Rossy
Triana
(40611703
2)
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. E
Umur
: 34 th
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS
Alamat
: Buaran Mayong
Keluhan Utama :
Mata kiri terasa mengganjal
Rossy
Triana
(40611703
2)
Pasien juga mengeluhkan kedua mata kabur saat membaca jarak jauh sejak 1
tahun lalu. Riwayat pemakaian kacamata (+).
Riwayat DM (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat alergi (-)
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini
:
100/70 mmHg
:
80 kali / menit
:
tidak dilakukan
20 x / menit
:
Baik
:
Compos mentis
:
Cukup
Rossy
Triana
(40611703
2)
B. STATUS OPTHALMOLOGI
OCULI
DEXTRA(OD)
6/24 F2
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal
Enoftalmus (-)
Eksoftalmus (-)
PEMERIKSAAN
OCULI
Visus
Koreksi
SINISTRA(OS)
6/24
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal
Bulbus okuli
Enoftalmus (-)
Eksoftalmus(-)
Strabsmus (-)
Strabismus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Blefarospasme (-)
Lagoftalmus (-)
Ektropion (-)
Entropion (-)
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Infiltrat (-)
Palpebra
Konjungtiva
Edema (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Blefarospasme (-)
Lagoftalmus (-)
Ektropion (-)
Entropion (-)
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+)
Infiltrat (-)
Putih
Bulat
Edema (-)
Infiltrat (-)
Sikatriks (-)
Putih
Sklera
Bulat
Sedikit keruh
Infiltrat pada permukaan kornea,
Kornea
sikatriks (-)
Jernih
Kedalaman cukup
Hipopion (-)
Hifema (-)
Edema (-)
Sinekia (-)
Rossy
Triana
(40611703
2)
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Iris
Reguler
3mm
Letak sentral
Refleks pupil L/TL: +/+
Jernih
Tidak dilakukan pemeriksaan
+ (Cemerlang)
N
Epifora (-), Lakrimasi (-)
Reguler
Pupil
Lensa
Retina
Fundus Refleks
TIO (digital)
Sistem Lakrimasi
3mm
Letak sentral
Refleks pupil L/TL: +/+
Jernih
Tidak dilakukan pemeriksaan
+ (Sedikit suram)
N
Epifora (-), Lakrimasi (+)
IV. RESUME
a. SUBJEKTIF
OS
Terasa mengganjal sejak 1 minggu yang lalu.
Mengucek-ucek matanya sejak 2 hari yang lalu.
Disertai mata merah, nerocos, nyeri, silau saat melihat cahaya,
dan
penglihatannya kabur, tidak mengeluh sakit kepala, dan tidak mengeluh sakit
di sekitar mata bila dihadapkan pada cahaya.
OD
Rossy
Triana
(40611703
2)
b. OBJEKTIF
OCULI DEXTRA(OD)
PEMERIKSAAN
OCULI SINISTRA(OS)
6/24 F2
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Visus
6/24
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+)
Sedikit keruh
Infiltrat pada permukaan kornea,
Konjungtiva
Infiltrat (-)
Kornea
+ (Cemerlang)
Epifora (-), Lakrimasi (-)
Fundus Refleks
Sistem Lakrimasi
Rossy
Triana
(40611703
2)
V. DIAGNOSA BANDING
OS
Konjungtivitis + miopia
Miopia
OD
Pasien datang dengan keluhan mata kiri terasa mengganjal sejak 1 minggu
yang lalu.
Karena dirasakan mengganjal, pasien kemudian mengucek-ucek matanya
dan
penglihatannya kabur, tidak mengeluh sakit kepala, dan tidak mengeluh sakit
di sekitar mata bila dihadapkan pada cahaya.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 6
Rossy
Triana
(40611703
2)
Pemeriksaan Fisik :
Visus 6/24
Kornea bulat, sedikit keruh, infiltrat pada permukaan kornea, parasentral, arah
jam 1-3, multipel, tes fluoresein (+)
Lakrimasi (+)
Pemeriksaan Fisik :
Visus 6/24
Vigamox
1 tetes 6x/hari
Cendo lyters
1 tetes 3x/hari
Na Diclofenac
2 x 25 mg
VIII. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD)
Quo Ad Visam
ad bonam
Quo Ad Sanam
ad bonam
Quo Ad Kosmetikam
ad bonam
Quo Ad Vitam
ad bonam
OKULI SINISTRA(OS)
dubia ad bonam
dubia ad bonam
dubia ad bonam
ad bonam
Rossy
Triana
(40611703
2)
Usul :
debu
Tidak mengusap mata dengan menggunakan tangan atau benda lain yang tidak
terjamin kebersihannya
Rossy
Triana
(40611703
2)
TINJAUAN PUSTAKA
KERATITIS
I.
DEFINISI
Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada amak-anak maupun
orang dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa
kondisi dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat
menurunkan mekanisme pertahanan kornea.
II.
EPIDEMIOLOGI
Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana negara
dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian softlens yang rendahm
sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens dan terjadinya infeksi menunjukkan
hasil penderita yang rendah juga.
III.
IV.
Rossy
Triana
(40611703
2)
KLASIFIKASI
1. Keratitis Superfisial, dapat dibagi menjadi:
1. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+), misalnya:
i. Keratitis pungtata superfisial pada moluskum kontagiosum, konjungtivitis
kataral, morbili, verucca vulgaris. Keratitis Pungtata Superfisialis adalah
suatu keadaan dimana sel-sel pada permukaan kornea mati. Mata biasanya
terasa nyeri, berair, merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan
ii.
menjadi sedikit kabur. Keratitis ini dapat bersifat ulseratif atau non ulseratif.
Keratitis herpetik
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yang disebabkam herpes
simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stroma.Yang murni epitelial
adalah dendritik sedangkan stromal adalah diskiformis. Pada yang epitelial
kerusakan terjadi aibat pembelahan virus di dalam sel epitel yang akan
iii.
Rossy
Triana
(40611703
2)
jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan sikatrik
ii.
yang ringan.
Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa.
Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di kornea
tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari pada dipinggir.
Rossy
Triana
(40611703
2)
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah reaksi alergi
terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa bulan. Biasanya
timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau
dalam pengobatan dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak
di lapisan dalam kornea, di pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah.
Sensibilitas kornea menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi.
Kadang-kadang sembuh dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.
V.
VI.
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko terjadinya infeksi pada kornea antara lain
1. Blefaritis
2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)
4. Pemakaian contact lens
5. Lagoftalmos
6. Gangguan Neuroparalitik
7. Trauma
8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik
ETIOLOGI
1. Bakteri
- Diplokok pneumonia
- Streptokok hemolotikus
- Pseudomonas aerogenosa
- Moraxella liquefaciens
- Klebsiela pneumoniae
2. Virus
- Herpes simpleks
- Herpes zoster
- Adenovirus
3. Jamur
Biasanya dimulai dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun
dan bagian-bagian tumbuhan. Setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 12
Rossy
Triana
(40611703
2)
pasien akan merasa sakit hebat pada mata dan silau. Pada kornea terdapat lesi
gambaran satelit dan lipatan Descement disertai hipopion. Jamur penyebab
4.
5.
6.
VII.
PATOFISIOLOGI
Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah mengalami
trauma, infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar penyakit pada jaringan ini.
Kelainan kornea sering menjadi penyebab timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan
kelainan akibat terjadinya infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea
menjadi keruh.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus
dan saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea
merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang.
Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag
baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi
injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan
siliar dengan melalui membran descement dan endotel kornea.Dengan demikian iris dan
badan siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dnegan terbentuknya
hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat
timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele.Pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 13
Rossy
Triana
(40611703
2)
GEJALA KLINIK
Manifestasi yang menyertai pada penderita keratitis adalah :
-
Inflamasi bola mata yang jelas : mata merah, nyeri pada mata dari ringan hingga berat.
Cairan mukopurulen dengan kelopak mata saling melekat satu sama lain
Fotofobia. Rasa silau dimata dikarenakan pembuluh darah iris dilatasi, kontraksi iris
yang meradang menutupi pandangan sehingga berpendar jika kena cahaya
Blefarospasme karena rasa sakit yang diperhebat oleh gesekan palpebra superior
Kabur : karena kornea berfungsi sebagai jendela mata, bila infiltrat di sentral maka
akan menghalangi pandangan
IX.
DIAGNOSIS
1. Subyektif : Anamnesis
Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti :
mata merah yang sakit injeksi perikorneal
fotofobia
Blefarospasme Karena rasa sakit yg diperhebat oleh gesekan palpebra
superior
penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang dan
mengganggu penglihatan apabila terletak di sentral
Mengganjal/terasa ada benda asing di kornea banyak saraf sensibel
kadang kotor
Nyrocos rangsang nyeri sehingga reflek air mata meningkat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 14
Rossy
Triana
(40611703
2)
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp
b. Tes Placido
Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksi pada permukaan
kornea penderita.Bila bayangan di kornea gambaran sirkulernya teratur, disebut
Placido (-), pertanda permukaan kornea baik. Kalau gambaran sirkulernya tidak
teratur, Placido (+) berarti permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 15
Rossy
Triana
(40611703
2)
c. Tes Fluoresin
Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan
memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus
konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi lokal, kemudian
penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas fluoresinnya dicabut.
Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada tempat ulkus
tampak berwarna hijau.
d. Tes Fistel / Siedel Test
Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin,
bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari fistel, sehingga
cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel, seperti air mancur pada tempat
ulkus dengan fistel tersebut.
e. Pemeriksaan visus
f. Pemeriksaan bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea
Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes resistensi.
Dari
pemeriksaan
hapusan
langsung
dapat
diketahui
macam
kuman
penyebabnya.
g. Bila banyak monosit diduga akibat virus :
Leukosit PMN kemungkinan akibat bakteri
Eosinofil, menunjukkan radang akibat alergi
Limfosit, terdapat pada radang yang kronis
Dengan melakukan pembiakan dan tes resistensi, dapat diketahui kuman
penyebab, juga obatnya yang tepat guna, dengan demikian pengobatan menjadi
lebih terarah.
h. Sensibilitas kornea
X.
DIAGNOSIS BANDING
1. Keratitis Neuroparalitik
2. Keratitis Filamentosa
3. Keratitis Dendritika
4. Keratokonjungtivitis sika
Rossy
Triana
(40611703
2)
5. Konjungtivitis akut
6. Glaukoma akut
7. Iritis akut
XI.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya antibiotik,
antijamur, dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila
hasil laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti.
Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang
dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan
transplantasi kornea. Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus
biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan
dengan resep dokter.
Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan
oleh penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan
iritatif lainnya, maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk megurangi inflamasi
dapat diberikan steroid ringan. Untuk mata kering diberikan air mata buatan. Dapat pula
dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi vitamin A,C,E, serta antioksidan
lainnya.
XII.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan kornea, descemetocele
sekunder, perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endopthalmitis dan hilangnya
penglihatan.
XIII.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan ulkus kornea,
vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu
mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial penyembuhan biasanya berlangsung
baik meskipun tanpa pengobatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus
Rossy
Triana
(40611703
2)
ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon
terhadap virus ataupun bakteri.
XIV.
PENCEGAHAN
Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang
steril untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan
untuk membersihkan lensa kontak. Jangan terlalu sering memakai lensa kontak. Lepas lensa
kontak bila mata menjadi merah dan timbul iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya
diganti. Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3
bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu.
Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau
bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata. Kacamata dengan lapisan anti
ultraviolet dapat membantu mengurangi pajanan.
Rossy
Triana
(40611703
2)
TINJAUAN PUSTAKA
ASTIGMATISMA
I.
PENDAHULUAN
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata.Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat
didaerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea).Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada
mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
II.
AKOMODASI
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada
retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbedabeda akan terfokus pada retina.
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan
akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata
harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.
Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi
atau melihat dekat.
III.
Rossy
Triana
(40611703
2)
EMETROPIA
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan
pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan
normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca
keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan
keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.
kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi
atau bila melihat benda yang dekat.
AMETROPIA
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau
lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini
disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisme
V.
Rossy
Triana
(40611703
2)
ASTIGMATISMA
I. Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik.
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut.Dan umumnya setiap orang memiliki
astigmat yang ringan.
II. Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty.
4. Trauma pada kornea
5. Tumor
III.Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sbb:
1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah
satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,
akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Rossy
Triana
(40611703
2)
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular
ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertikal
2. Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Satu titik (A) di depan retina, satu titik (B) tepat di retina
Astigmatisme Miopia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Simpleks
Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 22
Rossy
Triana
(40611703
2)
Satu titik (A) tepat di retina, satu titik di belakang retina (B)
Astigmatisme Hiperopia
Simpleks
Miopia
Rossy
Triana
(40611703
2)
Astigmatisme Hiperopia
Kompositus
5. Astigmatisme Mixtus
Satu titik (A) di depan retina, satu titik lagi (B) di belakang retina .
Hasil refraksi : Sph (+) Cyl (-), atau Sph (-) Cyl (+)
Mixtus
Rossy
Triana
(40611703
2)
Sakit kepala
Rossy
Triana
(40611703
2)
V. Diagnosa
1.
2.
Uji refraksi
Subjektif ( Optotipe dari Snellen & Trial lens)
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, biladengan lensa sferis positif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5,6/6, atau 20/20 maka pasien
dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis
positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis
negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
menderita miopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan(fogging technique)
Rossy
Triana
(40611703
2)
Objektif
Autorefraktometer
Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon
mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa
detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.
3.
Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3.
Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana
yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak
lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan
dengan sumbu 180.
4.
Rossy
Triana
(40611703
2)
Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme.Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien.Pada
astigmatisme regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular,
imej tersebut tidak terbentuk sempurna
VI. Penatalaksanaan
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan
b)
c)
Radial keratotomy
Insisi kecil dibuat secara dalam di kornea
Daftar Pustaka
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 22 Juli 2013 24 Agustus 2013 28
Rossy
Triana
(40611703
2)
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San Fransisco 2007
2. Duane, D Thomas : Clinical Ophthalmology, Volume 4, Philadelphia, Harper & Row
Publisher, 1987.
3. Grayson, Merrill : Diseases of The Cornea, Second Edition, London, The C. V. Mosby
Company, 1983.
4. Ilyas, Sidarta. 2000.Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta :52.
5. Ilyas, Sidarta. 2005. Ilmu penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. Hal (118-120) (147167)
6. Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta.
7. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal:
56
8. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis. INDIAN Journal
of Opthalmology 2006 56:3;50-56
9. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta,
2009