MORBILLI
No. Dokumen : SOP/ YANIS/ /2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1 /1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi
5. Prosedur
6. Diagram Alir
7. Unit Terkait
1. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang
hilang dari diare dan emesis.
2. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi
infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik. Suplementasi vitamin A diberikan
pada: 1. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis. 2. Umur
6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis. 3. Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari
PO 2 dosis. 4. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
Poli Umum, Pustu, Ponkesdes
SOP
VARISELLA
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 2 /1
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi
Penatalaksanaan
a. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel. Selain
itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak dengan orang
lain.
5. Prosedur
b. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reyes syndrome.
c. Losio kelamin dapat diberikan untuk mengurangi gatal.
6. Diagram Alir
7. Unit Terkait
d. Pengobatan antivirus oral, antara lain: 1. Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anakanak 4 x 20 mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), atau 2. Valasiklovir: dewasa 3 x 1000
mg/hari. Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam
pertama setelah timbul lesi..
Poli Umum, Pustu, Ponkesdes
SOP
LEPTOSPIROSIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 3 /1
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi,perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis.
2. Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin. Pada kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotika oral seperti doksisiklin, ampisilin , amoksisilin atau
erytromicin. Pada kasus leptospirosis berat diberikan dosis tinggi penicillin
injeksi
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
Perawatan lokal:
a. Pembersihan tali pusat dengan menggunakan larutan antiseptik (Klorheksidin
atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih delapan kali sehari
sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat.
b. Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari.
5.Prosedur
Perawatan sistemik:
6.Diagram Alir
Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti kloksasilin oral selama
lima hari Bila anak tampak sakit, harus dicek dahulu ada tidaknya tanda-tanda sepsis.
Anak dapat diberikan antibiotik kombinasi dengan aminoglikosida. Bila tidak ada
perbaikan, pertimbangkan kemungkinan Meticillin Resistance Staphylococcus aureus
(MRSA). Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan atau ada perluasan tanda-tanda
infeksi dan komplikasi seperti bayi panas, rewel dan mulai tak mau makan. Rencana
tindak lanjut : Kriteria Rujukan: a. Bila intake tidak mencukupi dan anak mulai
tampak tanda dehidrasi. b. Terdapat tanda komplikasi sepsis
-
7.Unit Terkait
SOP
KANDIDIASIS MULUT
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 5 /1
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Memperbaiki status gizi dan menjaga kebersihan oral
b. Kontrol penyakit predisposisinya
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
No. Dokumen
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman
: SOP/ YANIS/
: 00
: 2 Januari 2016
: 6 /1
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana adalah menghentikan obat terduga. Pada dasarnya erupsi obat
akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan.
Farmakoterapi yang diberikan, yaitu:
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
ANEMIA
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
Halaman
: 1/1
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
Atasi penyebab yang mendasarinya. Jika didapatkan kegawatan (misal: anemia gravis
atau distres pernafasan), pasien segera dirujuk.
Pada anemia defisiensi besi:
a. Anemia dikoreksi peroral: 3 4x sehari dengan besi elemental 50 65 mg
1. Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi elemental, 195; 39).
2. Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64).
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
No. Dokumen
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman
: SOP/ YANIS/
: 00
: 2 Januari 2016
: 1/2
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
5.Prosedur
Penatalaksanaan
Layanan terkait HIV meliputi:
a. Upaya dalam menemukan pasien HIV secara dini dengan melakukan tes dan
konseling HIV pada pasien yang datang ke layanan primer.
b. Perawatan kronis bagi ODHA dan dukungan lain dengan sistem rujukan ke
berbagai fasilitas layanan lain yang dibutuhkan ODHA. Layanan perlu dilakukan
secara terintegrasi, paripurna, dan berkesinambungan. Infeksi HIV merupakan infeksi
kronis dengan berbagai macam infeksi oportunistik yang memiliki dampak sosial
terkait stigma dan diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan pendekatan
tim.
Perlu dilakukan upaya pencegahan.
Strategi pencegahan HIV menurut rute penularan, yaitu:
a. Untuk transmisi seksual:
1. Program perubahan perilaku berisiko, termasuk promosi kondom.
2. Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.
3. Konseling dan tes HIV.
4. Skrening IMS dan penanganannya.
5. Terapi antiretrovirus pada pasien HIV.
b. Untuk transmisi darah:
1. Pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik.
2. Keamanan penanganan darah.
3. Kontrol infeksi di RS.
4. Post exposure profilaksis.
c. Untuk transmisi ibu ke anak:
1. Menganjurkan tes HIV dan IMS pada setiap ibu hamil.
2. Terapi ARV pada semua ibu hamil yang terinfeksi HIV.
3. Persalinan seksiosesaria dianjurkan.
4. Dianjurkan tidak memberikan ASI ke bayi, namun diganti dengan susu
formula.
