Laporan Kasus "Skizoafektif TIPE MANIK (F25.0) "
Laporan Kasus "Skizoafektif TIPE MANIK (F25.0) "
SKIZOAFEKTIF
TIPE MANIK (F25.0)
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. F.L.
Umur
: 27 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Jalan
Perintis
Tamalanrea
Kemerdekaan
kelurahan
Padang
Sappa
Makassar
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Masuk RS
: 13-07-2016
: Fadli Lantera
Alamat
No. Telepon
: 081222566212
LAPORAN PSIKIATRI
I.
RIWAYAT PENYAKIT :
A. Keluhan utama:
Gelisah mengamuk
B. Riwayat gangguan sekarang :
Keluhan dan gejala:
Seorang laki laki 27 tahun masuk UGD jiwa
RSKD
Provinsi
Sulawesi
Selatan
diantar
oleh
ingin
mencelakainya
dan
selalu
sering
berbicara
sendiri,
teriak-teriak,
dan
meyakini
bahwa
utusan
nabi
dan
dapat
mendapatkan
obat
Haloperidol
dan
Hendaya / disfungsi
o
Hendaya dalam bidang sosial (+)
o
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
o
Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)
Faktor stressor psikososial :
Tidak jelas
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit
fisik dan psikis sebelumnya :
o Riwayat infeksi tidak ada
o Riwayat trauma tidak ada
o Riwayat kejang tidak ada
o Riwayat merokok tidak ada
o Riwayat minum tidak ada
o Riwayat penggunaan obat obatan tidak ada
C. Riwayat gangguan sebelumnya :
Awalnya perubahan perilaku dialami sejak tahun 2009.
Pasien pernah dirawat di RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2010. Pasien terakhir dirawat pada
Bulan tahun 2012
D. Riwayat kehidupan pribadi :
1. Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Lahir pada tanggal 1 Januari 1989, cukup bulan, lahir
normal,
dibantu
oleh
dukun
di
rumah.
Pasien
berbicara
baik,
perkembangan
motorik
dengan
seusiannya.
perilaku
Tidak
ada
masalah
teman
yang
di
sekolah
baik,
hubungan
pasien
lulus
SMA
pasien
mengerjakan
proyek-proyek
dan
web
jejaring sosial.
c. Riwayat Pernikahan : Pasien menikah.
d. Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam
e. Situasi kehidupan sekarang: Pasien tinggal dengan
istri dan kedua anaknya
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
- Pasien anak ke-2 dari 7 bersaudara (,,,,,)
- Hubungan pasien dengan keluarga kurang baik. Ayah
pasien adalah seorang pedagang, ibunya adalah seorang
ibu rumah tangga.
- Riwayat keluarga dengan gejala yang sama tidak ada.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama orang tua dan adiknya
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya tidak sakit
II.
STATUS MENTAL :
A. Deskripsi Umum :
Penampilan
Tampak seorang laki-laki memakai baju hitam,
celana panjang jeans, perawakan sedang, wajah sesuai
Logorrhea
Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati,
perhatian :
Mood
: sulit dinilai
5
Afek
Empati
: Hipertimia
: tidak dapat dirabarasakan
meyakini
bahwa
hubungan
dekat
dengan
bupati
bantaeng
presiden Jokowi
F. Pengendalian impuls
: terganggu
G. Daya nilai :
Norma sosial
: Terganggu
Uji daya nilai
: Terganggu
Penilaian realitas
: Terganggu
H. Tilikan (insight)
dan
IV.
ingin
memukul
keluarganya.
