Williams
Writing Contest: Indonesia, Its Beauty, Diversity and Challenges
2,433 words
RAGAM BAHASA: KEKAYAAN INDONESIA YANG TERLUPAKAN
Isteri saya suka bercerita suatu hari ia diajak rekan kerjanya keluar makan
siang
di restoran Asia. Daftar makanannya berbau eksotis. Ada masakan
Thailand, Jepang,
dan India. Ada pun hidangan Indonesianya bernama spicy Indonesian
peanut noodle.
Karena penasaran, isteri saya memesan masakan Indonesia itu. Isinya mi,
sayur-sayuran
dan tahu dicampur dengan bumbu kacang yang mirip bumbu gado-gado.
Makanannya
enak, tapi rasanya tidak seperti makanan Indonesia dan lebih mirip dengan
masakan dari
negeri tetangga. Akhirnya isteri saya memutuskan untuk bertanya kepada
pelayannya
Mengapa ini diberi nama Indonesian noodle, padahal rasanya seperti Pad
Thai?
Pelayan itu menjawab: Ohh, bukannya Indonesia sebuah wilayah di
Thailand? Karena
isteri saya itu orang Indonesia, dia senyum saja, padahal dia ingin tertawa
terbahakbahak.
Rata-rata segitu saja pengetahuan orang Amerika mengenai Indonesia.
Selain itu,
yang mereka tahu tentang Indonesia biasanya adalah negara yang miskin
yang cuacanya
kacau dan seringkali terkena gempa bumi, tsunami, dan banjir. Mungkin
mereka juga
pernah mendengar bahwa Indonesia adalah negara mayoritas Muslim yang
dianggap
model demokrasi untuk negara-negara Muslim yang lain. Di luar itu semua,
kebanyakan
orang Amerika kurang tahu mengenai Indonesia yang sebenarnya,
sejarahnya, budayanya
maupun status ekonomi dan politiknya sekarang. Padahal, Indonesia adalah
negara yang
sangat kaya dalam keindahannya dan keanekaragamannya, terutama dalam
soal
kebahasaan.
Permasalahan kebahasaan di Indonesia merupakan salah satu cerminan
keindahan
dan keanekaragamannya yang seringkali terlupakan dan karena itu menjadi
tantangan
bahasa Jawa dapat dibedakan dengan ciri suara kaku (stiff voice) untuk
/p/ dan suara
kendur (slack voice) untuk /b/ (Ladefoged & Maddieson 1996). Untuk
menunjukkan
betapa beragam bahasa-bahasa di Indonesia, sistem bunyi dalam bahasa
Teiwa lebih
berbeda lagi. Dalam bahasa Teiwa ini ada beberapa bunyi yang jarang
ditemukan bahkan
dalam bahasa-bahasa yang ada di daerah Indonesia timur. Termasuk dalam
bunyi-bunyi
ini adalah bunyi hambatan uvular (/q/ -- seperti k-nya dalam kata hak dari
bahasa Arab)
dan bunyi geser faring (// -- seperti h-nya dalam kata hayati dari bahasa
Arab) (Klamer
2010). Perbedaan sistem bunyi-bunyi dalam ketiga bahasa ini (Indonesia,
Jawa, dan
Teiwa) menunjukkan betapa beragam bahasa-bahasa di Indonesia.
Bahasa-bahasa di Indonesia juga beragam dalam leksikon atau kosa katanya.
Kosa kata bahasa Indonesia dapat dibandingkan dengan kosa kata dalam
bahasa Kula,
sebuah bahasa non-Austronesia dari pulau Alor yang penuturnya belum
sampai 5,000
orang. Bahasa Kula ini terancam punah dan sudah mulai berkurang jumlah
penuturnya.
Kedua bahasa ini sangat berbeda, baik dalam kosa katanya, sistem bunyinya
dan struktur
kalimat atau tata bahasanya. Misalnya, kedua bahasa ini mengkategorikan
dan
mengekspresikan gerakan dengan kata kerja. Topik ini seringkali dibahas
dalam konsep
deixis (Purwo, 1984). Kalau dalam bahasa Indonesia, kata kerjanya
terbatas: pergi,
datang, naik dan turun. Tetapi dalam bahasa Kula, kata kerjanya lebih
banyak: ve (pergi),
me (datang), imda (naik dari sini), isi (turun ke sini), iji (turun dari sini) dan
ide (naik ke
sini). Perbedaan seperti ini memengaruhi bagaimana penutur bahasa
Indonesia dan
bahasa Kula mengekspresikan diri. Contoh lain dari segi tata bahasa adalah
beberapa
bahasa non-Austronesia di pulau Alor dan Pantar juga mempunyai kosa kata
yang
berbeda untuk kategori demonstratif. Kata-kata demonstratif itu adalah katakata seperti
ini dan itu dalam bahasa Indonesia. Walaupun bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris,
misalnya, terbatas dalam kategori demonstratif (hanya ini atau this dan itu
atau that),
bahasa-bahasa di Alor dan Pantar mempunyai kosa kata demonstratif yang
lebih banyak
dan lebih spesifik artinya. Misalnya, dalam bahasa Adang (sebuah bahasa
nonAustronesia di pulau Alor), kata demonstratifnya ada lima: h, ho, hm,
ht, dan
hp. Kalau h dan ho, artinya mirip ini dan itu, tetapi tidak persis sama.
Kalau
hm, ht, dan hp, bedanya tergantung pada lokasi obyek yang
ditunjukkan. Misalnya,
kalau ht dipakai, berarti obyeknya terletak di atas sini (lokasi pembicara),
tetapi kalau
hp dipakai, itu berarti obyeknya terletak di bawah sini (Schapper & San
Roque, 2011)
Kedua contoh tersebut menunjukkan betapa berbeda dan beragam bahasabahasa di
Indonesia. Perbedaannya tidak hanya beberapa kosa kata saja, tetapi juga
struktur kalimat
dan cara mengekspresikan diri.
Perbedaan keanekaragaman bahasa seperti yang dibahas di sini sudah
dianggap
biasa dalam bidang linguistik. Tetapi bagi orang awam, apa pentingnya
ragam bahasa?
Keanekaragaman bahasa sebenarnya juga berkaitan erat dengan
keanekaragaman budaya,
Nicholas
Williams
adat istiadat dan kebiasaan hidup. Ini dapat menjadi sumber kekayaan untuk
ilmu
linguistik maupun ilmu budaya. Misalnya, sebuah bahasa yang lebih dikenal
oleh orang
Indonesia, bahasa Jawa, cukup berbeda dengan bahasa Indonesia.
Perbedaannya terlihat
jelas dalam percakapan sehari-hari dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa. Kalau
bahasa Jawa, bahasanya atau cara berekspresi tidak hanya satu, tetapi kosa
katanya dan
struktur kalimatnya berubah tergantung pada siapa yang berbicara dan
siapa
pendengarnya. Perbedaan kosa kata dan struktur ini ada tiga kategori: ngoko
(paling
rendah), madya (tengah) dan krama (paling tinggi). Ada beberapa faktor
yang
diciptakan untuk berbeda dan berkreasi dengan ide-ide baru. Hal itu tidak
dapat terjadi
kalau sumber-sumber perbedaan pun hilang. Dengan kepunahan bahasa,
manusia akan
kehilangan sumber-sumber ide baru, nilai-nilai filsafat dan cara berfikir yang
berbeda.
Kepunahan bahasa juga manjadi tantangan bagi Indonesia sebagai bangsa.
Seringkali diklaim bahwa kepunahan bahasa tidak bermasalah dan sebaiknya
kita semua
memakai satu bahasa saja. Akan tetapi, sejarah bahasa-bahasa pribumi di
Amerika
Serikat tidak mendukung itu. Walaupun hampir semua orang pribumi di
Amerika sudah
bisa berbahasa Inggris dan banyak bahasa pribumi yang sudah punah,
masalah-masalah
ketidaksamaan di antara orang pribumi dan orang Amerika lainnya sama
sekali belum
diatasi. Contoh ini menunjukkan bahwa dengan berbahasa satu sebuah
negara tetap dapat
menghadapi masalah di antara kelompok etnis yang berbeda.
Kalau di Indonesia, keanekaragaman bahasa juga dapat dianggap sebuah
sumber
daya bagi orang Indonesia untuk mengatasi masalah. Dengan belajar sebuah
bahasa kita
dapat mengerti budayanya lebih mendalam. Masalah konflik antar etnis
mungkin dapat
dijelaskan kalau kita melihat bahasanya terlebih dahulu. Perbedaan bahasa
dapat
menunjukkan perbedaan budaya. Dengan pengertian ini permasalahan
antara etnis dapat
diatasi dengan lebih mudah. Intinya adalah, jika semua orang memakai satu
bahasa yang
sama, belum tentu semua orang akan merasa bersatu.
Dengan demikian persoalan kepunahan bahasa di Indonesia harus dihadapi
dengan pendekatan yang tegas untuk memlihara kekayaan bangsa ini.
Pendekatan ini
tidak berarti bahasa-bahasa daerah harus dianggap lebih penting daripada
bahasa
Indonesia. Melainkan, bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa dearah pantas
dianggap sama
tingkatnya dan sama pentingnya bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
Walaupun bahasa
Indonesia dapat mempersatukan Indonesia, bahasa nasional tersebut juga
dapat
menyebabkan kepunahan bahasa-bahasa lain. Mudah-mudahan pemerintah
Indonesia