MATA KULIAH
WAKTU
1.
2.
3.
a.
b.
c.
4.
Jelaskan perbedaan antara produk urban design : policy, plan, guidelines, dan program.
Minimal tiga perbedaan.
2. Mempertimbangkan iklim
Teks kuno menyebutkan bahwa kota-kota tidak hanya dikembangkan
berdasarkan geometrik jalan, tetapi juga berdasarkan iklim (Broadbentt, 1990). Menurut
Vitruvius, kota harus direncanakan berdasarkan arah angin. Ada delapan arah angin
yang berbentuk oktagonal, menghadap ke delapan arah angin. Apabila obyek
ditempatkan pada garis yang membagi dua kwadran arah angin, maka tidak akan ada
angin yang berhembus langsung ke arah tersebut.
3. Berfungsi sebagai benteng pertahanan
Vitruvius mengasumsikan kota harus dikelilingi dinding yang dilengkapi dengan
menara pertahanan. Jalan masuk dibuat sebagai lereng yang semakin meninggi ke arah
gerbang kota agar mudah dicapai secara langung sehingga musuh yang membawa
perisai di tangan kiri akan menampakkan bagian tubuhnya yang tidak terlindung dari
arah prajurit yang bertahan. Untuk memberikan kebebasan pandang ke berbagai arah
dan memudahkan bertahan dari serangan musuh, Vitruvius menganjurkan kota
berbentuk sirkular.
4. Penggunaan sumbu
Seorang peneliti Romawi (Frontinus, 1979) menjelaskan cara atau metode
untuk menata kota. Pertama, menetapkan lokasi pusat kemudian diarahkan menghadap
ke Barat setelah menetapkan terlebih dahulu keempat arah utamanya. Selanjutnya
menata sebuah pelataran dan kemudian menempatkan sebuah jalur lintasan yang
rindang. Contoh penggunaan sumbu dalam penataan kota adalah Forum Romanum.
Periode Islamic
Kota-kota pada periode perencanaan Islam mempunyai dua ciri utama, yaitu
penggunaan ruang informal dan urban labyrinth.
1. Ruang Informal Kota
Semua ciri perencanaan informal seperti rumit, kompleks dan konsisten,
ditemukan di kota-kota besar, kota kecil dan desa-desa dimana Islam tersebar, dari
Spanyol sampai India dan turun sampai Asia Tenggara. Hakim (1986) menganalisa
prinsip- prinsip penyelesaian masalah dalam pembentukan kota Islam. Ia
membedakan antara jalan umum (shari) yang terbuka untuk siapa saja, dan cul-de-sac
(finna) yang memberikan akses menuju kelompok kecil perumahan melalui kepemilikan
bersama dari mereka yang tinggal di dalamnya.
2. Urban labyrinth
Konsep urban labyrinth ialah berbentuk jalan sempit, seringkali tertutup,
berbelok- belok, berliku-liku, terbuka ke arah halaman dalam, dan sebagainya. Urban
labyrinth dapat dijumpai di Marrakesh.
Gambar 2.4 Tunis; Rencana Suq di bagian selatan masjid Zaytuna (kiri) dan pandangan udara dari
Suq masjid Zaytuna (kanan).
Sumber : Diktat Perancangan Kota I (2005)
6. Regularitas
Salah satu perencanaan pada abad pertengahan menunjukkan pola regular
yakni sebuah perencanaan geometrik. Contohnya adalah St. Gall, dimana banyak di
antara bangunan-bangunan yang dirancang mengelilingi lapangan, lainnya memiliki
pagar yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lain sehingga membentuk
sebuah blok terbuka yang dihubungkan dengan jalan.
7. Bastides
Bastides yang paling sempurna adalah berbentuk rectangular dengan ukuran
400 meter kali 200 meter, berpola grid dengan empat jalan paralel dan empat
persimpangan jalan yang disebut carreyrous. Menurut Mumford (1938) pola rectangular
pada bastides kemungkinannya berasal dari jalur sirkulasi sepi di kawasan perdesaan
dan pola tata letak pada jaman Romawi atau sesudahnya, termasuk kemungkinan, tata
letak sawah berpola rectangular atau pola pertanian feodal.
Renaissance
Menurut Fillarete kota mengikuti pola sirkular Vitruvius yang merespons
pengaruh arah angin terhadap tata letak jalan. Bentuk lingkaran didasarkan pada
delapan titik yang membentuk bintang dengan menempatkan menara pertahanan di
setiap titik sudut dan pintu gerbang pada sudut bagian dalam. Serta terdapat sebuah
lapangan utama di bagian tengah dengan dua piaza terpisah, salah satunya dengan
katedral dan istana pangeran, yang lain dengan bank, percetakan uang, dan Istana
Podesta. Bangunan publik lainnya mengelilingi lapangan dengan saling berhubungan.
Plasa utama dihubungkan dengan area di luarnya oleh kanal, dan setiap jalan kedua
adalah kanal seperti di Venesia. Lapangan utama dan jalan diberi colonade.
Menurut Alberti, kota memiliki jalan yang lebih sempit. Jalan sempit dan
beraliran udara memliki keuntungan lebih besar, sekalipun musuh melakukan penetrasi
ke dalam kota, ia akan tersesat dan kalah. Disamping jalan yang sempit, kota juga
memiliki lapangan. Penataan kota perlu mempertimbangkan kesehatan terhadap faktor
cuaca. Ia mengasumsikan bahwa kota akan dipagari dinding, dengan tembok
pertahanan, menara dan pintu gerbang. Agar mendapatkan bentuk ideal, bentuk kota
bervariasi sesuai dengan variasi lokasinya masing-masing.
Periode modern
Kota-kota yang direncanakan dan dibangun pada Periode Modern memiliki ciriciri sebagai berikut :
1. Mulai berkembang bangunan perkantoran atau blok perkantoran yang ditujukan
untuk mendukung kegiatan komersial yang membutuhkan tipe bangunan- bangunan
baru terutama mulai berkembang gedung pencakar langit, seperti contohnya Kota
New York.
2. Dimulainya penggunaan elevator yang merupakan suatu cara untuk menuju
tempat bangunan tinggi di New York.
3. Dibangunnya beberapa jenis industri di dalam kota, khususnya industri pakaian.
Di samping itu dibangun penerbitan dan percetakan, produksi makanan dan lain
sebagainya.
4. Semakin dikembangkannya transportasi yang semula hanya memakai kereta kuda
bergeser dengan membangun jalan kereta api uap bawah tanah hingga jalur kereta
listrik.
5. Penggunaan tenaga listrik untuk keperluan menggerakkan mesin industri, mesin,
elevator, kipas angin untuk menggerakkan udara dalam volume besar, dan lainnya.
6. Penggunaan konstruksi rangka baja pada bangunan
7. Penggunaan Air-conditioning
8. Peraturan zoning baru diloloskan pada tahun 1916. Kota dibagi menjadi zona
perumahan dan komersial, dimana ketinggian dan volume bangunan bisa diprediksi
sebelumnya.
Periode Kontemporer
a. Jane Jacobs
Menurut Jacobs, penataan jalan dan lapangan sangat menentukan wujud kota.
Kota yang ramah dapat dilihat dari bagaimana cara warga kotanya hidup di jalanan dan
ruang kota. Dalam penataan kota, Jacobs menggunakan pendekatan psychology. Jika
jalanan kota terlihat menarik, maka kota akan menjadi penting dan jika mereka terlihat
membosankan, maka kota juga akan terlihat membosankan.
Syarat kehidupan koridor jalan:
- Ada pembatas yang jelas antara public dan private space.
- Pengamatan konstan harus tetap terjaga; arah pandang pengamat harus terjaga
sepanjang waktu.
- Jalan kendaraan dan pejalan kaki harus digunakan secara terus menerus.
b. Christopher Alexander
Melalui definisi berdasarkan terminologinya, Alexander menunjukkan bahwa
kapanpun sebuah kota digagas dan direncanakan oleh perencana, akan selalu terikat
memiliki struktur pohon.
c. Charles Moore
Moore mengartikulasikan konsepnya melalui Body, Memory and Architecture. Ia
mempelajari psikologi persepsi yang berupaya menterjemahkan makna gerak tubuh
manusia ke dalam wujud ruang luar kota. Ia berbicara tentang perasaan ruang.
- Gerak penari digambarkan sebagai bentuk ruang. Gerakan ke atas
diinterpretasikan sebagai metafora dari pertumbuhan, perpanjangan, pencapaian.
Gerakan ke bawah diartikan sebagai absorbsi, perendaman, penekanan.
- Koreografer diimterpretasikan sebagai arsitek yang mengatur tata panggung.
Bangunan diinterpretasikan sebagai pangung yang membangkitkan hubungan
harmonis antar manusia yang bergerak. Arsitek adalah koreografer dari pergerakan
orang di dalam ruang.
2.b.
Kota utopian adalah kota dimana pada kondisi ideal, kondisi yang diimpikan,
fantasi, khayalan yang sulit diwujudkan. Kota dibangun dengan berbagai bentuk sesuai
peruntukannya, dan pertumbuhan kota ke arah vertikal. Dibentuk oleh pemikiran para
visioner yang hingga sekarang tetap berupa gagasan karena tidak mencoba mengerti
masalah kehidupan perkotaan yang nyata. Menurut P. Geddes, kota ideal dianggap
sebagai kondisi tanpa kemiskinan dan kekumuhan yang jadi bencana pada wajah kota.
Contoh Kota Utopian:
a. Edgar Chambless, seorang Amerika mengusulkan kota dengan bangunanbangunan menerus yang bagian atapnya dapat dilewati kendaraan. Di Inggris
diperkenalkan dengan nama Motopia.
Gambar 2.10. Kota geodesic gagasan Fuller; bagian kota yang berada di
a.
Performance zoning adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan bagi standarstandar perancangan yang berkaitan dengan kenyamanan, kenikmatan,
keamanan, dan atau keselamatan, khususnya bagi standar- standar dari kondisikondisi fisik yang dapat diukur, seperti : sinar matahari, kebisingan, getaran,
kapasitas infrastruktur dan lain-lain, juga yang tidak dapat diukur, seperti bau. Hal
ini ditujukan terutama pada bangunan atau kawasan yang cenderung atau potensi
mengganggu lingkungan misalnya kawasan industri yang harus dibatasi oleh suatu
daerah penyangga, bangunan-bangunan tinggi yang dapat memutus pandangan
dan lain-lain.
Sumber lain menyebutkan bahwa performing zoning merupakan ketentuan
pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang didasarkan pada kinerja
yang mengikat (misalnya tingkat LOS (Level of Service, Tingkat Pelayanan), jalan
minimum, tingkat pencemaran maksimum, dan lain-lain).
Incective zoning adalah pemberian kemudahan-kemudahan atau memberikan
suatu bonus, misalnya keringanan atau ketentuan- ketentuan KDB kepada
pengembang yang mau menyediakan fasilitas umum/ publik (arcade, plaza,
pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk
memisahkan pejalan dan lalu lintas kendaraan, ruang bongkar-muat off-street untuk
mengurangi kemacetan, dan lainnya) sesuai dengan yang berlaku. Kelemahan
menggunakan teknik ini dapat menyebabkan bangunan berdiri sendiri di tengah
plaza, memutuskan shopping frontage, dan lain-lain.
c.
lindung, maka agar pihak pengembang tidak dirugikan, pemerintah kota dapat
mengalihkan hak tersebut ke kawasan lain, dengan demikian pemerintah kota tidak
semena- mena, menghargai sesuatu hak pihak lain. Jadi imlementasi dari TDR ini
perlu diperkenalkan dan dimasyarakatkan.
Antidemolition ordinance adalah ketentuan-ketentuan yang melarang perobohan
atau pembongkoran suatu bangunan dengan alasan apapun kecuali bila memang
akan membahayakan masyarakat. Ketentuan ini diperlukan untuk melindungi
bangunan bersejarah dan bernilai arsitektur tinggi atau mencegah maksud-maksud
mencari keuntungan ekonomi dari pengembang.
Antidemolition ordinance sangat diperlukan di Indonesia, karena hampir semua
daerah di Indonesia memiliki bangunan bersejarah. Sehingga ordinance diperlukan
untuk menjaga nilai-nilai kesejarahan dan aset budaya yang ada.
Daftar Pustaka
Murod, Chairul. 2005. Tinjauan Umum Implementasi : Mekanism Legal (Implementation :
Legal Mechanisms) di Kota Palembang. Laporan Penelitian. Universitas
Sriwijaya. Palembang
Purwadio, Heru. 2005. Diktat Perancangan Kota I. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
ITS. Surabaya.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Septiana, Tiara Citra. 6 November 2014. Neraca Penatagunaan Tanah.
http://kasihdalamkata.blogspot.com/2012/03/neraca-penatagunaantanah.html