Anda di halaman 1dari 14

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN UROSEPSIS


1. Pengertian
Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius
sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh
kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.
Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan sepsis
Obstruksi

Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,


policystic kidney disease
Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus

Instrumentasi

urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi


Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,

Impaired voiding
Abnormalitas metabolik
Imunodefisiensi

prosedur urologik.
Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Pasien
dengan
obat-obatan
imunosupresif,
neutropenia.

Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu
pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan komplikasi lebih
lanjut.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding
abdomen.Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.Pada orang dewasa berat
ginjal 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita.

Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari
tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung
Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak
juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara
teratur sehingga celah celah antara pedikel itu sangat teratur.Kapsula bowman bersama
glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal
disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok belok,
kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut
ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke
korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
Fungsi ginjal adalah mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang
mengandung nitrogennitrogen (misalnya amonia), mengekskresikan zat zat yang
jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat obatan,
bakteri dan zat warna), mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi,
dan mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga
pelvis.Lapisan dinding ureter terdiri dari :Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa),
lapisan tengah otot polos, lapisan sebelah dalam lapisan mukosa, lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air
kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal
dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas
dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius.Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.Pada laki- laki uretra berjalan berkelok kelok
melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm.
Uretra pada laki laki terdiri dari :Uretra Prostaria, Uretra membranosa, Uretra
kavernosa. Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis
(sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa
(lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara
klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
3. Patofisiologi
Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu
komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah.
Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:
a. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara
lain tumor necrosis factor alfa (TNF ) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang
memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera
dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan
disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).

b. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi
trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.
c. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena
terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses
glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang
dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.
4. Etiologi
Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan
kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram
negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella danEnterobacter (15%),
dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya
lebih kecil yaitu sekitar 15%. Penelitian The European Study Group on Nosocomial
Infections (ESGNI-004 study) dengan membandingkan antara pasien yang menggunakan
kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter
dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6% pada
non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada non-kateter.
Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan
immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima
obat-obatan antikanker dan imunosupresan.
Sejumlah faktor meningkatkan risiko mengembangkan urosepsis. Tidak semua orang
dengan faktor risiko akan mendapatkan urosepsis. Faktor risiko untuk urosepsis meliputi:

Tingkat lanjut usia


Sistem kekebalan tubuh berkompromi karena kondisi seperti HIV dan AIDS, minum

kortikosteroid, transplantasi organ, atau kanker dan pengobatan kanker.


Diabetes
Tinja inkontinensia (ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar)
Jenis kelamin perempuan
Imobilitas
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau retensi urin
Penyakit ginjal polikistik
Kehamilan
Operasi atau prosedur yang melibatkan saluran kemih
Obstruksi saluran kemih oleh batu, pembesaran prostat, penyebab uretra jaringan parut,

atau lainnya.
Penggunaan kateter untuk mengalirkan urin.

5. Tanda dan Gejala


Urosepsis banyak gejala yang sama seperti jenis sepsis lain , termasuk detak jantung
yang cepat, napas cepat, denyut nadi lemah, berkeringat banyak, kecemasan yang tidak biasa,
perubahan status mental atau tingkat kesadaran, dan penurunan atau output urin absen saham.
Sebelum perkembangan gejala ini, mungkin mengalami gejala infeksi saluran kemih.
Gejala umum dari infeksi saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih bervariasi dari
individu ke individu. Gejala infeksi saluran kemih yang umum termasuk :

Nyeri perut, panggul atau punggung atau kram


Urin berdarah atau merah muda (hematuria)
Sulit atau buang air kecil sakit, atau rasa panas saat kencing (disuria)
Demam dan menggigil
Urin yang berbau busuk
Sering buang air kecil
Nyeri selama hubungan seksual
Mendesak kebutuhan untuk buang air kecil
Gejala infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, termasuk rasa panas saat buang air

kecil, kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi sering atau mendesak, urin keruh, dan
ketidaknyamanan perut panggul atau lebih rendah. Demam mungkin ada.Jika pielonefritis
(infeksi ginjal) hadir, punggung atau nyeri perut, mual dan muntah, demam tinggi, menggigil,
berkeringat di malam hari, dan kelelahan juga dapat terjadi. Gejala-gejala tersebut bisa
mendahului pengembangan urosepsis.
Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan
beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal,
pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat.
Kriteria urosepsis:
Kriteria I
: Terbukti bakteremia atau dicurigai sepsis dari keadaan klinik.
Kriteria II
: Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Suhu tubuh
38o C atau 36o C
Takikardia
90 detak per menit
Tacypnea
20 nafas per menit
Alkalosis respiratorik
PaCO2 32 mm Hg
Leukosit
12.000 /mm3 atau 4000 /mm3
Kriteria III
: Multiple Organ dysfunction syndrome (MODS)
Jantung, sirkulasi
tekanan darah sistolik arteri 99 mm Hg atau mean arterial preasure 70 mm Hg, selama

1 jam walaupun carian adekuat atau resusitasi agen vasopressure diberikan.


