Anda di halaman 1dari 66

`

DAFTAR ISI

2.2.5.3. Infrastruktur Lain Pendukung Aksesibilitas

DAFTAR ISI

2-6

2.3. Ruang Muka Bangunan (Frontage Zone)

2-7

2.4. Ruang Multifungsi

2-8

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

iii

2.4.1. Peneduh

2-8

DAFTAR TABEL

2.4.2. Zona KUKF

2-9

2.4.3. Utilitas& Perabot Jalan

2-10

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

1-1

1.2. Maksud & Tujuan

1-1

2.5. Material Permukaan

2-12

2.6. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki

2-12

2.6.1. Fasilitas Penyeberangan Di Ruas Jalan

2-14

1.3. Landasan Hukum Penyediaan Fasilitas Pejalan Kaki & Pesepeda 1-1

2.6.2. Tempat Penyeberangan Sebidang (At Grade Crossing)

2-14

1.4. Ruang Lingkup

2.6.3. Tempat Penyeberangan Pelikan (Pelican Crossing)

2-16

2.6.4. Tempat Penyeberangan Tidak Sebidang

2-18

2.6.5. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki

2-21

1-2

2. FASILITAS PEJALAN KAKI

2-1

2.1. Zona Pejalan Kaki

2-1

2.7. Median dan Pulau Pelindung

2-22

2.2. Ruang Pejalan Kaki

2-1

2.8. Rambu, Marka dan Papan Informasi

2-24

2.2.1. Kerb

2-2

2.9. Lampu Penerangan

2-25

2.2.2. Kelandaian

2-2

2.10. Fasilitas Pelengkap Jalan (Street Furniture)

2-27

2.2.3. Kontinuitas Trotoar

2-3

2.11. Area Pejalan Kaki

2-30

2.2.4. Akses Masuk Kendaraan (Driveways)

2-3

2.2.5. Aksesibilitas Trotoar

2-4

3. FASILITAS PESEPEDA

3-1

2.2.5.1. Ramp

2-4

3.1. Elemen Desain

3-1

2.2.5.2. Jalur Pemandu

2-5

3.1.1 Parameter

3-1

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

DAFTAR ISI

3.1.1.1 Desain Kendaraan

3-1

4.5. Raised Crossing

4-8

3.1.1.2 Ruang Minimum untuk Pesepeda

3-1

4.6. Variasi Permukaan Jalan

4-9

3.1.1.3 Buffer Zone

3-2

3.1.1.4 Kelandaian

3-2

DAFTAR PUSTAKA

5-1

3.1.2 Tipe Fasilitas Sepeda

3-2

3.1.2.1 Bike lane

3-2

3.1.2.2 Shared lanes

3-4

3.1.3 Memilih Fasilitas Sepeda yang Tepat

3-5

3.1.4 Penyeberangan Sepeda

3-7

3.1.4.1 Penyeberangan Sebidang

3-7

3.1.4.2 Penyeberangan tidak sebidang

3-7

3.1.5. Material Permukaan

3-8

3.1.6. Parkir Sepeda

3-8

3.1.7. Rambu dan Sinyal

3-12

3.1.8. Penerangan jalan

3-13

3.2. Integrasi Dengan Angkutan Umum

3-14

4. TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

4-1

4.1. Radius Kerb Pada Persimpangan (Corner Radius)

4-2

4.2. Curb Extension/Bulb Out

4-3

4.3. Lateral Shift

4-5

4.4. Speed Bump, Speed Hump & Speed Table

4-6

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

ii

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.20. Prioritas Penyeberangan Pelikan

2-16

Gambar 2.21. Fase Sinyal Pelican Crossing

2-17
2-18

Gambar 2.1. Zona Pejalan Kaki

2-1

Gambar 2.22. Diagram Fase Sinyal Pelikan

Gambar 2.2. Tinggi Trotoar dan Kelandaian

2-2

Gambar 2.23. Pertimbangan dalam Penyediaan Fasilitas

Gambar 2.3. Ruang Berjalan Yang Menerus

2-3

Gambar 2.4. Manajemen Akses Masuk Bangunan

2-3

Gambar 2.24. Contoh Desain Jembatan Penyeberangan

2-20

Gambar 2.5. Desain Akses Masuk Kendaraan

2-4

Gambar 2.25. Desain Bukaan Median Pada Persimpangan

2-22

Gambar 2.6. Desain Ramp Trotoar

2-5

Gambar 2.26. Tipikal Pulau Pelindung

2-23

Gambar 2.7. Jalur Pemandu

2-6

Gambar 2.27. Contoh Rambu Pejalan Kaki

2-24

Gambar 2.8. Ruang Muka Bangunan

2-7

Gambar 2.28. Informasi Untuk Pejalan Kaki

2-25

Gambar 2.9. Manfaat Ruang Muka Bangunan

2-7

Gambar 2.29. Efek Lampu Penerangan Pejalan Kaki Terhadap

Gambar 2.10. Ruang Multifungsi

2-8

Gambar 2.11. Penempatan Peneduh

2-9

Gambar 2.30. Bangku Istirahat

2-27

Gambar 2.12. Tanaman Peneduh

2-9

Gambar 2.31. Toilet dan Tempat Sampah

2-28

Gambar 2.13. Ruang KUKF

2-10

Gambar 2.32. Penempatan Halte

2-29

Gambar 2.14. Contoh Penempatan Utilitas

2-11

Gambar 2.33. Tipikal Pagar Pembatas (dalam m)

2-30

Gambar 2.15. Rencana Common Utility Duct (CUD) di India

2-11

Gambar 2.34. Area Pejalan Kaki di Barcelona, Spanyol

2-32

Gambar 2.16. Contoh Material Trotoar

2-12

Gambar 3.1 Jenis Sepeda

3-1

Gambar 2.17. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki

2-13

Gambar 3.2 Ruang Minimum untuk Sepeda

3-1

Gambar 3.3 Buffer zone

3-2

Gambar 3.4 Typical Bikelane Cross Section

3-3

Gambar 2.18. Contoh Penyesuaian Penempatan Fasilitas


Penyeberangan Pejalan Kaki di New York
Gambar 2.19. Tempat Penyeberangan Sebidang

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

2-14

Penyeberangan Tidak Sebidang

Estetika & Keselamatan

2-19

2-26

2-15

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.5 Rekomendasi Jalur sepeda untuk jalur 15 m


dengan parkir on-street

Gambar 3.23 Rambu Parkir Sepeda

3-11

Gambar 3.24 Marka di Permukaan Jalan

3-13

Gambar 3.25 Pelican Sign Untuk Pesepeda

3-13

3-4

Gambar 4.1. Efek Radius Kerb Pada Persimpangan

4-2

3-4

Gambar 4.2. Perbedaan Radius Kerb Dan Radius Belok

3-3

Gambar 3.6 Rekomendasi Jalur Sepeda untuk 2 Jalur Tanpa


Parkir di Badan Jalan
Gambar 3.7 Bikelane di Dublin
Gambar 3.8 Shared lanes dengan jalur pejalan kaki di Berlin,
Jerman

Efektif Kendaraan

4-3

3-5

Gambar 4.3. Penerapan Curb Extension

4-4

Gambar 3.9 Contoh shared road di Guangzhou, Cina

3-5

Gambar 4.4. Lateral Shift

4-5

Gambar 3.10 Kurva penentuan Jenis Fasilitas Sepeda

3-6

Gambar 4.5. Marka Speed Bump dan Speed Hump

4-7

Gambar 3.11 Penyeberangan Sebidang

3-7

Gambar 4.6. Speed Bump, Speed Hump dan Speed Table

4-8

Gambar 3.12 Jembatan untuk Pesepeda

3-7

Gambar 4.7. Raised Crossing

4-9

Gambar 3.13 Ramp Sepeda

3-7

Gambar 4.8. Variasi Permukaan Jalan

4-10

Gambar 3.14 Terowongan untuk Pesepeda

3-8

Gambar 3.15 Permukaan Aspal untuk jalur sepeda di Guangzhou

3-8

Gambar 3.16 Struktur dari Sheffield Stand

3-9

Gambar 3.17 Sheffield Stand

3-10

Gambar 3.18 Aternatif penempatan Sheffield Stand

3-10

Gambar 3.19 Wall Bars

3-10

Gambar 3.20 Rak Dua Tingkat Di Salah Satu Stasiun


Guangzhou BRT

3-11

Gambar 3.21 Parkir Elektronik

3-11

Gambar 3.22 Parkir On-Street untuk Sepeda

3-11

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

iv

DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rekomendasi Lebar Minimum Berdasarkan Guna Lahan 2-2
Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pada
Kondisi Tidak Terkontrol

2-21

Tabel 2.3. Tinggi Tiang & Interval Pemasangan Lampu


Penerangan Jalan

2-27

Tabel 3.1 Jenis Sepeda

3-1

Tabel 3.2 Menentukan fasilitas sepeda

3-6

Tabel 4.1. Standar Speed Bump, Speed Hump & Speed Table

4-6

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berkembangnya permasalahan transportasi
pada wilayah perkotaan di negara-negara
berkembang, umumnya disebabkan oleh
kebijakan pengembangan transportasi yang
memihak kepada kendaraan pribadi dan
mendorong orang untuk melakukan perjalanan
dengan kendaraan bermotor.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
perjalanan dan tingginya ketergantungan pada
kendaraan bermotor, pertumbuhan sarana dan
prasarana transportasi yang ada akhirnya
tidak mampu mengakomodasi kebutuhan
tersebut
dan
menyebabkan
timbulnya
kemacetan lalu lintas dengan segala
implikasinya, seperti polusi, penurunan
kualitas hidup masyarakat dan tingkat
keselamatan jalan, pemborosan bahan bakar
dan terbuangnya waktu produktif dijalan.
Adapun guna mengatasi permasalahan ini,
banyak kota, baik di negara berkembang
maupun maju, mulai merubah kebijakan

transportasi mereka dan menciptakan suatu


sistem transportasi berkelanjutan yang
mempromosikan budaya berjalan kaki dan
bersepeda.
Sebagai komponen vital dalam sistem
transportasi berkelanjutan yang ramah
lingkungan dan layak huni, suatu fasilitas
yang baik harus disediakan bagi pejalan kaki
dan pesepeda. Untuk itulah diperlukan suatu
Pedoman Teknis Fasilitas Pejalan Kaki dan
Pesepeda.
1.2. Maksud & Tujuan
Maksud dari pedoman teknis ini adalah
mengintegrasikan seluruh elemen desain dari
fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, yang
nantinya menjadi suatu acuan atau panduan
bagi kota/daerah atau perencana lainnya
dalam perencanaan teknis fasilitas pejalan
kaki dan pesepeda.
Pedoman ini bertujuan
jaringan fasilitas pejalan
yang aman, selamat,
langsung dan menerus,
mendorong masyarakat

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

untuk mewujudkan
kaki dan pesepeda
nyaman, mudah,
sehingga nantinya
untuk menerapkan

budaya berjalan kaki dan bersepeda guna


mendukung terwujudnya sistem transportasi
berkelanjutan yang ramah lingkungan dan kota
yang layak huni.
1.3. Landasan Hukum Penyediaan Fasilitas
Pejalan Kaki & Pesepeda
Secara
umum,
perubahan
kebijakan
pengembangan
transportasi
yang
memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda di
Indonesia ditandai dengan diterbitkannya UU
No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Peraturan ini menyatakan
dengan jelas kewajiban pemerintah dalam
penyediaan fasilitas pejalan kaki dan
pesepeda. Pedoman ini disusun sebagai
pendukung dalam mewujudkan cita-cita yang
terkandung dalam undang-undang tersebut.
Meskipun demikian, beberapa elemen desain
yang terkandung dalam pedoman ini telah
menjadi subyek dari berbagai standar dan
peraturan yang berlaku. Untuk itu, pedoman
teknis ini berusaha untuk menyatukan
disparitas dari masing-masing kriteria elemen

1-1

PENDAHULUAN

desain teknis fasilitas pejalan kaki dan


pesepeda.
Terdapat berbagai aturan, standar dan
pedoman yang dikeluarkan oleh instansi
nasional yang berbeda, yang menjadi acuan
dalam penyusunan pedoman teknis ini.
1.4. Ruang Lingkup
Pedoman ini menyediakan informasi dan
panduan yang diperlukan dalam proses
perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki dan
pesepeda.
Mengingat fasilitas pejalan kaki dan pesepeda
harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari proses perencanaan jalan keseluruhan,
maka pedoman ini sebaiknya digunakan
secara tidak terpisah dengan standar dan
pedoman yang berlaku mengenai elemen
desain jalan lainnya, seperti penerangan,
lansekap jalan dan sebagainya.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

MANFAAT BERJALAN KAKI DAN BERSEPEDA


Berjalan kaki dan bersepeda merupakan bentuk dasar dari transportasi
berkelanjutan dalam perjalanan sehari-hari. Kedua moda transportasi ini tidak
menimbulkan polusi udara dan suara, serta tidak memerlukan konsumsi bahan
bakar.
Energi yang dibutuhkan dalam berjalan dan bersepeda disediakan langsung oleh
pelaku perjalanan dan memberikan manfaat berupa aktifitas fisik yang
menyehatkan tubuh. Untuk orang yang tidak melakukan olahraga harian,
bersepeda selama 30 menit dapat mengurangi resiko terserang penyakit jantung
dan diabetes sebesar 50% (Training Course on Non Motorized Transportation,
2005).
Dari sisi penggunaan ruang jalan, berjalan dan bersepeda hanya membutuhkan
sebagian kecil ruang yang diperlukan untuk kendaraan bermotor (roda empat)
beroperasi dan parkir. Dengan berkembangnya budaya berjalan dan bersepeda,
ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dapat ditekan dan akan membawa
dampak terhadap efisiensi penggunaan ruang kota.
Selanjutnya, guna menciptakan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang baik,
pembatasan kecepatan menjadi bentuk komponen manajemen dan rekayasa lalu
lintas yang umum bagi fasilitas pejalan kaki dan pesepeda. Dengan berkurangnya
kecepatan lalu lintas, secara berkesinambungan terjadi peningkatan keselamatan
jalan. Belajar dari pengalaman negara-negara maju di Eropa, penyediaan fasilitas
pejalan kaki akan menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan pejalan kaki sebesar
80 90% (Walking and Cycling in Western Europe and the United States, 2012).
Dari sisi ekonomi, berjalan dan bersepeda merupakan moda transportasi yang
ekonomis. Kedua moda transportasi memerlukan biaya yang lebih rendah dari
kendaraan pribadi dan angkutan umum, sehubungan dengan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pelaku perjalanan dan besarnya investasi yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan berjalan kaki dan bersepeda
menjadi moda yang terjangkau bagi seluruh kalangan dan investasi didalamnya
akan mewujudkan kesetaraan dalam penggunaan ruang jalan.
1-2

FASILITAS PEJALAN KAKI

2. FASILITAS
PEJALAN KAKI
2.1. Zona Pejalan Kaki
Zona pejalan kaki merupakan komponen
penting dari perencanaan fasilitas pejalan
kaki. Zona ini membagi secara jelas fungsi
pemanfaatan ruang pada fasilitas pejalan kaki
sehingga diperoleh ruang berjalan yang
selamat, aman, nyaman dan bebas hambatan
bagi pejalan kaki.
Zona pejalan kaki terdiri atas :
1. Kerb;
2. Ruang multi fungsi;
3. Ruang pejalan kaki yang menerus;
4. Ruang muka bangunan, atau yang biasa
disebut frontage zone/dead width.
2.2. Ruang Pejalan Kaki
Ruang pejalan kaki adalah bagian dari koridor
sisi jalan yang secara khusus disediakan bagi
pejalan kaki untuk berjalan. Ruang ini harus

Gambar 2.1. Zona Pejalan Kaki

Sumber : UTTIPEC, 2009

sepenuhnya terbebas dari hambatan, baik


permanen maupun sementara.
Minimum ruang pejalan kaki ditentukan
berdasarkan kebutuhan ruang yang dibutuhkan
2 orang dewasa untuk berjalan berpapasan
tanpa bersinggungan. Secara umum, ruang

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

pejalan kaki dinyatakan dalam lebar sebesar


1,50 m (lebar rata-rata manusia (0,6 m)
ditambah ruang bebas bergoyang (0,15 m)
dikalikan dua dan tinggi bebas 2,50 m.
Terkait dengan lebar minimum, beberapa
standar internasional menganjurkan lebar 1,80

2-1

FASILITAS PEJALAN KAKI

m dengan mempertimbangkan kemudahan


aksesibilitas bagi pengguna kursi roda.
Adapun mengingat besarnya volume pejalan
kaki sangat dipengaruhi oleh guna lahan
disekitarnya, lebar minimum dalam Tabel 2.1
dapat diambil dalam perencanaan fasilitas
pejalan kaki.

Lebar kerb ditetapkan sekurang-kurangnya


150 mm dengan tinggi maksimum tidak
melebihi
250mm,
tinggi
150
mm
direkomendasikan.
Khusus
pada
area
persimpangan, maksimum tinggi kerb 150 mm
sebaiknya digunakan untuk mengakomodasi
ramp bagi pejalan kaki.

2.2.1. Kerb

2.2.2. Kelandaian

Kerb pada trotoar harus cukup untuk


memberikan batas yang jelas antara jalur
kendaraan bermotor dan trotoar, mencegah
masuknya kendaraan bermotor ke trotoar dan
mencegah limpasan air dari badan jalan ke
trotoar.

Untuk
memberikan kenyamanan dalam
berjalan kaki, trotoar harus memiliki
permukaan yang relatif rata namun tetap
memiliki kemiringan yang cukup untuk
limpasan air. Besarnya kemiringan melintang
trotoar ditetapkan maksimum 2%.

Pada kondisi topografi yang sulit dimana


kemiringan 2% tidak dapat digunakan, maka
kombinasi kemiringan antara tiap zona dapat
digunakan
dengan
mempertahankan
kemiringan 2% pada ruang pejalan kaki dan
max. 8% pada ruang lainnya (ruang
multifungsi dan ruang muka bangunan).
Sementara itu, kelandaian memanjang trotoar
ditetapkan maksimum 8% dengan kelandaian
yang dianjurkan sebesar 5%.
Max.
250 mm

Tabel 2.1. Rekomendasi Lebar Minimum Berdasar Guna Lahan


Pen g g u n a a n L a h a n Sek it a r

L eb a r Min im u m Ru a n g Peja l a n Ka k i ( m )

Pemukiman

1,50

Perkantoran

2,00

Industri

2,00

Sekolah

2,00

Terminal/halte

2,00

Pertokoan/perbelanjaan

3,00

Jembatan/underpass untuk lalu lintas bermotor

1,50

Rural area

1,50

iMAX = 8%

iMAX = 2%

Gambar 2.2. Tinggi Trotoar dan Kelandaian

Sumber : Wright L., 2010

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

2-2

FASILITAS PEJALAN KAKI

utilitas, perabot jalan dan peneduh pada


zona multifungsi;

2.2.3. Kontinuitas Trotoar


Untuk memberikan kenyamanan bagi pejalan
kaki, suatu fasilitas trotoar harus bersifat
menerus, tidak terputus dan bebas dari
rintangan, baik secara horisontal maupun
vertikal.

Secara visual, konsistensi dalam desain,


warna dan tekstur dapat mempermudah
pejalan kaki untuk mengenali dan
menemukan
lintasan
yang
harus
digunakan,
bahkan
pada
area
penyeberangan;

Ciptakan konektifitas yang baik dengan


pusat-pusat pergerakan manusia dan
simpul angkutan umum;

Minimalisasi akses masuk kendaraan


dan
desain
akses
dengan
mempertahankan level trotoar.

Gambar 2.3. Ruang Berjalan Yang Menerus

Berikut
beberapa
panduan
mempertahankan kontinuitas trotoar :

guna

Pertahankan permukaan yang rata dan


minimalisasi terjadinya perubahan level
trotoar;

Pindahkan
semua
hambatan
dan
rintangan dari trotoar. Tempatkan semua

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Gambar 2.4. Manajemen Akses Masuk Bangunan

Sumber : UTTIPEC, 2009

2.2.4. Akses Masuk Kendaraan (Driveways)


Akses kendaraan pada bangunan di sisi jalan
yang berpotongan dengan trotoar harus
mempertahankan
kemudahan
dan
kenyamanan pergerakan pejalan kaki. Radius
yang kecil atau mendekati tegak lurus (90)
terhadap badan jalan juga diperlukan guna
menjamin keselamatan pejalan kaki, dengan
memaksa kendaraan untuk menurunkan
kecepatannya saat bermanuver pada jalan
akses.
Desain raised driveway (A) sebaiknya
digunakan untuk setiap akses kendaraan,
dimana
akses
kendaraan
tetap
mempertahankan tinggi trotoar dengan
menyediakan ramp bagi kendaraan pada zona
multi fungsi. Kelandaian maksimum ramp
kendaraan ditetapkan sebesar 25%, dengan
kelandaian yang dianjurkan sebesar 15%.
Dalam hal lebar trotoar yang sangat
terbatas dan desain raised driveway tidak
dapat dilakukan, desain dropped curb (B)
dapat
digunakan
dengan
tetap
mempertahankan kemiringan melintang dan
memanjang trotoar yang diijinkan.
2-3

FASILITAS PEJALAN KAKI

orang dengan keterbatasan penglihatan atau


pendengaran.
Kemudahan penggunaan fasilitas pejalan kaki
dapat dicapai, antara lain dengan :

Gambar 2.5. Desain Akses Masuk Kendaraan

Sumber : Office of Transportation, 1998

2.2.5. Aksesibilitas Trotoar


Pada dasarnya, seluruh fasilitas pejalan kaki
harus memiliki tingkat aksesibilitas yang
tinggi bagi penggunanya. Indikator tingkat
aksesibilitas
ini
dapat
diukur
dari

kemudahan pejalan kaki dalam menggunakan


fasilitasnya, terutama bagi pejalan kaki
dengan keterbatasan kemampuan (difabel),
seperti pengguna kursi roda, manula dan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Penggunaan ramp pada lokasi-lokasi


dimana adanya perubahan ketinggian;

Penyediaan jalur pemandu (ubin tactile)


bagi penyandang tuna netra;

Penyediaan elevator/lift pada jembatan


penyeberangan;

Penggunaan sinyal suara


signal) pada pelican crossing;

Penempatan rambu dan marka petunjuk


yang
tepat
dan
jelas
terlihat
(wayfinding);

Pemotongan median atau pulau pelindung


(curb cuts) pada lokasi penyeberangan.

(auditory

2.2.5.1. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi pejalan kaki
yang memiliki bidang kemiringan tertentu
dan diperuntukkan untuk mempermudah
kaum difabel pada lokasi terjadinya
perubahan ketinggian. Untuk meningkatkan
aksesibilitas
trotoar,
ramp
harus
2-4

FASILITAS PEJALAN KAKI

ditempatkan pada setiap titik bertemunya


trotoar dengan penyeberangan sebidang, baik
di persimpangan maupun pada ruas jalan.
Terdapat dua tipe ramp (pelandaian) pada
trotoar, yaitu curb ramp dan dropped curb.
Secara umum, dropped curb hanya digunakan
apabila pelandaian dengan curb ramp tidak
dapat dilakukan. Berikut beberapa ketentuan
mengenai penempatan ramp pada trotoar :
1. Memiliki kemiringan bidang utama
maksimum 8% (1 : 12). Kemiringan
bidang sayap pada curb ramp maksimum
10% (1 : 10);
2. Bidang utama curb ramp atau bidang
yang selevel dengan badan jalan pada
dropped curb memiliki lebar sekurangkurangnya 1500 mm;
3. Ditempatkan
pada
setiap
arah
penyeberangan pejalan kaki dan tepat
pada as penyeberangan. Pada tiap
persimpangan,
disarankan
untuk
menggunakan satu curb ramp pada tiap
arah
penyeberangan
dibandingkan
dengan menggunakan dropped curb atau
satu curb ramp dengan posisi diagonal.

Gambar 2.6. Desain Ramp Trotoar

Sumber : Office of Transportation, 1998

Selain memberikan informasi lebih jelas


mengenai
adanya
penyeberangan,
penggunaan curb ramp pada tiap arah
penyeberangan
juga
memberikan
keamanan lebih bagi penyeberang jalan;
4. Pertemuan ramp dengan badan jalan
(aspal) harus rata dan mulus, sementara

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

itu pada tepian curb ramp perlu


dilengkapi dengan ubin tactile dengan
motif peringatan (bulat-bulat).
2.2.5.2. Jalur Pemandu
Jalur pemandu adalah jalur yang disediakan
bagi pejalan kaki yang memiliki keterbatasan

2-5

FASILITAS PEJALAN KAKI

penglihatan dengan memanfaatkan ubin


bertekstur (tactile paving). Jalur ini
khususnya digunakan pada fasilitas trotoar
yang cukup lebar, dimana tepi trotoar atau
dinding bangunan (panduan berjalan yang
umumnya digunakan oleh penyandang
keterbatasan penglihatan) tidak dapat
digunakan lagi, serta pada lokasi dimana
adanya rintangan atau penghalang.
Terdapat dua jenis ubin tekstur
digunakan pada jalur pemandu, yaitu :

bangunan gedung dan lingkungan yang


dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum.

Pegangan rambat (Handrail)


Handrail atau pegangan rambat, harus
disediakan pada tangga atau ramp, minimal
pada
satu
sisi,
untuk
membantu
penggunanya. Handrail harus mudah dipegang
dengan ketinggian 850 - 900 mm dari lantai,
bebas dari elemen konstruksi yang
mengganggu dengan bagian ujung yang bulat
(tidak tajam). Panjang handrail harus
ditambah 300 mm pada bagian ujungujungnya (bagian dasar dan puncak) sebagai
landasan pengguna.

yang

Ubin pengarah (guiding tile), bermotif


garis-garis yang menunjukkan arah
berjalan;

Ubin peringatan (warning tile), bermotif


bulat-bulat yang memberikan peringatan
terhadap adanya perubahan situasi di
sekitarnya.

Ubin bertekstur ini memiliki standar ukuran


300 mm x 300 mm, dengan tinggi tekstur 5
mm dan dapat berwarna kuning, jingga atau
warna lain yang kontras dengan permukaan
trotoar.
Ketentuan
lain
mengenai
pemasangan jalur pemandu dapat mengacu
pada pedoman teknis aksesibilitas untuk

keterbatasan
penglihatan.
Sinyal
ini
sebaiknya menjadi elemen wajib yang
dipasang pada APILL penyeberang jalan dan
ditempatkan pada titik awal (asal)
penyeberangan jalan, bukan titik akhir
(tujuan).

Gambar 2.7. Jalur Pemandu

Sumber : UTTIPEC, 2009

2.2.5.3.

Infrastruktur
Aksesibilitas

Lain

Lift
Pendukung

Sinyal suara (Auditory signals)


Sinyal suara pada penyeberangan pejalan
kaki (pelican crossing) merupakan komponen
esensial
bagi
pejalan
kaki
dengan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Lift adalah alat mekanis elektris yang


dipergunakan untuk membantu pergerakan
vertikal manusia, khususnya bagi penyandang
keterbatasan fisik. Pada fasilitas pejalan
kaki, keberadaan lift/elevator sebaiknya

2-6

FASILITAS PEJALAN KAKI

menjadi elemen pelengkap pada


jembatan penyeberangan pejalan kaki.

tiap

Ukuran bersih minimal ruang dalam lift


adalah 1400 mm x 1400 mm, atau 2000 mm
x 1400 m apabila juga diperuntukkan untuk
pesepeda. Pegangan rambat (handrail) wajib
dipasang secara menerus pada ketiga sisi
dalam lift, dengan ketinggian panel tombol
(dalam dan luar) lift antara 900 1100 mm.
Lift sebaiknya dilengkapi dengan tombol
Braille pada panel dalam dan memiliki
indikator suara.

perlengkapan, utilitas jalan dan peneduh


dapat ditempatkan di ruang muka bangunan
selama tidak bersinggungan dengan aktifitas
bangunan yang ada. Aktifitas privat
(tangga/ramp akses, cafe, tenda makan, dll)
juga dapat ditempatkan pada ruang ini
selama diijinkan dan lebar ruang pejalan
kaki tetap dipertahankan.
Tidak ada ruang yang tersedia untuk pejalan kaki
yang tertarik dengan etalase, menyebabkan
aktifitas etalase mengganggu arus pejalan kaki

2.3. Ruang Muka Bangunan (Frontage Zone)


Ruang muka bangunan atau frontage zone
adalah area antara ruang pejalan kaki dan
batas bangunan di samping jalan. Secara
umum, area ini bertujuan untuk memberikan
jarak yang cukup nyaman bagi pejalan kaki
dari aktifitas bangunan samping (aktifitas
etalase, pergerakan keluar masuk toko, dll)
maupun dahan tanaman pada pagar
perumahan.
Pada lebar yang terbatas, dimana ruang
multi fungsi tidak dapat disediakan,
PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Penyediaan ruang muka bangunan mampu


meminimalisasi gangguan terhadap arus pejalan
kaki
Gambar 2.9. Manfaat Ruang Muka Bangunan

Sumber : UTTIPEC, 2009 & CALTRANS, 2005

Gambar 2.8. Ruang Muka Bangunan

Sumber : Office of Transportation, 1998

2-7

FASILITAS PEJALAN KAKI

Lebar minimum ruang muka bangunan tidak


kurang dari 0,30 m pada area tanpa aktifitas
samping (pagar pemukiman) dan tidak
kurang dari 1,00 m pada area dengan
aktifitas samping tinggi (komersial).

Secara umum, lebar minimum ruang multi


fungsi adalah 0,9 m apabila tidak digunakan
untuk tanaman peneduh atau 1,50 m apabila
terdapat tanaman peneduh didalamnya.

2.4. Ruang Multifungsi


Ruang multi fungsi atau yang sering disebut
zona perabot (furnishing zone) adalah ruang
yang membatasi ruang pejalan kaki dengan
lalulintas kendaraan (badan jalan). Ruang ini
bukan hanya berperan sebagai penyangga
(buffer) bagi pejalan kaki, namun juga ruang
dimana
elemen-elemen
jalan
seperti
lansekap jalan (tanaman peneduh), utilitas
(pipa hydran, box telepon, tiang listrik, dll),
serta perabot jalan (rambu lalu lintas, halte
bus, tiang lampu jalan, bangku jalan, dll)
ditempatkan.
Pada kawasan komersial, dimana terdapat
aktifitas pedagang kaki lima (PKL) yang
tinggi, ruang multi fungsi dapat dimanfaatkan
sebagai zona KUKF (Kegiatan Usaha Kecil
Formal) yang tertata sehingga tidak
mengganggu ruang berjalan.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

2.4.1. Peneduh
Tanaman peneduh adalah elemen pelengkap
esensial dalam penyediaan fasilitas pejalan
kaki, baik sebagai pelindung dari cuaca
maupun lalulintas kendaraan bermotor. Selain
itu, zona tanaman pada jalan juga dapat
menjadi pengarah/petunjuk bagi pejalan kaki,
meningkatkan nilai estetika jalan dan
berperan sebagai zona tangkapan air
(catchment area) di sisi jalan.
Beberapa pedoman dalam penempatan
peneduh jalan diuraikan sebagai berikut :

Gambar 2.10. Ruang Multifungsi

Sumber :
Office of Transportation, 1998
UTTIPEC, 2009

Ditempatkan pada ruang multi fungsi,


diantara ruang pejalan kaki dan lajur
lalulintas (ditanam secara berbaris) dan
tidak mengganggu ruang pejalan kaki
yang menerus;

Lebar minimum zona peneduh adalah 1,50


m. Pada kawasan komersial dimana
tingkat pejalan kaki tinggi, sebaiknya
digunakan tree pit atau tree grates untuk
mengefisiensikan ruang yang digunakan
untuk peneduh. Dimensi minimum tree pits
atau tree gratesadalah 1,50 m x 1,50 m

2-8

FASILITAS PEJALAN KAKI

untuk
mengakomodasi
tanaman secara penuh;

pertumbuhan

Tinggi tanaman dan jangkauan dahan


tidak boleh mengganggu ruang bebas
vertikal pejalan kaki (2,50 m) dan jarak
pandang pengguna jalan, khususnya pada
kawasan persimpangan;

Penempatan tanaman peneduh harus


dikoordinasikan
dengan
penempatan
lampu jalan dan utilitas lainnya.

Gambar 2.12. Tanaman Peneduh

Sumber : UTTIPEC, 2009

Gambar 2.11. Penempatan Peneduh

Sumber : UTTIPEC, 2009

Beberapa jenis tanaman yang dapat


digunakan sebagai peneduh, antara lain :
Kiara Payung (Filicium Decipiens), Tanjung
(Mimusops
Elengi)
dan
Angsana
(Ptherocarphus Indicus).

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

2.4.2. Zona KUKF


KUKF (Kegiatan Usaha Kecil Formal) atau
yang umumnya disebut PKL (Pedagang Kaki
Lima) merupakan aktifitas yang dapat
menjadi daya tarik tersendiri bagi suatu
kawasan, namun juga dapat menjadi
gangguan apabila tidak tertata dengan baik.
2-9

FASILITAS PEJALAN KAKI

Kegagalan dalam menata PKL menyebabkan


keberadaan usaha kecil ini dianggap
mengganggu dan menurunkan estetika suatu
kota. Seringkali para pedagang bermain
kucing-kucingan dengan petugas sehingga
menimbulkan inefisiensi biaya bagi kedua
pihak. Adapun pada kenyataannya, masih
cukup ruang pada jalan yang dapat
dimanfaatkan untuk menata para pedagang
ini.
Keberhasilan mengakomodir keberadaan
KUKF dalam suatu jalan dapat menghidupkan
suasana
jalan,
meningkatkan
tingkat
keamanan jalan dan keselamatan pengguna
(public supervision).
Beberapa pedoman yang dapat digunakan
dalam mengakomodasi keberadaan KUKF
sebagai berikut :

Zona KUKF tidak boleh mengganggu


ruang pejalan kaki atau pesepeda. Zona
ini dapat ditempatkan pada ruang muka
bangunan atau ruang multi fungsi;
Lebar zona maksimum 2,00 m, dengan
lebar ruang pejalan kaki tidak kurang
dari 2,00 m;

Ditempatkan pada kawasan-kawasan


komersial dan dengan rentang antara
300 500 m;

Dilengkapi
dengan
infrastruktur
pendukung, seperti pembuangan sampah,
saluran pembuangan, saluran air bersih,
saluran listrik, dll;

Pengaturan waktu berjualan dapat


diterapkan untuk menjamin kenyamanan
pengguna jalan.

Tidak tertatanya PKL menyebabkan turunnya


kenyamanan pejalan kaki dan estetika lingkungan.

