewasa
adalah
1) Pengobatan Relaps
Diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu. Pada SN
yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum
dimulai pemberian prednison terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya
infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan
bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang tidak
perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 2+
disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps. (8)
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa golongan : (8)
a. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
b. Relaps jarang : jumlah relaps <2
c. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)
2) Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Bila pasien telah dinyatakan sebagai SN relaps sering atau dependen
steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan
dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan/bertahap
0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu
antara 0,1-0,5 mg/ kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan
dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Bila terjadi
relaps pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgBB alternating, tetapi <1,0>2.
(8)
kali
dalam
setahun
(frequently
relapsing)
bisa
diberikan
Pada
penderita
yang
mengalami
relaps
setelah
pemberian
(8)
3.2.8 Komplikasi
1) Hiperkoagulasi
Pada sindrom nefrotik dihubungkan dengan meningkatnya kehilangan
antitrombin III melalui urin, perubahan aktivitas dan kadar protein C dan S,
peningkatan sintesis fibrinogen oleh hepar, dan peningkatan agregasi platelet.
Keadaan-keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya thrombosis dan emboli
spontan pada pasien. Emboli paru dan thrombosis vena dalam sering terjadi
pada pasien SN. (4)
Thrombosis vena renalis sering terjadi pada 30% pasien SN terutama
pada Glomerulonefritis membranosa (GNMN). Sekitar 10% pasien dengan
thrombosis vena renalis ini memberikan gejala nyeri pinggang atau abdomen,
gross hematuria, dan gangguan fungsi ginjal akut, tetapi kebanyakan pasien
Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran
kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti erisipelas dan
biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan. (3)
3) Gangguan tubulus renalis
Gangguan klirens air bebas pada pasien sindrom nefrotik mungkin
disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan
berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan
pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin
sesudah pemberian beban asam.(3)
4) Gagal ginjal akut
Pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut
melalui berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma atau sepsis sering
menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang
diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadi edema
intrarenal
yang
menyebabkan
kompresi
pada
tubular
ginjal
yang
sedikit
meninggi.
Peningkatan
kadar
kolesterol
disebabkan
10) Malnutrisi.
Malnutrisi kalori protein dapat terjadi pada SN dewasa terutama
apabila disertai proteinuria massif, asupan oral yang kurang akibat perfusi
usus yang menurun, dan proses katabolisme yang tinggi. Penurunan massa
otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka
dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar
10-20% dari massa tubuh (lean body mass) tidak jarang dijumpai pada SN.
(3,
4, 6)
Prognosis
Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segera. Pengobatan segera
sasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan
respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.(3)
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak
berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun
dengan kortikosteroid. Prognosis minimal lesion lebih baik daripada golongan
lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan orang dewasa, bahkan bagi mereka yang
tergantung steroid.
(3)
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini Ny. J berusia 31 tahun datang ke RSUD Palembang BARI.
Berdasarkan anamnesa dengan pasien, dan setelah dilakukan pemeriksaan fisik,
didapatkan :
a. Keluhan utama berupa bengkak atau sembab
b. Lokasi lembab pada daerah kelopak mata (puffy face), perut dan tungkai
bawah.
c. Adanya hipertensi ringan /sedang
d. Adanya oliguria
Berdasarkan hal diatas diagnosa sementara yang dapat ditegakkan adalah
sindroma nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan diperoleh hasil :
a. Kadar serum albumin :
Pemeriksaan lab tanggal 2 September 2016 : 1,4 g/dl (hipoalbumin)
pemeriksaan
laboratorium
ini mendukung
ditegakkannya
diagnosa sindroma nefrotik. Dan hal ini sesuai dengan definisi SN yaitu
keadaan
klinis
yang
terdiri
dari
edema
generalisata
(anasarka),
DAFTAR PUSTAKA