Makalah ini disusun dalam rangka memenhi salah satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara
menekankan
umum,
akal
rasionalisme
budi
(rasio)
adalah
sebagai
pendekatan
sumber
utama
filosofis
yang
pengetahuan,
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah
mengetahui latar belakang atau biografi dan pemikiran Rene Descartes mengenai sumber
pengetahuan dan mengetahui perbedaan filsafat modern dan filsafat abad pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI RENE DESCARTES
Rene Descartes adalah tokoh filsafat abad modern, bahkan dialah
pendiri dan pelopor utamanya. Ia adalah putra keempat Joachim Descartes,
seorang anggota parlemen kota Britari, propinsi Renatus di Prancis.
Kakeknya, Piere Descartes, adalah seorang dokter. Neneknya juga berlatar
belakang kedokteran. Ia dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye
(sekarang disebut La Haye Descartes), propinsi Teuraine, Descartes kecil
yang
mendapat
nama
babtis
Rene,
tumbuh
sebagai
anak
yang
menghabiskan
masa
hidunya
di
Swedia,
tatkala
ia
lainnya
de
adalah
Prima
Dioptrique,
Philosophia,
La
Geometrie,
Principia
Les
Philosophia,
Le
Meteores
Monde,
dalam arti kesadaran. Cogito ergo.sum itulah menurut Descartes suatu kebenaran yang tidak
dapat disangkal, betapapun besar usahaku. Mengapa kebenaran ini benar-benar bersifat pasti?
Karena saya mengerti itu dengan jelas dan terpilah-pilah saja yang harus diterima sebagai benar.
Itulah norma untuk menentukan kebenaran6.
B. BEBERA PEMIKIRAN RENE DESCARTES
1. Metode Keraguan ( dubium methodicum) Pertama-tama yang perlu diaplikasikan
dalam koridor ilmu pengertahuan yaitu menyangsikan segala-galanya.
2. Idea-Idea Bawaan dan Substansi :
1.
Idea pemikiran: pikiran sudah melekat sejak kita dilahirkan ke dunia (res
cogitans). Berpikir ada. Berpikir tidak bisa dipisahkan dari dirinya, sehingga dia
pun ada. cogito ergo sum aku berpikir,maka aku ada.
2. Idea keluasan/materi (res extensa). Saya bukan hanya pikiran, tapi juga sesuatu
yang bisa diraba dan dilihat. Kejasmanian saya ini bisa saja merupakan kesan
yang menipu, tetapi bahwa kesan itu ada sejak lahir, meskipun tidak selalu
sempurna menunjukkan bahwa kejasmanianku juga merupakan sebuah idea
bawaan. Saya mengerti materi sebagai keluasan, sebagaimana hal dilukiskan dan
dipelajari oleh ahli ilmu ukur. Saya mengerti materi sebagai keluasan atau
ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli ilmu ukur.
3. Ide Tuhan (Allah): Ia berpendapat bahwa saya juga memiliki idea tentang yang
sempurna. Karena saya mempunyai idea sempurna, maka dapat disimpulkan
bahwa pasti ada suatu penyebab sempurna untuk idea itu, karena suatu akibat
tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada
Allah. Idea Allah bagi Descartes adalah wujud yang seluruhnya sempurna.
Menurut Descartes, untuk memperoleh pengetahuan yang terang dan jelas, maka terlebih
dahulu kita harus meragukan segala sesuatu. Bagi Descartes, pengertian yang benar haruslah
dapat menjamin dirinya sendiri. Untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang tidak diragukan
lagi kebenarannya, Descartes menggariskan 4 langkah aturan sebagai berikut:
6 Juhaya S. Praja, Aliran aliran Filsafat & Etika, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal
95
6
1. Kita harus menghindari sikap tergesa-gesa dan prasangka dalam mengambil sesuatu
keputusan dan hanya menerima yang dihadirkan pada akal secara jelas dan tegas
sehingga mustahil disangsikan.
2. Setiap persoalan yang diteliti dibagikan dalam sebanyak mungkin bagi sejauh yang
diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
3. Mengatur pikir sedemikian rupa dengan bertitik tolak dari objek yang sederhana sampai
pada objek yang lebih kompleks. Atau dari pengertian yang sederhana dan mutlak sampai
pada pengertian yang komplek dan nisbi.