Ginjal

Produksi urin < 0,5 Ml/kgBB/ jam wlalupun resusitasi cairan adekuat.
Paru-paru
Tekanan parsial O2 arterial (PaO2) 75 mm Hg (udara ruangan) atau
Konsentrasi inspirasi O2 (FiO2) 250 (pernapasan bantuan)
Platelet
Thrombosit < 80.000/ mm3 atau berkurang 50 % dalam 3 hari
Asidosis metabolic
Ph darah 7,30 atau plasma laktat 1,5 kali normal.
Encephalopathy
Somnolen, kebingungan, bergejolak, coma.

6. Manifestasi Klinis
Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam,
badan panas dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran
urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien
yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah
gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat
mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi
urologik.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu,
takikardi, dan demam, kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini,
keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat
dan temperatur biasanya meningkat antara 38-400 C.

7. Penatalaksanaan dan Terapi


Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya penanganan
1.
2.
3.
4.

terdiri dari:
Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC
Pemberian antibiotika
Resusitasi cairan dan elektrolit
Tindakan definitif (penyebab urologik)
Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi kuman
penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik harus cepat dan
efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup
semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida
(gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang dikombinasi dengan asam

klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon.
Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk
golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian oleh Naber et al,
membuktikan

bahwa

pemberian

antibiotik

injeksi

golongan

florokuinolon

dan

piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh


Concia dan Azzini terhadap levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi
tambahan memiliki efek pada ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan
oral.
Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan tersebut
menjadi normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga biasanya oral intake
menurun. Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan ekstra. Kebutuhan cairan dan
terapinya dapat dipantau dari tekanan darah, tekanan vena sentral dan produksi urine. Bila
penderita dengan hipotensi atau syok dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan 15-20
ml/menit.
Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7 meq/L atau
lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila terdapat Kreatinin serum
> 10 mg%, BUN > 100 mg% atau terdapat edema paru. Drainase yang segera perlu
dikerjakan bila terdapat timbunan nanah misalnya pyonefrosis atau hidronefrosis berat
(derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang berat menyebabkan terjadinya iskemia
sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase dapat dikerjakan secara perkutan atau
dengan operasi biasa (lumbotomi). Penderita yang telah melewati masa kritis dari septikemia
maka harus secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.
8. PATHWAY

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN UROSEPSIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku
bangsa.
2. Keluhan utama

Klien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan menggigil, demam, nyeri pinggang,
kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang, polisuria, disuria dan penurunan
kesadaran.
3. Riwayat penyakit
Faktor predisposisi timbulnya terdiri dari infeksi bakteri non spesifik (misalnya E
coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS (Penyakit Menular Seksual), virus
(misalnya Mumps), TB (Tuberculosis), penyakit infeksi lain (seperti Brucellosis,
Coccidioidomycosis, Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV),
obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital), vaskulitis (sepertiHenoch-Schnlein
purpura

pada

anak-anak),

penggunaanAmiodarone

dosis

tinggi,

prostatitis,

tindakanpembedahansepertiprostatektomi, kateterisasi dan instrumentasi, dan blood


borne infection.
4. Data fokus :
Data subjektif :
- Klien mengeluh demam dan menggigil.
- Klien mengatakan setiap berkemih dirasakan seperti ada rasa terbakar dan perih.
- Klien mengatakan frekuensi berkemihnya meningkat
- Klien mengeluh nyeri ketika berkemih
- Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan terdapat benjolan di perut atau
-

pinggang
Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual
Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual
Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit
Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya

Data objektif :
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri klien 1-10
- Suhu tubuh klien > 38oC
- Denyut nadi klien > 100 x/menit
- Klien tampak menggigil
- Kulit klien teraba hangat
- Frekuensi nafas> 20x/menit
- Terjadi penurunan status mental
5. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya

lekositosis dengan hitung deferensial ke kiri, lekosituria dan bakteriuria.


Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang
berada dalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam saluran
kemih (kultur urin).

Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk

menentukan jenis antibiotika yang diberikan.


Pemeriksaan rontgen yang sederhana yang dapat dikerjakan adalah foto polos
abdomen. Pemeriksaan ini membantu menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan
posisi dan ukuran dari batu saluran kemih yang mungkin merupakan fokus
infeksi. Yang diperhatikan pada hasil foto adalah adanya bayangan radio opak
sepanjang traktus urinarius, kontur ginjal dan bayangan/garis batas muskulus

psoas.
Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari
kaliks, ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk
nefropati dan nekrosis papilar. Bila pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan
karena kreatinin serum terlalu meningkat, maka pemeriksaan ultrasonografi akan
sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan juga dapat untuk

membedakan antara hidro dan pyelonefrosis.


Pemeriksaan CT scan dan MRI.

B. DiagnosaKeperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
epididimitis.
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih.
3. Infeksi
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit
akibat epididimitis.
5. Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi .
C. Intervensi
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
epididimitis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh pasien
kembali normal dengan kriteria hasil :
Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC)
Klie tidak tampak menggigil
Klien melaporkan panas badannya turun
Tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien

Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien


Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)
Intervensi:
a. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi secara berkala (minimal
tiap 2 jam).
Suhu diatas 37,5oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil
sering mendahului puncak suhu.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi penggunaan selimut.
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
c. Berikan kompres hangat.
Membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu mengurangi
demam.
d. Anjurkan klien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang
tinggi.
e. Berikan antipiretik dan antibiotic sesuai indikasi.
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri dapat
terkontrol dengan kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
Klien tidak tampak meringis
Klien tidak tampak gelisah
Klien melaporkan skala nyeri berkurang (skala nyeri 1-3), hilang (skala nyeri 0),
atau dapat dikontrol
Nadi klien dalam rentang normal (60-100 x/menit).
Intervensi:
a. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor
pencetus, dan intensitas nyeri
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.
b. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien, dapat
mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri
terjadi.
c. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Dengan mengeliminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi risiko
munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)
d. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery,
terapi music, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri datang.

Dengan teknik manajemen nyeri, klien bisa mengalihkan nyeri sehingga rasa
nyeri yang dirasakan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
3) Resiko Infeksi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada tandatanda infeksi dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi komplikasi infeksi.
Intervensi:
a. Pantau tanda dan gejala infeksi lanjut
Agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk klien
b. Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala
Takikardia, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah menunjukkan terjadi
sindroma peradangan sistemik.
c. Pantau tanda-tanda sepsis.
Sepsis menandakan radang sistemik dengan gejala demam, menggigil, nadi lemah
dan cepat, hipotensi, lemah serta gangguan mental.
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Agen antibiotik membantu mengeliminasi bakteri sebagai penyebab penyakit
klien
4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit
akibat epididimitis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan fungsi seksual
klien efektif dengan kriteria hasil :
Fungsi seksual
Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit
Klien mengungkapkan percaya diri dengan fungsi seksualnya
Adaptasi terhadap ketidakmampuan fisik
Klien mampu beradaptasi terhadap keterbatasannya
Mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan fungsi seksual
Intervensi :
Konseling seksual
a. Bangun hubungan terapeutik dengan klien.
Hubungan terapeutik yang baik dapat membangun kepercayaan klien terhadap
perawat untuk mengungkapkan masalah seksual klien.
b. Berikan privasi dan pastikan kerahasiaan terhadap masalah klien.
Menjaga privasi klien sangat penting karena masalah seksual merupakan masalah
yang sensitive.
c. Mulailah dari topic yang kurang sensitive ke paling sensitive.
Pembicaraan dari topic yang kurang sensitive membantu agar klien merasa
nyaman mengungkapkan masalahnya.
d. Diskusikan efek penyakit terhadap respon seksual.

Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami


penyebab disfungsi seksualnya.
e. Diskusikan pengobatan yang diperlukan klien.
Pengobatan pada penyakit klien atau pemilihan pengobatan masalah seksual perlu
didiskusikan agar klien merasa terlibat dan aktif dalam pengobatannya.
Manajemen perilaku : seksual
a. Berikan sex education tentang hubungan fungsi seksual terhadap fungsi penyakit.
Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami
penyebab disfungsi seksualnya.
b. Diskusikan pada pasien secara privasi mengenai penerimaan kondisi seksual.
Memfasilitasi klien untuk penerimaan kondisi seksual klien untuk tidak terlalu
stress dan meningkatkan percaya diri klien mengenai masalh seksualnya.
5) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai
penyakit epididimitis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien memiliki
pengetahuan adekuat tentang epididimitis dengan kriteria hasil :
Klien dapat memahami dan menjelaskan kembali penyakit epididimitis, tanda dan
gejala epididimitis
Klien dapat menyebutkan penatalaksanaan termasuk pengobatan epididimitis.
Intervensi:
a. Mulai memberikan penjelasan ketika klien menunjukkan kesiapan untuk belajar.
Kesiapan klien untuk belajar mempermudah klien dalam proses pembelajaran.
b. Memberikan klien informasi dasar tentang epididimitis.
Informasi yang diberikan dapat memberikan klien gambaran tentang anatomi
fisiologi serta komplikasi yang potensial terjadi.
c. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan diskusi.
Bertujuan untuk mengetahui informasi yang kurang dimengerti oleh klien.
d. Jawab pertanyaan klien dengan singkat dan jelas.
Untuk mempermudah klien mengerti akan jawaban yang kita berikan.

DAFTAR PUSTAKA
Budi, Kusuma. 2001. Ilmu Patologi.Jakarta: EGC
Carpenito,LyndaJuall.1995. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Ganong, F. William. 1998.Buku Ajar FisiologiKedokteran Edisi 17.Jakarta: EGC.
Elizabet J. Corwin, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
E, Oswari. 2000. Bedah dan Perawatanya. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Gale,Danielle RN, MS. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.
Smelster, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah,Edisi8, Vol. 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai