: aquadest (H2O)
: 11 mL
: 98oC
pelarut
: 0,959772 g/cm3
(Geankoplis, 1993)
P pelarut
: 95,11 kPa
(Geankoplis, 1993)
Hv
: 2672,9 J/gr
(Geankoplis, 1993)
Kdteori
= 7,721 oC/molal
Kdpraktek
= 0,8370 oC / molal
% Ralat
% Ralat
Kd teori Kd perc
Kd teori
100 %
7,721 0,8370
100 %
7,721
% Ralat 89,16 %
m1
0,042
0,083
0,125
0,166
0,208
m2
0,029
0,061
0,091
0,122
0,143
Td (oC)
99,0
99,0
99,0
99,5
99,0
Td (oC)
1
1
1
1,5
1
V2 (mL)
16,0
16,0
17,0
16,0
16,0
Kdteori
= 7,721 oC/molal
Kdpraktek
= 0,8460 oC/molal
% Ralat
% Ralat
Kd teori Kd perc
Kd teori
m1
0,042
0,083
0,125
0,166
0,208
m2
0,029
0,057
0,081
0,114
0,143
Td (oC) Td (oC)
99,0
1
98,5
0,5
99,0
1
99,0
1
99,0
1
100 %
7,721 0,8460
100 %
7,721
% Ralat 89,04 %
3. Sampel Natrium Klorida (NaCl)
Tabel 4.3 Hasil Percobaan untuk Sampel Natrium Klorida (NaCl)
Run
I
II
III
IV
V
11,0
11,0
11,0
11,0
11,0
Kdteori
= 7,721 oC/molal
Kdpraktek
= 1,4245 oC/molal
% Ralat
% Ralat
Kd teori Kd perc
Kd teori
15,0
16,0
16,0
16,0
15,0
100 %
7,721 1,4245
100 %
7,721
% Ralat 81,55 %
m1
m2
0,243
0,486
0,729
0,972
1,216
0,178
0,334
0,501
0,669
0,891
Td (oC)
Td (oC)
99,0
99,5
99,5
99,5
100
1
1,5
1,5
1,5
2
Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Fraksi Mol Zat Terlarut (Xt) terhadap Penurunan Tekanan
Uap Larutan (P)
Di bawah ini adalah Gambar 4.1 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh fraksi
mol zat terlarut laktosa (X2) terhadap penurunan tekanan uap larutan laktosa (P),
Gambar 4.2 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh fraksi mol zat terlarut maltosa
(X2) terhadap penurunan tekanan uap larutan maltosa (P), dan Gambar 4.3 yaitu
grafik yang menyatakan pengaruh fraksi mol zat terlarut natrium klorida (X2)
terhadap penurunan tekanan uap larutan natrium klorida (P).
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Gambar 4.1 Pengaruh Fraksi Mol Laktosa terhadap Penurunan Tekanan Uap
Larutan Laktosa
0,40
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Gambar 4.2 Pengaruh Fraksi Mol Maltosa terhadap Penurunan Tekanan Uap
Larutan Maltosa
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Gambar 4.3 Pengaruh Fraksi Mol Natrium Klorida terhadap Penurunan Tekanan
Uap Larutan Natrium Klorida
(Romdhoni, 2009).
(4.1)
Dapat dilihat dari rumus, bahwa XA (fraksi mol zat terlarut) berbanding lurus
dengan P (penurunan tekanan uap larutan). Sehingga semakin besar XA (fraksi mol
zat terlarut) maka akan semakin besar pula P (penurunan tekanan uap larutan).
Apabila larutan tersebut bersifat elektrolit maka karena adanya faktor Vant Hoff
menyebabkan P akan semakin besar.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil percobaan
yang diperoleh sesuai dengan teori untuk sampel laktosa, maltosa dan natrium
klorida, yakni penurunan tekanan uap berbanding lurus dengan peningkatan fraksi
zat terlarut suatu sampel, serta penurunan tekanan uap (P) elektrolit lebih besar dari
pada non elektrolit, penurunan tekanan uap larutan NaCl lebih besar dari pada
laktosa dan maltosa.
4.2.2 Pengaruh Molalitas Terhadap Kenaikan Titik Didih (Td) Larutan
Di bawah ini Gambar 4.4 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh molalitas
laktosa (m) terhadap kenaikan titik didih larutan laktosa (Td), Gambar 4.5 yaitu
grafik yang menyatakan pengaruh molalitas maltosa (m) terhadap kenaikan titik
didih larutan maltosa (Td), dan Gambar 4.6 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh
molalitas natrium klorida (m) terhadap kenaikan titik didih larutan natrium klorida
(Td).
1.60
1.40
1.20
1.00
Kenaikan Tidik Didih Larutan Laktosa (Td)
0.80
0.60
Td Teori
Td Regresi
Td Praktek
0.40
0.20
0.00
2.9000000000000001E-2
Molalitas (m)
Gambar 4.4 Pengaruh Molalitas Laktosa (C12H22O11) Terhadap Kenaikan Titik Didih
Larutan Laktosa (C12H22O11)
1.20
1.00
0.80
Kenaikan Tidik Didih Larutan Maltosa (Td)
0.60
0.40
Td Teori
Td Regresi
Td Praktek
0.20
0.00
2.9000000000000001E-2
Molalitas (m)
16.00
14.00
12.00
10.00
Kenaikan Tidik Didih Larutan NaCl (Td)
8.00
6.00
Td Teori
Td Regresi
Td Praktek
4.00
2.00
0.00
0.17800000000000013
Molalitas (m)
Secara teori, apabila suatu zat nonvolatil dimasukkan ke dalam cairan, maka
pada saat tekanan udara luar 1 atm, tekanan dalam larutan akan lebih kecil. Untuk
membuat Pluar = Plarutan (mendidih), maka di atas larutan perlu fasa uap. Fasa uap akan
timbul bila larutan dipanaskan. Pemikiran yang demikian akan membantu dalam
memahami mengapa titik didih menjadi lebih tinggi.
Untuk menghitung besarnya kenaikan titik didih digunakan:
Td = - RTd2 ln X / Huap
(4.2)
Untuk larutan yang sangat encer dan nonelektrolit persaman di atas menjadi :
Td = Kd . ms
(4.3)
(4.4)
(Romdhoni, 2009).
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan
yang diperoleh sesuai dengan teori, dimana semakin besar molalitas sampel, semakin
besar kenaikan titik didihnya. Akan tetapi, pada run V laktosa dan run II maltosa
terjadi penyimpangan yaitu kenaikan titik didih sampel berbanding terbalik dengan
Td Maltosa Teori
Td Laktosa Regresi
Td Laktosa Teori
Td Maltosa Regresi
Gambar 4.7 Perbandingan Kenaikan Titik Didih Larutan Laktosa dengan Kenaikan
Titik Didih Larutan Laktosa
Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa Td teori laktosa pada run I diperoleh
Td 0,2239oC, run II Td 0,4710oC, run III Td 0,7026oC, run IV Td 0,9420 oC
dan run V Td 1,1041oC sedangkan Td teori maltosa yaitu pada run I diperoleh
Td 0,2239oC, run II Td 0,4400oC, run III Td 0,6254oC, run IV Td 0,8802oC dan
run V Td 1,1041oC. Pada Td praktek laktosa pada run I diperoleh Td 1oC, run II
Td 1oC, run III Td 1oC, run IV Td 1,5oC dan run V Td 1oC sedangkan pada
Td praktek maltosa pada run I Td 1oC, run II Td 0,5oC, run III Td 1oC, run IV
Td 1oC dan run V Td 1oC.
Menurut Raoult besarnya Td sebanding dengan konsentrasi molal dan tidak
tergantung pada jenis zat terlarut (Sumardjo, 2006). Percobaan yang dilakukan
menggunakan laktosa dan maltosa memiliki data yang hampir serupa, dikarenakan
laktosa dan maltosa memiliki berat molekul yang sama besar namun besar
molalitasnya berbeda. Hasil percobaan tidak sesuai dengan teori, dimana terjadi
penyimpangan pada Td run V laktosa dan Td run II maltosa, yaitu kenaikan titik
didih sampel berbanding terbalik dengan molalitas sampel. Hal ini terjadi disebabkan
karena adanya perbedaan besar volume pelarut setelah larutan dididihkan.