4. Setiap permasalahan ditinjau secara universal atau menyeluruh, sehingga tidak ada yang
dilalaikan.7[6]
Pada mulanya Descartes tidak puas dengan pengetahuan umumnya dengan alasan bahwa
misalnya panca indera itu banyak sekali membohong, oleh sebab itu tidak boleh dijadikan dasar
pengetahuan.Yang dapat dipercaya kebenarannya adalah pikiran manusia, misalnya dalam ilmu
pasti. Dalam waktu kecewa pada kebenaran pengetahuan yang berlangsung selama 9 tahun,
timbul suatu pertanyaan pada dirinya sendiri yang tidak bisa dimungkiri lagi. Pertanyaan itu
adalah: saya berakal, jadi saya ada, sebagai makhluk yang kecewa. Itulah permulaan aliran
pikiran rasionalisme modern.
Descartes menganggap ilmu pasti, ilmu yang paling utama dari segala ilmu pengetahuan,
karena segala pokok ilmu pengetahuan bisa ditemukan dalam ilmu tersebut. Ahli-ahli filsafat
rasionalisme ini ada 4, yaitu Descartes, Spinoza, Leibnitz, dan Wolf. Mereka dalam usaha
mencari kebenaran dengan menggunakan perantaraan akal, dengan tandas mengakui bahwa pada
hakekatnya mereka bertemu dengan adanya Tuhan, sebab buat Tuhan hanya ada satu kebenaran
saja.
Descartes juga tidak mengadakan pendapat baru, hanya merubah haluan filsafat serta
mendatangan pembaharuan. Kalau filsafat itu di atas dasar pikiran Aristoteles, maka Descartes
mendudukkannya di atas fundamen ilmu pengetahuan, terlepas dari pelbagai prasangkaan dan
kepercayaan yang tidak berdasar pada kebenaran.Cara yang ditempuhnya ialah menjadikan dasar
7[6]Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para
Tokohnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 28 29.
7
filsafat itu kesangsian. Untuk itu dia menggunakan senjata ragu, tidak percaya kepada sesuatu
sehingga langit yang menanunginya itu pada mulanya tidak dipercayainya, demikian juga bumi
tempat dia berpijak tidak dipercayainya.
Metode keraguan ini dipergunakan sebagai sistem mencari kebenaran, dan bukannya ia
ragu benar-benar. Sifat ragu-ragu pada manusia itu diteruskannya dengan sangat, sampai
akhirnya ia ragu pada undang-undang mathematik seperti logika, aljabar dan ilmu ukur yang
sudah ditetapkan kebenarannya oleh pengetahuan manusia. Dua pertanyaan yang dikemukakan
Descartes dalam ijtihadnya menetapkan adanya Tuhan yang menjadikan alam semesta ini.
Benarkah ada Tuhan? kedua, apakah Tuhan yang ada itu? Untuk mengenal adanya Tuhan,
Descartes perlu menempuh jalan yang belum pernah dilalui orang lain menurut jalan berfikirnya.
Seorang harus terlebih dahulu melepaskan dirinya dari tubuhnya kemudian mencari kebenaran di
dalam lautan diri yang telah terlepas dari jasmani. Hal itu bukan saja untuk mengetahui di luar
diri sendiri, tetapi juga demikian untuk mengetahui dirinya yang sebenarnya.8[8]
Kepastian bahwa ia adalah sesuatu yang berpikir yang memberi Descartes landasan
yang ia perlukan untuk membangun bangunan pengetahuan. Ia telah mendirikannya dengan
metode ragu dan dengan memakai apa yang disebutnya dengan cahaya nalar. Ia terus
menawarkan dua argumen untuk eksistensi Tuhan. Argumen pertama dimulai dari kesadarannya
akan dirinya sendiri sebagai yang ada yang karena keraguannya, tidak sempurna namun mampu
membuat gagasan tentang Tuhan sebagai wujud yang sempurna.9[9]
C. Perbedaan Filafat Abad Modern dan Filsafat Abad Pertengahan
Aliran filsafat yang berasal dari Descartes biasanya disebut rasionalisme, karena aliran ini
sangat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat
membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Dalam
memahami aliran rasionalisme, kita harus memperhatikan dua masalah utama yang keduanya
8[8]H. Hamzah Yaqub, Filsafat Agama, Titik Temu Akal dengan Wahyu, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 35 37
9[9]Diane Collinson, Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 84
8
diwansi dari Rene Descartes. Pertama, masalah snbstcnsi, kedua, masalah hubungan antara jiwa
dan tubuh.
Rerne Descartes adalah tokoh filsafai abad modern, bahkan dialah pendiri dan pelopor
atamanva. Ada perbedaan renting antara filsafat abad pertengahan dengan abad modern. Pebedaar tersebut bukanlah dilihat dan segi dikotomi mundur dan maju seperti halnya pada dunia
ilmu pengetahuan. Perbedaan keduanya lebih sering dilihat dari sudut ciri khasnya masingmasing. Filsafat abad pertengahan bercirikan sinkretasi antara akal dan wahyu, antara rasio
dengan agama, dengan kecenderungan untuk mencari pembenaran-pembenaran terhadap wahyu
atau eksistensi Tuhan melalui argumen-argumen filosofis. Perhatian filsafat dicurahkan pada halhal yang bersifat abstrak, sedang hal-hal yang bersifat konkret dan hal-hal yang tampak pada
umumnya diabaikan.
Adapun ciri fisafat abad modern adalah perhatia yang antusias terhadap hal-hal yang
bersifat konkret, seperti alam semesta, manusia, hidup bermasyarakat dan sejarah. Dengan kata
lain segala segi dari kenyataan yang nampak dijadikan sasaran penyelidikan.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di muka, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Rene Descartes dikenal sebagai ahli filsafat pertama yang namanya
begitu
besar.
ia
juga
matematikawan.
2. Rene Descartes
penemu
adalah
biologi
modern,
Pandangannya
tentang
ahli
fisika,
dan
pengetahuan
dan
Pemikirannya
membuat
sebuah
revolusi
falsafi
di
Eropa
karena
tidak ada keragu-raguan lagi. Menurut Descartes, untuk memperoleh pengetahuan yang terang
dan jelas, maka terlebih dahulu kita harus meragukan segala sesuatu. Cara yang ditempuhnya
ialah menjadikan dasar filsafat itu kesangsian. Metode keraguan ini dipergunakan sebagai sistem
mencari kebenaran, dan bukannya ia ragu benar-benar.
Descartes berkesimpulan untuk mencari kebenaran sejati dia mesti mulai melakukan
langkah yang polos dan jernih. Untuk itu, dia mulai dengan cara meragukan apa saja, apa saja
yang dikatakan gurunya. Meragukan kepercayaan meragukan pendapat yang sudah berlaku,
meragukan eksistensi alam di luar dunia, bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Pokoknya,
meragukan segala-galanya. Kemudia dari keragu-raguan tersebutlah ia menemukan kebenaran
yang sesungguhnya.
Untuk mengenal adanya Tuhan, menurutnya seseorang harus terlebih dahulu melepaskan
dirinya dari tubuhnya kemudian mencari kebenaran di dalam lautan diri yang telah terlepas dari
jasmani. Namun terdapat perbedaan antara antologi Descartes dengan antologi lainnya, ia
mengandaikan akal mempunyai kemampuan menjangkau pengetahuan tentang segala hal,
termasuk pengetahuan (substansi) Tuhan. Pendapatnya bahwa substansi Tuhan adalah pemegang
otoritas atau penjamin eksistensi substansi jiwa dan substansi badan, makin memperjelas
bahwa tidak sepenuhnya segala kebenaran selalu bermuara dari subyek yang akal.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro, Drs, 1994, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bagus, Lorens, 2000, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama.
Collinson, Diane, 2001, Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
10
Muntasyir, Rizal, Drs, M.Hum dan Drs. Misnal Munir, M.Hum, 2003, Filsafat ilmu, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mustansyir, Rizal, Drs, M.Hum, 2001, Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, dan Peranan
Para Tokohnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
The Liang Gie, 1991, Pengantar Filsafat ilmu, Yogyakarta: Liberty bekerjasama dengan Yayasan
Studi Ilmu dan Teknologi.
Yaqub, H. Hamzah, dr, 1992, Filsafat Agama, Titik Temu Akal dengan Wahyu, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya.
Zubaedi, Dr, M.ag, dkk, 2007, Filsafat Barat dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi
Sains ala Thomas Kuhn, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
11