2.4.3. Utilitas & Perabot Jalan


Perencanaan lokasi dan penempatan utilitas
dan perabot jalan menjadi salah satu
komponen kritis dalam perencanaan fasilitas
pejalan kaki. Penempatan utilitas dan
perabot jalan sedapat mungkin tidak
menimbulkan gangguan terhadap pengguna
jalan, namun harus tetap menyediakan akses
yang mudah bagi pemeliharaan rutin.
Secara umum, utilitas pada jaringan jalan
perkotaan diletakkan pada jarak tertentu dari
tepi luar bahu atau perkerasan jalan,
sementara pada jaringan jalan luar kota,
utilitas umumnya ditempatkan disisi terluar

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Memformalkan PKL dan memberikan ruang jelas di


jalan mampu menghidupkan suasana dengan tetap
mempertahankan kenyamanan pejalan kaki.
Gambar 2.13. Ruang KUKF

Sumber : UTTIPEC, 2009

2-10

FASILITAS PEJALAN KAKI

ruang milik jalan. Beberapa pedoman


penempatan utilitas dan perabot jalan
diuraikan sebagai berikut :

Untuk utilitas memanjang diatas tanah,


ditempatkan dengan jarak sekurangkurangnya 0,6 m dari tepi luar
perkerasan
jalan
dengan
tetap
mempertahankan lebar minimum ruang
pejalan kaki. Apabila terdapat ruang
multi fungsi, maka penempatan utilitas
dan perabot harus ditempatkan pada
ruang ini. Utilitas melintang diatas tanah
harus memperhatikan ruang bebas
vertikal jalan (5,00 m);
Penempatan perabot jalan yang dapat
digunakan pejalan kaki, seperti tempat
duduk, harus ditempatkan sekurangkurangnya 0,9 m dari tapak pejalan kaki
atau pada ruang multifungsi sehingga
tidak mengganggu ruang berjalan;
Untuk utilitas bawah tanah, sedapat
mungkin diletakkan diluar badan jalan
dengan kedalaman minimal 1,50 m. Pada
kondisi tertentu, dimana utilitas harus
diletakkan kurang dari kedalaman
minimal, maka konstruksi utilitas harus

Gambar 2.14. Contoh Penempatan Utilitas

Sumber : UTTIPEC, 2009

mampu memikul beban lalu lintas dan


struktur perkerasan jalan. Penggunaan
utility duct sangat disarankan untuk
penempatan utilitas bawah tanah;

Penempatan utilitas tidak boleh pada 1


bidang vertikal yang sama;

Penempatan utilitas, perabot jalan dan


vegetasi peneduh harus terkoordinasi
dengan baik. Penempatan utilitas
dibawah vegetasi, meskipun dapat
dilakukan, namun akan mengganggu
perkembangan vegetasi yang ada;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Penempatan utilitas dan perabot jalan


tidak boleh mengganggu kebebasan

Gambar 2.15. Rencana Common Utility Duct (CUD)


di India

Sumber : UTTIPEC, 2009

2-11

FASILITAS PEJALAN KAKI

pandang pengguna jalan dan sistem


penerangan yang ada.
2.5. Material Permukaan

Pemilihan material permukaan yang tepat


untuk konstruksi trotoar dapat memberikan
pengaruh pada tingkat kenyamanan pejalan
kaki, daya tahan konstruksi dan nilai estetika
lingkungan. Selain itu, pemilihan material
trotoar yang tepat juga dapat mempengaruhi
kondisi lingkungan dimana trotoar itu berada.
Berikut ketentuan
pedoman
dalam
permukaan trotoar :

yang dapat
menentukan

Material dengan tingkat permeabilitas


tinggi dan tidak mudah menyerap panas
disarankan;
Material permukaan yang digunakan
sebaiknya
disesuaikan
dengan
karakteristik lingkungan yang ada untuk
meningkatkan nilai estetika.

Beton, blok terkunci, batu pecah atau karet


daur ulang adalah beberapa material yang
dapat digunakan untuk konstruksi trotoar.

2.6. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki


Pejalan kaki dalam melakukan perjalanannya
tidak hanya bergerak menyusuri badan jalan,
namun juga bergerak berpotongan dengan
badan jalan (menyeberang). Suatu jaringan
fasilitas pejalan kaki yang lengkap akan
menjadi sia-sia, apabila pejalan kaki tidak
dapat menyeberang jalan dengan selamat dan
nyaman. Hal ini menunjukkan fasilitas
penyeberangan menjadi elemen yang krusial
dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki.

menjadi
material

Material
konstruksi
trotoar
harus
memberikan permukaan berjalan yang
tidak kasar, kokoh, stabil, tidak licin dan
tidak menyilaukan;

Material harus memiliki durabilitas tinggi,


tidak gampang rusak/pecah, namun tetap
mudah didalam pemeliharaannya. Material
juga harus cukup kuat untuk menahan
beban kursi roda, sepeda dan alat bantu
mobilitas lainnya;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Gambar 2.16. Contoh Material Trotoar

Sumber : CALTRANS, 2005

2-12

FASILITAS PEJALAN KAKI

Suatu fasilitas penyeberangan pejalan kaki


harus mampu memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pejalan kaki saat menyeberang
jalan, bahkan pada jalan yang sibuk sekalipun.
Selain itu, harus disadari pula, desain fasilitas
penyeberangan pejalan kaki yang baik dapat
menjadi elemen perlambatan lalulintas yang
nantinya meningkatkan keselamatan jalan
keseluruhan.
Secara umum, fasilitas penyeberangan pejalan
kaki dapat dibedakan menjadi :

Tempat penyeberangan sebidang

Tempat penyeberangan tidak sebidang.

Adapun untuk mengakomodasi pergerakan


penyeberang jalan dengan baik dan menjamin
keselamatan pejalan kaki, berikut beberapa
kriteria penempatan fasilitas penyeberangan
pejalan kaki :

Fasilitas penyeberangan pejalan kaki


harus
ditempatkan
pada
setiap
persimpangan jalan, dan ruas jalan
dengan volume pergerakan pejalan kaki
yang tinggi;

Gambar 2.17. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki

Sumber : www.transportphoto.net

sebidang sebaiknya selalu menjadi


prioritas utama dalam perencanaan
fasilitas pejalan kaki;

Guna memberikan rute terpendek bagi


pejalan kaki, tempat penyeberangan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Lokasi fasilitas penyeberangan pejalan


kaki harus menyesuaikan pola pergerakan
(desire lines) penyeberang jalan.

Lokasi fasilitas penyeberangan pejalan


kaki harus memiliki jarak pandang (sight
distance) yang cukup;

2-13

FASILITAS PEJALAN KAKI

2.6.1. Fasilitas Penyeberangan Di Ruas Jalan


Fasilitas penyeberangan pejalan kaki di ruas
jalan harus disediakan pada :
a. Kawasan dengan volume pergerakan
penyeberang jalan tinggi, seperti kawasan
komersial dan sekolah;
b. Halte bus;
c. Ruas jalan dengan interval persimpangan
lebih dari 180 m.
Beberapa panduan penempatan fasilitas
penyeberangan pejalan kaki pada ruas jalan
diuraikan sebagai berikut :

Tempatkan fasilitas penyeberangan pada


lokasi dengan volume penyeberang
tertinggi, atau sesuaikan dengan pola
pergerakan pejalan kaki (desire lines);
Lokasi fasilitas penyeberangan harus
memiliki jarak pandang yang cukup;
Fasilitas penyeberangan di ruas
harus disediakan dengan interval
maksimum 180 m. Interval jarak
dapat digunakan pada kawasan
pejalan kaki.

jalan
jarak
90 m
padat

Gambar 2.18. Contoh Penyesuaian Penempatan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki di New York

Sumber : King M., 2004

2.6.2. Tempat Penyeberangan Sebidang (At


Grade Crossing)
Terdapat dua tipe tempat penyeberangan
pejalan kaki yang sebidang dengan badan
jalan. Yaitu zebra cross dan pelican cross.
Secara umum, zebra cross adalah bentuk
dasar dari tempat penyeberangan sebidang di

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Indonesia dan dinyatakan dengan marka jalan


berbentuk garis membujur. Sementara pelican
cross adalah tempat penyeberangan sebidang
pejalan kaki yang dilengkapi dengan Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL).
Berikut beberapa panduan perencanaan
tempat penyeberangan sebidang pejalan kaki :

2-14

FASILITAS PEJALAN KAKI

Digunakan pada jalan dengan kecepatan


lalu lintas 40 km/jam;

Lebar tempat penyeberangan sekurangkurangnya 2,50


m. Pada tempat
penyeberangan yang digunakan untuk
pesepeda, lebar tempat penyeberangan
sekurang-kurangnya 5,00 m;

Tempat penyeberangan harus ditempatkan


tegak lurus dengan sumbu jalan dan
memudahkan pejalan kaki untuk melihat
kendaraan yang datang;

Dilengkapi dengan marka dan rambu yang


jelas
terlihat.
Penerapan
tempat
penyeberangan sebidang yang ditinggikan
(raised crossing) dan sinyal kuning (hatihati) sangat disarankan;

Ramp

Bulb out/Curb
Extension
Gambar 2.19. Tempat Penyeberangan Sebidang

Sumber :
Departemen Perhubungan, 2005
Abu Dhabi Urban Planning Council, 2009

Pertemuan
trotoar
dengan
tempat
penyeberangan selalu dilengkapi dengan
ramp dan ubin tactile bagi pejalan kaki
yang memiliki keterbatasan penglihatan;
Maksimum jarak penyeberangan tanpa
pelindung tidak melebihi 11 m ( 4 lajur).
Yang dimaksud pelindung adalah median
dan pulau pelindung (refugee islands).
Selain itu, teknik rekayasa lain dapat

digunakan untuk
penyeberangan,

mengurangi
seperti

pengemudi terhadap penyeberang jalan


dan sebaliknya. Jarak bebas tempat
penyeberangan sebidang dari fasilitas
parkir di badan jalan sekurang-kurangnya
6,00 m

jarak

curb
extensions/bulb out, pengurangan lebar
lajur atau jumlah lajur kendaraan;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Apabila terdapat fasilitas parkir di badan


jalan, gunakan teknik bulb out /curb
extension untuk meningkatkan visibilitas

Lokasi tempat penyeberangan sebidang


harus memiliki jarak pandang yang cukup
2-15

FASILITAS PEJALAN KAKI

dan sedapat mungkin memudahkan


pejalan kaki dalam mengantisipasi
kendaraan yang datang. Apabila terdapat
putaran (u turn), tempatkan tempat
penyeberangan setelah u turn;

Tempat penyeberangan sebidang memiliki


jarak sekurang-kurangnya 30 m dari jalan
akses atau akses masuk kendaraan
(driveway)

2.6.3.

Tempat
Penyeberangan
(Pelican Crossing)

Pelikan

Penyeberangan
pelikan
merupakan
penyeberangan sebidang yang dilengkapi
dengan sinyal khusus untuk memberikan
prioritas yang jelas kepada pejalan kaki. Hal
ini dilakukan, khususnya pada penyeberangan
sebidang dengan jarak pandang yang terbatas
atau di jalan dengan volume dan kecepatan
lalu lintas tinggi ( 40 km/jam).

Penggunaan zebra cross seringkali memberikan prioritas semu bagi pejalan kaki. Pejalan kaki berpikir mendapatkan
prioritas sementara tidak jarang pengemudi yang mengabaikan keberadaan zebra cross (lihat gambar sebelah kiri).
Sebaliknya pelican crossing memberikan prioritas yang jelas dengan penggunaan sinyal lalu lintas (gambar sebelah
kanan).
Gambar 2.20. Prioritas Penyeberangan Pelikan

Sumber : www.transportphoto.net

Pada persimpangan, sinyal pelikan


sebaiknya menjadi satu kesatuan dengan
APILL persimpangan. Penggunaan sistem
fixed time signal dengan memberikan fase
khusus bagi pejalan kaki sangat
disarankan, kecuali pada penyeberangan
di ruas jalan;

Penerapan LTOR pada persimpangan tidak


disarankan. Apabila LTOR diterapkan,
sebaiknya gunakan sistem LPI (lead
pedestrian interval) dimana sinyal pejalan

Berikut
ini
pedoman
perencanaan
penyeberangan pelikan bagi pejalan kaki :

Digunakan pada penyeberangan sebidang


dengan kecepatan lalu lintas diatas 40
km/jam atau jarak pandang yang terbatas;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

kaki menyala terlebih dahulu sebelum


sinyal hijau bagi kendaraan berbelok
menyala. Interval minimum 3 detik atau
sekurang-kurangnya
waktu
yang
diperlukan penyeberang jalan untuk
melewati 1 lajur lalu lintas (lajur yang
digunakan untuk kendaraan membelok)
dapat digunakan sebagai periode sinyal
penyeberang menyala sebelum sinyal
belok berubah hijau;

2-16

FASILITAS PEJALAN KAKI

Tundaan pejalan kaki pada penyeberangan


pelikan maksimum 60 detik. Waktu
tundaan lebih dari 60 detik akan
menyebabkan penyeberang jalan mulai
menerobos sinyal yang ada. Pada
persimpangan,
tundaan
dapat
diminimalisasi dengan memperpendek
waktu siklus atau mengurangi jarak
penyeberangan;

Penyeberangan pelikan di ruas jalan


memiliki jarak sekurang-kurangnya 300 m
dari persimpangan;

Penyeberangan pelikan di ruas jalan


dilengkapi dengan tombol aktivasi (push
button) dengan tinggi antara 900 1100
mm. Pada ruas jalan dengan penyeberang
jalan cukup tinggi (>100 penyeberang per
jam), sebaiknya menggunakan sistem fixed
time signal;

Sebaiknya dilengkapi dengan fitur hitung


mundur (countdown) dan sinyal suara.

hijau dan sinyal stop yang menggunakan


simbol orang berdiri berwarna merah.
Sinyal ini memiliki 3 fase sebagai berikut :

Fase Merah
Fase merah memberikan perintah untuk
berhenti menyeberang jalan (stop).

Fase Hijau
Fase hijau memberikan perintah untuk

menyeberang dengan hati-hati (jalan).

Fase Hijau Berkedip


Fase
hijau
berkedip
memberikan
peringatan akan berakhirnya fase hijau
dan perintah agar penyeberang jalan yang
berada di titik awal untuk berhenti
menyeberang.

Sinyal Pelican
Sinyal lalu lintas bagi penyeberang jalan
terdiri atas 2 simbol. Sinyal jalan yang
menggunakan simbol orang berjalan berwarna
PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Gambar 2.21. Fase Sinyal Pelican Crossing


Sumber : https://www.gov.uk/rules-pedestrians-1-to-35

2-17

FASILITAS PEJALAN KAKI

Perhitungan Waktu Menyeberang


Perhitungan waktu menyeberang (crossing
time) atau waktu hijau minimum untuk
penyeberangan pelikan dilakukan dengan
mempertimbangkan lebar jalan yang akan
diseberangi, kecepatan pejalan kaki, jumlah
penyeberang
jalan,
lebar
tempat
penyeberangan dan ada tidaknya median atau
pulau pelindung.
Panjangnya waktu menyeberang dihitung
dengan menggunakan formula empiris sebagai
berikut :
=

Dengan :

2.6.4. Tempat Penyeberangan Tidak Sebidang

Gambar dibawah menunjukkan urutan fase


APILL bagi kendaraan dan pejalan kaki pada
penyeberangan pelikan.

Dalam perencanaan fasilitas penyeberangan


pejalan kaki, tempat penyeberangan tidak
sebidang sedapat mungkin dihindari. Selain
dikarenakan besarnya biaya investasi yang
diperlukan
dan
kebutuhan
akan
pemeliharaan/pengawasan
yang
tinggi,
seringkali tempat penyeberangan tidak
sebidang tidak digunakan oleh pejalan kaki
dikarenakan tambahan jarak/waktu yang
harus ditempuh, rendahnya aksesibilitas
difabel dan alasan keamanan.

Waktu tunggu pejalan kaki dari mulai sinyal


diaktifasi (tombol ditekan) sebaiknya tidak
lebih dari 60 detik. Lamanya fase hijau
pejalan kaki ditentukan berdasarkan interval
waktu menyeberang, sementara fase hijau
berkedip ditentukan berdasarkan kecepatan
pejalan kaki yang diambil 1 m/detik
(kecepatan rata-rata manula).

= 1,7( 1)

P t = Waktu menyeberang (detik)


C = Interval waktu menyeberang (detik)
= Minimum 4 detik
V t = Kecepatan pejalan kaki (m/detik)
= 1 m/detik
L = Lebar badan jalan yang diseberangi (m)
N = Jumlah penyeberang jalan per siklus
W = Lebar fasilitas penyeberangan (m)
PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

KENDARAAN

3 dtk

3 dtk

M
C

PEJALAN KAKI

Tidak lebih dari 60 detik

L/V

HB

Keterangan :
M : Merah
H : Hijau

K : Kuning
HB : Hijau Berkedip

Gambar 2.22. Diagram Fase Sinyal Pelikan

2-18

FASILITAS PEJALAN KAKI

Penyediaan tempat penyeberangan tidak


sebidang hanya dapat dipertimbangkan,
apabila :

Penyediaan
fasilitas
penyeberangan
dengan tempat penyeberangan sebidang
tidak dapat diterapkan lagi dikarenakan
aspek keselamatan dan aspek kelancaran
lalulintas;

Adanya persilangan antara jalur pejalan


kaki dengan jalan tol, kereta api atau
penghalang alam;

Adanya
pertimbangan
konektifitas
langsung dengan guna lahan sekitar,
seperti pusat perbelanjaan, simpul
angkutan umum, sekolah, dll;
Pada kawasan dengan tingkat pejalan kaki
tinggi yang dipisahkan oleh jalan utama
berlajur > 4 dengan volume kendaraan dan
kecepatan tinggi > 60 km/jam.

Tambahan waktu, ketidaknyamanan dan keamanan seringkali membuat jembatan penyeberangan di kota-kota Indonesia
tidak digunakan (gambar kiri). Penyeberangan tidak sebidang harus menjadi opsi terakhir dalam perencanan fasilitas
penyeberangan dikarenakan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk mengatasi ketiga faktor tersebut. Gambar
kanan menunjukkan penyediaan penyeberangan tidak sebidang yang sukses di Guang Zhou, China.
Gambar 2.23. Pertimbangan dalam Penyediaan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

1. Terowongan Penyeberangan

Berdasarkan letak bidang penyeberangan,


tempat penyeberangan tidak sebidang terdiri
atas jembatan penyeberangan (diatas) dan
terowongan penyeberangan (dibawah). Berikut
panduan untuk perencanaan tiap jenis tempat
penyeberangan tidak sebidang :

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Memiliki lebar jalur pejalan kaki


sekurang-kurangnya 2,50 m;

Memiliki
ruang
bebas
vertikal
sekurang-kurangnya
3,00
m.
Penyediaan ruang vertikal dapat
dilakukan dengan mengakomodasi
sebagian
ketinggian
melalui
peningkatan level badan jalan,
sehingga level terowongan tidak
terlalu dalam;

Dilengkapi dengan ramp pada jalan


akses dengan kelandaian maksimum
8%. Penggunaan handrail pada ramp
sangat disarankan;

Harus dilengkapi dengan sistem


penerangan dan sistem drainase yang
baik. Sistem pengawasan dengan
video monitor dianjurkan untuk
menjamin keamanan pengguna.

2-19

FASILITAS PEJALAN KAKI

2. Jembatan Penyeberangan

Kebebasan vertikal antara jembatan


dan jalan raya 5,00 m;

Memiliki lebar jalur pejalan kaki


sekurang-kurangnya 3,00 m. Lebar
5,00 m dapat digunakan apabila
volume penyeberang jalan tinggi;

Harus dilengkapi dengan ramp.


Penggunaan elevator atau lift sangat
dianjurkan;

Lebar landasan dan jalur tangga


sekurang-kurangnya 2,00 m. Lebar
minimal 3,00 m diperlukan apabila
konfigurasi tangga ramp di
terapkan;

Lebar anak tangga maksimum 0,30 m


dengan tinggi maksimum 0,15 m;

Kelandaian maksimum 8%, dengan


panjang jalur naik/turun minimal 1,50
m;

Memiliki tingkat visibilitas yang tinggi,


pejalan kaki harus dapat melihat dan
terlihat oleh pengguna jalan lain.

Terkait dengan tingkat keamanan dan tingkat


penggunaan fasilitas, keberadaan kios atau

Lift
Ruang iklan

Guiding rail untuk pesepeda


Gambar 2.24. Contoh Desain Jembatan Penyeberangan

Sumber : UTTIPEC, 2009

kegiatan lain pada tempat penyeberangan


tidak sebidang dapat dipertimbangkan untuk
menambah daya tarik sekaligus meningkatkan
tingkat keamanan penyeberangan, selama
tidak mengganggu kenyamanan pejalan kaki.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Selain itu, penggunaan pembatas pada median


jalan
juga
diperlukan
pada
lokasi
penyeberangan tidak sebidang untuk menjamin
efektifitas penggunaan penyeberangan tidak
sebidang.

2-20

FASILITAS PEJALAN KAKI

2.6.5. Kriteria

Pemilihan
Penyeberangan Pejalan Kaki

Fasilitas

Pada
dasarnya,
penerapan
tempat
penyeberangan sebidang harus menjadi opsi
pertama
dalam
penyediaan
fasilitas
penyeberangan bagi pejalan kaki. Opsi ini
khususnya pada persimpangan bersinyal pada
kawasan perkotaan.

Penyeberangan Zebra dengan pelindung;

Penyeberangan Pelikan;

Terowongan Penyeberangan;

Jembatan Penyeberangan.

yang dikeluarkan The Federal Highway


Administration
(FHWA,
2002)
dalam
menetapkan
penyeberangan
sebidang
bermarka serta peningkatan yang diperlukan
pada kondisi tidak terkontrol.

Meskipun demikian, pada kondisi tertentu


dimana tempat penyeberangan sebidang tidak
memadai dikarenakan kondisi fisik, faktor
keselamatan pejalan kaki dan faktor
kelancaran lalu lintas yang sudah tidak dapat
dipertahankan, peningkatan harus dilakukan.

Hirarki fasilitas penyeberangan yang perlu


dipertimbangkan berdasarkan kenyamanan dan
kemudahan
penggunaannya
dari
sudut
pandang pejalan kaki

Berdasarkan rekomendasi tersebut, kriteria


pemilihan fasilitas penyeberangan pejalan
kaki didasarkan pada besaran volume lalu
lintas (LHR), kecepatan operasional lalu
lintas, konfigurasi jalan dan keberadaan
median.
Tabel
berikut
menunjukkan
rekomendasi FHWA.

Secara umum, kriteria pemilihan fasilitas


penyeberangan mengacu pada rekomendasi

Penyeberangan Zebra;
Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pada Kondisi Tidak Terkontrol
L H R 9 ,0 0 0

T ip e ja l a n
( ju m l a h l a ju r & k eb era d a a n m ed ia n )

9 ,0 0 0 < L H R 1 2 ,0 0 0

1 2 ,0 0 0 < L H R 1 5 ,0 0 0

L H R > 1 5 ,0 0 0

B a t a s k ecep a t a n ( k m / ja m )
30

40

60

30

40

60

30

40

60

30

40

60

2 lajur
3 lajur
Lebih dari 4 lajur dengan median
Lebih dari 4 lajur tanpa median
Zebra cross

Sumber : Public Works Department, City of Stockton, 2003

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Pertimbangkan pelican crossing atau


kombinasi zebra cross dengan teknik
perlambatan lalu lintas

Gunakan pelican crossing,


kombinasi zebra cross dengan
teknis perlambatan lalu lintas
atau penyeberangan tidak
sebidang

2-21

FASILITAS PEJALAN KAKI

2.7. Median dan Pulau Pelindung


Median adalah bagian jalan yang terletak
memanjang sumbu badan jalan dan berfungsi
sebagai pemisah arah lalulintas kendaraan.
Pada penyeberangan pejalan kaki, median
dapat berfungsi sebagai pelindung bagi
penyeberang jalan. Selain itu, dengan lebar
yang memadai, median jalan juga dapat
berfungsi
sebagai
tempat
perletakan
perlengkapan jalan dan lensekap jalan.

Berikut beberapa ketentuan yang dapat


menjadi pedoman terkait dengan median dan
pulau pelindung pada penyeberangan pejalan
kaki :

Memiliki lebar sekurang-kurangnya 1,50


m untuk pelindung penyeberangan pejalan
kaki, atau 2,00 m apabila digunakan pada
penyeberangan sepeda;

Median

Besarnya
lebar
median
sebaiknya
disesuaikan
dengan
fungsi
yang
diakomodasinya (fasilitas belok kiri,

Pulau pelindung (refugee islands) adalah area


terlindung, dapat berupa marka jalan atau
segmen median, yang memiliki fungsi utama
sebagai tempat perlindungan/istirahat untuk
menunggu kesempatan menyeberang bagi
penyeberang jalan yang tidak dapat langsung
menyeberang jalan dalam 1 tahap.
Penggunaan median dan pulau pelindung pada
penyeberangan pejalan kaki secara langsung
dapat meningkatkan tingkat keselamatan jalan
dengan mengurangi waktu tereksposnya
penyeberang
jalan
terhadap
lalulintas
kendaraan bermotor. Median atau pulau
pelindung harus digunakan pada jalan dengan
lebar badan jalan > 11 m atau > 4 lajur.
PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Dipasang secara menerus, sejajar dengan


sumbu jalan;

Median nose

Cut Curbs /Cut


Through Min. 2,5 m

Bollards

Min.
1,5 m

Median

Gambar 2.25. Desain Bukaan Median Pada Persimpangan

Sumber : ITE, 2010 & UTTIPEC, 2009

2-22

FASILITAS PEJALAN KAKI

pelindung
penyeberangan,
pemisah,
lansekap, dll) dan tidak lebih dari 5,00 m;

Harus dilengkapi dengan bukaan median


(cut curbs/cut through) dengan lebar
sekurang-kurangnya 2,50 m atau sama
dengan lebar penyeberangan jalan. Bukaan
median ini diletakkan sejajar dengan as
penyeberangan jalan;
Untuk memastikan adanya batas yang
jelas
bagi
tempat
perlindungan
penyeberang jalan di median, sekaligus
memberikan panduan bagi pengendara
kendaraan untuk menjaga jarak aman
dengan
median
atau
tempat
penyeberangan di persimpangan, gunakan
median nose dengan desain yang sesuai
dengan standar geometri jalan yang
berlaku;
Pada lokasi-lokasi penyeberangan tidak
sebidang, median sebaiknya dilengkapi
dengan alat pembatas. Penggunaan
vegetasi (tanaman perdu/semak) lebih
disarankan dibandingkan pagar pembatas.

Pulau Pelindung

Penggunaan
ditinggikan
Penggunaan
efektif;

Memiliki luas minimal 9,00 m2, dengan


panjang sekurang-kurangnya 6,00 m dan
lebar sekurang-kurangnya 1,50 m;

pulau
sangat
marka

pelindung
yang
direkomendasikan.
seringkali kurang

Harus dilengkapi dengan bukaan median


(cut curbs/cut through) dengan lebar
sekurang-kurangnya 2,50 m atau sama
dengan lebar penyeberangan jalan. Bukaan
median ini diletakkan sejajar dengan as
penyeberangan jalan;

Harus dilengkapi dengan rambu dan


marka chevron, untuk menjamin visibilitas
yang tinggi bagi pengguna jalan.

Untuk
mencegah
masuknya
kendaraan
bermotor
pada
bukaan
median/pulau
pelindung, tiang pembatas (bollards) dapat
digunakan dengan interval antar tiang antara
0,90 1,50 m untuk menjamin aksesibilitas
pengguna kursi roda.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Tipikal pulau pelindung pada penyeberangan di


persimpangan dengan median nose

Tipikal pulau pelindung pada penyeberangan di


ruas jalan
Gambar 2.26. Tipikal Pulau Pelindung

Sumber : Office of Transportation, 1998

2-23

FASILITAS PEJALAN KAKI

2.8. Rambu, Marka dan Papan Informasi


Terdapat dua fungsi utama dari sistem
perambuan, marka dan papan informasi bagi
pejalan kaki, yaitu :
1. Memberi informasi yang jelas bagi
pejalan kaki mengenai lokasi tempat
tujuan, lokasi fasilitas pejalan kaki dan
bagaimana fasiitas tersebut harus
digunakan (petunjuk dan pengarah);
2. Memberikan peringatan kepada pengguna
jalan lain akan keberadaan pejalan kaki
(peringatan).
Berikut beberapa panduan sistem perambuan
dan marka bagi pejalan kaki :

Gunakan rambu dan marka dengan


desain standar, baik bentuk, ukuran,
warna, material maupun simbol yang
digunakan;

Gambar 2.27. Contoh Rambu Pejalan Kaki

segmen
trotoar
dengan
ruang
multifungsi, maka rambu dan papan
informasi sebaiknya ditempatkan pada
ruang ini;

Penempatan rambu dan papan informasi


tidak boleh mengganggu pergerakan
pejalan kaki dan pengguna jalan lain;
Rambu lalu lintas ditempatkan searah
dengan lalu lintas (sisi kiri) dengan
jarak minimal 0,60 m dari tepi paling
luar bahu jalan/lajur lalu lintas. Pada

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Penempatan rambu dan papan informasi


tidak boleh terganggu dan harus mudah
terlihat dengan jelas. Penempatan harus
terkoordinasi
dengan
penempatan

utilitas, pohon
penerangan;

peneduh

dan

lampu

Ketinggian
penempatan
rambu
di
fasilitas pejalan kaki minimal 2,00 m
dan maksimum 2,65 m diukur dari
permukaan fasilitas pejalan kaki sampai
dengan sisi daun bagian bawah rambu
atau papan tambahan, apabila rambu
2-24

FASILITAS PEJALAN KAKI

dilengkapi dengan papan tambahan.


Apabila rambu menggunakan sistem
kantilever dan berada diatas trotoar,
maka ketinggian rambu sekurangkurangnya 2,50 m;

Rambu dan papan informasi bagi pejalan


kaki ditempatkan menghadap arah
datangnya arus pejalan kaki;

Rambu dan papan informasi yang


berfungsi untuk memberikan informasi
arah tujuan atau lokasi fasilitas pejalan
kaki sebaiknya selalu ditempatkan pada
lokasi terjadinya perubahan arah, seperti
persimpangan,
ujung
jalan,
dsb.
Penyediaan peta pada papan informasi di
kawasan pusat kota sangat dianjurkan;

Papan informasi sebaiknya terbuat dari


material yang memiliki durabilitas tinggi
dan tidak menimbulkan efek silau.
Desain
papan
informasi
dapat
disesuaikan dengan karakteristik wilayah
guna menunjang estetika kawasan,
dengan
tetap
mempertimbangkan
kemudahan
penggunaan.
Informasi
berupa huruf dan simbol yang berlaku
internasional sebaiknya selalu digunakan

pada
papan
informasi.
Gunakan
perbedaan warna yang kontras antara
warna dasar papan dan gambar/huruf.

Gambar 2.28. Informasi Untuk Pejalan Kaki

2.9. Lampu Penerangan


Sistem penerangan jalan merupakan bagian
yang terintegrasi dengan perencanaan jalan.
Sistem penerangan jalan yang baik harus
memberikan kualitas pencahayaan yang cukup
bagi seluruh pengguna jalan untuk melakukan
perjalanan dengan selamat, aman dan
nyaman, khususnya pada malam hari.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Kebutuhan penerangan bagi pejalan kaki


sangat berbeda dengan kebutuhan penerangan
bagi
pengendara
kendaraan
bermotor.
Seringkali, sistem penerangan jalan didesain
hanya untuk kebutuhan lalulintas kendaraan
bermotor. Hal ini perlu dipertimbangkan
kembali, mengingat pejalan kaki dan pengguna
kendaraan tidak bermotor, yang tidak memiliki
mekanisme penerangan tersendiri, sangat
bergantung pada keberadaan penerangan
jalan. Bukan hanya untuk melihat kondisi
sekitarnya namun juga untuk terlihat oleh
pengguna jalan lain.
Dari
aspek
keselamatan,
keberadaan
penerangan bagi pejalan kaki sangat penting
pada lokasi-lokasi konflik dan untuk
membantu pejalan kaki mengidentifikasi
bahaya (lubang, penghalang sementara, dll)
pada jalurnya. Sementara itu, dari aspek
keamanan, keberadaan lampu penerangan
penting
untuk
meminimalisasi
resiko
terjadinya tindak kejahatan pada fasilitas
pejalan kaki, terutama pada jembatan,
terowongan dan malam hari.

2-25

FASILITAS PEJALAN KAKI

Ketentuan dan kriteria desain bagi penerangan


pejalan kaki, sebagai berikut :

Jenis lampu sodium tekanan tinggi (SON)


sebaiknya digunakan dengan kekuatan
pencahayaan berkisar 50 150 lux
bergantung pada intensitas pemakaian,
tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
Pencahayaan yang lebih kuat diperlukan
pada lokasi-lokasi konflik, seperti

penyeberangan pejalan kaki, daerah


tikungan, tangga atau ramp, akses masuk
kendaraan,
halte,
jembatan
dan
terowongan penyeberangan;

ruang multifungsi, maka tiang lampu


ditempatkan pada ruang ini;

Penempatan lampu penerangan pejalan


kaki bersifat tetap dan bernilai struktur.
Apabila tidak memungkinkan untuk
penempatan secara terpisah, penempatan
lampu dapat dikombinasikan dengan tiang
penerangan
jalan.
Desain
tempat
penempatan yang kreatif dapat dilakukan
untuk meningkatkan estetika lingkungan,
selama
tidak
mengurangi
tingkat
pencahayaan dan mengganggu ruang
bebas pejalan kaki;

Penempatan lampu penerangan harus


terkoordinasi dengan penempatan elemen
jalan lain, sehingga tingkat penerangan
tidak terganggu oleh pohon, papan
reklame atau utilitas lain;

Penempatan
sebaiknya
menerus,
khususnya pada arteri perkotaan dan
kawasan padat pejalan kaki. Interval
penempatan berdasarkan tipe jalan dan
tinggi lampu dapat mengacu pada Tabel
2.3;

Lampu penerangan jalan sebaiknya tidak


lebih tinggi dari 12 m. Pada kawasan

Penempatan tiang lampu penerangan


tidak boleh mengganggu ruang pejalan
kaki yang menerus. Jarak sekurangkurangnya 0,5 m dari tapak pejalan kaki
harus dipertahankan. Apabila terdapat

Gambar 2.29. Efek Lampu Penerangan Pejalan Kaki Terhadap Estetika & Keselamatan

Sumber : www.nextstl.com

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

2-26

FASILITAS PEJALAN KAKI

pemukiman, tinggi dibawah 12 m harus


diterapkan guna menghindari penerangan
yang tidak diinginkan terhadap lahan
privat. Sementara untuk penerangan bagi
pejalan kaki, tinggi antara 4,50 6,00 m
sebaiknya digunakan untuk menjamin
penerangan yang cukup bagi pejalan kaki.

2.10. Fasilitas

Pelengkap

Jalan

(Street

Bangku istirahat ditempatkan dengan


interval jarak maksimum 100 m pada
pusat kegiatan dan maksimum 200 m
diluar pusat kegiatan;

Bangku
istirahat
dapat
didesain
sedemikian rupa untuk menunjang
estetika fasilitas pejalan kaki. Tidak ada
ukuran bangku istirahat yang tepat untuk
setiap orang, namun sebagai panduan
dapat digunakan ukuran sebagai berikut :
- Tinggi bangku antara 45 50 cm;

Furniture)
Bangku Istirahat

Tabel 2.3. Tinggi Tiang & Interval Pemasangan Lampu


Penerangan Jalan
Tipe Jalan
Jalur pejalan kaki/pesepeda
(lebar jalan < 5 m)
Jalan lokal
(lebar jalan < 9 m)
Jalan arteri/kolektor
(lebar jalan > 9 m)

Tinggi
Tiang (m)

Interval
(m)

4,5 6,0

12 16

8,0 10

25 27

10 12

30 - 33

Sumber : Kost C., et al, 2011

Gambar 2.30. Bangku Istirahat

Panduan
penempatan
dan
spesifikasi
selanjutnya dapat mengacu pada pedoman
penerangan yang dikeluarkan Kementerian
Pekerjaan Umum.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Letak bangku istirahat tidak boleh


mengganggu ruang pejalan kaki. Gunakan
ruang multi fungsi atau ruang muka
bangunan
sebagai
lokasi
bangku
istirahat, apabila memiliki lebar ruang
lebih dari 90 cm. Apabila bangku harus
berada pada ruang pejalan kaki, maka
lebar ruang minimum pejalan kaki 1,50
m harus selalu dipertahankan dan
bangku istirahat diletakkan pada batas
garis properti. Bangku istirahat harus
selalu menghadap tapak pejalan kaki;

Lebar bangku 40 50 cm;

Panjang bangku 150 cm;

Apabila terdapat sandaran, maka


sudut sandaran dengan alas duduk
sebesar 105 derajat dan sebaiknya
dilengkapi dengan dudukan lengan.

Bangku
istirahat
tidak
memiliki sudut tajam.

boleh

Bangku istirahat harus selalu bersih,


berada pada lokasi yang terlihat jelas
dan
berpeneduh/dalam
jangkauan
bayangan pohon atau gedung;

Bangku istirahat harus terbuat dari


bahan dengan durabilitas tinggi dan

2-27

FASILITAS PEJALAN KAKI

mudah dalam pemeliharaannya, seperti


metal dan beton cetak.

Tempat Sampah

Letak tempat sampah tidak boleh


mengganggu pergerakan pejalan kaki.
Gunakan ruang multi fungsi atau ruang
muka bangunan, apabila tersedia;

Pada lokasi dengan volume pejalan kaki


tinggi,
tempat
sampah
sebaiknya
ditempatkan dengan interval jarak 20 m.
Sementara pada lokasi dengan volume
pejalan kaki rendah, tempat sampah
dapat ditempatkan menyesuaikan guna
lahan atau aktifitas jalan yang ada,
seperti pada halte atau persimpangan
jalan;

Penggunaan tempat sampah terpisah


(sampah kering, basah dan daur ulang)
sangat disarankan, dengan tinggi tempat
sampah maksimal 1,00 m dari
permukaan trotoar.

Telepon & Toilet Umum

Penempatan telepon
bersifat opsional;

atau

toilet

Gambar 2.31. Toilet dan Tempat Sampah

Penempatan telepon atau toilet umum


tidak boleh mengganggu pergerakan
pejalan kaki. Gunakan ruang multi fungsi
apabila tersedia;

Telepon/toilet
umum
sebaiknya
ditempatkan pada kawasan padat
pejalan kaki dan lokasi-lokasi tertentu
yang diperkirakan memerlukan, seperti

umum

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

halte bus dan kawasan kuliner. Interval


jarak 300 m dapat dipergunakan untuk
penempatan telepon umum, sementara
interval jarak 500 800 m untuk toilet
umum;

Toilet
yang
dipergunakan
harus
mempertimbangkan aksesibilitas bagi

2-28

FASILITAS PEJALAN KAKI

pejalan kaki
kemampuan.

dengan

keterbatasan

Halte Bus

Perletakan halte bus tidak boleh


mengganggu
aspek
menerus
dari
pergerakan pejalan kaki. Gunakan ruang
multifungsi apabila tersedia. Pada
trotoar tanpa ruang multi fungsi, halte
bus dapat ditempatkan pada sisi dalam
atau luar ruang pejalan kaki yang
menerus;

Halte bus dapat diletakkan pada ruas


jalan, sebelum persimpangan (near side)
atau setelah persimpangan (far side).
Interval jarak umumnya berkisar 300
500 m pada kawasan pusat kegiatan dan
500 1000 m pada kawasan pinggir
kota;

Lebar ruang pejalan kaki pada halte bus


sekurang-kurangnya 2,00 m. Apabila
lebar tidak dapat disediakan, maka
setidak-tidaknya lebar ruang minimum
pejalan kaki 1,50 m harus tetap
dipertahankan. Pada trotoar dengan lebar

Kondisi halte yang memblok trotoar dan dipenuhi PKL (kiri atas), penempatan halte yang tidak mengganggu ruang
pejalan kaki (kanan atas), penempatan halte pada ruang terbatas (kiri bawah) dan penempatan halte dengan
fasilitas parkir di badan jalan (kanan bawah)
Gambar 2.32. Penempatan Halte

panjang bus. Penggunaan lay bus


sebaiknya dihindari, kecuali pada jalan
dengan kecepatan tinggi (> 60 km/jam)
dan frekuensi bus yang tinggi (> 10
bus/jam);

terbatas, halte bus tanpa shelter


pelindung dapat dipertimbangkan;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Pada lokasi halte bus dengan lajur


parkir,
penggunaan
trotoar
yang
dimajukan selebar lajur parkir (bulb out)
sangat disarankan. Panjang bulb out
sekurang-kurangnya
sama
dengan

Halte bus sebaiknya dilengkapi dengan


papan informasi rute bus dan tempat
2-29

FASILITAS PEJALAN KAKI

sampah. Penggunaan toilet, telepon dan


pagar pembatas berlaku opsional dan
bergantung pada kondisi lokasi;

pejalan kaki dan kebebasan pandang


pengguna jalan lain;

Ketentuan lebih lanjut mengenai halte


bus mengacu pada pedoman yang
dikeluarkan Kementerian Perhubungan.

Pembatas

Pagar/tanaman pembatas digunakan


untuk mengarahkan pejalan kaki menuju
fasilitas
yang
disediakan,
serta
mencegah terjadinya pelanggaran pejalan
kaki
(berpindah
lintasan)
atau
perlindungan pejalan kaki pada lokasilokasi yang dianggap berbahaya, seperti
persimpangan, halte atau pada lokasi
penyeberangan tidak sebidang;
Penggunaan tanaman sebagai pembatas
disarankan
dibandingkan
pagar.
Penggunaan pagar pembatas sebaiknya
hanya
digunakan
apabila
kondisi
dianggap sangat membahayakan pejalan
kaki;

Penempatan pagar/tanaman pembatas


tidak boleh mengganggu pergerakan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Tanaman yang digunakan sebagai


pembatas adalah semak atau perdu
dengan ketinggian tidak lebih 0,80 m
pada persimpangan atau 1,50 m pada
median. Lebar ruang tanam minimal 0,80
m;

1,00 1,25

0,15 0,20

Ukuran dan bentuk pagar pemisah dapat


didesain menyesuaikan tema lokal guna
menunjang estetika wilayah. Namun
desain pagar harus dibuat sedemikian
rupa sehingga pejalan kaki dan
pengemudi kendaraan dapat saling
melihat tanpa memberikan kesempatan
untuk menyelinap bagi pejalan kaki;
Bentuk pagar konvensional atau sirip
dapat digunakan sebagai bentuk umum
dengan tinggi antara 1,00 1,25 m dan
jarak antar rongga pembatas antara 15
20 cm. Pagar pembatas sebaiknya
terbuat dari bahan dengan durabilitas
tinggi
(metal)
dan
mudah
pemeliharaannya.

1,00 1,25

0,15 0,20

Gambar 2.33. Tipikal Pagar Pembatas (dalam m)

2.11.

Area Pejalan Kaki

Area pejalan kaki adalah area khusus yang


diperuntukkan bagi pejalan kaki dan
umumnya merupakan jalan yang ditutup bagi
lalu lintas kendaraan bermotor, dengan
beberapa pengecualian berikut :

2-30

FASILITAS PEJALAN KAKI

Kendaraan barang atau pengangkut


sampah dapat diijinkan untuk melintas
pada waktu tertentu.

Kendaraan darurat harus diijinkan untuk


melintas setiap waktu.

Kendaraan umum (atau dapat juga


sepeda, taksi dan kendaraan barang)
dapat diijinkan untuk melintas di area
pejalan kaki dengan menggunakan lajur
khusus.

suatu
kawasan
dengan
tetap
mempertahankan aktifitas ekonomi yang ada
dan secara simultan menciptakan suatu
kondisi yang mampu memenuhi berbagai
kebutuhan yang ada pada kawasan tersebut.

km dan terdapat tarikan perjalanan yang


besar di ujung-ujungnya.

Berikut beberapa faktor pertimbangan yang


diperlukan dalam menerapkan area pejalan
kaki :

Adapun elemen lain yang terbukti penting


dalam menjamin keberhasilan penerapan
area pejalan kaki adalah kualitas desain dari
area pejalan kaki itu sendiri. Berikut
beberapa panduan dalam perencanaan teknis
area pejalan kaki :

Keberadaan tarikan perjalanan;

Dukungan masyarakat sekitar;

Keberhasilan suatu area pejalan kaki


ditentukan oleh daya tariknya dalam
mendorong
aktifitas
publik
sekaligus
menonjolkan identitas area itu sendiri. Area
terbuka yang hidup dan menarik akan
menjadi keuntungan bagi area pejalan kaki
dalam bersaing dengan mal atau pusat-pusat
perbelanjaan yang ada. Beberapa cara untuk
menghidupkan area pejalan kaki adalah
dengan mempromosikan event-event yang
menarik perhatian publik, seperti festival
kuliner, parade sepeda antik dan kegiatan
publik lainnya.

Pola arus lalu lintas eksisting;

Aksesibilitas angkutan umum dan


kendaraan pribadi (dalam kaitannya
dengan kapasitas parkir);

Desain fisik area pejalan kaki harus


menarik, nyaman dan aman. Pada
kawasan-kawasan yang memiliki nilai
historis, desain fisik sebaiknya diarahkan
untuk mendukung tema lokal kawasan;

Keuntungan utama dari area pejalan kaki


adalah kemampuan untuk mengadakan
event-event berskala besar diruang
terbuka. Desain area pejalan kaki harus
mampu mengakomodasi hal tersebut;

Jalan yang berada pada kawasan


komersial atau memiliki nilai historikal
(daya tarik pariwisata);

Tujuan utama dari penerapan area pejalan


kaki haruslah usaha untuk merevitalisasi

Jalan dengan badan jalan yang sempit,


panjang ruas jalan yang tidak melebihi 1

Area pejalan kaki harus memiliki desain


yang mempermudah pejalan kaki dan
mempersulit lalu lintas kendaraan
bermotor
untuk
melintas
dengan
kecepatan tinggi. Selain itu, jarak
pandang yang cukup harus selalu

Kemudahan aktifitas bongkar muat dan


lalu lintas kendaraan darurat;

Aksesibilitas pejalan kaki, khususnya


kaum difabel.

Idealnya, suatu area pejalan kaki diterapkan


pada :

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

2-31

FASILITAS PEJALAN KAKI

tersedia antara pejalan kaki


kendaraan (apabila diijinkan);

dan

Fasilitas
penyeberangan
diperlukan
apabila terdapat persimpangan pada
area pejalan kaki yang tidak menerus.
Penerapan jalan satu arah (bagi lalu
lintas
kendaraan
bermotor)
dan
pemasangan rambu, sinyal atau merubah
perkerasan jalan dapat dilakukan untuk
meminimalisasi
konflik
dengan
kendaraan bermotor;
Batu pecah, blok terkunci atau keramik
menjadi material perkerasan yang
umumnya digunakan untuk area pejalan
kaki. Material perkerasan area pejalan
kaki harus didesain cukup kuat untuk
menahan beban kendaraan barang dan
kendaraan darurat;
Penerangan area pejalan kaki harus
didesain
sedemikian
rupa
untuk
memberikan kualitas pencahayaan yang
lembut dan alami. Alat kontrol
penerangan dibutuhkan untuk mengatur
kuat
pencahayaan
pada
kawasan
komersial;

Jalan yang hidup dengan adanya aktifitas publik disepanjang hari menjadi salah satu faktor keberhasilan
penerapan area pejalan kaki
Gambar 2.34. Area Pejalan Kaki di Barcelona, Spanyol

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Lansekap area harus didesain dengan


mempertimbangkan
estetika
dan
kemudahan pemeliharaan. Jenis tanaman
peneduh atau penunjang estetika harus
tidak mengganggu ruang pandang pejalan
kaki dan tidak menyebabkan daerah
gelap yang dapat menurunkan tingkat
keamanan pejalan kaki;

ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu


disepanjang area pejalan kaki;

Informasi berupa penunjuk arah, peta,


jadwal event, atau lainnya dapat
meningkatkan
daya
tarik
dan
kenyamanan area pejalan kaki.

Perabot jalan pada area pejalan kaki


sebaiknya didesain dengan tema yang
sama, memiliki durabilitas tinggi dan
mudah dalam pemeliharaannya. Beberapa
area istirahat (bangku) skala kecil dapat

2-32

FASILITAS PESEPEDA

3. FASILITAS PESEPEDA

dikelompokan dapat disimpulkan dalam


gambar yang ditunjukan oleh Gambar 3.1

3.1.1.2 Ruang Minimum untuk Pesepeda

3.1. Elemen Desain


Sepeda termasuk salah satu kendaraan tidak
bermotor yang paling dasar pada sistem
transportasi yang berkelanjutan. Keberadaan
sepeda merupakan salah satu integral dari
adanya fasilitas pejalan kaki, dan merupakan
alat transportasi yang bebas dari polusi.
Guideline ini disusun sebagai panduan dalam
merencanakan fasilitas yang baik dan dapat
diaplikasikan di kota-kota yang ada di
Indonesia.

3.1.1 Parameter

Gambar 3.1 Jenis Sepeda

Sumber: AASHTO, 2010

Keterangan untuk gambar 3.1 dijelaskan


dalam table 3.1 berikut:

Berikut adalah parameter dari elemen desain


sepeda:
1. Desain kendaraan;
2. Ruang minimum untuk pesepeda
3. Buffer Zone

3.1.1.1 Desain Kendaraan


Terdapat banyak sekali jenis dari sepeda yang
dijual dipasaran saat ini, namun apabila

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

No
A
B
C
D
E
F

Tabel 3.1 Jenis sepeda


Tipe Sepeda
Panjang
Sepeda standar
1.8 m
Sepeda dengan
2m
sandaran
Sepeda trailer
1.1 m
Sepeda trailer dengan
tambahan trailer untuk
1.2 m
anak-anak
Lebar sepeda jenis D
0.75 m
Sepeda tandem
2.4 m

Gambar 3.2 Ruang minimum untuk sepeda

Sumber: AASHTO, 2010

Ruang minimum untuk sepeda merupakan


ruang yang disediakan untuk para pesepeda,
terletak bersebelahan dengan trotoar, namun
ada juga yang bersinggungan langsung dengan
jalan raya, dan ada juga yang bersatu dengan
trotoar, namun pada umumnya untuk ruang
minimum sepeda.
Seperti yang ditunjukan pada gambar 3.2 lebar
standar untuk sepeda adalah sebesar 0,75 m,
3-1

FASILITAS PESEPEDA

lebar minimum untuk satu sepeda dengan


ruang gerak untuk bermanuver sebesar 1,2 m
dan lebar yang direkomendasikan untuk
membuat satu jalur sepeda untuk satu sepeda
adalah selebar 1,5 m. kemudian untuk ruang
ketinggian bebas untuk jalur sepeda minimum
sebesar 2,5 m.

dari jalur kemungkinan akan masih dapat


digunakan sebagai jalur sepeda motor atau
hanya sebagai pelebaran jalur lalulintas.
Gambar 3.3 menunjukan ilustrasi buffer zone
apabila ditempatkan bersebelahan dengan
area parkir di badan jalan.

3.1.1.3 Buffer Zone


Buffer zone atau zona penyangga adalah
mekanisme lain yang sering digunakan untuk
melindungi pengendara sepeda dari kendaran
bermotor. Buffer zone adalah ruang antara
jalur lalulintas atau tempat parkir yag
dirancang untuk memisahkan pengendara
sepeda
dengan
kendaraan
bermotor,
kecelakaan yang sering terjadi adalah ketika
pengendara mobil membuka pintu ke jalur
sepeda dan melukai pesepeda.
Untuk kondisi di Indonesia, direkomendasikan
desain
untuk
sepenuhnya
memisahkan
pesepeda dengan lalu lintas kendaraan
bermotor, desain ini kemugkinan akan
mempeluas
trotoar
ke
jalan
hingga
kemungkinan dapan menghapus satu jalur
mobil. Namun demikian bagian yang tersisia

kemiringan melintang untuk fasilitas sepeda


ditetapkan maksimum 2 %.
Pada kondisi topografi yang sulit dimana
kemiringan 2% tidak dapat digunakan, maka
kombinasi kemiringan antara tiap zona dapat
digunakan
dengan
mempertahankan
kemiringan 2% pada ruang pesepeda dan max.
8% pada ruang lainnya (ruang multifungsi dan
ruang muka bangunan).
Sementara itu, kelandaian memanjang jalur
sepeda ditetapkan maksimum 8% dengan
kelandaian yang dianjurkan sebesar 5%.

3.1.2 Tipe Fasilitas Sepeda


Gambar 3.3 Buffer zone

Sumber: Creating Walkable & Bikeable Community, Alta


Planning, 2012

3.1.1.4 kelandaian
Sama hal-nya dengan fasilitas pejalan kaki,
jalur sepeda harus memiliki permukaan yang
relative rata namun tetap memiliki kemiringan
yang cukup untuk limpasan air, dengan
menyesuaikan dengan trotoar, maka besarnya

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

3.1.2.1 Bike lane


Implementasi jalur sepeda harus memenuhi
beberapa
kriteria
yang
mencakup
aksesibilitas, konektivitas antar tujuan,
mobilitas pengendara dan meningkatkan
kapasitas sistem.
Lebar lajur sepeda ditentukan oleh konteks
dan penggunaan, Kecepatan, volume, dan jenis
kendaraan di jalur yang berdekatan secara
signifikan
mempengaruhi
kenyamanan

3-2

FASILITAS PESEPEDA

pengendara sepeda dan keinginan untuk


adanya pemisahan lateral dari kendaraan lain.
Lebar jalur sepeda harus diukur dari pusat
garis jalur sepeda. Lebar yang tepat harus
mempertimbangkan fitur desain di tepi kanan
jalur sepeda, seperti pinggir jalan, selokan, di
jalan jalur parkir, atau pagar pembatas.

lebar operasi yang direkomendasikan sebuah


sepeda adalah minimum 1,5 m. Oleh karena
itu, dalam keadaan yang paling lebar
direkomendasikan untuk jalur sepeda adalah
1,5 m. Jalur sepeda yang lebih luas mungkin
diinginkan dengan ketentuan sebagai berikut:

atau melewati satu


meninggalkan jalur.

sama

lain

tanpa

Pada kecepatan tinggi (lebih dari 45 mph


[70 km / h]) dan volume tinggi jalan raya,
atau di mana ada sejumlah besar kendaraan
berat, jalur sepeda yang luas yang diberikan
pemisah fisik dengan kendaraan bermotor
dapan meminimalisir resiko kecelakaan.
Untuk jalan raya tanpa trotoar dan selokan
dan tidak ada parkir di jalan, lebar minimum
jalur sepeda adalah 4 kaki (1,2 m).

Berdekatan dengan jalur parkir yang sempit


(2,1 m) dengan pusat kegiatan (seperti
restoran, toko-toko, atau tempat hiburan),
dibutuhkan ruang yang lebih besar untuk
jalur sepeda dan juga jarak untuk bukaan
pintu kendaraan bermotor (1,8-2,1 m)
Di daerah yang tingkat penggunaan sepeda
yang tinggi, lebar 1,8-2,4 m memungkinkan
pengendara sepeda untuk naik side-by-side

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Gambar 3.5 Rekomendasi Jalur Sepeda untuk Jalur 15 m


dengan Parkir dibadan Jalan

Sumber: Chicago Bike Lane Guideline,2002

Gambar 3.4 Typical bikelane Cross Section

Sumber: AASHTO, 2010

3-3

FASILITAS PESEPEDA

Pada lokasi dengan kecepatan kendaraan


bermotor tinggi, di mana lebar selokan 0,6
m, maka direkomendasikan lebar lajur
sepeda 1,8 m termasuk selokan.
Pada saat kondisi ekstrim tertentu dimana
kecepatan jalan raya rendah dengan batubatuan tetapi tidak ada selokan (misalnya
di lokasi dengan kerb batu), di mana lebar
sepeda yang disarankan adalah 1,2 m

Gambar 3.6 Rekomendasi Jalur sepeda untuk 2 jalur


tanpa parkir on-street

Sumber: Chicago Bike Lane Guideline, 2002

Untuk jalan raya di mana jalur sepeda


berbatasan langsung ke trotoar, pagar, atau
permukaan vertikal lainnya, lebar jalur sepeda
minimal adalah 1,5 m, diukur dari muka
trotoar atau permukaan vertikal ke pusat jalur
sepeda. Ada dua pengecualian untuk ini:

Gambar 3.7 Bikelane di Dublin


Sumber: Enrique Penalosa, 2005

3.1.2.2 Shared lanes


Sepeda dapat dipergunakan di semua jalan
kecuali jalan tersebut memang dilarang

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

dilewati dengan adanya sebuah peraturan


tertentu. Singkat kata shared lanes adalah
pesepeda dapat mengemudikan sepedanya
bersama-sama dengan pengguna kendaraan
bermotor lainnya ataupun berbagi dengan
pejalan kaki di jalur yang sama.Terdapat dua
jenis shared lanes, yaitu:
-

Shared lanes dengan jalur pejalan kaki


Jenis fasilitas ini dapat digunakan apabila
jalan raya yang akan dilewati termasuk
jalan dengan kecepatan tinggi seperti
jalan arteri atau kolektor (kecepatan
maksimal 60 km/jam) yang tidak
memungkinkan pesepeda berkendara di
jalan raya demi alasan keselamatan.
Jalur ditempatkan bersandingan dengan
jalur pejalan kaki, dimana apabila lebar
minimum trotar 1,5 m maka lebar
minimum untuk jalur sepeda sebesar 1,2
m, maka lebar total dari keseluruhan
fasilitas tersebut adalah 4 m dengan
memperkirakan ruang gerak bebas pejalan
kaki dan pesepeda.

3-4

FASILITAS PESEPEDA

Shared lanes dengan jalan raya

ditempatkan di lokasi yang


menghambat perjalanan sepeda.

Jalur dengan lebar jalan minimum 4.5m


dengan kecepatan kendaraan bermotor
yang
rendah
(kecepatan
maksimal
20km/jam) memungkinkan untuk adanya
shared lanes ini, seperti jalan lokal atau
jalan lingkungan.

tidak

Beberapa pertimbangan
fasilitas sepeda adalah:

Gambar 3.9 Contoh shared road di Guangzhou, Cina

Sumber: Ratna Yunita, 2010

3.1.3 Memilih Fasilitas Sepeda yang


Tepat
Gambar 3.8 shared lanes dengan jalur pejalan kaki
di Berlin, Jerman

Sumber: Enrique Penalosa, 2008

1000 orang/12 jam, maka jalur sepeda


dan pejalan kaki dipisah
Bila volume sepeda lebih dari 200/12
jam dan volume lalulintas lebih dari
2000/12 jam, sebaiknya disediakan
jalur khusus sepeda

Menurut Standar Geometrik


Perkotaan,
persyaratan pemilihan fasilitas sepeda adalah
sebagai berikut:

Menurut Pedoman Desain Fasilitas MnDOT


(Minneasota Department of Transportation)
Namun penting untuk dicatat bahwa jalan
harus dirancang agar ramah bagi para
pengguna sepeda,
serta manhole

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Bila volume sepeda melebihi 500/12


jam dan volume lalulintas melebihi
2000/12
jam,
maka
sebaiknya
disediakan jalur khusus sepeda dan
atau pejalan kaki. Bila dalam kondisi
ini, volume pejalan kaki lebih dari

pemilihan

tipe

Tipe pengguna sepeda didominasi oleh 3


golongan, yaitu orang bekerja (perkotaan),
orang tua dan anak-anak. Prioritas
pengguna tentunya diarahkan ke tipe
pengguna terakhir.
Tingkat
kesadaran
berlalulintas
masyarakat yang masih rendah, sehingga
penyerobotan jalur cukup tinggi dan
prioritas pengguna jalan tidak selalu
berlaku
Dikarenakan
tingkat
kesadaran
berlalulintas yang masih rendah, dalam
penerapan suatu fasilitas sebaiknya
bersifat
represif
bukan
persuasif.
Pemberian
opsi
akan
mengurangi
efektifitas fasilitas sendiri.

3-5

FASILITAS PESEPEDA

Dan menurut Germany Guideline (ERA)

kombinasi bebas
sepeda
Garis atau marka
pelindung
di
kategori
ini
diberikan
jika
volume kendaraan
bermotor tinggi

Gambar 3.10 Kurva penentuan Jenis Fasilitas Sepeda


Sumber: ERA, 2009

Tabel dibawah ini menjelaskan


pemilihan fasilitas sepeda yang tepat

II

grafik

1. Garis atau marka


pelindung
2. Kombinasi
pemakaian
bersama
antara
pejalan kaki dan
sepeda di trotoar
3. Lajur sepeda tanpa
wajib
pengguna/prioritas
(marka putus)
4. Kombinasi poin 1
& poin 2
5. Kombinasi poin 1
& poin 3

Pemakaian
bersama
dimungkinkan jika
volume lalu lintas
kendaraan
berat
sedikit,
jarak
kemiringan diatas
kelandaian
3%,
garis petunjuk yang
jelas terlihat dan
lebar
jalan
memadai
Lajur sepeda atau
trotoar
jalur
digunakan
jika
volume lalu lintas
kendr
bermotor
banyak,
garis
petunjuk yg kurang
jelas, lebar jalan
dan
desain
persimpangan yang
tidak memadai

1.
2.

Kombinasi
marka
pelindung
dengan
trotoar dan bebas
sepeda. Penggunaan
sepeda tanpa ada
wajib penggunaan pd
volume lalu lintas
rendah,
jarak

Tabel 3.1 Menentukan fasilitas sepeda

Kategori

Bentuk Pembagian
Kelas Desain Lalu
lintas Sepeda
1. Pemakaian
bersama dengan
lalu lintas
kendaraan
bermotor di jalan

Kondisi Bentuk
Penggunaan Desain
Kategori Masing
masing
Pemakaian
bersama
pada
kelandaian
yg
tajam
dengan
petunjuk khusus
pejalan
kaki
dengan tambahan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

III

Lajur Sepeda
Jalur sepeda

1.
2.

IV

Lajur Sepeda
Jalur sepeda

kemiringan
diatas
3% dari kemiringan
dan butuh
garis
petunjuk yang jelas
Jika marka sepeda
dan jalur trotoar
sepeda
tidak
memungkinkan maka
disarankan
untuk
mencoba kombinasi
marka
sepeda
pelindung
dengan
Trotoar
pejalan
kaki dan bebas
sepeda

3-6

FASILITAS PESEPEDA

3.1.4 Penyeberangan Sepeda

3.1.4.2 Penyeberangan tidak sebidang

3.1.4.1 Penyeberangan Sebidang

Penyeberangan sebidang termasuk didalamnya


jembatan dan terowongan untuk pesepeda

Gambat
dibawah
ini
penyeberangan sebidang.

menunjukan

Gambar 3.12 Jembatan untuk Pesepeda

Sumber: Enrique Penalosa, 2010

Gambar 3.13 Ramp Sepeda

Sumber: Ratna Yunita, 2010

Gambar 3.11 Penyeberangan Sebidang

Sumber: Enrique Penalosa,

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

3-7

FASILITAS PESEPEDA

(dapat dilihat di Bab 2.5 Material Permukaan


fasilitas pejalan kaki). Berikut ketentuan yang
dapat menjadi pedoman dalam menentukan
permukaan jalur sepeda:
Material konstruksi jalur sepeda harus
memberikan permukaan berjalan yang
tidak kasar, kokoh, stabil dan tidak licin

Gambar 3.14 Terowongan untuk Pesepeda

Sumber: Enrique Penalosa, 2009

3.1.5 Material Permukaan


Sama halnya dengan pemilihan material
permukaan untuk fasilitas pejalan kaki,
pemilihan material untuk konstruksi jalur
sepeda yang tepat dapat meningkatkan
kenyamanan dan keamanan dalam berkendara

Material harus memiliki durabilitas tinggi,


tidak gampang rusak/pecah, namun tetap
mudah didalam pemeliharaannya. Material
juga harus cukup kuat untuk menahan
beban kursi roda, sepeda dan alat bantu
mobilitas lainnya.
Material dengan tingkat permeabilitas
tinggi dan tidak mudah menyerap panas
disarankan.
Material permukaan yang digunakan
sebaiknya
disesuaikan
dengan
karakteristik lingkungan yang ada untuk
meningkatkan nilai estetika

Material yang bisa digunakan untuk membuat


jalur sepeda adalah batu andesit, batu pecah,
aspal beton dan permukaan jalan beton

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Gambar 3.15 Permukaan Aspal untuk jalur sepeda di


Guangzhou

Sumber: Ratna Yunita, 2010

3.1.6 Parkir Sepeda


Parkir sepeda merupakan salah satu elemen
penting dalam penyediaan fasilitas sepeda,
dimana pesepeda dapat menitipkan sepeda
dengan nyaman dan tidak merasa khawatir
akan meninggalkan sepedanya selama mereka
beraktfitas, berikut adalah prinsip prinsip
yang harus diperhatikan dalam penyediaan
fasilitas parkir sepeda:
-

Mudah digunakan, dikelola dan dipelihara


Fasilitas ini harus mudah dalam
penggunaannya oleh para pesepeda, dan
bisa digunakan oleh segala jenis sepeda.
Dikelola dengan baik sehingga tidak
menyulitkan pesepeda, serta selau di

3-8

FASILITAS PESEPEDA

rawat secara berkala baik


petugas
yang
berwenang
pengguna sepeda.
-

itu oleh
maupun

Pengawasan
Terlihat
Parkir sepeda harus mudah untuk
didapatkan dan diberi rambu-rambu
dengan baik, ditempatkan di daerah
yang strategis
Aman dan terlindungi
Selain tersedianyanya gembok dan
kunci untuk keamanan penyimpanan,
tempat parkir sepeda sebaiknya
terdapat CCTV untuk mengawasi
sepeda

Teritorial
Terlindungi
Parkir sepeda harus terlindungi oleh
cuaca, bahaya jalan raya
Tidak menjadi masalah untuk yang
lain
Dengan artian tidak ada pihak yang
keberatan atas adanya penyediaan
fasilitas ini.

Jenis-jenis parkir sepeda:


-

Akses
Aksesibilitas
Parkir sepeda seharusnya mudah
untuk di akses menuju tempat tujuan,
misalnya dekat dengan pintu masuk
pusat kegiatan dan angkutan umum
(tidak lebih dari 30 m)
Tersedia secara konstan
Penyediaannya bersifat permanen
Terkoneksi
Penyediaannya
harus
terhubung
langsung dengan gedung
Terhubung dengan moda lainnya
Penyediaanya terintegrasi dengan
angkutan umum ataupun moda
transportasi lainnya

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

sulit
digunakan
dan
meningkatkan kapasitas

tidak

akan

Dimensi
yang
di
rekomendasikan,
sebagaimana ditunjukan pada Gambar ,
adalah:
Panjang 70 cm 100 cm
Tinggi 75 cm (+/- 5 cm)
Diameter tabung 5 9 cm (semakin
besar diameter tabung, maka akan
semakin aman)
Sudut radius 10 25 cm

Sheffield stand
Sandaran ini dapat memarkir dua sepeda
pada satu sandaran sekaligus, sangat
mudah bagi penyedia jasa parkir sepeda
untuk pembelian alat dan pemasangannya,
pengguna sepeda banyak yang menyukai
desain ini karena sangat mendukung
kerangka sepeda dan memungkinkan
beberapa posisi penguncian.
Tersedia dalam beberapa variasi bentuk
dan bahan, mulai dari stainless steel,
nilon ataupun galvanized untuk biaya
pembuatan yang lebih murah. Biaya
perawatan untuk fasilitas ini hampir nihil
Jarak antar sandaran direkomendasikan
minimum 1 meter, karena apabila jaraknya
terlalu berdekatan maka akan menjadi

Gambar 3.16 struktur dari Sheffield Stand


Sumber: Workplace cycle parking Guideline, TfL, 2006

3-9

FASILITAS PESEPEDA

Sheffield stand ini dapat ditambahkan


atap yang transparan untuk mencegah
hujan, angin dan terlindung dari cuara
namun tetap terpantau oleh penjaga
parkir ataupun pesepeda

titik jangkar aman, dipasang


ketinggian sepeda pada umumnya.

pada

Dan berikut adalah gambar dari alternatif


pemasangan posisi Sheffield Stand:

Gambar 3.19 Wall Bars

Sumber: Workplace cycle parking Guideline, TfL, 2006

Gambar 3.18 Aternatif penempatan Sheffield Stand

Sumber: Cycle Parking Design Guideline, 2009

Gambar 3.17 Sheffield Stand

Sumber: Cycle Parking Design Guideline, 2009

Wall bars
Merupakan batang yang di pasang di
dinding, biasanya ditempatkan di ruang
terbatas dan/atau untuk memberikan
keamanan tambahan dimana sepeda yang
biasa diparkir bersandar di dinding agar
terlindung dari cuaca.
Biaya pembuatan rendah, dan dapat
dilakukan sendiri, penggunaan material
dapat menggunakan tiang galvanis dengan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Rak dua tingkat


Rak ini memiliki kapasitas ekstra, yakni
dapat menampung sepeda dua kali lipat,
ditempatkan di titik titik pergerakan
ataupun pusat kegiatan yang memerlukan
kapasitas penyimpanan sepeda yang
banyak.
Sebaiknya disediakan petunjuk cara
penggunaan rak ini bagi para pengguna
untuk mempermudah proses penyimpanan.
Kemiringan potensial untuk rak atas
adalah 45 derajat atau lebih untuk
meminimalkan lebar lorong. Salah satu
contoh rak dua tingkat ini ditunjukan oleh
Gambar

3-10

FASILITAS PESEPEDA

Sumber: Workplace cycle parking Guideline, TfL, 2006

Selain itu apabila memungkinkan, fasilitas


parkir sepeda ini ditambah dengan fasilitas
pendukung lainnya seperti:
Gambar 3.21 Parkir Elektronik

Sumber: Workplace cycle parking Guideline, TfL, 2006

Parkir On-street
Apabila tidak tersedianya ruang didalam
gedung, maka parkir di badan jalan bisa
digunakan asalkan tidak mengganggu
fasilitas pejalan kaki

Gambar 3.20 rak dua tingkat di salah satu stasiun


Guangzhou BRT

Kamar mandi
Loker untuk penyimpanan helm, baju
ataupun peralatan pesepeda
Pompa dan kotak alat perkakas

Rambu atau marka untuk menunjukan parkir


sepeda juga sangat menting sebagai petunjuk
adanya tempat parkir sepeda di sutu tempat,
di letakan di tempat yang strategis yang
memungkinkan para pengendara sepeda
melihat rambu tersebut, cotoh rambu untuk
parkir sepeda ditunjukan oleh gambar berikut

Sumber: Dhany Ningtyas, 2010

Parkir elektronik
Dimana tingkat keamanan sangat tinggi
untuk mengunci sepeda pada fasilitas ini,
keamanan dijamin hampir 100%, dan juga
system kontrol secara elektronik dan rinci

Gambar 3.23 rambu parkir sepeda

Sumber: Cycling design guideline

Gambar 3.22 Parkir On-Street untuk Sepeda

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

3-11

FASILITAS PESEPEDA

informasi sebaiknya ditempatkan pada


ruang ini;

3.1.7 Rambu dan Sinyal


Terdapat tiga fungsi utama dari rambu, marka
dan papan informasi untuk pesepda:
-

Memberitahukan
peraturan
yang
berlaku di area tersebut, contohnya.
Area khusus pejalan kaki dan sepeda
Memberikan
peringatan
kepada
pengguna jalan
Memberikan
Informasi/petunjuk
kepada pesepeda, contoh. Papan
penunjuk arah

Penempatan rambu dan papan informasi


tidak boleh terganggu dan harus mudah
terlihat dengan jelas. Penempatan harus
terkoordinasi
dengan
penempatan
utilitas, pohon peneduh dan lampu
penerangan;

Ketinggian penempatan rambu di


fasilitas pesepeda minimal 2,00 m dan
maksimum 2,65 m diukur dari
permukaan fasilitas sepeda sampai
dengan sisi daun bagian bawah rambu
atau papan tambahan, apabila rambu
dilengkapi dengan papan tambahan.
Rambu dan papan informasi bagi pejalan
kaki ditempatkan menghadap arah
datangnya arus pejalan kaki;

Berikut beberapa panduan sistem perambuan


dan marka untuk jalur sepeda :

Gunakan rambu dan marka dengan


desain standar, baik bentuk, ukuran,
warna, material maupun simbol yang
digunakan;

Penempatan rambu dan papan informasi


tidak boleh mengganggu pergerakan
pesepeda dan pengguna jalan lain;

Rambu lalu lintas ditempatkan searah


dengan lalu lintas (sisi kiri) dengan
jarak minimal 0,60 m dari tepi paling
luar bahu jalan/lajur lalu lintas. Pada
segmen
trotoar
dengan
ruang
multifungsi, maka rambu dan papan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Rambu dan papan informasi yang


berfungsi untuk memberikan informasi
arah tujuan atau lokasi fasilitas
pesepeda, sebaiknya selalu ditempatkan
pada lokasi terjadinya perubahan arah,
seperti persimpangan, ujung jalan, dsb.
Penyediaan peta pada papan informasi

di kawasan
dianjurkan;

pusat

kota

sangat

Papan informasi sebaiknya terbuat dari


material yang memiliki durabilitas tinggi
dan tidak menimbulkan efek silau.
Desain
papan
informasi
dapat
disesuaikan
dengan
karakteristik
wilayah guna menunjang estetika
kawasan,
dengan
tetap
mempertimbangkan
kemudahan
penggunaan. Informasi berupa huruf dan
simbol yang berlaku internasional
sebaiknya selalu digunakan pada papan
informasi. Gunakan perbedaan warna
yang kontras antara warna dasar papan
dan gambar/huruf.

Marka juga dapat diletakan di


permukaan jalan dengan cat khusus
agar tidak mudah terhapus

3-12

FASILITAS PESEPEDA

3.1.8 Penerangan jalan

Gambar 3.24 Marka di permukaan jalan

Sumber: Enrique Penalosa, 2004

Sistem penerangan yang baik sangat


membantu
pengendara
sepeda
untuk
berkendara terutama pada malam hari
ataupun saat kondisi yang gelap, dan juga
sangat membantu untuk menghindari bahaya
yang ada di sekitar pesepeda pada kondisi
apapun seperti lubang, penghalang sementara,
kendaraan lain yang datang tiba-tiba dan
yang lainnya, keberadaan lampu penerangan
juga penting untuk meminimalisi resiko
terjadinya tindak kejahatan, terutama apabila
pesepeda melewati terowongan dimalam hari.

Penempatan tiang lampu penerangan


tidak boleh mengganggu ruang pejalan
kaki dan pesepeda yang menerus. Jarak
sekurang-kurangnya 0,5 m dari tapak
pejalan kaki harus dipertahankan. Apabila
terdapat ruang multifungsi, maka tiang
lampu ditempatkan pada ruang ini;

Penempatan lampu penerangan pejalan


kaki bersifat tetap dan bernilai struktur.
Apabila tidak memungkinkan untuk
penempatan secara terpisah, penempatan
lampu dapat dikombinasikan dengan tiang
penerangan
jalan.
Desain
tempat
penempatan yang kreatif dapat dilakukan
untuk meningkatkan estetika lingkungan,
selama
tidak
mengurangi
tingkat
pencahayaan dan mengganggu ruang
bebas pejalan kaki dan pesepeda;

Penempatan lampu penerangan harus


terkoordinasi dengan penempatan elemen
jalan lain, sehingga tingkat penerangan
tidak terganggu oleh pohon, papan
reklame atau utilitas lain;

Penempatan
sebaiknya
menerus,
khususnya pada arteri perkotaan dan

Ketentuan dan kriteria desain bagi penerangan


pejalan kaki, sebagai berikut :

Gambar 3.25 Pelican sign untuk pesepeda

Sumber: Karl Fjelstorm, ITDP, 2010

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Jenis lampu sodium tekanan tinggi (SON)


sebaiknya digunakan dengan kekuatan
pencahayaan berkisar 50 150 lux
bergantung pada intensitas pemakaian,
tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
Pencahayaan yang lebih kuat diperlukan
pada lokasi-lokasi konflik, seperti
penyeberangan, daerah tikungan, tangga
atau ramp, akses masuk kendaraan, halte,
jembatan dan terowongan penyeberangan;

3-13

FASILITAS PESEPEDA

kawasan padat
pesepeda.

pejalan

kaki

dan

Interval penempatan berdasarkan tipe jalan


dan tinggi lampu dapat mengacu pada Tabel
2.3 pada Bab Fasilitas sepeda; dimana
penempatan lampu penerangan pada interval
setiam 12 16 meter dengan tinggi tiang
lampu 4,5 6 meter
Lampu penerangan jalan sebaiknya tidak
lebih tinggi dari 12 m. Pada kawasan
pemukiman, tinggi dibawah 12 m harus
diterapkan guna menghindari penerangan
yang tidak diinginkan terhadap lahan privat

3.2

Integrasi Dengan Angkutan


Umum

Angkutan umum dan sepeda adalah bagian


yang saling melengkapi satu sama lainnya,
bersepeda memiliki tingkat penetrasi yang
tinggi (hampir setiap lokasi dapat dicapai
dengan sepeda), dapat digunakn sepanjang
hari dan merupakan sarana yang cepat dan
efisien terutama untuk perjalanan jarak
pendek. Sebaliknya berlaku untuk angkutan
umum, angkutan umum dapat memindahkan
sekelompok besar orang/penumpang untuk
jarak menengah dan panjang, maka dari itu

menggabungkan dua moda transportasi ini


untu system transportasi berkelanjutan adalah
perpaduan yang pas untuk perjalanan sehari
hari. Dimana sepeda bias menjadi salah satu
feeder bagi angkutan umum.

untuk menggunakan satu tiket untuk


setiap moda
4. Integrasi informasi: tersedianya informasi
hampir di semua aspek perjalanan.

Maka apabila disimpulkan perjalanan multi


moda ini termasuk perjalanan the access
trip dan the egress trip maksudnya adalah,
The access trip atau perjalanan akses dari
rantai transportasi multi modal adalah bagian
dari perjalanan dari asal perjalanan ke titik
masuk pertama dari system transportasi
umum.
The Egress trip atau perjalanan egress
didefinisikan sebagai perjalanan dari titik
turun dari angkutan umum terakhrir ke tujuan
akhir
Menurut Ibrahim (2003), terdapat empat tipe
integrasi:
1. Integrasi fisik: perjalanan dengan fasilitas
transfer terus ditingkatkan dan disediakan
2. integrasi jaringan: tingkat hirarki yang
berbeda harus diintegrasikan, dan juga
menghubungkan berbagai moda
3. tarif integrasi: penyediaan sistem tiket
terpadu yang memungkinkan penumpang

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

3-14

FASILITAS PESEPEDA

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

3-15

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

4. TEKNIK PERLAMBATAN
LALU LINTAS

hanya pada jalan-jalan tertentu, umumnya


menimbulkan efek berpindahnya lalu lintas
bermotor ke jalan-jalan sekitar yang tidak
menerapkan perlambatan lalu lintas.

lintas tersebut sebaiknya diterapkan dengan


mempertimbangkan beberapa faktor berikut :

Tidak menimbulkan pembatasan terhadap


pergerakan pejalan kaki dan sepeda;

Teknik perlambatan lalu lintas atau traffic


calming adalah salah satu komponen
manajemen dan rekayasa lalu lintas yang
penting dalam perencanaan teknis fasilitas
pejalan kaki dan pesepeda. Secara sederhana,
teknik perlambatan lalu lintas dapat
didefinisikan sebagai kombinasi dari rekayasa
fisik jalan untuk mengurangi efek negatif dari
lalu lintas kendaraan bermotor, merubah
perilaku pengendara dan melindungi pengguna
kendaraan tidak bermotor.

Suatu elemen perlambatan lalu lintas yang


didesain dengan baik dapat menjamin
keselamatan
pengguna
jalan
dengan
mengurangi setidaknya kecepatan kendaraan
bermotor dan secara potensial nantinya
menyebabkan menurunnya volume kendaraan
bermotor. Pada dasarnya, teknik perlambatan
lalu lintas melindungi pengguna jalan dengan :

Tidak menimbulkan potensi kecelakaan


bagi lalu lintas kendaraan bermotor.

Volume pejalan kaki dan volume lalu


lintas;

Tipe dan frekuensi kecelakaan;

Lebar jalan atau persimpangan;

Jenis moda
diperlambat.

Teknik perlambatan lalu lintas dapat


diterapkan untuk jalan-jalan tertentu (street
by street basis) atau untuk sebuah kawasan
(area wide plan). Namun untuk menunjang
efektifitasnya, penerapan teknik perlambatan
lalu lintas yang komprehensif dalam sebuah
kawasan sebaiknya lebih diprioritaskan guna
memperoleh
manajemen
volume
dan
kecepatan lalu lintas diseluruh kawasan.
Penerapan teknik perlambatan lalu lintas

Mengurangi
bermotor;

Mengurangi waktu tereksposnya pejalan


kaki dan pesepeda dalam kondisi
membahayakan;

Mempermudah pengguna jalan dalam


memprediksi dan bereaksi terhadap
pergerakan pengguna jalan lainnya;

kecepatan

kendaraan

Sesuai
dengan
fungsi
diatas,
teknik
perlambatan lalu lintas memiliki berbagai
bentuk elemen yang berbeda dalam
aplikasinya. Tiap elemen perlambatan lalu

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

bermotor

yang

perlu

Selain itu, elemen perlambatan lalu lintas


harus berfungsi baik di setiap waktu di setiap
hari, khususnya pada malam hari dimana
volume kendaraan umumnya rendah dan
kecepatan lalu lintas bermotor cenderung
tinggi.
Didalam aplikasinya, teknik perlambatan lalu
lintas dilakukan dengan merubah alinemen
horizontal/vertikal jalan, memodifikasi lebar
lajur kendaraan, perubahan material dan
warna permukaan jalan pada titik konflik,
hingga penutupan jalan bagi kendaraan
bermotor. Berbagai rekayasa fisik ini
4-1

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

diperlukan mengingat elemen perlambatan


lalu lintas harus memiliki efek mengarahkan
pengemudi kendaraan bermotor secara alami
(self enforcing). Hal ini sangat berbeda
dengan penggunaan rambu batas kecepatan
atau APILL yang mengatur lalu lintas dengan
mengedepankan peraturan dan umumnya
memerlukan pengawasan dan penindakan
hukum (law enforcement).

Radius yang besar


memberikan kecepatan
membelok yang tinggi &
jarak pandang terbatas
bagi pejalan kaki

Beberapa bentuk elemen perlambatan lalu


lintas diuraikan dalam sub bab berikut ini.
4.1.

Sumber : Abu Dhabi Urban Planning Council, 2009

sehingga
lebih
reaktif
terhadap
keberadaan pejalan kaki dan pengguna
kendaraan tidak bermotor.

Besarnya radius kerb pada persimpangan


memberikan efek besar terhadap keseluruhan
operasi dan tingkat keselamatan pengguna
jalan di persimpangan. Kecilnya radius kerb
akan meningkatkan keselamatan pejalan kaki
dan pengguna kendaraan tidak bermotor
dengan :

Beberapa pedoman dalam perencanaan radius


kerb diuraikan sebagai berikut :

Radius kerb pada persimpangan pada


kawasan perkotaan sebaiknya tidak lebih
dari 5,00 m;

Mengurangi jarak penyeberangan;

Meningkatkan
persimpangan;

Desain radius kerb sehingga kecepatan


membelok kendaraan bermotor tidak lebih
dari 15 km/jam;

Memaksa pengemudi kendaraan bermotor


menurunkan kecepatan saat membelok

pandang

Menghilangkan lajur belok


dengan mempertahankan
radius kerb yang kecil
menberikan jarak
penyeberangan yang pendek,
meningkatkan keselamatan
pengguna jalan dan lahan
ekstra untuk lansekap jalan

Gambar 4.1. Efek Radius Kerb Pada Persimpangan

Radius Kerb Pada Persimpangan (Corner


Radius)

jarak

Radius yang kecil


memaksa pengemudi
untuk menurunkan
kecepatan dan
meningkatkan jarak
pandang pejalan
pejalan kaki

di

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Perhitungkan radius belok efektif dan


ketersediaan lahan yang ada, termasuk
untuk lajur sepeda, lajur kendaraan
bermotor dan ketersediaan fasilitas parkir
badan jalan. Tidak hanya untuk kebutuhan
lajur belok saja;

Radius kerb dapat diperbesar pada lokasilokasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pergerakan
bus
umum,
kendaraan
pertahanan, kendaraan darurat dan
kendaraan berat. Untuk pengecualian ini,
terapkan radius belok efektif kendaraan

4-2

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

rencana untuk memenuhi kebutuhan yang


ada.

Penggunaan kanalisasi untuk kendaraan


membelok sebaiknya dihindari untuk
menunjang
keselamatan
penyeberang
jalan.

Gambar 4.2. Perbedaan radius kerb dan radius belok


efektif kendaraan

Sumber : Abu Dhabi Urban Planning Council, 2009

4.2.

pada persimpangan, halte bus atau tempat


penyeberangan sebidang dengan fasilitas
parkir di badan jalan.

Mengurangi
jarak
penyeberangan
penyeberang
jalan
dan
waktu
tereksposnya pejalan kaki terhadap lalu
lintas kendaraan bermotor;

Meningkatkan jarak pandang pengemudi


dan
penyeberang
jalan,
khususnya
dipersimpangan;

Memastikan jarak bebas fasilitas parkir di


badan jalan dari persimpangan atau
penyeberangan ruas jalan;

Mengurangi lebar jalan atau radius kerb


di persimpangan sehingga memberikan
efek perlambatan lalu lintas;

trotoar menjorok ke badan jalan sehingga


mengurangi lebar jalan. Umumnya digunakan

Menyediakan area tunggu yang lebar bagi


penyeberang
jalan
di
tempat
penyeberangan jalan atau lokasi halte
bus.

Dalam perencanaan teknis penerapan curb


extension dapat digunakan pedoman sebagai
berikut :

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Curb extension atau bulb out sebaiknya


digunakan pada :
- Jalan dengan fasilitas parkir di badan
jalan,
khususnya
untuk
parkir
bersudut;
- Jalan dengan jarak antar kerb lebih
besar dari ruang yang dibutuhkan
lajur kendaraan;
- Persimpangan
dengan
komposisi
kendaraan berat yang rendah;
- Jalan di kawasan pusat kota atau
lokasi lain dengan volume pejalan
kaki yang tinggi.

Beberapa manfaat dari penerapan pelebaran


setempat trotoar ini diuraikan berikut ini :

Curb Extension/Bulb Out

Curb extension atau juga yang dikenal dengan


bulb out adalah pelebaran sebagian segmen

Desain curb extension harus berada


didalam
jarak
pandang
pengemudi
kendaraan bermotor;

Curb extension harus memiliki level yang


sama dengan trotoar;

Desain curb extension harus memiliki


drainase yang baik untuk mencegah
adanya limpasan air pada penyeberangan
jalan;

Pada persimpangan, radius curb extension


harus mampu mengakomodasi kebutuhan
membelok
kendaraan
darurat
dan
kendaraan berat. Gunakan radius belok
4-3

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

efektif
kendaraan
rencana
dalam
mendesain radius kerb dengan bollard
sebagai pembatas area pejalan kaki;

Pada jalan dengan lajur sepeda, lebar


curb extension tidak boleh melebihi lebar
yang dibutuhkan lajur sepeda, kecuali
pada penyeberangan yang mengakomodasi
kebutuhan sepeda. Keberadaan curb
extension sebaiknya tidak membuat
pesepeda bercampur dengan lalu lintas
kendaraan bermotor;

Marka pembatas lajur lalu lintas harus


jelas terlihat untuk memperingatkan
pengemudi kendaraan dan pesepeda akan
penyempitan jalan;

Harus
dilengkapi
dengan
penerangan jalan yang memadai.

Ruang curb extension dapat digunakan


untuk lansekap dan penempatan perabot
jalan
selama
tidak
mengganggu
pergerakan pejalan kaki dan jarak
pandang yang ada.

Curb Extension di Persimpangan

Curb Extension di Ruas Jalan

sistem

Gambar 4.3. Penerapan Curb Extension


Sumber : Abu Dhabi Urban Planning Council, 2009

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

4-4

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

4.3.

Lateral Shift

Perpindahan lateral lajur kendaraan bermotor


atau lateral shift adalah sebuah teknik
perlambatan
lalu
lintas
dengan
memindahkan/membelokan bidang lateral
lajur kendaraan menggunakan sudut transisi
yang
memaksa
pengemudi
kendaraan
bermotor melintas dengan kecepatan tertentu.
Umumnya teknik ini menggunakan pulau lalu
lintas dan pelebaran setempat trotoar (curb
extension).
Salah satu bentuk lateral shift yang cukup
dikenal adalah chicanes. Sama dengan lateral
shift, elemen perlambatan lalu lintas ini juga
membelokkan bidang lateral lajur kendaraan
guna memaksa lalu lintas bermotor melintas
dengan kecepatan tertentu. Namun pada
chicanes, lajur kendaraan dikembalikan pada
posisi semula.

Lateral Shift

Chicanes

Gambar 4.4. Lateral Shift


Sumber : Abu Dhabi Urban Planning Council, 2009 & www.transportphoto.net

Berikut beberapa panduan perencanaan teknis


lateral shift dan chicanes :

Penerapan lateral shift atau chicanes


sebaiknya hanya dilakukan untuk jalan
lokal dan lingkungan;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Meskipun
cukup
efektif
untuk
memperlambat lalu lintas bermotor,
lateral shift atau chicanes sebaiknya tidak
diterapkan untuk jalan dengan fasilitas
pesepeda;
Perpindahan lajur kendaraan harus
memenuhi persyaratan geometrik jalan

untuk menjamin kemudahan manuver


kendaraan dan keselamatan jalan;

Keberadaan elemen lateral shift atau


chicanes harus memperhatikan kebutuhan
ruang untuk lalu lintas kendaraan darurat;

4-5

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

Penerapan lateral shift atau chicanes


dapat diintegrasikan dengan penerapan
fasilitas parkir di badan jalan;

4.4.

Penempatan tanaman pada pulau lalu


lintas dan curb extension sangat
disarankan untuk area resapan hujan dan
menunjang estetika lingkungan, selama
tidak
mengganggu
jarak
pandang
pengemudi kendaraan bermotor;
Konstruksi curb extension pada elemen
lateral shift atau chicanes harus
memperhatikan sistem drainase yang ada;
Harus
dilengkapi
dengan
rambu
peringatan dan sistem penerangan yang
memadai.

Speed Bump, Speed Hump & Speed


Table

Speed bump, speed hump dan speed table


adalah elemen perlambatan lalu lintas yang
umum digunakan dalam membatasi kecepatan
kendaraan bermotor. Pada prinsipnya, ketiga
elemen ini memperlambat kecepatan dengan
meninggikan sebagian badan jalan dengan
lebar, tinggi dan kelandaian tertentu.

Ketiga elemen ini dipasang melintang dan


tegak lurus sumbu jalan. Ukuran panjang
elemen dapat selebar badan jalan secara
penuh (kerb ke kerb) atau menyisakan sedikit
ruang di kedua sisi, yang didesain hanya
untuk keperluan drainase.

Tabel 4.1. Standar Speed Bump, Speed Hump &

Speed Table
El em en

Speed Bump
Speed Hump
Speed Table

Di Indonesia, ketiga elemen ini masuk dalam


satu kategori alat pembatas kecepatan dan
umumnya dikenal dengan satu nama, polisi
tidur. Namun dalam aplikasinya, terdapat
perbedaan mendasar ketiga elemen ini dilihat
dari bentuk dan efektifitasnya.
Tabel 4.1 menunjukkan perbedaan teknis
antara speed bump, speed hump dan speed
table. Dari bentuk, speed bump dan speed
hump umumnya berbentuk parabol terbalik,
sementara speed table memiliki bentuk
trapesium.
Pada dasarnya, speed table merupakan speed
hump yang diperlebar. Dengan tinggi yang
sama dengan speed hump, elemen ini
umumnya memiliki lebar 660 cm (22 kaki),
dengan lebar permukaan atas 300 cm (10
kaki) dan lebar bagian ramp di kedua sisi 180
cm (6 kaki).

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

L eb a r (cm )
30 - 90
300 - 400
660

T in g g i (cm )
8 - 15
8 - 9 (< 10)
8 - 9 (< 10)

Speed Bump/Speed Hump

H
Wt
W

Speed Table
Dimana :
W : lebar
Wt : lebar permukaan atas
H : tinggi

Sumber : Parkhill, M., Sooklall R. dan Bahar, G., 2007

Beberapa panduan penerapan speed bump,


speed hump dan speed table diuraikan
sebagai berikut :

Dari sisi efektifitasnya, speed bump


merupakan elemen terefektif dalam
memperlambat
kecepatan
kendaraan.
4-6

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

Namun beberapa studi menyebutkan


penggunaan
elemen
ini
dapat
menimbulkan beberapa kerugian seperti
kerusakan kendaraan, kebisingan (suara
rem kendaraan) dan hambatan bagi
kendaraan darurat. Adapun berikut
rekomendasi lokasi penerapan ketiga
elemen tersebut :
bump
sebaiknya
hanya
- Speed
digunakan pada area parkir, jalan
privat atau jalan lingkungan terbatas
dengan
kecepatan
operasional
dibawah 10 km/jam;
hump
sebaiknya
hanya
- Speed
digunakan pada jalan lokal dan
lingkungan
dengan
kecepatan
operasional dibawah 20 km/jam.
Elemen ini juga sebaiknya tidak
ditempatkan pada rute bus dan rute
kendaraan darurat;
- Speed table sebaiknya digunakan pada
jalan kolektor, jalan lokal dan jalan
lingkungan
dengan
kecepatan
operasional dibawah 40 km/jam.
Speed table juga dapat digunakan

pada tempat penyeberangan


(raised crossing).

jalan

Ketiga elemen pembatas kecepatan ini


harus memiliki perkerasan permukaan,
sistem penerangan dan sistem drainase
yang baik.

Berikut beberapa material yang dapat


digunakan :
- Aspal, beton dan karet untuk speed
bump;
- Aspal dan beton untuk speed hump;
- Permukaan atas speed table umumnya
menggunakan material yang berbeda
sebagai sinyal bagi pengemudi untuk
memperlambat
kendaraannya.
Permukaan ramp speed table dapat
menggunakan aspal dan beton,
sementara untuk material permukaan
dapat digunakan bahan yang sama
dengan marka warna atau blok
terkunci. Penggunaan material yang
licin sebaiknya dihindari.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Pemasangan
ketiga
elemen
harus
memperhatikan persyaratan geometrik dan
keselamatan lalu lintas kendaraan
bermotor. Pemasangan elemen pada

tempat-tempat berbahaya harus dihindari,


seperti tikungan tajam, dll.

Untuk menjamin visibilitas pengemudi


kendaraan bermotor, ketiga elemen harus
dilengkapi dengan rambu peringatan dan
marka yang jelas. Speed bump dan speed
hump umumnya menggunakan marka garis
serong dengan garis berwarna putih atau
kuning, sementara pembedaan material
permukaan atau warna permukaan dapat
diterapkan pada speed table.

Lebar badan jalan

30 cm 20 cm

Gambar 4.5. Marka Speed Bump dan Speed Hump


Sumber : KM No. 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali
dan Pengaman Pemakai Jalan

4-7

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

Gambar 4.6. Speed Bump, Speed Hump dan Speed Table

Dari sudut pandang pengguna sepeda,


pemasangan elemen pada jalan dengan
kemiringan lebih dari 5% dan tinggi speed
hump lebih dari 10 cm sebaiknya
dihindari.
Tidak ada aturan baku mengenai interval
pemasangan speed bump, speed hump dan
speed table. Pada dasarnya pemasangan
harus ditetapkan berdasarkan hasil kajian
manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk
memberikan efek yang optimal. Adapun
beberapa studi merekomendasikan interval
90 150 m.

4.5. Raised Crossing


Peninggian permukaan penyeberangan jalan
(raised crossing) merupakan elemen yang
digunakan untuk memperlambat kecepatan
dan memberikan peringatan kepada kendaraan
bermotor
pada
lokasi
terjadinya
persinggungan (konflik) antara lalu lintas
bermotor dengan pejalan kaki dan pesepeda.
Selain itu, elemen ini juga meningkatkan
aksesibilitas tempat penyeberangan jalan dan
jarak pandang pejalan kaki sehingga dapat
menyeberang dengan aman dan nyaman.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Pada dasarnya, raised crossing merupakan


speed table yang ditempatkan pada tempat
penyeberangan
di
ruas
jalan
dan
persimpangan (juga disebut raised junction),
namun dengan ketinggian yang selevel dengan
permukaan trotoar.
Berikut beberapa panduan perencanaan teknis
raised crossing :

Raised crossing dapat ditempatkan pada :


-

Tempat penyeberangan jalan dan


persimpangan pada kawasan padat
pejalan kaki;
Persimpangan dengan lajur belok kiri
langsung;
4-8

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

Penempatan raised crossing pada jalan


arteri harus memperhatikan persyaratan
geometrik dan aspek keselamatan jalan;

Raised crossing harus memiliki ketinggian


yang sama dengan permukaan trotoar.
Sedikit perbedaan ketinggian dengan
trotoar (lebih rendah) dapat diterapkan
untuk memberikan peringatan kepada
penyeberang jalan dengan keterbatasan
penglihatan;

atas raised crossing sebaiknya dilakukan


untuk meningkatkan visibilitas pengguna
jalan. Gunakan bahan yang sama dengan
permukaan jalan (aspal/beton) atau blok
terkunci dengan marka warna. Material
yang memberikan efek licin seperti batu
pecah harus dihindari;

Persimpangan antara jalan mayor dan


minor;
Tempat penyeberangan di ruas jalan.

Lebar permukaan atas raised crossing


harus mengakomodasi seluruh lebar
penyeberangan jalan, sementara pada
persimpangan
lebarnya
harus
mengakomodasi
keseluruhan
area
persimpangan dengan bagian ramp pada
seluruh jalan pendekat persimpangan;

Kelandaian ramp kendaraan sebaiknya


tidak melebihi 25% (1 : 4). Pada jalan
dengan fasilitas sepeda, kelandaian
sebaiknya tidak melebihi 8% (1 : 12);

Harus dilengkapi rambu peringatan dan


marka yang jelas. Pembedaan permukaan

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Memiliki sistem penerangan jalan dan


sistem drainase yang baik.

4.6. Variasi Permukaan Jalan


Variasi permukaan jalan dapat dilakukan
dengan merubah material atau penggunaan
marka warna. Didalam teknik perlambatan
lalu lintas, elemen ini diterapkan untuk
meningkatkan visibilitas dan memperingatkan
pengemudi kendaraan akan adanya pergerakan
pejalan kaki atau pesepeda.
Beberapa manfaat dari penerapan elemen ini
sebagai berikut :

Meningkatkan keselamatan jalan dengan


memberikan prioritas yang pasti bagi
pejalan kaki dan pesepeda;

Meskipun
kurang
efektif
dalam
memperlambat kecepatan kendaraan,
apabila diterapkan di sepanjang ruas jalan
tertentu, elemen ini cukup memberikan
gangguan bagi pengemudi kendaraan
bermotor untuk memacu kecepatannya;

Apabila menggunakan material dan warna


yang sama dengan trotoar, elemen ini
dapat memberikan efek kontinuitas secara
visual. Secara tidak langsung, pejalan kaki
mendapatkan informasi dimana mereka
harus berjalan;

Raised Crossing

Raised Junction
Gambar 4.7. Raised Crossing

Sumber : UTTIPEC, 2009

4-9

TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS

Dengan desain yang baik, elemen ini dapat


meningkatkan estetika ruang jalan.

Adapun selain manfaat tersebut, kerugian


utama
dari
penerapan
memodifikasi
permukaan jalan adalah tingginya biaya
investasi dan pemeliharaan yang bergantung
pada jenis material yang dipilih. Penggunaan
material tertentu juga dapat menyulitkan
mobilitas pengguna kursi roda atau pejalan
kaki yang menggunakan alat bantu jalan
lainnya.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
dalam menerapkan variasi permukaan jalan
sebagai berikut :

Variasi permukaan jalan sebaiknya


diterapkan pada :
- Area pejalan kaki;
- Jalan lingkungan;
- Tempat penyeberangan jalan atau
persimpangan, baik dikombinasikan
dengan raised crossing atau tidak;
- Jalan utama, dengan marka warna
untuk memberikan prioritas pada
moda tertentu, seperti lajur BRT atau
sepeda.

Modifikasi permukaan jalan dengan


perubahan material dapat dilakukan pada
jalan-jalan utama dimana aktifitas pejalan
kaki tinggi, dengan tetap memperhatikan
aspek keselamatan jalan;

Material permukaan yang digunakan harus


didesain kuat untuk menahan beban
kendaraan
dan
mudah
dalam
pemeliharaannya. Baik material maupun
marka warna harus memiliki durabilitas
tinggi;

Material beton, aspal, blok terkunci atau


batu pecah dapat digunakan, bergantung
pada nilai estetika, tingkat permeabilitas
dan kemudahaan pemeliharaan yang ingin
dicapai. Blok terkunci atau pasangan batu
pecah umumnya sulit dalam pemeliharaan
dan seringkali menimbulkan hambatan
bagi kaum difabel;

Material thermoplastic atau coldplastic


sebaiknya digunakan untuk
marka.
Material marka yang digunakan harus
memiliki efek reflektor dan tidak licin;

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Variasi material permukaan jalan pada


persimpangan dan penyeberangan jalan
harus tetap dilengkapi dengan marka.

Gambar 4.8. Variasi Permukaan Jalan

Sumber : UTTIPEC, 2009

4-10

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
AASHTO, Guide for Planning, Design, and
Operating of Bicycle Facilities, USA, 2010.
AASHTO, Guide for The Development of Bicycle
Facilities, USA, 1999.
Abu Dhabi Urban Planning Council, Urban
Street Design Manual, Abu Dhabi, 2009.
Alta Planning, Creating Walkable + BIkeable
Communities, Portland, 2012
Badan Standarisasi Nasional (BSN), RSNI
Geometri Jalan Perkotaan T-14-2004, Jakarta,
2004
Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI
Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan
Perkotaan SNI 7391 :2008, Jakarta, 2008
Buehler, R. dan Pucher, J., 2012, Walking &

Cycling in Western Europe and the United


States, TR NEWS 280, pg. 34 42.
CALTRANS, Pedestrian and Bicycle Facilities in
California, California, 2005
CROW, Recommendations for Traffic Provisions

in Build Up Areas, The Netherlands, 1998

Planning and
Designing for Pedestrians : Guidelines
Uncontrolled Copy, Perth-WA, 2011
Department

Departemen

of

Transport,

Pekerjaan

Umum,

Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Jakarta,


1997.
Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman
Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan
Umum No. 032/T/BM/1999, Jakarta, 1999.
Departemen Pekerjaan Umum, Spesifikasi Kerb
Beton Untuk Jalan, SNI 03-2442-1991,
Jakarta, 1991.
Departemen

Pekerjaan

Tata Cara
Lansekap Jalan No.
Umum,

Perencanaan Teknik
033/T/BM/1996, Jakarta, 1996.

Perhubungan,
Panduan
Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan,

Departemen
Jakarta.

Departemen Perhubungan, Pedoman Teknis

Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di


Wilayah
Kota,
SK.
Nomor
43/AJ
007/DRJD/1997, Jakarta, 1997.
Departemen Perhubungan,
Lintas, Jakarta, 1999

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

Rekayasa

Lalu

Farrel, M., 2007, Best Practices in Bicycle and

Pedestrian Wayfinding in The Washington


Region, TPB, Washington DC.
Richtlinien fur die Anlage
Stadstrassen (RASt), Jerman, 2006.

FGSV,

von

FGSV, Empfehlungen fur Radverkehrsanlagen


(ERA), Jerman, 2009.
Hendarsin, Shirley L., 2000, Penuntun Praktis :
Perencanaan Teknik Jalan Raya, POLBAN,
Bandung.
Hook, W., 2003, Module 3d : Preserving and

Expanding the Role


Transport, GTZ, Jerman.

of

Non

Motorized

Hook, W., 2005, Training Course on Non


Motorized Transport, GTZ, Germany.
ITE, Designing Walkable Urban Thoroughfares :
A Context Sensitive Approach, Washington DC,
2010
Kementerian Permukiman dan Prasarana
Wilayah, Pedoman Penempatan Utilitas Pada
Daerah Milik Jalan Pd T-13-2004-B, Jakarta,
2004.
Kim, Hyung Jin., Kim, Tae Ho, et al, 2003,

Analysis of Pedestrian Traffic Signal


Considering Land Use and Pedestrian
1-1

DAFTAR PUSTAKA

Characteristics, Journal of The Eastern Asia


Society for Transportation Studies Vol 5, Hal.
3345 -3360.
King, M., 2004, Improving Conditions for
Pedestrians in Bangkok, GTZ SUTP Asia
Project, Bangkok.
Kost, C., Nohn, M., et al, 2011, Better Streets,
Better Cities, ITDP - EPC, Gujarat.
Munawar, A., 2004, Manajemen Lalu Lintas
Perkotaan, Beta Offset, Yogyakarta.
Nottinghamshire County Council,
Design Guide, Inggris, 2006

Cycling

Office of Transportation, Pedestrian Design


Guide, City of Portland, 1998
Pedestrian and Bicycle Information Center, et
all, Bike Lane Design Manual, Chicago, 2002
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.
Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 2011
Tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis
Dampak Serta Manajemen Kebutuhan Lalu
Lintas.

Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006


Tentang Jalan.
Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 1993
Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
Public Works Department, Pedestrian Safety
and Crosswalk Installation Guidelines, City of
Stockton, 2003.
Ricket, T., 2005, BRT Accessibility Guidelines
Part 1, Worldbank, USA.
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat
Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang
Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 Tentang
Jalan
UTTIPEC, 2009, Pedestrian Design Guidelines,
Delhi Development Authority, New Delhi
Wright, L., 2010, Review of The National
Technical Guidelines for Pedestrian Facilities,
GTZ - SUTIP, Jakarta.

PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA

1-2

Anda mungkin juga menyukai