Anda di halaman 1dari 19

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

TAKE HOME TEST

MATA KULIAH
WAKTU

: TEORI PERANCANGAN KOTA


: 6-7 NOPEMBER 2014

1.

Deskripsikan secara singkat lokasi tugas anda (lokasi, penggunaan lahan,


karanteristik), kemudian jawablah pertanyaan di bawah ini :
a. Gambarkan sistem jaringan listrik di wilayah anda (jaringan SUTT, SUTM, SUTR,
Gardu Induk).
b. Gambarkan sistem jaringan telepon di wilayah anda (STO, RK, DP, BTS).
c. Gambarkan sistem jaringan drainase di wilayah anda.
d. Gambarkan sistem jaringan penanggulangan kebakaran di wilayah anda (Lokasi
Pos PMK, sumur kebakaran, hidran)
Jawaban dilengkapi peta. Tiap jawaban satu peta.

2.

Perkembangan kota diawali dengan periode klasik, Islamic, abad pertengahan,


Renaissance, modern dan kontemporer.
a. Sebutkan cirinya masing-masing, dan jelaskan secara sistematis.
b. Apa yang dinamakan kota utopian? Jawaban agar diberi contoh.

3.

a.
b.
c.

4.

Jelaskan perbedaan performance zoning dan incentive zoning.


Jelaskan prinsip TDR. Dapatkah TDR diterapkan di Indonesia? Jelaskan
alasannya.
Jelaskan yang dimaksud dengan antidemolition ordinance. Mengapa diperlukan
ordinance tersebut?

Jelaskan perbedaan antara produk urban design : policy, plan, guidelines, dan program.
Minimal tiga perbedaan.

JAWABAN SOAL NOMOR 1


Lokasi studi terletak di Koridor MERR Jalan Dr. Ir. H. Soekarno Surabaya, mulai dari
sekitar GOR Sudirman sampai Universitas Airlangga Kampus C. Lokasi studi masuk dalam
RDTRK Unit Pengembangan Kertajaya dimana lokasi studi tersebut dikembangkan sebagai
kawasan perdagangan dan jasa.
Penggunaan lahan di lokasi studi yang terletak di Koridor MERR Jalan Dr. Ir. H.
Soekarno Surabaya didominasi oleh fungsi perdagangan dan jasa. Serta dilengkapi dengan
fasilitas umum, seperti Universitas Airlangga dan GOR Sudirman. Fungsi perdagangan dan
jasa didukung dengan adanya Galaxy Mall, pusat kuliner, salon dan spa, bengkel, toko-toko
kecil, bank, serta adanya PKL pada sore hingga malam hari.
Dari segi building mass, pada lokasi studi sebagian besar bangunan mempunyai KDB
70%, KLB 120 %- 240%, KDH 405- 60%, dan GSB > 6 meter. Ruang terbuka yang terdapat
pada koridor MERR adalah ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Sebagian besar
meupakan ruang terbuka hijau seperti jalur hijau di sepanjang jalan Koridor MERR. Saluran
drainase pada Koridor MERR berdasarkan konstruksinya sebagain besar menggunakan
drainase terbuka. Berdasarkan fungsinya saluran drainase pada Koridor MERR merupakan
saluran campuran.
Pada koridor MERR Jalan Dr. Ir. H. Soekarno ini kebanyakan mengunakan hantaran
udara dengan menggunakan kabel SUTM (saluran udara tekanan menengah) 20 KV, terdapat
sedikitnya 13 transformator yang tersebar di seluruh wilayah koridor tersebut dengan jarak
bervariasi yaitu 20-200 m, sebagian besar permukiman yang ada disana menggunakan kabel
SUTR untuk mengalirkan listrik PLN ke rumah-rumah warga. Sedangkan untuk jaringan
telekomunikasi, sebagian besar menggunakan jaringan telekomunikasi wireline. Sarana
penanggulangan kebakaran yang terdapat di Koridor MERR Jalan Dr. Ir. H. Soekarno
Surabaya, antara lain hydrant (pipa hidran), APAR, dan sumur untuk pemadam kebakaran.
Selain itu, keberadaan sungai yang melewati kawasan studi dapat dijadikan sarana
penanggulangan kebakaran.

JAWABAN SOAL NOMOR 2


2.a
Periode Klasik
Kota-kota yang direncanakan dan dibangun pada Periode Klasik memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Berpola grid, yaitu pola jaringan jalan lurus yang pertemuannya membentuk sudut
siku-siku.

Gambar 2.1. Babylon: Istana


selatan Nebuchadnezzar 11261105 SM, pola jaringan jalan
membentuk sudut siku-siku.
Sumber : Diktat Perancangan
Kota I (2005)

2. Mempertimbangkan iklim
Teks kuno menyebutkan bahwa kota-kota tidak hanya dikembangkan
berdasarkan geometrik jalan, tetapi juga berdasarkan iklim (Broadbentt, 1990). Menurut
Vitruvius, kota harus direncanakan berdasarkan arah angin. Ada delapan arah angin
yang berbentuk oktagonal, menghadap ke delapan arah angin. Apabila obyek
ditempatkan pada garis yang membagi dua kwadran arah angin, maka tidak akan ada
angin yang berhembus langsung ke arah tersebut.
3. Berfungsi sebagai benteng pertahanan
Vitruvius mengasumsikan kota harus dikelilingi dinding yang dilengkapi dengan
menara pertahanan. Jalan masuk dibuat sebagai lereng yang semakin meninggi ke arah
gerbang kota agar mudah dicapai secara langung sehingga musuh yang membawa
perisai di tangan kiri akan menampakkan bagian tubuhnya yang tidak terlindung dari
arah prajurit yang bertahan. Untuk memberikan kebebasan pandang ke berbagai arah
dan memudahkan bertahan dari serangan musuh, Vitruvius menganjurkan kota
berbentuk sirkular.

Gambar 2.2 Diagram angin dari Rivus


sekaligus
benteng
pertahanan
(Vitruvius).
Sumber : Diktat Perancangan Kota I
(2005)

4. Penggunaan sumbu
Seorang peneliti Romawi (Frontinus, 1979) menjelaskan cara atau metode
untuk menata kota. Pertama, menetapkan lokasi pusat kemudian diarahkan menghadap
ke Barat setelah menetapkan terlebih dahulu keempat arah utamanya. Selanjutnya
menata sebuah pelataran dan kemudian menempatkan sebuah jalur lintasan yang
rindang. Contoh penggunaan sumbu dalam penataan kota adalah Forum Romanum.

Gambar 2.3 Forum Romanum,


penggunaan sumbu dalam
penataan ruang.
Sumber : Diktat Perancangan
Kota I (2005)

Periode Islamic
Kota-kota pada periode perencanaan Islam mempunyai dua ciri utama, yaitu
penggunaan ruang informal dan urban labyrinth.
1. Ruang Informal Kota
Semua ciri perencanaan informal seperti rumit, kompleks dan konsisten,
ditemukan di kota-kota besar, kota kecil dan desa-desa dimana Islam tersebar, dari
Spanyol sampai India dan turun sampai Asia Tenggara. Hakim (1986) menganalisa
prinsip- prinsip penyelesaian masalah dalam pembentukan kota Islam. Ia
membedakan antara jalan umum (shari) yang terbuka untuk siapa saja, dan cul-de-sac
(finna) yang memberikan akses menuju kelompok kecil perumahan melalui kepemilikan
bersama dari mereka yang tinggal di dalamnya.
2. Urban labyrinth
Konsep urban labyrinth ialah berbentuk jalan sempit, seringkali tertutup,
berbelok- belok, berliku-liku, terbuka ke arah halaman dalam, dan sebagainya. Urban
labyrinth dapat dijumpai di Marrakesh.

Gambar 2.4 Tunis; Rencana Suq di bagian selatan masjid Zaytuna (kiri) dan pandangan udara dari
Suq masjid Zaytuna (kanan).
Sumber : Diktat Perancangan Kota I (2005)

Periode Abad Pertengahan


Kota-kota yang direncanakan dan dibangun pada Periode Abad Pertengahan memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Monastic
Kota pada periode ini mencerminkan ciri Monastic, dimana pengembangan
kerajaan selalu dikaitkan dengan kehidupan agama dan biara, mulai dari pengaturan
tanah, keungan, cukai, hukum, supply makanan, pembangunan katedral, kantor
keuskupan, tempat tinggal biarawan dan lainnya.

Gambar 2.5 Penyebaran


monastic di Eropa
Sumber : Diktat
Perancangan Kota I (2005)

2. Iregularitas Urban Labyrinth


Ajaran Islam sendiri dan karakteristik kehidupan keluarga mendorong
iregularitas rancang kota orang Islam, terutama pada tatanan perumahannya. Tetapi
banyak kota-kota Eropa pada Abad Pertengahan juga iregular.Banyak diantaranya
hampir seperti kota-kota iregular Islam. Di Spanyol dan kota-kota di Italia yang dikuasai
orang- orang Islam telah berubah karena berbagai sebab diantaranya karena militer,
kelangsungan hiudp kota, kebutuhan. Sebagai contoh adalah perubahan untuk
mengakomodasi berbagai sarana transportasi dan untuk alasan keindahan.

3. Iregular Organis; Logika Ruang Informal


Kota iregular abad pertengahan terlihat tumbuh secara organis yang
pertumbuhannya tergantung pada kedaruratan kondisi lapangan, posisi punggung bukit
dan lembah, batu karang yang mencuat di atas tanah, dan seterusnya. Hiller dan
Hanson (1984) beragumentasi bahwa hampir semua tata letak iregular ditentukan oleh
logika sosial ruang. Logika ini merupakan kompleksitas abad pertengahan yang
berasal dari konsep biologi atau genotype (aturan genetik dari organisme hidup) dan
phenotype (organisme yang terlihat secara aktual yang berbeda dengan aturan genetik).

Gambar 2.6 Pengembangan konsep organis


dengan sistem sel.
Sumber : Diktat Perancangan Kota I (2005)

4. Pola Benteng pada Era Pemulihan Eropa


Pemulihan Eropa ditandai dengan upaya berbagai penguasa kota untuk
membentengi kotanya dengan tembok pertahanan. Pada abad ke sembilan, Pirenne
menganjurkan agar kota katedral dan biara melakukan berbagai cara untuk menahan
serangan penyerbu. Dinding kota yang ada diperkuat, dibangun kembali dan dilengkapi
benteng.
Orang-orang Denmark melindungi perumahannya dengan benteng tanggul
tanah yang tinggi (burghs). Benteng yang dibuat adalah benteng dari konstruksi tahan
api, sebagaimana benteng dua tingkat Fulk Nerra di Anjou yang terbuat dari batu.
Sedangkan pada abad ke sembilan Charles The Bald memerintahkan kepada orangorang Perancis membentengi setiap tempat untuk pertahanan. Mereka membangun
menara dari kayu di punggung bukit karang sejauh mungkin.
5. Iregularitas : Pemanfaatan topografi
Menurut Mumford (1938) orang-orang yang membangun kota Abad
Pertengahan lebih suka mengikuti karakteristik kontur dari pada memangkas atau
mengurung lereng. Salah satu kota Abad pertengahan yang dibangun berdasarkan pola
iregular adalah Seina yang terletak di punggung bukit dimana sebuah kastil dibangun di
atasnya, dengan menggunakan basis iregular di seluruh kota yang dilingkupi lereng di
sekelilingnya.

Gambar 2.7 Seina dengan rumah


menara abad pertengahan (kota yang
memanfaatkan topografi).
Sumber : Diktat Perancangan Kota I
(2005)

6. Regularitas
Salah satu perencanaan pada abad pertengahan menunjukkan pola regular
yakni sebuah perencanaan geometrik. Contohnya adalah St. Gall, dimana banyak di
antara bangunan-bangunan yang dirancang mengelilingi lapangan, lainnya memiliki
pagar yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lain sehingga membentuk
sebuah blok terbuka yang dihubungkan dengan jalan.

Gambar 2.8 Rencana Abbey dari St.


Gall, kota dengan regularitas
Sumber : Diktat Perancangan Kota I
(2005)

7. Bastides
Bastides yang paling sempurna adalah berbentuk rectangular dengan ukuran
400 meter kali 200 meter, berpola grid dengan empat jalan paralel dan empat
persimpangan jalan yang disebut carreyrous. Menurut Mumford (1938) pola rectangular
pada bastides kemungkinannya berasal dari jalur sirkulasi sepi di kawasan perdesaan
dan pola tata letak pada jaman Romawi atau sesudahnya, termasuk kemungkinan, tata
letak sawah berpola rectangular atau pola pertanian feodal.

Renaissance
Menurut Fillarete kota mengikuti pola sirkular Vitruvius yang merespons
pengaruh arah angin terhadap tata letak jalan. Bentuk lingkaran didasarkan pada
delapan titik yang membentuk bintang dengan menempatkan menara pertahanan di
setiap titik sudut dan pintu gerbang pada sudut bagian dalam. Serta terdapat sebuah
lapangan utama di bagian tengah dengan dua piaza terpisah, salah satunya dengan
katedral dan istana pangeran, yang lain dengan bank, percetakan uang, dan Istana
Podesta. Bangunan publik lainnya mengelilingi lapangan dengan saling berhubungan.
Plasa utama dihubungkan dengan area di luarnya oleh kanal, dan setiap jalan kedua
adalah kanal seperti di Venesia. Lapangan utama dan jalan diberi colonade.
Menurut Alberti, kota memiliki jalan yang lebih sempit. Jalan sempit dan
beraliran udara memliki keuntungan lebih besar, sekalipun musuh melakukan penetrasi
ke dalam kota, ia akan tersesat dan kalah. Disamping jalan yang sempit, kota juga
memiliki lapangan. Penataan kota perlu mempertimbangkan kesehatan terhadap faktor
cuaca. Ia mengasumsikan bahwa kota akan dipagari dinding, dengan tembok
pertahanan, menara dan pintu gerbang. Agar mendapatkan bentuk ideal, bentuk kota
bervariasi sesuai dengan variasi lokasinya masing-masing.
Periode modern
Kota-kota yang direncanakan dan dibangun pada Periode Modern memiliki ciriciri sebagai berikut :
1. Mulai berkembang bangunan perkantoran atau blok perkantoran yang ditujukan
untuk mendukung kegiatan komersial yang membutuhkan tipe bangunan- bangunan
baru terutama mulai berkembang gedung pencakar langit, seperti contohnya Kota
New York.
2. Dimulainya penggunaan elevator yang merupakan suatu cara untuk menuju
tempat bangunan tinggi di New York.
3. Dibangunnya beberapa jenis industri di dalam kota, khususnya industri pakaian.
Di samping itu dibangun penerbitan dan percetakan, produksi makanan dan lain
sebagainya.
4. Semakin dikembangkannya transportasi yang semula hanya memakai kereta kuda
bergeser dengan membangun jalan kereta api uap bawah tanah hingga jalur kereta
listrik.
5. Penggunaan tenaga listrik untuk keperluan menggerakkan mesin industri, mesin,
elevator, kipas angin untuk menggerakkan udara dalam volume besar, dan lainnya.
6. Penggunaan konstruksi rangka baja pada bangunan
7. Penggunaan Air-conditioning
8. Peraturan zoning baru diloloskan pada tahun 1916. Kota dibagi menjadi zona
perumahan dan komersial, dimana ketinggian dan volume bangunan bisa diprediksi
sebelumnya.
Periode Kontemporer
a. Jane Jacobs
Menurut Jacobs, penataan jalan dan lapangan sangat menentukan wujud kota.
Kota yang ramah dapat dilihat dari bagaimana cara warga kotanya hidup di jalanan dan
ruang kota. Dalam penataan kota, Jacobs menggunakan pendekatan psychology. Jika
jalanan kota terlihat menarik, maka kota akan menjadi penting dan jika mereka terlihat
membosankan, maka kota juga akan terlihat membosankan.
Syarat kehidupan koridor jalan:
- Ada pembatas yang jelas antara public dan private space.

- Pengamatan konstan harus tetap terjaga; arah pandang pengamat harus terjaga
sepanjang waktu.
- Jalan kendaraan dan pejalan kaki harus digunakan secara terus menerus.
b. Christopher Alexander
Melalui definisi berdasarkan terminologinya, Alexander menunjukkan bahwa
kapanpun sebuah kota digagas dan direncanakan oleh perencana, akan selalu terikat
memiliki struktur pohon.

Gambar 2.9 Christopher Alexander:


Elemen terpisah pada diagram pohon.
Sumber : Diktat Perancangan Kota I
(2005)

c. Charles Moore
Moore mengartikulasikan konsepnya melalui Body, Memory and Architecture. Ia
mempelajari psikologi persepsi yang berupaya menterjemahkan makna gerak tubuh
manusia ke dalam wujud ruang luar kota. Ia berbicara tentang perasaan ruang.
- Gerak penari digambarkan sebagai bentuk ruang. Gerakan ke atas
diinterpretasikan sebagai metafora dari pertumbuhan, perpanjangan, pencapaian.
Gerakan ke bawah diartikan sebagai absorbsi, perendaman, penekanan.
- Koreografer diimterpretasikan sebagai arsitek yang mengatur tata panggung.
Bangunan diinterpretasikan sebagai pangung yang membangkitkan hubungan
harmonis antar manusia yang bergerak. Arsitek adalah koreografer dari pergerakan
orang di dalam ruang.

2.b.
Kota utopian adalah kota dimana pada kondisi ideal, kondisi yang diimpikan,
fantasi, khayalan yang sulit diwujudkan. Kota dibangun dengan berbagai bentuk sesuai
peruntukannya, dan pertumbuhan kota ke arah vertikal. Dibentuk oleh pemikiran para
visioner yang hingga sekarang tetap berupa gagasan karena tidak mencoba mengerti
masalah kehidupan perkotaan yang nyata. Menurut P. Geddes, kota ideal dianggap
sebagai kondisi tanpa kemiskinan dan kekumuhan yang jadi bencana pada wajah kota.
Contoh Kota Utopian:
a. Edgar Chambless, seorang Amerika mengusulkan kota dengan bangunanbangunan menerus yang bagian atapnya dapat dilewati kendaraan. Di Inggris
diperkenalkan dengan nama Motopia.

b. Pada tahun 1910, seorang Perancis bernama Eugene Henard mempublikasikan


The Cities of The Future, yang mengusulkan jaringan jalan, jaringan jalan bawah
tanah, dan pesawat yang bisa mendarat di atap bangunan.
c. Seorang futuris Italia bernama Antonio SantElia menggagas sebuah metropolis
bernama La Citta Nuova, sebuah kota berbasis pergerakan transportasi vertikal
maupun horisontal.
d. Richrad Buckminster Fller dengan teori Dymaxion yang menghasilkan bangunanbangunan dan kota berbentuk kubah yang bisa dibangun dimana dan kapan saja.
Inteligent city yang dibangun oleh Mitshubishi di Jepang,
e. Gagasan pembangunan floating city dan flying city

Gambar 2.10. Kota geodesic gagasan Fuller; bagian kota yang berada di

dalam kubah bisa diatur temperatur, pencahayaan, kelembaban,


kecepatan angin, hujan, salju; sesuai yang diinginkan
Sumber : PPT mata kuliah Morphologi Kota

Gambar 2.11. Inteligent city Mitshubishi Group, sebuah kota yang

mengandalkan teknologi informasi


Sumber : PPT mata kuliah Morphologi Kota

JAWABAN SOAL NOMOR 3

a.

Performance zoning adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan bagi standarstandar perancangan yang berkaitan dengan kenyamanan, kenikmatan,
keamanan, dan atau keselamatan, khususnya bagi standar- standar dari kondisikondisi fisik yang dapat diukur, seperti : sinar matahari, kebisingan, getaran,
kapasitas infrastruktur dan lain-lain, juga yang tidak dapat diukur, seperti bau. Hal
ini ditujukan terutama pada bangunan atau kawasan yang cenderung atau potensi
mengganggu lingkungan misalnya kawasan industri yang harus dibatasi oleh suatu
daerah penyangga, bangunan-bangunan tinggi yang dapat memutus pandangan
dan lain-lain.
Sumber lain menyebutkan bahwa performing zoning merupakan ketentuan
pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang didasarkan pada kinerja
yang mengikat (misalnya tingkat LOS (Level of Service, Tingkat Pelayanan), jalan
minimum, tingkat pencemaran maksimum, dan lain-lain).
Incective zoning adalah pemberian kemudahan-kemudahan atau memberikan
suatu bonus, misalnya keringanan atau ketentuan- ketentuan KDB kepada
pengembang yang mau menyediakan fasilitas umum/ publik (arcade, plaza,
pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk
memisahkan pejalan dan lalu lintas kendaraan, ruang bongkar-muat off-street untuk
mengurangi kemacetan, dan lainnya) sesuai dengan yang berlaku. Kelemahan
menggunakan teknik ini dapat menyebabkan bangunan berdiri sendiri di tengah
plaza, memutuskan shopping frontage, dan lain-lain.

b. Transfer Development Rights (TDR) adalah ketentuan- ketentuan bagi


pengalihan hak membangun dari suatu kawasan/ daerah atau bangunan tertentu,
yang misalnya ditetapkan untuk dilindungi ke kawasan/ daerah lain atau ditumpuk
pada bangunan lain. Di samping itu, TDR dimaksudkan untuk menjaga karakter
kawasan setempat. Kompensasi diberikan pada pemilik yang kehilangan hak
membangun atau pemilik dapat mentransfer/ menjual hak membangunnya
(biasanya luas lantai bangunan) kepada pihak lain dalam satu distrik/kawasan.
Menurut Permen PU Nomor 6 Tahun 2007 tentang pedoman umum rencana tata
bangunan da lingkungan, TDR yaitu hak pemilik bangunan/ pengembang yang
dapat dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan
pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun.
Maksimum KLB yang dapat dialihkan pada umumnya sebesar 10% dari nilai KLB
yang ditetapkan. Pengalihan nilai KLB hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu
daerah perencanaan yang sama dan terpadu, serta yang bersangkutan telah
memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang sudah ditetapkan pada daerah
perencanaan.
Menurut saya, TDR bisa diterapkan di Indonesia asalkan ada kebijakan atau
regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah agar tidak terjadi kecurangan seperti
praktik korupsi. Seperti contoh di kota Palembang, implementasi dari TDR perlu di
susun untuk menjaga agar pada suatu kondisi tertentu bila tejadi hal- hal yang dapat
merrugikan pihak pengembang, misalnya pada kawasan tertentu kemudian terjadi
perubahan penggunaan kawasan tersebut atau ditetapkan sebagai kawasn

c.

lindung, maka agar pihak pengembang tidak dirugikan, pemerintah kota dapat
mengalihkan hak tersebut ke kawasan lain, dengan demikian pemerintah kota tidak
semena- mena, menghargai sesuatu hak pihak lain. Jadi imlementasi dari TDR ini
perlu diperkenalkan dan dimasyarakatkan.
Antidemolition ordinance adalah ketentuan-ketentuan yang melarang perobohan
atau pembongkoran suatu bangunan dengan alasan apapun kecuali bila memang
akan membahayakan masyarakat. Ketentuan ini diperlukan untuk melindungi
bangunan bersejarah dan bernilai arsitektur tinggi atau mencegah maksud-maksud
mencari keuntungan ekonomi dari pengembang.
Antidemolition ordinance sangat diperlukan di Indonesia, karena hampir semua
daerah di Indonesia memiliki bangunan bersejarah. Sehingga ordinance diperlukan
untuk menjaga nilai-nilai kesejarahan dan aset budaya yang ada.

JAWABAN SOAL NOMOR 4


Urban Design Policy
1. Urban Design Policy merupaka kerangka kerja untuk melaksanakan suatu kegiatan
2. Urban Design Policy bukan merupakan goals atau objective, tapi lebih merupakan
strategi implementasi
3. Urban Design Policy merupakan metoda tak langsung yang mencakup instrument
regulasi untuk keperluan implementasi, program investasi, atau instrumen lain yang
membuat indirect design bisa diimplementasikan.
4. Urban Design Policy bersifat fleksibel agar bisa mengakomodasi rancanganrancangan yang khas dan spesifik.
Urban Design Plan
1. Urban Design Plan dikembangkan mengikuti kerangka policy yang telah ditetapkan
2. Urban Design Plan merupakan penggambaran tiga dimensi dari policy
3. Urban Design Plan dapat dibuat dalam batas- batas tertentu mulai generalitas
sampai detail dan kemudian diperbaharui dari waktu ke waktu
4. Terdapat dua produk yang dominan yakni master plan atau development plan yang
berhubungan dengan fisik lingkungan, dan comprehensive plan yang menjelaskan
kebijakan umum komunitas.
Urban Design Guideline
1. Urban Design Guideline merupakan panduan desain yang lebih spesifik dibanding
urban design policy dan urban design plan
2. Urban Design Guideline menjadi panduan yang bersifat prescriptive dan performance
3. Urban Design Guideline mencakup tujuan dan sasaran panduan, klasifikasi masalah
yang dihadapi, kemudahan aplikasi atau penerapan, dan contoh ilustrasi dari
beberapa aplikasi.
4. Urban Design Guideline lebih memfokuskan pada pengembangan yang sesuai
dengan karakteristik distrik atau lokasi kota yang spesifik yang membutuhkan
perlakuan spesifik.
Urban Design Program
1. Design program selalu merujuk pada implementasi proses atau keseluruhan proses
rancangan.
2. Pemanfaatan perkumpulan komunitas merupakan pendekatan positif dalam
mengaplikasikan design programs.
3. Program merupakan tugas atau kewajiban lembaga atau pemerintah.
4.

Daftar Pustaka
Murod, Chairul. 2005. Tinjauan Umum Implementasi : Mekanism Legal (Implementation :
Legal Mechanisms) di Kota Palembang. Laporan Penelitian. Universitas
Sriwijaya. Palembang
Purwadio, Heru. 2005. Diktat Perancangan Kota I. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
ITS. Surabaya.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Septiana, Tiara Citra. 6 November 2014. Neraca Penatagunaan Tanah.
http://kasihdalamkata.blogspot.com/2012/03/neraca-penatagunaantanah.html

Anda mungkin juga menyukai