Anda di halaman 1dari 23

SOP

MORBILLI
No. Dokumen : SOP/ YANIS/ /2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1 /1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Morbili adalah suatu penyakit infeksi virus, yang
ditandai dengan gejala prodromal berupa demam,
batuk,
pilek,
konjungtivitis,
eksantem
patognomonik, diikuti dengan lesi makulopapular
eritem pada hari ketiga hingga hari ketujuh

1. Pengertian

2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi

5. Prosedur

6. Diagram Alir
7. Unit Terkait

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan morbili
Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang
kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan
Permenkes No. 5 tahun 2014

1. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang
hilang dari diare dan emesis.
2. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi
infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik. Suplementasi vitamin A diberikan
pada: 1. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis. 2. Umur
6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis. 3. Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari
PO 2 dosis. 4. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

VARISELLA
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 2 /1

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Varisella adalah Infeksi akut primer oleh virus
Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh.Masa inkubasi 14-21 hari. Penularan melalui
udara (air-borne) dan kontak langsung

1. Pengertian

2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan Varisella
Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang
kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan
Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel. Selain
itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak dengan orang
lain.
5. Prosedur

b. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reyes syndrome.
c. Losio kelamin dapat diberikan untuk mengurangi gatal.

6. Diagram Alir
7. Unit Terkait

d. Pengobatan antivirus oral, antara lain: 1. Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anakanak 4 x 20 mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), atau 2. Valasiklovir: dewasa 3 x 1000
mg/hari. Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam
pertama setelah timbul lesi..
Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

LEPTOSPIROSIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 3 /1

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang
menyerang
manusia
disebabkan
oleh
mikroorganisme Leptospira interogans dan memiliki
manifestasi klinis yang luas. Spektrum klinis mulai
dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan
fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat
muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan
myalgia. Tikus, adalah reservoir yang utama dan
kejadian leptospirosis lebih banyak ditemukan pada
musim hujan

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan Leptosirosis

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi,perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis.
2. Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin. Pada kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotika oral seperti doksisiklin, ampisilin , amoksisilin atau
erytromicin. Pada kasus leptospirosis berat diberikan dosis tinggi penicillin
injeksi

5.Prosedur

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

INFEKSI PADA UMBILIKUS


No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 4 /1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Infeksi pada umbilicus adalah proses terjadinya
infeksi pada umbilicus bayi yang biasanya lepas
pada tujuh hari.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan infeksi pada umbilicus

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
Perawatan lokal:
a. Pembersihan tali pusat dengan menggunakan larutan antiseptik (Klorheksidin
atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih delapan kali sehari
sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat.
b. Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari.
5.Prosedur

Perawatan sistemik:

6.Diagram Alir

Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti kloksasilin oral selama
lima hari Bila anak tampak sakit, harus dicek dahulu ada tidaknya tanda-tanda sepsis.
Anak dapat diberikan antibiotik kombinasi dengan aminoglikosida. Bila tidak ada
perbaikan, pertimbangkan kemungkinan Meticillin Resistance Staphylococcus aureus
(MRSA). Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan atau ada perluasan tanda-tanda
infeksi dan komplikasi seperti bayi panas, rewel dan mulai tak mau makan. Rencana
tindak lanjut : Kriteria Rujukan: a. Bila intake tidak mencukupi dan anak mulai
tampak tanda dehidrasi. b. Terdapat tanda komplikasi sepsis
-

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

KANDIDIASIS MULUT
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 5 /1

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Kandidiasis mulut adalah infeksi Candida albicans
yang menyerang kulit, mukosa maupun organ
dalam, sedangkan pada bayi dapat terinfeksi melalui
vagina saat dilahirkan, atau karena dot yang tidak
steril

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan kandidiasis mulut

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Memperbaiki status gizi dan menjaga kebersihan oral
b. Kontrol penyakit predisposisinya
5.Prosedur

c. Gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan nistatin 100.000 200.000


IU/ml yang dioleskan 2 3 kali sehari selama 3 hari
Rencana Tindak Lanjut
1. Dilakukan skrining pada keluarga dan perbaikan lingkungan keluarga untuk
menjaga tetap bersih dan kering.
2. Pasien kontrol kembali apabila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dengan obat anti
jamur

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION

SOP

No. Dokumen
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman

: SOP/ YANIS/
: 00
: 2 Januari 2016
: 6 /1

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Exanthemathous drug eruption adalah salah satu
bentuk reaksi alergi ringan pada kulit yang terjadi
akibat pemberian obat yang sifatnya sistemik. Obat
yang dimaksud adalah zat yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis, profilaksis, dan terapi.
Bentuk
reaksi
alergi
merupakan
reaksi
hipersensitivitas tipe IV (alergi selular tipe lambat)
menurut Coomb and Gell. Nama lainnya adalah
erupsi makulopapular atau morbiliformis

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan exanthemathous drug eruption

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana adalah menghentikan obat terduga. Pada dasarnya erupsi obat
akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan.
Farmakoterapi yang diberikan, yaitu:
5.Prosedur

a. Kortikosteroid sistemik: Prednison tablet 30 mg/hari dibagi dalam 3 kali pemberian


per hari selama 1 minggu.
b. Antihistamin sistemik:
1. Setirizin 2x10 mg/hari selama 7 hari bila diperlukan; atau
2. Loratadin 10 mg/hari selama 7 hari bila diperlukan.

6.Diagram Alir

c. Topikal : Bedak salisilat 2% dan antipruritus (Menthol 0.5% - 1%).


-

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

ANEMIA
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1/1

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Anemia adalah penurunan kadar Hemoglobin yang
menyebabkan penurunan kadar oksigen yang
didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga
menimbulkan berbagai keluhan (sindrom anemia

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan anaemia

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
Atasi penyebab yang mendasarinya. Jika didapatkan kegawatan (misal: anemia gravis
atau distres pernafasan), pasien segera dirujuk.
Pada anemia defisiensi besi:
a. Anemia dikoreksi peroral: 3 4x sehari dengan besi elemental 50 65 mg
1. Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi elemental, 195; 39).
2. Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64).
5.Prosedur

3. Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39).


b. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah, heartburn,
konstipasi, diare, BAB kehitaman.
c. Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka dilakukan
koreksi parenteral segera.
Pada anemia defisiensi asam folat dan defisiensi B12 :
a. Anemia dikoreksi peroral dengan:
1. Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin).
2. Asam folat 500 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1 mg).

6.Diagram Alir

b. Koreksi cepat (parenteral atau i.m) oleh dokter spesialis


-

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

HIV /AIDS TANPA KOMPLIKASI

SOP

No. Dokumen
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman

: SOP/ YANIS/
: 00
: 2 Januari 2016
: 1/2

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
HIV adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV)
yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh.

1.Pengertian

AIDS atau Acquired Immunodefficiency Syndrome


adalah kumpulan gejala akibat penurunan kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan HIV tanpa komplikasi

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

5.Prosedur

Penatalaksanaan
Layanan terkait HIV meliputi:
a. Upaya dalam menemukan pasien HIV secara dini dengan melakukan tes dan
konseling HIV pada pasien yang datang ke layanan primer.
b. Perawatan kronis bagi ODHA dan dukungan lain dengan sistem rujukan ke
berbagai fasilitas layanan lain yang dibutuhkan ODHA. Layanan perlu dilakukan
secara terintegrasi, paripurna, dan berkesinambungan. Infeksi HIV merupakan infeksi
kronis dengan berbagai macam infeksi oportunistik yang memiliki dampak sosial
terkait stigma dan diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan pendekatan
tim.
Perlu dilakukan upaya pencegahan.
Strategi pencegahan HIV menurut rute penularan, yaitu:
a. Untuk transmisi seksual:
1. Program perubahan perilaku berisiko, termasuk promosi kondom.
2. Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.
3. Konseling dan tes HIV.
4. Skrening IMS dan penanganannya.
5. Terapi antiretrovirus pada pasien HIV.
b. Untuk transmisi darah:
1. Pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik.
2. Keamanan penanganan darah.
3. Kontrol infeksi di RS.
4. Post exposure profilaksis.
c. Untuk transmisi ibu ke anak:
1. Menganjurkan tes HIV dan IMS pada setiap ibu hamil.
2. Terapi ARV pada semua ibu hamil yang terinfeksi HIV.
3. Persalinan seksiosesaria dianjurkan.
4. Dianjurkan tidak memberikan ASI ke bayi, namun diganti dengan susu

formula.
5. Layanan kesehatan reproduksi.
Setiap daerah diharapkan menyediakan semua komponen layanan HIV yang terdiri
dari:
a. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.
b. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan.
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.
d. Skrining TB dan infeksi oportunistik.
e. Konseling bagi ODHA perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi
termasuk rencana untuk mempunyai anak.
f. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi oportunistik.
g. Pemberian ARV untuk ODHA yang telah memenuhi syarat.
h. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil
dengan HIV.
i. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi yang
lahir dari ibu dengan HIV positif.
j. Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan antenatal
(ANC).
k. Konseling untuk memulai terapi.
6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

OTITIS MEDIA AKUT


No. Dokumen : SOP/ YANIS/

/2016

No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman

: 00
: 2 Januari 2016
: 1/2
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid
yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan otitis media akut

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Asupan gizi yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
b. Pemberian farmakoterapi dengani:
1. Topikal Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% (atau oksimetazolin 0,025%)
diberikan dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun dan HCl efedrin
1% (atau oksimetazolin 0,05%) dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur
lebih dari 12 tahun atau dewasa. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari, dilanjutkan antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti
ofloxacin tetes telinga sampai 3 minggu.

5.Prosedur

2. Oral sistemik Dapat diberikan antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.


Antipiretik seperti paracetamol sesuai dosis anak. Antibiotik yang diberikan pada
stadium oklusi dan hiperemis ialah penisilin atau eritromisin, selama 10-14 hari: a)
Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau b)
Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau c)
Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari d) Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Pada stadium supurasi dilakukan miringotomi (kasus rujukan) dan
pemberian antibiotik. Antibiotik yang diberikan:
a) Amoxyciline: Dewasa 3x500 mg/hari. Pada bayi/anak 50mg/kgBB/hari; atau
b) Erythromycine: Dewasa/ anak sama dengan dosis amoxyciline;atau
c) Cotrimoxazole: (kombinasi trimethroprim 80 mg dan sulfamethoxazole 400 mg
tablet) untuk dewasa 2x2 tablet, anak (trimethroprim 40 mg dan sulfamethoxazole
200 mg) suspensi 2x5 ml. d) Jika kuman sudah resisten (infeksi berulang): kombinasi
amoxyciline dan asam klavulanat, dewasa 3x625 mg/hari. Pada bayi/anak, dosis
disesuaikan dengan BB dan usia.

6.Diagram Alir

c. Miringotomi (kasus rujukan) Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah
nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line
pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu
episode OMA.
-

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

SERUMEN PROP
No. Dokumen : SOP/ YANIS/

/2016

No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman

: 00
: 2 Januari 2016
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Serumen prop adalah serumen yang berlebihan dan
dapat membentuk gumpalan yang menumpuk di
liang telinga

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan serumen prop

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Petugas menganjurkan pasien untuk menghindari membersihkan telinga secara
berlebihan
b. Petugas menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan air atau apapun ke
dalam telinga
c. Tatalaksana farmakoterapi:
1. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit
kapas.
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila dengan
cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih
dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.

5.Prosedur

3. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu
mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang
suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
4. Indikasi untuk mengeluarkan serumen adalah sulit untuk melakukan evaluasi
membran timpani, otitis eksterna, oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli
konduktif. Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran
timpani. Bila terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat keras dan pasien
yang tidak kooperatif merupakan kontraindikasi dari suction
6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

BENDA ASING DI HIDUNG


No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Benda asing di hidung ialah benda yang berasal dari
luar tubuh (eksogen) atau dari dalam tubuh
(endogen), yang dalam keadaan normal tidak ada
dalam hidung. Benda asing di hidung biasanya
merupakan benda asing eksogen.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan benda asing di hidung

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Edukasi untuk pencegahan Memperingatkan pasien (biasanya anak-anak), agar
tidak memasukkan sesuatu ke dalam hidung.

5.Prosedur

b. Tindakan Keluarkan benda asing dari dalam hidung dengan memakai pengait
(hook) tumpul yang dimasukkan ke dalam hidung di bagian atas, menyusuri atap
kavum nasi sampai melewati benda asing. Lalu pengait diturunkan sedikit dan ditarik
ke depan. Dengan cara ini benda asing akan ikut terbawa keluar. Dapat pula
menggunakan cunam Nortman atau wire loop.
c. Farmakoterapi
1. Pemberian antibiotik sistemik selama 3-5 hari hanya diberikan bila terjadi
laserasi mukosa hidung.
2. Pemberian antibiotik sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus
benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

ARTRHITIS RHEUMATHOID

SOP

No. Dokumen
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman

: SOP/ YANIS/
: 00
: 2 Januari 2016
: 1/1

/2016

PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Artrhitis rheumathoid adalah penyakit autoimun
yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif
simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan
persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh
lainnya.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan arthritis rheumathoid

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut
dengan menggunakan decker.
b. Pemberian obat anti inflamasi non-steroid, seperti: diklofenak 50-100 mg 2x/hari,
meloksikam 7,515 mg/hari, celecoxib 200-400 mg/sehari.
5.Prosedur

c. Pemberian golongan steroid, seperti: prednison atau metil prednisolon dosis rendah
(sebagai bridging therapy).
d. Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Kriteria rujukan
a. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
b. RA dengan komplikasi.
c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

ARTRHITIS OSTEOARTHRITIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
SOP Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Artrhritis osteoarthritis adalah penyakit sendi
degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Pasien sering datang berobat pada
saat sudah ada deformitas sendi yang bersifat
permanen

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan Artrhritis osteoarthritis

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena.
b. Pengobatan bertujuan untuk mencegah progresivitas dan meringankan gejala yang
dikeluhkan.
c. Modifikasi gaya hidup, dengan cara:
5.Prosedur

1. Menurunkan berat badan


2. Melatih pasien untuk tetap menggunakan sendinya dan melindungi sendi yang
sakit
d. Pengobatan Medikamentosa
1. Analgesik topikal
2. NSAID (oral): non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam,
Mefenamat, Metampiron) selective: COX2 (Meloksikam)

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

DERMATOFITOSIS TINEA KAPITIS


No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
SOP Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita
yang memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan
yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, kulit dan rambut kepala.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan dermatofitosis Tinea Kapitis.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:

5.Prosedur

c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang


diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

DERMATOFITOSIS TINEA BARBAE

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Dermatofitosis Tinea Barbae adalah infeksi jamur
dermatofita yang memiliki sifat mencernakan
keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, dagu dan
jenggot.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan dermatofitosis Tinea Barbae.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:

5.Prosedur

c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang


diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

DERMATOFITOSIS TINEA FACIALIS


SOP No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1/1
PUSKESMAS

DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Dermatofitosis Tinea Facialis adalah infeksi jamur
dermatofita yang memiliki sifat mencernakan
keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, muka.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan dermatofitosis Tinea Facialis.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

5.Prosedur

Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang
diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

DERMATOFITOSIS TINEA CORPORIS


SOP No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1/1
PUSKESMAS

DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Dermatofitosis Tinea Corporis adalah infeksi jamur
dermatofita yang memiliki sifat mencernakan
keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, pada
bagian lain yang tidak termasuk tinea kapitis, tinea
barbae, tinea facialis, tinea cruris, tinea manun, tinea
unguium.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan dermatofitosis Tinea Corporis.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:

5.Prosedur

c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang


diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

DERMATOFITOSIS TINEA MANUN


SOP No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016

Halaman

: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Dermatofitosis Tinea Manun adalah infeksi jamur
dermatofita yang memiliki sifat mencernakan
keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, kaki dan
tangan.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan dermatofitosis Tinea Manun.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

5.Prosedur

Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang
diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.

6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

GONORE
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00

/2016

TanggalTerbit
Halaman

: 2 Januari 2016
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Gonore adalah semua penyakit yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini termasuk
Penyakit Menular Seksual (PMS) yang memiliki
insidensi tinggi. Cara penularan gonore terutama
melalui genitor-genital, orogenital dan ano-genital,
namun dapat pula melalui alat mandi, thermometer
dan sebagainya (gonore genital dan ekstragenital).

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan .

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga dinyatakan
sembuh dan menjaga kebersihan genital.
b. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5 gr per oral (p.o) dosis
tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau Kanamisin 2 gram Intra
Muskular (I.M) dosis tunggal, atau spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal.

5.Prosedur

Catatan: tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin merupakan kontraindikasi pada


kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan dewasa muda.
6.Diagram Alir

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

VAGINITIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016

/2016

Halaman

: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang
ditandai dengan adanya pruritus, keputihan,
dispareunia, dan disuria.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan Vaginitis.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
a. Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
b. Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
5.Prosedur

c. Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina yang dapat


menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi pH daerah kewanitaan
tersebut.
d. Jaga berat badan ideal

6.Diagram Alir

e. Farmakologis:
-

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

SOP

VULVITIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016

/2016

Halaman

: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN

PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK

Drg. Naniek Sulastri


NIP. 19580618 198510 2 001
Vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ
kelamin luar wanita), sedangkan vulvovaginitis
adalah peradangan pada vulva dan vagina. Gejala
yang paling sering ditemukan adalah keluarnya
cairan abnormal dari vagina, dikatakan abnormal
jika jumlahnya sangat banyak serta baunya
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri.

1.Pengertian

2.Tujuan

Sebagai acuan petugas untuk melaksanakan langkah langkah dalam rangka


melaksanakan penanganan Vulvitis.

3.Kebijakan

Keputusan Kepala Puskesmas Duduksampeyan No. 445/ 141 /437.52.20/2016 tentang


kebijakan pelayanan klinis Puskesmas Duduksampeyan

4.Referensi

Permenkes No. 5 tahun 2014

Penatalaksanaan
5.Prosedur

a. Menghindari penggunaan bahan yang dapat menimbulkan iritasi di sekitar daerah


genital.

6.Diagram Alir

b. Menggunakan salep Kortison. Jika vulvitis disebabkan infeksi vagina, dapat


dipertimbangkan pemberian antibiotik sesuai penatalaksanaan vaginitis atau
vulvovaginitis.
-

7.Unit Terkait

Poli Umum, Pustu, Ponkesdes

Anda mungkin juga menyukai