Wrap Up sk3 Respi Asma
Wrap Up sk3 Respi Asma
Daftar Isi1
Skenario.2
Kata Sulit...3
Pertanyaan.4
Jawaban Pertanyaan.4
Hipotesis 5
Sasaran Belajar.6
Daftar Pustaka45
Skenario 3
SESAK NAFAS
Seorang anak perempuan, umur 7 tahun, dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan
sulit bernafas. Tiga hari yang lalu pasien ada demam, batuk dan pilek. Pasien sudah diberi obat
namun belum ada perubahan. Menurut ibunya, paisen menderita alergi makanan terutam ikan
laut. Ayah pasien mempunyai riwayat alergi.
Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi: terlihat pernapasan cepat dan sukar serta adanya retraksi daerah supraklavikular,
suprasternal, epigastrium dan sela iga. Frekwensi nafas 48x/menit, disertai batuk-batuk
paroksismal dengan ekspirasi memanjang.
- Palpasi: fremitus taktil dan vocal dalam batas normal
- Perkusi: hipersonor pada seluruh toraks
- Auskultasi: suara bronkial dengan bunyi kasar/mengeras, ronkhi kering serta ronkhi
basah serta suara lender dan wheezing.
Pasien di diagnosis sebagai Asma akut episodic sering.
Penanganan yang diberikan berupa -agonis secara nebulisasi.
Pasien diobservasi selama 1-2 jam, apabila respon baik pasien dipulangkan dengan dibekali obat
bronkodilator.
Pasien dianjurkan kontrol ke Klinik Rawat Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya.
KATA-KATA SULIT
1. Retraksi
: Tindakan menarik kembali
2. Nebulisasi
: Teknik perasapan obat yang diberikan pada pasien, sehingga obat
tetap masuk ke saluran pernapasan, walaupun dalam kondisi sulit bernapas.
3. Batuk paroksismal
:Serangan batuk yang sifatnya mendadak dan berulang-ulang
4. Fremitus
: Getaran yang terasa pada palpasi
5. Hipersonor
:Pemanjangan dan intensifikasi yang dihasilkan dengan
mengirimkan getarannya ke suatu rongga yang berlebihan
6. Suara bronkial
: Suara napas dengan nada tinggi, seperti meniup melalui sebuah
tabung. Biasanya terdengar didaerah manubrium sterni.
7. Wheezing
: Suara tambahan saat bernapas karena adanya hambatan
8. Asma
: Suatu penyakit kronik yang menyerang saluran pernapasan pada
paru dimana terdapat peradangan pada dinding rongga bronkial, sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran napas dan menjadi sesak napas
9. Fremitus vocal
: Getaran yang disebabkan oleh bicara
10. Fremitus taktil
: Vocal fremitus yang terasa pada dinding dada
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
HIPOTESIS
Asma disebabkan karena adanya penyempitan saluran pernapasan akibat hipersensitivitas
terhadap alergen yang didukung oleh faktor genetik yang memicu inflamasi pada saluran
napas, sehingga ekspirasi memanjang dan pasien sulit bernapas. Dalam kondisi ini, otototot pernapasan akan bekerja sehingga terjadi retraksi. Asma ditangani dengan nebulizer
-agonis, kortikosteroid, oksigen, dan leuktrien inhibitor.
SASARAN BELAJAR
Asma adalah penyakit yang dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul segala usia,
meskipun demikian, umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah
lima tahun dan orang dewasa pada usia sekitar tiga puluh tahunan.
a) Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
Reaksi antigen-antibodi
Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b) Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan asma, yaitu faktor
alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain seperti bahan iritan, asap rokok,
refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan bahan kimia, endokrin, serta faktor anatomi dan
fisiologi.
Alergen makanan
Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan serangan asma banyak
ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah 3
tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir
kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa penyebab utama adalah
ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan penyebabnya ini sering menetap, walaupun
demikian dapat diprovokasi tiap 6 bulan.
Alergen hirup
Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
1. Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu anjing
atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai di negara-negara tropis,
juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim.
2. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di negara-negara
4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada musim panas, jamur pada
musim panas dan gugur.
Tungau debu rumah
Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di dalam debu rumah,
dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah penyebab utama penyakit alergi, khususnya
asma bronkial, rinitis alergi dan belakangan ini diduga sebagai penyebab dermatitis atopik.
TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit dilihat tanpa
sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis Dermatophagoides pteronyssinus diperlukan suhu
sekitar 25-30oC, dengan kelembaban nisbi diatas 50% dan untuk jenis D. farinae dapat bertahan
hidup sampai suhu 15oC dan kelembaban nisbi 40%. Populasi TDR banyak ditemukan pada
permukaan kasur baik dari kapuk maupun dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan
serpihan kulit manusia.
Infeksi saluran napas
Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus, terbanyak respiratory syncytial
virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar.
Akibat infeksi virus terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada reseptor
aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma. Mengi pertama pada
bayi perlu dipertimbangkan antara bronkiolitis atau sebagai serangan pertama asma. Keduanya
bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu dengan yang lain. Demikian pula pada
perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan
3 kali lebih besar untuk berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal.
Infeksi bakteri umumnya jarang ada hubungannya dengan serangan asma.
Emosi
Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi pelepasan asetilkolin
dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus dapat bersumber dari masalah antara kedua
orang tua, antara orang tua dengan anak, atau masalah dengan guru di sekolah.
Latihan jasmani
Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA) dapat terjadi akibat lari
bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat dan lembab, EIA jarang
timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih enak,
tetapi setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan pada
beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah konstriksi
bronkus yang pertama.
Faktor lain
Bahan iritan. Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair spray, parfum, udara
dan air dingin, juga ozon dan bahan industri kimia yang dapat menimbulkan
hiperreaktivitas bronkus dan inflamasi.
Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat dihirup, seperti
hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin, nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap
rokok atau asap obat nyamuk bakar dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia,
menurunkan klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta efek bakterisid
makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus.
Refluks gastroesofagus. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat memperberat asma
pada anak dan merupakan salah satu penyebab asma nokturnal.
Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma melalui proses
alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang dewasa adalah antara 4-28%, tetapi
jarang pada anak. Obat lain yang perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma
adalah obat antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason, asam mefenamat,
dan b-bloker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin, mempunyai kemungkinan
besar juga alergi terhadap bahan-bahan kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk
kapsul obat) dan sodium benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman.
Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera sebelum atau setelah
menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat memperberat asma.
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah
usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and
Allergy in Children) tahun 1995melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada
tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%,
sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran tersebut,
terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
serius. (Iris, 2008)
LO 1.4. Klasifikasi Asma Bronkhial
Asma dibedakan jadi dua jenis, yakni asma bronkial dan kardial. Penderita asma
bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah,
bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, risiko kematian bisa datang.
Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot
polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan
lendir yang berlebihan.
Sedangkan asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung disebut asma kardial. Gejala
asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian
ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannya dan gambaran
dari obstruksi saluran nafas. Yang terpenting adalah berdasarkan derajad berat ringannya
serangan, karena berhubungan secara langsung dengan pengobatan yang akan diberikan.
10
spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan
karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam
rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari
siklus biologis.
2. Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi:
Asma Intrinsik
Asma Idiopatik
Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik
sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang
heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme
yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas
30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat berlangsung
lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat
dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat
meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat
menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi keluarga jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %.
Ditinjau dari berat ringannya penyakit menurut Global Initiative For Asthma
Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas sehari-hari secara
serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi
11
serangan asma yang mengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila
SaO2 91%, PEFR 80 liter per menit, FEV1 0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal dan suprasternal, pulsus
paradoksus 20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengi ekspirasi yang jelas.
Asma Episodik Jarang
75% populasi asma anak
Episode yang terjadi <1x per 46 minggu,
wheezing setelah aktivitas berat,
Tanpa gejala diantara episode serangan
Fungsi paru yang normal diantara serangan
Terapi profilaksis tidak dibutuhkan
Asma Episodik Sering
20% populasi asma
Serangan lebih sering
wheezing pada aktivitas sedang
dapat dicegah dengan pemberian 2-agonis
Gejala terjadi kurang 1x/minggu
Fungsi paru diantara serangan normal atau hampir normal
Perlu controller (pengendali)
Asma Persisten
5% anak asma
Episode akut yang sering,
wheezing pada aktivitas ringan
diantara interval gejala membutuhkan b2-agonis lebih dari 3 kali/minggu baik karena terbangun
malam hari maupun dada terasa berat pada pagi hari
Perlu controller (pengendali)
12
volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1 ). Fase ini dikenal sebagai reaksi asma
segera (RAS) atau Early Asthmatic Reaction (EAR), dimana obstruksi mencapai
puncaknya pada 15 sampai 20 menit setelah paparan dengan alergen, dan berakhir kurang
lebih 60 menit kemudian.
Reaksi imunologi yang timbul akibat paparan alergen, pada awalnya menimbulkan fase
sensitisasi. Fase ini merangsang terbentuknya IgE spesifik oleh sel plasma dan IgE ini
akan melekat pada reseptor Fc pada membran sel mast dan basofil. Rangsangan
berikutnya oleh alergen yang serupa menimbulkan reaksi fase awal. Hal ini dikarenakan
terjadinya degranulasi dari sel mast yang akan melepaskan mediator-mediator yang ada di
dalam granul sel mast yaitu histamin, neutral protease dan proteoglikan (preformed
molecules) dan prostaglandin, leukotrien dan sitokin (newly generated molecules).
Histamin mempunyai efek vasoaktif langsung dan spasmogenik otot polos. Sedangkan
PGD2 mempunyai aktivitas bronkospasme yang sangat kuat dan memperberat
hiperrespon saluran nafas terhadap inhalasi histamin dan metakolin. LTC 4, LTD4 dan
LTE4 menyebabkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan hipersekresi mukus.
Mediator-mediator tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada bronkus, yaitu akan
terjadi spasme dari bronkus, hipersekresi kelenjar, udema dan peningkatan permeabilitas
kapiler dan hal ini secara klinis merupakan manifestasi serangan asma akut.
Setelah 4 sampai 6 jam kemudian, akan terjadi proses selanjutnya yaitu reaksi asma
lambat (RAL) atau late phase reaction (LPR), dan biasanya menetap dalam 24 sampai 48
jam Reaksi asma lambat berhubungan dengan perekrutan sel inflamasi kedalam saluran
nafas. Cairan BAL pada fase APR menunjukkan peningkatan level histamin dan tryptase,
yang mencerminkan aktivasi sel mast. Eosinofilia saluran nafas dimulai 4 sampai 6 jam
setelah paparan alergen pada LPR. Eosinofil dan limfosit dalam saluran nafas teraktivasi
yang ditunjukkan oleh marker aktivasi sel permukaan dan pelepasan granul protein
eosinofil. Jumlah makrofag saluran nafas juga meningkat.
13
14
15
16
17
18
baru. Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas
(standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
Variasi diurnal memakai PEF lebih dari 20% adalah diagnostik untuk asma, tetapi perlu diingat
bahwa asma intermitten ringan atau pada penyakit yang sangat berat, variabilitas sebesar ini tiodak
dijumpai. 8.11
C. Penilaian Status Alergi
Skin tes dengan memakai alergen merupakan pemeriksaan utama untuk mengetahui adanya reaksi
alergi dan Prick Test adalah yang tersering digunakan. Tes ini sangat sederhana, cepat, murah dan
sangat sensitif, tetapi bila tidak dilakukan dengan baik dapat menyebabkan terjadinya false positif
maupun negatif. Pengukuran IgE spesifik dalam serum mempunyai nilai yang tinggi, tetapi tidak
dapat mengalahkan skin tes dan relatif lebih mahal. Riwayat paparan dengan alergen yang
berhubungan dengan gejala harus dipastikan melalui anamnesa. Tes provokasi bronkus kadang
dikerjakan, tetapi jarang untuk kepentingan diagnostik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat ditegakkan
bila didapatkan :
Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1 (forced
expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada detik pertama) 15%
Kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator
Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal akan
menunjang diagnosis
Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya komplikasi pada saat
serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan asma
persisten atau sulit diatasi.
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP)
dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu
sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang
jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari
2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Manfaat pemeriksaan spirometri dalam
diagnosis asma :
19
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat
membantu diagnosis asma
Menilai derajat berat asma
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah,
mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan
termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/
dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah seharihari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa
membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas. Manfaat APE dalam diagnosis asma:
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid
(inhalasi/ oral , 2 minggu)
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian
selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat
klasifikasi)
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu
APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran
nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi
normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk mendapatkan nilai
tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara :
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai APE pagi hari
sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodilator.
Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah
bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20%
dipertimbangkan sebagai asma.
APE malam - APE pagi
Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %
20
Contoh :
Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan didapatkan APE pagi
terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (% of the
recent best) adalah 300/ 400 = 75%. Metode tersebut paling mudah dan mungkin dilakukan
untuk menilai variabiliti.
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan
pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian
penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah
terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,
edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan
hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat,
tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi
dan penggunaan otot bantu napas.
Diagnosis banding asma antara lain sbb :
Dewasa
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Bronkitis kronik
Gagal Jantung Kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru
Anak
Benda asing di saluran napas
Laringotrakeomalasia
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis
21
Tujuan :
kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.
Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan
tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral
(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa
dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak
belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat
diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan
oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke
ICU.
22
Inhalasi kortikosteroid
2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
ALGORITMA
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH
Penilaian berat serangan
Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik / prediksi
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral
23
Jenis obat
Golongan
Nama generik
Bentuk/kemasan obat
24
Pengontrol
Steroid inhalasi
Flutikason propionat
IDT
Budesonide
IDT, turbuhaler
Antileukokotrin
Zafirlukast
Oral(tablet)
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Oral(injeksi)
Prednison
Oral
Prokaterol
Oral
Formoterol
Turbuhaler
Salmeterol
IDT
Flutikason + Salmeterol.
IDT
Budesonide + formoterol
Turbuhaler
Salbutamol
(Antiinflamasi)
Agonis beta-2
kerjalama
Pelega
(Bronkodilator)
Terbutalin
IDT
Prokaterol
IDT, solution
Antikolinergik
Fenoterol
IDT, solution
Ipratropium bromide
Metilsantin
Oral
Teofilin
Oral, injeksi
25
Aminofilin
Oral
Oral, inhaler
Metilprednisolon
Oral
Prednison
IDT
: Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama
dengan spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan
melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma
terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang
menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu
asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak
terkontrol (tabel 5).
Karakteristik
Terkontrol
Terkonrol
Tidak
Sebagian
Terkonrol
26
Gejala harian
Pembatasan aktivitas
Gejala
nokturnal/gangguan
tidur (terbangun)
Kebutuhan
reliever atau
rescue
Tidak ada (dua kali Lebih dari dua Tiga atau lebih gejala
atau
kurang kali seminggu
dalam
kategori Asma
perminggu)
Terkontrol
Sebagian,
muncul sewaktu waktu
Tidak ada
Sewaktu-waktu
dalam seminggu
dalam seminggu
Tidak ada
Normal
Tidak ada
FEV1*)
Eksaserbasi
Sewaktu waktu
dalam seminggu
27
Keterangan :
*)
**)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
adekwat
***)
Serangan berat
Serangan yang mengancam jiwa
Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi dosis
rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400
mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol).
Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll
28
Penilaian Awal
Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adre
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral
Respons baik
Respons Tidak Sempurna
Respons buruk dalam 1 jam
Respons baik dan stabil dalam 60 menitResiko tinggi distress
Resiko tinggi distress
Pem.fisi normal
Pem.fisis : gejala ringan sedangPem.fisis : berat, gelisah dan kesadar
APE >70% prediksi/nilai terbaik
APE < 30%
APE > 50% terapi < 70%
Saturasi O2 tidak perbaikan
PaCO2 < 45 mmHg
Pulang
Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
Dirawat di RS
Dirawat di ICU
Membutuhkan kortikosteroid oral
Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik
Inhalasi agonis beta-2 + anti kolin
Edukasi pasien
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid IV
Memakai obat yang benar
Aminofilin drip
Pertimbangkan agonis beta-2 inje
Ikuti rencana pengobatan selanjutnya
Terapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker
Aminofilin
venturi
drip
Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin
Mungkin perlu intubasi dan ventil
Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi
Tidak Perbaikan
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12
29
Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)
Serangan berat
Serangan ringan
Serangan sedang
(nebulisasi 3x,
(nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang)
(nebulisasi 1-3x,
respons buruk)
observasi 2 jam
respons parsial)
sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi
berikan oksigen (3)
jika efek bertahan, boleh pulang
pasang jalur parenteral
nilai kembali
derajat serangan,
jika sesuai sedang
dgn serangan
sedang,
observasi
di Ruang
Rawat
Sehari/observasi
nilai ulang
klinisnya,
jika sesuai
dengan
serangan
berat, rawat di Ruan
jika gejala timbul
lagi, perlakukan
sebagai serangan
foto Rontgen toraks
pasang jalur parenteral
tatan:
menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik
a terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
uk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi
30
> 3x
< 3x
P
E
Asma persisten
(-)
(+)
(-)
N
G
H
I
N
D
A
R
A
N
(+)
(-)
(+)
*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis
31
b.
c.
d.
e.
f.
g.
32
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta
penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan
terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan
pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanakkanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi
dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif
berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai
dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi Pada Anak
LO 2.1. Prinsip Kerja Terapi Inhalasi
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui
hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering
terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis
lainnya.
Cara memberikan obat melalui hirupan tersebut dikenal sebagai terapi inhalasi. Secara garis besar ada
3 macam alat/jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer, MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder
inhaler). Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi memiliki
keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik, yaitu langsung ke organ sasaran,
awitan kerja lebih singkat, dosis obat lebih kecil, dan efek samping juga lebih kecil.
Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas adalah obat dapat sampai
pada organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru,
onset kerjanya cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di dalam darah
sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik tercapai yang ditandai dengan tampaknya
perbaikan klinis. Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain refleks batuk,
bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap masuk dan mengendapnya partikel
obat sehingga akan mengeliminasi obat inhalasi. Namun dengan memperhatikan metode untuk
menghasilkan aerosol serta cara penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran partikel
yang dihasilkan dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di saluran napas maka diharapkan
obat terdeposisi secara efektif.
Ukuran partikel akan mempengaruhi sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel
berukuran > 15 mm tersaring oleh filtrasi rambut hidung sedangkan > 10 mm akan mengendap di
hidung dan nasofaring. Partikel yang besar ini terutama mengendap karena benturan inersial bila
terdapat aliran udara yang cepat disertai perubahan arah atau arus urbulen. Partikel berukuran 0,5 5
mm akan mengendap secara sedimentasi karena gaya gravitasisedangkan partikel berukuran < 0,1 mm
akanmengendap karena gerak Brown. Dengan demikian untuk mendapatkan manfaat obat yang
optimal, obat yang diberikan secara inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran
pernapasan. Bentuk aerosol yang digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan partikel dalam
aerosol yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 m atau 1-7 m Penelitian lainnya mendapatkan bahwa
partikel berukuran 1-8 m mengalami benturan dan pengendapan di saluran nafas besar, kecil, dan
alveoli.
33
Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat
mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk
aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut
(orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi
(penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang
baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler,
Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya
menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.
34
dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12% larutan akan terdeposit di paru-paru.7
Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa
menimbulkan efek samping.
2. Metered dose inhaler (MDI)
Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan
teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan
aktif obat disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan yang biasa
digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon = CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini
mulai dikembangkan penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak merusak
lapisan ozon. Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung (kanister) tetap
berbentuk cairan. Bila canister ditekan, aerosol disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30
m/detik dalam bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung aktuator
ukuran partikel berkisar 35 m, pada jarak 10 cm dari kanister besarnya menjadi 14 m, dan setelah
propelan mengalami evaporasi seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 m. Dengan teknik inhalasi
yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings karena kecepatan yang tinggi
dan ukurannya besar, 10% tetap berada dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang
disemprotkan akan sampai ke dalam paru-paru.
Pada cara inhalasi ini diperlukan koordinasi antara penekanan kanister dengan inspirasi napas. Untuk
mendapatkan hasil optimal maka pemakaian inhaler ini hendaklah dikerjakan sebagai berikut:
1. terlebih dahulu kanister dikocok agar obat tetap homogen, lalu tutup kanister dibuka
2. inhaler dipegang tegak kemudian pasien melakukan ekspirasi maksimal secara perlahan
3. mulut kanister diletakkan diantara bibir, lalu bibir dirapatkan dan dilakukan inspirasi perlahan
sampai maksimal
4. pada pertengahan inspirasi kanister ditekan agar obat keluar
5. pasien menahan nafas 10 detik atau dengan menghitung 10 hitungan pada inspirasi maksimal
6. setelah 30 detik atau 1 menit prosedur yang sama diulang kembali
7. setelah proses selesai, jangan lupa berkumur untuk mencegah efek samping.
Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien menggunakan obat asma jenis MDI.
Langkah di atas sering tidak diikuti sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek
samping yang tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi beberapa kesalahan yang sering
dijumpai antara lain kurangnya koordinasi pada saat menekan kanister dan saat menghisap, terlalu
cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat setelah inspirasi, tidak mengocok kanister sebelum digunakan,
dan terbalik pemakaiannya. Kesalahankesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak yang lebih
muda, manula, wanita, dan penderita dengan social ekonomi dan pendidikan yang rendah.
MDI dengan spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut sehingga kecepatan
aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang dan akan dihasilkan partikel berukuran kecil yang
berpenetrasi ke saluran pernafasan perifer. Hal ini merupakan kelebihan dari penggunaan spacer
karena mengurangi pengendapan di orofaring. Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml)
dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml.
Untuk bayi dianjurkan menggunakan spacer volume kecil (babyhaler) agar aerosol yang dihasilkan
lebih mampat sehingga lebih banyak obat akan terinhalasi pada setiap inspirasi. Beberapa alat
dilengkapi dengan katup satu arah yang akan terbuka saat inhalasi dan akan menutup pada saat
ekshalasi misalnya Nebuhaler (Astra), Volumatic (A&H). Pengendapan di orofaring akan berkurang
yaitu sekitar 5% dosis yang diberikan bila digunakan spacer dengan katup satu arah. Pada spacer
35
tanpa katup satu arah, pengendapan di orofaring sekitar 8-60% dosis. Dengan penggunaan spacer,
deposit pada paru akan meningkat menjadi 20% dibandingkan tanpa spacer. Penggunaan spacer ini
sangat menguntungkan pada anak karena pada anak koordinasinya belum baik. Dengan bantuan
spacer, koordinasi pada saat menekan kanister dengan saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan
tidak memerlukan koordinasi. Apabila spacer ini tidak tersedia maka sebagai penggantinya bisa
digunakan spacer sederhana yang murah dan mudah dibuat yaitu dari plastic coffee cup yang
dilubangi dasarnya untuk tempat aerosol. Cara ini sudah terbukti bermanfaat hanya untuk
bronkodilator dan belum dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan steroid.
Easyhaler
Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan alternatif dari MDI. Komponennya
terdiri dari plastik dan cincin stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200
dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara menekan puncak alat (overcap)
yang akan memutari silinder (metering cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis
berisi sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran udara ke arah mouthpiece
berbentuk corong dengan tujuan untuk mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas. Terdapat
takaran dosis yang berguna untuk memberi informasi kepada pasien mengenai sisa dosis obat.
Pelindung penutup berguna untuk mencegah kelembaban. Partikel obat yang halus (<10 ) sulit untuk
melayang jauh dan cenderung untuk menggumpal, oleh karena itu zat aktif tersebut dicampur dengan
sejumlah kecil laktosa yang berperan sebagai pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa cukup
besar untuk deposit di saluran napas bawah sehingga diharapkan akan jatuh di orofaring. Keadaan ini
mempunyai keuntungan untuk memberitahukan pada penderita bahwa obatnya benar terhisap dengan
rasa manis di mulut.
3. Dry Powder Inhaler
Pada awalnya di tahun 1957 jenis inhaler ini digunakan untuk delivery serbuk antibiotik. Selanjutnya
banyak penelitian uji klinis yang menunjukkan bahwa DPI bisa digunakan untuk pengobatan asma
anak. Dalam perkembangannya pada tahun 1970 dibuat inhaler yang hanya memuat serbuk kering
dosis tunggal seperti misalnya spinhaler dan rotahaler, dan akhir tahun 1980 diperkenalkan inhaler
yang memuat multiple dosis yaitu yang dikenal dengan diskhaler (8 dosis) dan turbuhaler. Beberapa
tahun terakhir ini diperkenalkan diskus (di Inggris dikenal dengan accuhaler) yang memuat 60 dosis
dan dapat dipergunakan untuk 1bulan terapi.6 Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan sehingga
mempunyai kelebihan dari MDI. Penggunaan obat serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi
yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat
dilakukan, sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak yang lebih besar,
penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan
dengan MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih konstan dibandingkan
MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer
sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku. Hal ini yang juga
memudahkan pasien dan lebih praktis.
Pada tata laksana asma harus dibedakan dua hal penting yaitu tata laksana serangan dan tata
laksana jangka panjang. Seorang anak yang telah didiagnosis asma harus ditentukan klasifikasinya.
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanganan Asma (KNAA) klasifikasi asma di luar serangan adalah
asma episodik jarang, episodic sering, dan asma persisten.23 Pada asma episodik jarang, tidak
diperlukan obat pengendali (controller) untuk tata laksana jangka panjangnya sedangkan pada asma
episodik sering dan asma persisten harus diberikan obat pengendali. Obat pengendali dari golongan
antiinflamasi yang sering digunakan adalah budesonid, beklometason dipropionat, flutikason, dan
golongan natrium kromoglikat.23 Bila terjadi serangan maka digunakan obat pereda (reliever). Obat
yang sering digunakan yaitu golongan bronkodilator seperti metilsantin (teofilin), agonis, dan
ipratropium bromida.
Obat-obat ini dapat digunakan secara oral, parenteral, dan inhalasi, tetapi untuk metilsantin
36
pemberian secara oral dan intravena lebih dipilih daripada inhalasi karena obat ini menyebabkan
iritasi saluran napas.Telah diketahui secara luas bahwa obat antiinflamasi yang sering digunakan
adalah golongan steroid. Mekanisme dasar asma adalah terjadinya reaksi inflamasi sehingga
pengendalian dengan obat antiinflamasi sangat dianjurkan pada asma episodik sering dan persisten.
Namun harus disadari penggunaan kortikosteroid jangka panjang peroral atau parenteral dapat
mengganggu tumbuh kembang anak secara keseluruhan selain efek samping lain yang mungkin
timbul seperti hipertensi dan moon-face. Untuk itu pemberian inhalasi sangat dianjurkan. Jenis terapi
inhalasi yang diberikan dapat disesuaikan dengan usia pasien dan patokan ini tidak berlaku secara
kaku. Patokan yang diajukan oleh Dolovich dan Everard di bawah ini dapat dipakai sebagai acuan.
Bagaimana sebenarnya penggunaan obat inhalasi pada asma anak dapat diterangkan sebagai berikut:
Tata laksana saat serangan Pada saat serangan obat yang digunakan adalah obat golongan
bronkodilator dan yang sering digunakan yaitu 2 agonis yang dapat diberikan sendiri atau bersamasama dengar ipratropium bromid. Pada serangan asma yang ringan obat inhalasi yang diberikan hanya
2 agonis saja meskipun ada juga yang menambahkan dengan ipratropium bromida. Schuch dkk
dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dengan menggunakan 2 agonis saja dapat meningkatkan
FEV dan menghilangkan gejala serangannya, sedangkan penambahan ipratropium bromida akan
meningkatkan FEV1 yang lebih tinggi lagi. Pada serangan asma yang berat, KNAA menganjurkan
pemberian 2 agonis bersama-sama dengan ipratropium bromid.Pemberian cara nebulizer untuk usia
18 bulan- 4 tahun dianjurkan menggunakan mouthpiece daripada masker muka untuk menghindarkan
deposisi obat di muka dan mata.
Apabila dengan pemberian inhalasi obat tersebut serangan asma tidak teratasi/sedikit
perbaikan maka dapat diberikan steroid sistemik. Pemberian steroid sistemik perlu diperhatikan pada
anak dengan serangan asma yang sering karena anak ini berisiko mengalami efek samping akibat
pemberian steroid sistemik berulang kali seperti supresi adrenal, gangguan pertumbuhan tulang, dan
osteoporosis. Untuk mengurangi pemberian steroid oral berulang, maka sebagai alternatifnya dapat
diberikan inhalasi budesonid dosis tinggi (1600 mg perhari) pada anak yang serangan asmanya tidak
teratasi dengan penanganan inhalasi 2 agonis di rumah dan mereka belum/tidak perlu perawatan di
rumah sakit. Penggunaan obat pereda secara inhalasi pada serangan asma sangat bermanfaat dan
justru sangat dianjurkan, namun demikian penggunaannya masih belum banyak. Hal ini
dimungkinkan karena penggunaannya yang belum banyak diketahui dan harga obat masih mahal. Hal
ini berlaku bukan hanya di Indonesia, tetapi juga berlaku di negara maju. Penggunaannya pada orang
dewasa lebih banyak dibandingkan dengan anak. Tata laksana di luar serangan Obat inhalasi di luar
serangan asma hanya diberikan apabila memerlukan obat pengendali; yang biasa digunakan adalah
natrium kromoglikat dan golongan steroid. Natrium kromoglikat menurut KNAA diberikan apabila
termasuk asma episodik sering sedangkan penggunaan steroid dapat diberikan pada asma episodik
sering dan asma persisten. Natrium kromoglikat menunjukkan absorbsi yang tidak baik sehingga
hanya efektif bila diberikan secara inhalasi. Obat ini tersedia dalam nebuliser solution , serbuk
aerosol dan aerosol dengan dosis 20 mg untuk nebulizer atau 2 mg secara aerosol.
Penggunaan steroid pada asma anak masih jarang mengingat samping yang mungkin
ditimbulkan. Namun beberapa peneliti telah membuktikan bahwa dengan penggunaan yang tepat
37
dengan dosis, cara, dan jenis yang sesuai maka efek samping dapat dikurangi. Penggunaan obat
inhalasi yang salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah mulut, suara
serak, dan efek lainnya. Dengan inhalasi sebagian obat juga akan beredar ke seluruh tubuh melalui
sistem gastrointestinal dan selanjutnya akan dielimininasi melalui hati sehingga dalam peredaran
sistemik kadarnya berkurang. Obat yang baik adalah yang dapat elimininasi tubuh dengan baik artinya
kadar di dalam sirkulasi menjadi kecil. Penggunaan steroid inhalasi pada asma episodik sering dan
asma persisten memerlukan waktu yang lama dan dosis yang mungkin bervariasi. Pada awal
pengobatan dapat diberikan dosis tinggi (400-800 mg per hari) dan diturunkan secara perlahan sampai
tercapai dosis optimum untuk anak tersebut dan dipertahankan pada dosis optimum untuk beberapa
lama dan kemudian diturunkan secara bertahap sampai pada akhirnya kalau memungkinkan tidak
digunakan samasekali. Penggunaan waktu lama (sekitar 2-3 tahun) dengan dosis 400 mg perhari tidak
mengganggu proses tumbuh kembang anak. Untuk bayi dan anak berusia di bawah 4 tahun yang
memerlukan steroid inhalasi dapat digunakan suspensi budesonide inhalasi (pulmicort respules) yang
diberikan dengan nebuliser. Jadi penggunaan steroid inhalasi dapat lebih aman apabila kita
mengetahui cara penggunaannya.
Obat-obat yang umum digunakan
Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu
Nebulisasi jet
Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%)
5 ml
b-agonis/antikolinergik/steroid
Lihat tabel 2
Waktu
10-15 menit
10 ml
3-5 menit
Sediaan
Dosis nebulisasi
Golongan b-agonis
Fenoterol
Berotec
Solution 0,1%
5-10 tetes
Salbutamol
Ventolin
Nebule 2,5 mg
1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin
Bricasma
Respule 2,5 mg
1 repsule
Solution 0,025%
Golongan antikolinergik
Ipratropium
bromide
Atroven
Golongan steroid
Budesonide
Pulmicort
Respule
Fluticasone
Flixotide
Nebule
38
Nama
Generik
Nama Dagang
Sediaan
Dosis
Prednisolon
Medrol, Medixon
Tablet
Lameson, Urbason
4 mg
Hostacortin,
Pehacort, Dellacorta
Tablet
Kenacort
Tablet
Prednison
Triamsinolon
5 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
4 mg
Steroid Injeksi :
Nama Generik
Nama Dagang
Sediaan
Jalur
Dosis
M. prednisolon
Solu-Medrol
Vial 125 mg
IV / IM
1-2 mg/kg
suksinat
Medixon
Vial 500 mg
HidrokortisonSuksinat
Solu-Cortef
Vial 100 mg
Silacort
Vial 100 mg
Deksametason
Oradexon
Ampul 5 mg
Kalmetason
Ampul 4 mg
Fortecortin
Ampul 4 mg
Corsona
Ampul 5 mg
Celestone
Ampul 4 mg
Betametason
tiap 6 jam
IV / IM
4 mg/kgBB/x
tiap 6 jam
IV / IM
0,5-1mg/kgBB bolus,
dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam
IV / IM
39
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22 ed.). Jakarta: EGC.
Gunawan, et al. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/ SK/XI/2008
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004
Pedoman Asma Depkes RI
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia.
Rahajoe N, dkk 2004.Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI
Sari Pediatri, Vol.4, No.2 September 2002
Suardi, Adi Utomo, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : IDAI
Sudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
UKK Pulmonologi PP IDAI. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak.
40