Pasien
curiga
bahwa
ingin
membunuhnya.
suara
perempuan
Pasien
yang
mengaku
selalu
mengomentari
memakai
baju
hitam,
celana
panjang
jeans,
EVALUASI MULTIAKSIAL :
Aksis I :
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis dan
pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinis yang
bermakna yaitu mengamuk, marah, mengancam, dan
ingin memukul, sangat gelisah, mondar-mandir, berbicara
sendiri, teriak-teriak dan ketawa-ketawa, selalu banyak
bicara, banyak rencana untuk masa depan tapi tidak
kesampaian dan tidak bisa tenang, ketakutan bahwa ada
yang ingin membunuhnya, meyakini bahwa dirinya adalah
keturunan raja luwu ke-10, memiliki hubungan dekat
dengan bupati Bantaeng dan presiden Jokowi, meyakini
menjadi
utusan
nabi
dan
dapat
berkomunikasi
dan
pasien
(Disability)
dan
pada
keluarga
fungsi
serta
terdapat
psikososial,
hendaya
pekerjaan
dan
ditemukan
gangguan
adanya
mental
kelainan,
organik
dapat
sehingga
adanya
disingkirkan
dan
pemeriksaan
status
mental
didapatkan
auditorik
sehingga
disimpulkan
pasien
manik (F25.0)
Aksis II :
Ciri kepribadian tidak khas karena sebelum pasien
mengalami perubahan perilaku, pasien dikenal sebagai
orang yang ramah dan berprestasi.
Aksis III :
Tidak terdapat gangguan fisik
Aksis IV :
Stressor tidak jelas
Aksis V :
GAF scale saat ini : 50-41 gejala berat (Serius) , disabilitas
berat.
VI.
DAFTAR MASALAH :
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun
diduga terdapat ketidak seimbangan neurotransmitter,
maka dari itu pasien memerlukan farmakoterapi
Psikologik
10
RENCANA TERAPI :
Psikofarmakoterapi :
o Haloperidol 5 mg 3x1
o Chlorpromazin 100 mg 0-0-1
o Trihexyphenidil 2 mg 3x1
o Depakote tab 250 mg 2x1
Psikoterapi :
- Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga
-
pasien
tentang
penjelasan
dan
penyakitnya,
pengertian
agar
pasien
pasien
dan
orang
disekitarnya
tentang
PROGNOSIS :
Ad Vitam
: Dubia ad malam.
Ad Sanatiorem
: Dubia ad malam.
Faktor Pendukung :
Faktor penghambat
IX.
Faktor ekonomi
Onset penyakit sudah lama (kurang lebih 8 tahun)
Pasien masuk untuk ketiga kalinya
FOLLOW UP :
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
bahwa
heterogen
gangguan
gangguan
yang
skizoafektif
menetap
adalah
ketiga
kelompok
kemungkinan
pertama.1
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan
episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya
menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara
simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik..2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham,
halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi
disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu
manik maupun depresif.2,3
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan
DSM-V-TR,
merupakan
suatu
mencoba
mengklarifikasi
produk
beberapa
beberapa
revisi
yang
diagnosis,
dan
untuk
setiap
diagnosis
medis
lengkap
banding
gangguan
harus
dilakukan
psikotik,
untuk
suatu
kelompok,
pasien
dengan
13
gangguan
skizoafektif
memiliki
prognosis
yang
Skizoafektif
mempunyai
gambaran
baik
pasien
sering
terdapat
suatu
gangguan
14
bervariasi
diklarifikasi
menderita
gangguan
seumur
hidup
dari
gangguan
skizoafektif
dengan
gangguan
skizoafektif
kemungkinan
penyebab
gangguan
skizoafektif
mungkin
mirip
gangguan
skizoafektif
juga
mencakup
kausa
15
2. Gangguan
skizoafektif
mungkin
merupakan
ekspresi
ketiga
yang
berbeda,
tipe
yang
tidak
terbesar
adalah
bahwa
gangguan
meliputi
semua
tiga
kemungkinan
pertama.
gejala
gangguan
mood
maupun
gejala
16
ulangan,
walaupun
isinya
of
control
waham
tentang
dirinya
khusus).
delusional
perception
17
katatonik,
seperti
keadaan
gaduh-gelisah
gejala-gejala
khas
tersebut
diatas
telah
18
Konsep
gangguan
diagnostik
baik
skizoafektif
skizofrenia
maupun
melibatkan
gangguan
konsep
mood,
tanpa
adanya
gejala
gangguan
mood
yang
kriteria
dituliskan
untuk
membantu
klinisi
1.
Kriteria
Diagnostik
untuk
Gangguan
Skizoafektif (DSM-V)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana,
pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau
suatu episode campuran dengan
gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1:
mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau
halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang
menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood
19
skizoafektif,
tipe
depresif.
Seorang
pasien
bergantian
dengan
gangguan-gangguan
waham
20
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejalagejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia
dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang
satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang
sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
21
yang
biasanya
dipertimbangkan
untuk
sampai
gejala
psikosis
yang
paling
akut
telah
terkendali.1,3
8. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Sebagai
suatu
kelompok,
pasien
dengan
gangguan
22
menyatakan
bahwa
pasien
dengan
gangguan
dengan
jenis
kelamin
pada
hasil
akhir
bunuh
diri
di
antara
pasien
dengan
digunakan
hanya
jika
diperlukan
untuk
di
dalam
berkelanjutan,
mengendalikan
medikasi
gejala
antipsikotik
atas
dasar
dapat
23
diindikasikan.Pasien
dengan
bipolar,
mendapatkan
harus
gangguan
skizoafektif,
percobaan
tipe
lithium,
sama
Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan
yang memadai
Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke
personal dan ke masalah sosial.
sama-sama
menonjol.
Prevalensi
gangguan
telah
skizofrenia
dan
episode
gangguan
yang
sama.
skizoafektif
Sebagian
mengalami
diantara
episode
pasien
skizoafektif
dilakukan
dengan
melibatkan
keluarga,
farmakoterapi,
dengan
anti
digunakan
depresan
bila
kombinasi
memenuhi
anti
kriteria
bisa
diperkirakan
dengan
melihat
persisten
gejala-gejala
gangguan
afektifnya,
25
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis maka pasien ini didiagnosis dengan
Skizoafektif tipe manik. Hal ini didasarkan karena gejala yang
disampaikan pasien. Pasien memiliki waham bizarre dimana
pasien meyakini bahwa pasien adalah keturunan Raja Luwu yaitu
anak ke 10 dan memiliki hubungan yang dekat dengan Bupati
Bantaeng.
Dari
pemeriksaan
status
mental
didapatkan
26
bila
skizoafektif
memenuhi
tipe
kriteria
diagnostik
gangguan
apabila
gangguan
depresif.Sedangkan
atau
gejala
gangguan
afektifnya.
Semakin
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya. Jakarta : PT Nuh Jaya. 2013.
2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku
Psikiatri Klinis, Edisi Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher:
Jakarta.
3. Supratanda, Feri Eka. Penatalaksanaan Skizoafektif Tipe
Depresif
Dengan
Sindrom
Ekstrapiramidal.
Fakultas
Schizophrenia
Among
Medicaid
Patients.Psychiatric
Services. 2009.
5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical
Manual
of
Mental
disorders
(DSM
TM).
American
27
LAMPIRAN
28
WAWANCARA
Pukul 12.59 WITA, pasien berada di UGD Jiwa RSKD Dadi
Seorang laki-laki, wajah sesuai umur 27 tahun, postur tubuh
sedang, kulit sawo matang, memakai baju kaos warna hitam,
celana panjang jeans, perawakan sedang, perawatan diri cukup,
wajah sesuai usia.
DM
F
DM
DM
:
:
:
:
F
DM
F
DM
F
DM
:
:
:
:
:
:
F
DM
: Sudah dok, saya sudah punya istri dan dua orang anak
: Tabe pak kita apanya Pak FL? Siapa nama ta?
29
KP
DM
KP
DM
:
:
:
:
KP
DM
KP
DM
KP
DM
:
:
:
:
:
:
Lama mi dok, tapi tambah parah ki mengamuk nya tadi pagi dok.
Ini sudah keberapa kalinya kita bawa saudara ta ke rumah sakit pak?
Ini sudah ke tiga kalinya dok.
Tabe pak, mengamuknya saudara ta bagaimana pak? Na kasi pecah ka
Ini adik ku kalau mengamuk dok kayak mau na pukul ki dok tapi tidak
Terus bagaimana lagi pak?
KP
DM
: Biasa juga dia ancam mau bunuhki dok. Kalau di rumah dia juga sering
: Kenapa dia mondar-mandir pak? Ada kah dia dengar- dengar biasa? At
KP
: Kalau ditanya ada bede dia dengar suara-suara dok. Suara perempua
DM
KP
DM
KP
DM
KP
:
:
:
:
:
:
kidok jadi ketakutan mi juga dok karena dia rasa juga ada yang mau b
Ada mungkin sesuatu atau orang yang bisa dia lihat yang tidak bisa ki
Tidak adaji dok.
kalau di rumah pendiam ji saudarata pak?
Tidak dok. Dia sering bicara-bicara sendiri dok baru dia bicara terus-m
Apa saja dia cerita pak?
Edede banyak sekali dok. Kadang dia cerita kuliahnya dok. Belum sele
SMA nya dia cerita lagi bilang ada motor mau dia beli dok. Banyak sk
DM
KP
DM
KP
:
:
:
:
DM
KP
DM
KP
DM
KP
DM
KP
DM
KP
DM
KP
DM
KP
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
dok.
Oh jadi sejak itu berubah perilakunya pak?
Iya dok.tambah parah lagi dok waktu ada cewek yang dia suka dok, ta
Bagaimana perubahan perilakunya pak?
Yah begitu mi dok. Sering mi bicara-bicara sendiri dok. Kadang juga kit
Kita bilang ke 3 kali nya mi ini masuk rumah sakit di?
Iya dok
Kapan pertama kalinya dirawat di sini pak?
Waktu tahun 2010 dok. Terakhir rawat inap itu tahun 2012 dok.
Rajin ji minum obat nya pak?
Tidak dok. Memang sudah sekitar 1 tahun dia tidak minum obat. Tidak
Pak FL dulu waktu lahir normal ? cukup bulan? Siapa yang bantu?
Iya dok, normalji, cukup bulan juga, kalau yang bantu dukun dok.
Minum ASI?
Iya dok.
30
DM
KP
DM
KP
DM
KP
DM
KP
:
:
:
:
:
:
:
:
DM
P
DM
P
DM
P
DM
P
DM
P
DM
P
DM
P
DM
P
DM
P
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
DM
: Merokok ki pak?
: Tidak ji dok.
DM
: Ahh tidak dok. Jangan sembarang kita bilang dok. Saya itu keturunan R
sembarang ka dok. Saya lapor ki itu.
Tidak saya tuduh ji pak. Saya Cuma Tanya ki. Bagus lah kalau tidak pe
DM
Oh iya Pak, sudah selesai saya tanya-tanya. Terima kasih atas waktuny
Keterangan :
DM
: Dokter Muda
KP
: Keluarga Pasien
: Pasien
31
REFERAT
GANGGUAN KONVERSI
(F.44)
BAB I
32
PENDAHULUAN
Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-5 didefinisikan
sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala
neurologis (ex : paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan
oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui 4.
Gangguan konversi lebih umum terjadi pada abad ke-19 daripada
sekarang dan terlihat terutama pada wanita. Pada abad ke-20, gejala konversi saat
ini biasanya muncul pada pasien di bagian nonpsikiatrik, seperti di bagian
neurologi, bangsal medis dan UGD. DSM-IV melaporkan insidens terjadinya
gangguan konversi adalah 10 / 100.000 sampai 300 / 100.000 pada sampel
populasi umum dan menyatakan bahwa gejala konversi telah dilaporkan sebagai
fokus pengobatan pada 1-3% dari seluruh penyakit yang terdapat di klinik
kesehatan mental. Rasio wanita dibanding pria 2:1. Awitan gangguan konversi
dapat terjadi kapanpun dari usia anak-anak sampai usia tua. Namun, yang
tersering adalah terjadi pada remaja dan dewasa muda 1,9,10.
Gejala gangguan konversi yang paling sering muncul adalah paralisis,
buta, dan mutisme. Gangguan konversi sering kali berkaitan dengan gangguan
kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionic. Gejala depresi dan
cemas sering menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien-pasien ini beresiko
tinggi mengalami bunuh diri. Gejala gangguan konversi dapat di bagi menjadi
gejala sensorik, gejala motorik, gejala bangkitan, dan gejala klinis lainnya1.
Hampir semua gejala awal dari pasien dengan gangguan konversi
membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan. Untuk itu
diperlukan penatalaksanaan yang efektif dalam mengobati pasien dengan
gangguan konversi
BAB II
33
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Gangguan konversi adalah gangguan pada fungsi tubuh yang tidak sesuai
dengan konsep anatomi dan fisiologi dari sistem saraf pusat dan tepi. Hal ini
secara khas terjadi dengan adanya stres dan memunculkan disfungsi berat.
Kumpulan gejala yang saat ini disebut dengan gangguan konversi dengan
gangguan somatisasi dikenal dengan sebutan histeria, reaksi konversi atau reaksi
disosiatif.1
Gangguan konversi (disosiasi) menurut PPDGJ-III adalah
adanya
34
militer. Awitan gangguan konversi dapat terjadi kapanpun, dari usia kanak-kanak
sampai usia tua, namun yang tersering pada remaja dan dewasa muda. Gangguan
ini juga banyak terjadi pada populasi pedesaan, individu dengan strata pendidikan
yang rendah, tingkat kecerdasan rendah, kelompok sosioekonomi rendah, dan
anggota militer uang pernah terpapar dengan situasi peperangan. Gangguan ini
sering berkomorbiditas dengan gangguan depresi, gangguan cemas, skizofrenia,
dan frekuensinya meningkat pada keluarga yang anggotanya menderita gangguan
depresi.1
III. GEJALA KLINIS
Gejala gangguan konversi yang paling sering muncul adalah paralisis,
buta, dan mutisme. Gangguan konversi sering kali berkaitan dengan gangguan
kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionic. Gejala depresi dan
cemas sering menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien-pasien ini beresiko
tinggi mengalami bunuh diri. Gejala gangguan konversi dapat di bagi menjadi
gejala sensorik, gejala motorik, gejala bangkitan, dan gejala klinis lainnya.
Gejala sensorik meliputi timbulnya keadaan anestesi dan parestesi,
terutama pada ekstremitas tetapi distribusinya tidak sesuai dengan penyakit saraf
pusat maupun saraf tepi. Gejala khas misalnya : sock and glove anesthesia. Gejala
gangguan konversi dapat melibatkan organ sensorik khusus dan menimbulkan
ketulian, kebutaan, dan penglihatan terowongan (tunnel vision). Gejalanya dapat
unilateral maupun bilateral, namun evaluasi neurologis tidak menunjukkan
kelainan apapun.
Gejala motorik terdiri atas gerak yang abnormal, gangguan gaya berjalan,
kelemahan dan paralisis. Kadang-kadang terdapat tremor, gerakan tik, dan
menghentak-hentak. gangguan gaya berjalan pada gangguan konversi adalah
astasia-abasia, yaitu gerak batang tubuh berupa ataksia hebat, kasar, tak beraturan
dan disertai dengan sentakan-sentakan dan disertai dengan gerakan lengan seperti
membanting dan melambai. Gangguan motorik yang sering terjadi adalah paralisis
dan paresis yang unilateral maupun bilateral. Meskipun demikian, tidak
ditemukan adanya kelainan pada otot, reflex tetap normal, serta tidak terdapat
fasikulasi maupun atrofi otot 1,10.
35
macam, yaitu2:
F444.0 Amnesia Disosiatif
F.44.1 Fugue Disosiatif
F.44.2 Stupor Disosiatif
F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
F44.4 Gangguan motorik Disosiatif
F.44.5 Konvulsi Dsosiatif
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
F44.7 Gangguan Disosiatif (konversi) campuran
36
37
sehari-hari ;
38
39
Pemeriksaan fisis sesuai gejala yang muncul, seperti pada pasien dengan
gejala motorik dilakukan pemeriksaan fisis neurologi untuk menilai
motorik seperti tonus, releks fisiologis, refleks patologis, kekuatan, dsb
Pemeriksaan radiologi
EEG
EMG
VI. PENATALAKSANAAN
Resolusi gejala gangguan konversi biasanya spontan. Pada pasien dengan
gangguan ini dapat dilakukan psikoterapi suportif berorientasi tilikan atau terapi
perilaku. Bila pasien menolak psikoterapi maka dokter dapat menyarankan bahwa
psikoterapi yang dilakukan akan difokuskan pada masalah stres dan bagaimana
mengatasinya.1
Hipnosis, anti cemas, dan terapi relaksasi sangat efektif dalam beberapa
kasus. Pemberian amobarbital atau lorazepam dapat membantu memperoleh
riwayat penyakit, terutama ketika pasien baru saja mengalami peristwa traumatik.
Pendekatan psikodinamik misalnya psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi
tilikan, menuntun pasien memahami konflik intrapsikis dan simbol dari gejala
gangguan konversi. Psikoterapi jangka pendek juga dapat digunakan. Semakin
lama pasien menghayati peran sakit, maka pasien semakin regresi, sehingga
pengobatan akan semakin sulit.1
Terapinya berupa meyakinkan pasien bahwa tidak ada proses patologi yang
mendasari dan gejala-gejala yang dialami akan membaik seiring dengan waktu.
Konfrontrasi langsung tidak akan membawa manfaat.6
VII. PROGNOSIS
Hampir 90-100% gejala awal membaik dalam waktu beberapa hari sampai
kurang dari sebulan. Sebanyak 75% pasien tidak pernah mengalami gangguan ini
lagi namun 25% mengalami episode tambahan saat mengalami tekanan. Prognosis
baik berkaitan dengan awitan mendadak, ada stresor bermakna, riwayat premorbid
baik, tidak ada komorbid, dan tidak ada proses hukum sedang berlangsung.1,9
41
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan konversi adalah gangguan pada fungsi tubuh yang tidak sesuai
dengan konsep anatomi dan fisiologi dari sistem saraf pusat dan tepi. Hal ini
secara khas terjadi dengan adanya stres dan memunculkan disfungsi berat.
Kumpulan gejala yang saat ini disebut dengan gangguan konversi dengan
gangguan somatisasi dikenal dengan sebutan histeria, reaksi konversi atau reaksi
disosiatif.
Pada gangguan konversi (functional neorological symptom disorder)
terdapat satu atau lebih berbagai jenis gejala. Dapat berupa gejalan motorik,
sensorik, kejang psikogenik atau non-epilepsi, episode unresponsiveness
menyerupai sinkop atau koma, berkurang atau hilangnya volume suara
(disfonia/aphonia), perubahan
42
indifference adalah sikap angkuh yang tak sesuai terhadap gejala serius yang
dialaminya. Pasien tampaknya tak peduli dengan hendaya berat yang dialaminya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadisukanto, Gitayanti. 2010. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: FKUI. 268-272
2. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya.
3. Powsner Seth. 2015. Conversion Disorder in Emergency
Medicine Clinical
Presentation.
(http://emedicine.medscape.com/article/805361-clinical#b4)
4. Akaka, Jeffrey dkk. 2013. Diagnostic and statistical manual of mental disorder
fifth edition (DSM-5). Arlington : American Psychiatric Publishing. 318-321
5. Vyas JN, Ahuja Niraj. 2008. Textbook of Postgraduate Psychiatry, second
edition, volume 1. New Delhi: Jaypee Brothers, medical publishers.
6. Davey Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 419
7. Marshall
SA.
2015.
Conversion
Disorder
in
Workup.
(http://emedicine.medscape.com/article/287464-workup)
8. Kaplan, Sadock. Buku ajar psikiatri klinis/benjamin J sadock, Virginia A
Sadock; alih bahasa profitasari, tiara mahatmi nisa; editor bahasa indonesia
Husni Mutaqqin, Retna Neary Elseria Sihombing. Ed.2. Jakarta EGC. 2010.
14. 270-280
9. Anonim. Conversion Disorder. Dalam: Diagnostic Criteria DSM-IV-TR.
Washington, DC: American Psychiatric Associaton; 2005. Hal. 452-457.
43
LAMPIRAN
44