5. Layanan kesehatan reproduksi.
Setiap daerah diharapkan menyediakan semua komponen layanan HIV yang terdiri
dari:
a. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.
b. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan.
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.
d. Skrining TB dan infeksi oportunistik.
e. Konseling bagi ODHA perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi
termasuk rencana untuk mempunyai anak.
f. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi oportunistik.
g. Pemberian ARV untuk ODHA yang telah memenuhi syarat.
h. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil
dengan HIV.
i. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi yang
lahir dari ibu dengan HIV positif.
j. Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan antenatal
(ANC).
k. Konseling untuk memulai terapi.
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
/2016
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman
: 00
: 2 Januari 2016
: 1/2
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Asupan gizi yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
b. Pemberian farmakoterapi dengani:
1. Topikal Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% (atau oksimetazolin 0,025%)
diberikan dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun dan HCl efedrin
1% (atau oksimetazolin 0,05%) dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur
lebih dari 12 tahun atau dewasa. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari, dilanjutkan antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti
ofloxacin tetes telinga sampai 3 minggu.
5.Prosedur
6.Diagram Alir
c. Miringotomi (kasus rujukan) Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah
nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line
pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu
episode OMA.
-
7.Unit Terkait
SOP
SERUMEN PROP
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman
: 00
: 2 Januari 2016
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Petugas menganjurkan pasien untuk menghindari membersihkan telinga secara
berlebihan
b. Petugas menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan air atau apapun ke
dalam telinga
c. Tatalaksana farmakoterapi:
1. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit
kapas.
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila dengan
cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih
dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.
5.Prosedur
3. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu
mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang
suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
4. Indikasi untuk mengeluarkan serumen adalah sulit untuk melakukan evaluasi
membran timpani, otitis eksterna, oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli
konduktif. Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran
timpani. Bila terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat keras dan pasien
yang tidak kooperatif merupakan kontraindikasi dari suction
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Edukasi untuk pencegahan Memperingatkan pasien (biasanya anak-anak), agar
tidak memasukkan sesuatu ke dalam hidung.
5.Prosedur
b. Tindakan Keluarkan benda asing dari dalam hidung dengan memakai pengait
(hook) tumpul yang dimasukkan ke dalam hidung di bagian atas, menyusuri atap
kavum nasi sampai melewati benda asing. Lalu pengait diturunkan sedikit dan ditarik
ke depan. Dengan cara ini benda asing akan ikut terbawa keluar. Dapat pula
menggunakan cunam Nortman atau wire loop.
c. Farmakoterapi
1. Pemberian antibiotik sistemik selama 3-5 hari hanya diberikan bila terjadi
laserasi mukosa hidung.
2. Pemberian antibiotik sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus
benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
ARTRHITIS RHEUMATHOID
SOP
No. Dokumen
No. Revisi
TanggalTerbit
Halaman
: SOP/ YANIS/
: 00
: 2 Januari 2016
: 1/1
/2016
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut
dengan menggunakan decker.
b. Pemberian obat anti inflamasi non-steroid, seperti: diklofenak 50-100 mg 2x/hari,
meloksikam 7,515 mg/hari, celecoxib 200-400 mg/sehari.
5.Prosedur
c. Pemberian golongan steroid, seperti: prednison atau metil prednisolon dosis rendah
(sebagai bridging therapy).
d. Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Kriteria rujukan
a. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
b. RA dengan komplikasi.
c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
ARTRHITIS OSTEOARTHRITIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
/2016
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
SOP Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena.
b. Pengobatan bertujuan untuk mencegah progresivitas dan meringankan gejala yang
dikeluhkan.
c. Modifikasi gaya hidup, dengan cara:
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
5.Prosedur
Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang
diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
5.Prosedur
Penatalaksanaan
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
c. Antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang
diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
d. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25
0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari, Itrakonazol: 100 mg/hari,
atau Terbinafin: 250 mg/hari Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi
hari setelah makan.
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait
SOP
GONORE
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
/2016
TanggalTerbit
Halaman
: 2 Januari 2016
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga dinyatakan
sembuh dan menjaga kebersihan genital.
b. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5 gr per oral (p.o) dosis
tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau Kanamisin 2 gram Intra
Muskular (I.M) dosis tunggal, atau spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal.
5.Prosedur
7.Unit Terkait
SOP
VAGINITIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
/2016
Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
a. Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
b. Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
5.Prosedur
6.Diagram Alir
e. Farmakologis:
-
7.Unit Terkait
SOP
VULVITIS
No. Dokumen : SOP/ YANIS/
No. Revisi
: 00
TanggalTerbit : 2 Januari 2016
/2016
Halaman
: 1/1
PUSKESMAS
DUDUKSAMPEYAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
GRESIK
1.Pengertian
2.Tujuan
3.Kebijakan
4.Referensi
Penatalaksanaan
5.Prosedur
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait