Instrumentasi
Impaired voiding
Abnormalitas metabolik
Imunodefisiensi
prosedur urologik.
Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Pasien
dengan
obat-obatan
imunosupresif,
neutropenia.
Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu
pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan komplikasi lebih
lanjut.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding
abdomen.Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.Pada orang dewasa berat
ginjal 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari
tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung
Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak
juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara
teratur sehingga celah celah antara pedikel itu sangat teratur.Kapsula bowman bersama
glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal
disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok belok,
kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut
ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke
korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
Fungsi ginjal adalah mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang
mengandung nitrogennitrogen (misalnya amonia), mengekskresikan zat zat yang
jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat obatan,
bakteri dan zat warna), mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi,
dan mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga
pelvis.Lapisan dinding ureter terdiri dari :Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa),
lapisan tengah otot polos, lapisan sebelah dalam lapisan mukosa, lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air
kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal
dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas
dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius.Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.Pada laki- laki uretra berjalan berkelok kelok
melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm.
Uretra pada laki laki terdiri dari :Uretra Prostaria, Uretra membranosa, Uretra
kavernosa. Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis
(sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa
(lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara
klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
3. Patofisiologi
Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu
komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah.
Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:
a. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara
lain tumor necrosis factor alfa (TNF ) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang
memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera
dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan
disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).
b. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi
trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.
c. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena
terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses
glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang
dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.
4. Etiologi
Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan
kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram
negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella danEnterobacter (15%),
dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya
lebih kecil yaitu sekitar 15%. Penelitian The European Study Group on Nosocomial
Infections (ESGNI-004 study) dengan membandingkan antara pasien yang menggunakan
kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter
dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6% pada
non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada non-kateter.
Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan
immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima
obat-obatan antikanker dan imunosupresan.
Sejumlah faktor meningkatkan risiko mengembangkan urosepsis. Tidak semua orang
dengan faktor risiko akan mendapatkan urosepsis. Faktor risiko untuk urosepsis meliputi:
atau lainnya.
Penggunaan kateter untuk mengalirkan urin.
kecil, kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi sering atau mendesak, urin keruh, dan
ketidaknyamanan perut panggul atau lebih rendah. Demam mungkin ada.Jika pielonefritis
(infeksi ginjal) hadir, punggung atau nyeri perut, mual dan muntah, demam tinggi, menggigil,
berkeringat di malam hari, dan kelelahan juga dapat terjadi. Gejala-gejala tersebut bisa
mendahului pengembangan urosepsis.
Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan
beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal,
pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat.
Kriteria urosepsis:
Kriteria I
: Terbukti bakteremia atau dicurigai sepsis dari keadaan klinik.
Kriteria II
: Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Suhu tubuh
38o C atau 36o C
Takikardia
90 detak per menit
Tacypnea
20 nafas per menit
Alkalosis respiratorik
PaCO2 32 mm Hg
Leukosit
12.000 /mm3 atau 4000 /mm3
Kriteria III
: Multiple Organ dysfunction syndrome (MODS)
Jantung, sirkulasi
tekanan darah sistolik arteri 99 mm Hg atau mean arterial preasure 70 mm Hg, selama
Produksi urin < 0,5 Ml/kgBB/ jam wlalupun resusitasi cairan adekuat.
Paru-paru
Tekanan parsial O2 arterial (PaO2) 75 mm Hg (udara ruangan) atau
Konsentrasi inspirasi O2 (FiO2) 250 (pernapasan bantuan)
Platelet
Thrombosit < 80.000/ mm3 atau berkurang 50 % dalam 3 hari
Asidosis metabolic
Ph darah 7,30 atau plasma laktat 1,5 kali normal.
Encephalopathy
Somnolen, kebingungan, bergejolak, coma.
6. Manifestasi Klinis
Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam,
badan panas dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran
urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien
yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah
gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat
mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi
urologik.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu,
takikardi, dan demam, kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini,
keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat
dan temperatur biasanya meningkat antara 38-400 C.
terdiri dari:
Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC
Pemberian antibiotika
Resusitasi cairan dan elektrolit
Tindakan definitif (penyebab urologik)
Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi kuman
penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik harus cepat dan
efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup
semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida
(gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang dikombinasi dengan asam
klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon.
Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk
golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian oleh Naber et al,
membuktikan
bahwa
pemberian
antibiotik
injeksi
golongan
florokuinolon
dan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN UROSEPSIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku
bangsa.
2. Keluhan utama
Klien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan menggigil, demam, nyeri pinggang,
kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang, polisuria, disuria dan penurunan
kesadaran.
3. Riwayat penyakit
Faktor predisposisi timbulnya terdiri dari infeksi bakteri non spesifik (misalnya E
coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS (Penyakit Menular Seksual), virus
(misalnya Mumps), TB (Tuberculosis), penyakit infeksi lain (seperti Brucellosis,
Coccidioidomycosis, Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV),
obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital), vaskulitis (sepertiHenoch-Schnlein
purpura
pada
anak-anak),
penggunaanAmiodarone
dosis
tinggi,
prostatitis,
pinggang
Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual
Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual
Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit
Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya
Data objektif :
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri klien 1-10
- Suhu tubuh klien > 38oC
- Denyut nadi klien > 100 x/menit
- Klien tampak menggigil
- Kulit klien teraba hangat
- Frekuensi nafas> 20x/menit
- Terjadi penurunan status mental
5. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya
Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk
psoas.
Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari
kaliks, ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk
nefropati dan nekrosis papilar. Bila pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan
karena kreatinin serum terlalu meningkat, maka pemeriksaan ultrasonografi akan
sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan juga dapat untuk
B. DiagnosaKeperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
epididimitis.
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih.
3. Infeksi
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit
akibat epididimitis.
5. Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi .
C. Intervensi
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
epididimitis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh pasien
kembali normal dengan kriteria hasil :
Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC)
Klie tidak tampak menggigil
Klien melaporkan panas badannya turun
Tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien
Dengan teknik manajemen nyeri, klien bisa mengalihkan nyeri sehingga rasa
nyeri yang dirasakan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
3) Resiko Infeksi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada tandatanda infeksi dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi komplikasi infeksi.
Intervensi:
a. Pantau tanda dan gejala infeksi lanjut
Agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk klien
b. Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala
Takikardia, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah menunjukkan terjadi
sindroma peradangan sistemik.
c. Pantau tanda-tanda sepsis.
Sepsis menandakan radang sistemik dengan gejala demam, menggigil, nadi lemah
dan cepat, hipotensi, lemah serta gangguan mental.
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Agen antibiotik membantu mengeliminasi bakteri sebagai penyebab penyakit
klien
4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit
akibat epididimitis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan fungsi seksual
klien efektif dengan kriteria hasil :
Fungsi seksual
Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit
Klien mengungkapkan percaya diri dengan fungsi seksualnya
Adaptasi terhadap ketidakmampuan fisik
Klien mampu beradaptasi terhadap keterbatasannya
Mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan fungsi seksual
Intervensi :
Konseling seksual
a. Bangun hubungan terapeutik dengan klien.
Hubungan terapeutik yang baik dapat membangun kepercayaan klien terhadap
perawat untuk mengungkapkan masalah seksual klien.
b. Berikan privasi dan pastikan kerahasiaan terhadap masalah klien.
Menjaga privasi klien sangat penting karena masalah seksual merupakan masalah
yang sensitive.
c. Mulailah dari topic yang kurang sensitive ke paling sensitive.
Pembicaraan dari topic yang kurang sensitive membantu agar klien merasa
nyaman mengungkapkan masalahnya.
d. Diskusikan efek penyakit terhadap respon seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Kusuma. 2001. Ilmu Patologi.Jakarta: EGC
Carpenito,LyndaJuall.1995. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Ganong, F. William. 1998.Buku Ajar FisiologiKedokteran Edisi 17.Jakarta: EGC.
Elizabet J. Corwin, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
E, Oswari. 2000. Bedah dan Perawatanya. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Gale,Danielle RN, MS. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.
Smelster, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah,Edisi8, Vol. 2. Jakarta: EGC.